Teori Keadilan versi John Rawls
John Rawls (1921–2002) dianggap sebagai moral filosof terpenting dalam tradisi liberal. Ia adalah profesor bidang filsafat politik di Universitas Harvard. Pada tahun 1971 ia mempublikasikan karya paling berpengaruh „Theorie der Gerechtigkeit“ yang banyak didiskusikan tahun 1980 - 1990 an.
Teori Keadilan (Theorie der Gerechtigkeit) John Rawl merupakan perspektif tandingan terhadap radikalisme pasarnya era Reagen dan Thatcher. Juga sebagai “geistig moralische Wende” alias “Putar haluannya jiwa dan moral”, sebagaimana tuntutan pemerintahan Helmut Kohl (sebagai konteks historis, bandingkan Nida-Rümelin 1997 halaman 15 dst.)- Justru secara sosial- demokratis, teori John Rawl menjadi bahan perdebatan yang sangat hangat.
Dalam teorinya, Rawls menganalisa regulasi dari berbagai konflik kepentingan dalam masyarakat. Lewat kerjasama anggota masyarakat harus berikhtiar, mendistribusikan secara adil barang/harta benda/kekayaan masyarakat yang relatif pas-pasan.
Rawl berpendapat, bahwa
-
ide-ide mendasar dan prinsip-prinsip umum keadilan dapat diformulasikan agar bisa disepakati oleh setiap orang;
-
terutama dalam demokrasi ketika keberadaan setiap warga yang bebas dan sama, saling berhubungan satu dengan lainnya,
-
bertolak dari landasan ini, bisa ditemukan prinsip-prinsip kerjasama sosial
Seperti halnya John Locke, Rawl berangkat dari sebuah titik awal. Hanya saja, Rawl tidak bertolak dari satu kondisi alami yang nyata, melainkan berdasarkan keadaan hipotesis. Di sana, terdapat manusia-manusia yang bebas dan sama, yang hanya mengekor pada kepentingan pribadinya, berkumpul guna berkompromi terhadap prinsip-prinsip keadilan.
Termasuk juga kedalam eksperimen pemikiran ini adalah belum jelasnya kedudukan setiap individu dalam masyarakat. Oleh karenanya, bagi Rawl, segenap individu haruslah memiliki kepentingan, bahwa individu yang berkedudukan terburuk setidaknya menempati posisi yang baik („Dalil Maximin“).
Dari teori Rawl yang luas itu, perlu dicermati dua prinsip pokok. Berdasarkan kedua prinsip tersebut dapatlah diuji, apakah prinsip-prinsip pokok tersebut setidaknya sesuai dengan penyebutannya.
Jasa John Rawl, antara lain bahwa ia mengembangkan sudut pandang liberal tentang pembagian barang/kekayaan sosial menjadi satu teori, sehingga keadilan pembagian itu didefinisikan ulang. Dengan demikian, Rawl telah mengawinkan tradisi liberal yang menuntut pemberian dan penjaminan hak-hak kebebasan dengan ide-ide Sosial Demokrasi tentang Kesetaraan dan Keadilan.
Dalam teorinya, Rawl memformulasi dua prinsip dasar:
-
Prinsip pertama berangkat dari sederet kebebasan dasar, yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar ia dapat memanfaatkan kebebasannya. Petunjuk atas „sistem yang sama“ memperjelas, bahwa setiap perbuatan/tingkah laku haruslah tetap terabstraksikan dari individu yang kongkrit. Prinsip pertama tidak dapat disangkal oleh hampir segenap penulis
Sesuai tradisi liberal, Rawl berasumsi, bahwa secara mutlak, prinsip pertama haruslah lebih diprioritaskan ketimbang prinsip kedua.
-
Berbeda dengan prinsip pertama, prinsip kedua yang disebut prinsip perbedaan, kedudukannya terbilang rumit dan kontroversial. Dalam hal ini, Rawl mengusulkan norma abstrak, di mana perbedaan perlakuan bisa dinilai sebagai sah dan dapat diterima. Pembagian yang tidak adil itu hendaknya dikaitkan dengan dua persya- ratan berikut :
- Pembagian yang tidak adil itu menguntungkan pihak yang selama ini dirugikan,
- Jabatan dan kedudukan terbuka bagi setiap orang.
Satu formulasi yang bermakna mirip dengan formulasi Kant: Setiap perbuatan adalah sah, menurut kaidah kebebasan penuh seseorang bisa berlaku bersamaan dengan kebebasan setiap orang yang sesuai de-ngan hukum”(Kant 1963:33)
Akan tetapi, hal ini merupakan pandangan yang problematis, baik faktual maupun logis, seperti yang dibeberkan secara jelas oleh Meyer
Persyaratan pertama untuk „Pembagian Tidak Adil yang sah/dapat diterima“ oleh Rawl ditetapkan sebagai akibat dari pembagian yang timpang dalam masyarakat.
Persyaratan kedua terkait dengan „keadilan akses“. hanya bisa dilaksanakan jika setiap orang secara prinsip memiliki akses pada jabatan dan kedudukan.
Hanya jika akses pada jabatan dan posisi secara prinsip dimungkinkan bagi setiap orang, maka pembagian tidak adil dapat diabsahkan. Jika diformulasikan secara tajam, hal itu berarti„semuanya mempunyai peluang yang adil“.
Bukan hanya secara ilmiah, namun juga secara politis, „prinsip perbedaan“ ini sangat kontroversial. Akan tetapi, sebelum dapat dipersoalkan, apakah „prinsip perbedaan“ itu merupakan definisi yang tepat atau tidak keliru untuk keadilan, hendaknya argumentasinya diuji pada contoh praktis. Dalam contoh praktis dapat ditemui beberapa argumentasi politis, yang dapat diuji ihwal „legitimitas“nya ter- hadap kedua „Prinsip“ Rawl. Sebaiknya, pikirlah masak-masak terlebih dahulu, apakah pikiran spontan anda itu anda anggap benar.
Referensi :
- Immanuel Kant (1963), Grundlegung zur Metaphysik der Sitten, in: Kants Werke in sechs Bänden, hg. von W. Weischedel, Bd. IV, Darmstadt.