Apa yang dimaksud dengan teori legitimasi organisasi?

Teori legitimasi organisasi

Teori legitimasi organisasi mempunyai dasar pemikiran bahwa organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri.

Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.

1 Like

Menurut teori legitimasi organisasi, bisnis beroperasi di bawah mandat masyarakat, dan dapat dihentikan jika bisnis dipandang tidak melakukan hal yang telah diharapkan oleh masyarakat (Woodward et al . 2001).

Tanggung jawab sosial perusahaan pada teori ini dilihat sebagai kewajiban kontrak sebuah perusahaan terhadap masyarakat. Gagasan kontrak sosial juga yang memberikan implikasi bahwa perusahaan melakukan kegiatan operasi di dalam sebuah masyarakat melalui kontrak sosial yang sebenarnya tersirat. Hal tersebut karena masyarakatlah yang telah mengizinkan perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam dan manusia, juga telah memberikan hak untuk melakukan fungsi produktifnya dalam mencapai suatu kondisi yang berdaya maksimal pada suatu perusahaan (Donaldson, 1983; Balabanis et al . 1998).

Teori legitimasi menekankan manajemen perusahaan pada cara masyarakat bereaksi terhadap timbulnya harapan-harapan ke sebuah perusahaan. Teori legitimasi juga mencakup pencegahan polusi dan pembaharuan lingkungan fisik, jaminan kesehatan dan keselamatan karyawan dan konsumen, dan perlindungan bagi mereka yang tinggal di komunitas dimana produk diproduksi dan terdapat pembuangan limbah, serta tanggung jawab sehubungan dengan konsekuensi dari pengangguran melalui inovasi teknologi atau penutupan pabrik (Walden dan Schwartz, 1997; Wilmshurst dan Frost 2000).

Teori Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Kirana, 2009).

O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan.

Legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat, Gray et al. (1996: 46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004). Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengutamakan keberpihakan atau kepentingan masyarakat.

Deegan, Robin dan Tobin (2002) dalam Fitriyani (2012) menyatakan legitimasi dapat diperoleh
manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat terancam.

Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.

Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat (Fatoni dkk, 2016). Dalam teori legitimasi tersebut perusahaan berusaha untuk menyesuaikan keadaan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dimasyarakat sehingga dapat diterima dilingkungan eksternal karena dalam teori legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan jika masyarakat sekitar merasa bahwa organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat (Sari, 2013).

Teori Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat.

Teori legitimasi organisasi merupakan suatu organanisasi atau perusahaan yang mematuhi aturan-aturan disuatu tempat sebagai bentuk kooperatifnya sebagai suatu bentuk lembaga.

Adanya teori legitimasi ini akan memberikan landasan bahwa perusahaan harus mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilaksanakan perusahaan sehingga dapat berjalan dengan baik tanpa adanya konflik dimasyarakat maupun dilingkungan tempat beroperasi. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR), dengan adanya Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan akan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat sehingga masyarakat sekitar tempat beroperasi dapat menerima keberadaan perusahaan dengan baik dan tidak mempermasalahkan keberadaan perusahaan tersebut.

Legitimasi merupakan situasi dimana perhatian antara masyarakat dan lingkungan telah terpenuhi. Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkunagan sekitarnya baik fisik maupun non fisik (Hadi, 2011). Purwanto (2011) menyatakan teori legitimasi bahwa perusahaan secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan kegiatan/aktivitas yang dilakukan sesuai dengan batasan dan norma masyarakat dimana perusahaan beroperasi atau berada.

Di sisi lain juga terdapat perusahaan yang tidak bisa memenuhi harapan stakeholder akan perhatian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut belum terlegitimasi. Situasi tersebut disebut dengan legitimacy gap . Hadi (2011) menyatakan bahwa kesenjangan legitimasi yang tinggi dapat mengakibatkan munculnya tekanan dari stakehoder . Tentu jika kelangsungan perusahaan ingin tetap berlanjut perusahaan harus mengambil langkah. Untuk mengurangi gap legitimacy tersebut perusahaan dapat meningkatkan pareto optimal yaitu dengan melakukan social contract berupa peningkatan social responsibility (SR) serta juga lebih merperluas pengungkapannya (Hadi, 2009).

Perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya akan mendapat status dari masyarakat atau lingkungan jika perusahaan melakukan pengungkapan sosial, sehingga perusahaan tersebut beroperasi atau dapat dikatakan terlegitimasi (Adhima, 2012). Dengan perusahaan yang dapat dikatakan sudah terlegitimasi maka citra atau nama baik perusahaan akan menjadi baik di mata masyarakat, lebih lanjut membuat kepercayaan stakeholder pada perusahaan dapat bertambah.

Legitimasi juga dapat dijadikan wahana untuk mengonstruksikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju (Hadi, 2011). Legitimasi perusahaan dimata stakeholder dapat dilakukan dengan integritas pelaksanaan etika di berbisnis (business ethics integrity) serta meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility) (Sriviana & Asyik, 2013). Dengan demikian, perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility serta menjaga lingkungan di sekitarnya yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat juga merupakan salah satu upaya perusahaan agar bisa terlegitimasi.

Referensi

Meiyana, Aida. 2018. Pengaruh Kinerja Lingkungan, Biaya Lingkungan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan dengan Corporate Social Responsibility yebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016). Skripsi. Prodi Akuntansi Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada (Rawi dan Muchlis, 2010). Teori legitimasi menegaskan bahwa untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas kegiatan yang dilakukan, maka perusahaan harus menjalankan kegiatannya sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan sekitar.

Teori legitimasi menjelaskan perusahaan melakukan kegiatan udah dengan batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan (Dowling dan Preffer 1975).

Deegan menyatakan bahwa teori legitimasi memfokuskan pada kewajiban perusahaan untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang sesuai dalam lingkungan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri, dimana perusahaan memastikan aktifitas yang dilakukan diterima sebagai sesuatu yang sah. Lebih lanjut lagi Deegan menjelaskan tentang teori legitimasi organisasi di negara berkembang terdapat dua hal:

Pertama, kapabilitas dalam menempatkan motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab sosialnya. Kedua, legitimasi organisasi dapat memasukkan faktor budaya yang membentuk tekanan institusi yang berbeda dalam konteks yang berbeda.

Lindbolm menyatakan bahwa suatu organisasi mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi kegagalan kinerja perusahaan (seperti kecelakaan yang serius atau skandal keuangan) organisasi mungkin melakukan hal sebagai berikut:

  1. Mencoba untuk mendidik stakeholdernya tentang tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

  2. Mencoba untuk mengubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian (tetapi tidak merubah kinerja aktual organisasi).

  3. Mengalihkan perhatian dari masalah yang menjadi perhatian (mengosentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif yang tidak berhubungan dengan kegagalan-kegagalan).

  4. Mencoba untuk merubah ekspektasi eksternal tentang kinerjanya.

Legitimasi merupakan hal yang penting dalam perkembangan perusahaan kedepannya. Menurut Dowling dan Pletter, perusahaan perlu memperoleh legitimasi dari seluruh stakeholders dikarenakan adanya batasanbatasan yang dibuat dan ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperlihatkan lingkungan.

Deegan menyatakan bahwa teori legitimasi memfokuskan pada kewajiban perusahaan untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang sesuai dalam lingkungan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri, dimana perusahaan memastikan aktifitas yang dilakukan diterima sebagai sesuatu yang sah.

Lebih lanjut lagi Deegan menjelaskan tentang teori legitimasi organisasi di negara berkembang terdapat dua hal:

  1. Pertama, kapabilitas dalam menempatkan motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab sosialnya.
  2. Kedua, legitimasi organisasi dapat memasukkan faktor budaya yang membentuk tekanan institusi yang berbeda dalam konteks yang berbeda.

Lindbolm menyatakan bahwa suatu organisasi mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi kegagalan kinerja perusahaan (seperti kecelakaan yang serius atau skandal keuangan) organisasi mungkin melakukan hal sebagai berikut:

  1. Mencoba untuk mendidik stakeholdernya tentang tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
  2. Mencoba untuk mengubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian (tetapi tidak merubah kinerja aktual organisasi).
  3. Mengalihkan perhatian dari masalah yang menjadi perhatian (mengosentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif yang tidak berhubungan dengan kegagalan-kegagalan).
  4. Mencoba untuk merubah ekspektasi eksternal tentang kinerjanya.