Apa yang dimaksud dengan Teori Ketenagakerjaan?

Teori Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang jasa jika ada permintaan terhadap mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Subri Mulyadi, 2003).

Apa yang dimaksud dengan Teori Ketenagakerjaan?

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang jasa jika ada permintaan terhadap mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Subri Mulyadi, 2003).

Jumlah atau besarnya penduduk umumnya dikaitkan dengan pertumbuhan income per capita suatu negara, yang secara kasar mencerminkan kemajuan perekonomian negara. Ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Tetapi ada juga yang berpendapat lain, bahwa justru penduduk yang jumlahnya sedikit yang dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan jumlah sumber-sumber ekonominya, baru dapat diperoleh kenaikan pendapatan nasionalnya. Ini berarti jumlah penduduk tidak boleh terlampau sedikit tetapi juga tidak boleh terlampau banyak.

Jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang makin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang, seharusnya mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan serta ketrampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru.

Dengan demikian, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat pengangguran. Dengan pembangunan ekonomi diharapkan laju pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk, sehingga kegiatan perekonomian akan menjadi lebih luas dan kemudian dapat memperkecil jumlah pengangguran.

Tenaga kerja, sebagai salah satu modal dasar pembangunan tidak akan efektif bila tidak tidak memiliki kualitas sebagaimana yang diharapkan. Kualitas tenaga kerja tergantung pada sebagian besar dari tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja. Banyak lulusan sarjana pada saat ini belum memiliki pekerjaan tetap atau sering disebut sebagai pengangguran, tersedianya tenaga kerja dan lapangan pekerjaan yang dapat menampung tenaga kerja yang tersedia akan memunculkan tingkat pengangguran.

Menurut Raharja dan Manurung (2004) tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan, tidak atau belum mendapatkan pekerjaan tidak sama dengan tidak mau bekerja. Jadi yang disebut pengangguran adalah mereka-mereka yang mendaftar sebagai pencari kerja, namun belum memperoleh lapangan pekerjaan. Demikian juga yang dinyatakan oleh Sukirno (2000) mengenai sebutan pengangguran bahwa “apabila mereka tidak bekerja dan tidak mencoba untuk mencari pekerjaan, maka walaupun umur mereka adalah dalam lingkungan umum di atas, mereka tidak termasuk dalam golongan angkatan kerja.”

Teori Ketenagakerjaan


Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan, yaitu faktor permintaan dan penawaran. Faktor permintaan dipengaruhi oleh dinamika pembangunan ekonomi, sedangkan faktor penawaran ditentukan oleh perubahan struktur umur penduduk. Sesuai dengan Konvensi International Labour Organization (ILO), batasan penduduk usia kerja yang digunakan di sini adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang aktif secara ekonomi, yaitu mereka yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang tidak aktif secara ekonomi dengan kegiatan antara lain, sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.

Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (diatas 8%) maka penciptaan lapangan kerja baru akan mampu memenuhi tambahan angkatan kerja, ini yang terjadi di Indonesia sebelum tahun 1990 s/d 1997. Dan semakin banyaknya permintaan Investasi maka semakin banyak juga lapangan kerja yang 32 di hasilkan ini sangat berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja yang akan bekerja.

Salah satu masalah yang biasa muncul alam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja ( demand for labor ) dan penawaran tenaga kerja ( supply of labor ), pada suatu tingkat upah (Kusumowidho, 1981). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa : (a) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja ( excess supply of labor ) dan, (b) lebih besarnya permintaan disbanding penawaran tenaga kerja ( excess for labor )

Teori penting yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan adalah teori Lewis (1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain. Menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaiknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.