Interseksionalitas pada umumnya merupakan kajian dalam ranah feminisme yang dikhususkan untuk mengupas dan memperdalam diskriminasi terhadap perempuan. Kajian itu meluas hingga digunakan untuk menganalisis sastra yang berkaitan dengan feminisme. Istilah interseksionalitas pertama kali digunakan oleh Crenshaw pada 1989, pada saat berbicara mengenai pengalaman diskriminasi terhadap perempuan kulit hitam.
Menurut Crenshaw (1989, 149), posisi ketertindasan perempuan kulit hitam itu dianalogikan dengan perjalanan di perempatan yang memungkinkannya datang dan pergi dari empat penjuru. Diskriminasi seperti interseksi atau perempatan untuk mengalir dari satu arah dan mengalir dari arah lain. Jika terjadi kecelakaan di perempatan itu, akan berakibat pada kendaraan dari banyak arah. Sama dengan perempuan kulit hitam: karena berada di perempatan, mengalami kecelakaan dan akan mengalam luka karena diskriminasi seks dan ras yang datang dari empat penjuru.
Crenshaw (1991) juga menjelaskan konsep interseksionalitas yang berfokus pada berbagai cara yang berkaitan dengan ras dan gender berinterkasi dengan multidimensi perempuan kulit hitam yang identik tertindas. Tujuan utama interseksionalitas bersentuhan dengan ras dan gender yang berkaitan dengan struktur sosial, politik, dan representasi perempuan berwarna. Maka, fokus interseksionalitas adalah mengungkapkan identitas dan bagaimana dunia sosial dikonstruksi dalam kaitan dengan ras dan gender.
Crenshaw membagi interseksionalitas menjadi tiga, yakni:
-
Interseksionalitas struktural dijelaskan sebagai tempat perempuan menghadapi serangkaian ketertindasan dalam kehidupan mereka, mulai dari kemiskinan hingga permasalahan pekerjaan. Banyak perempuan, terutama kulit hitam, menjadi korban diskriminasi ras dalam kelas sosial dan pekerjaan yang terjadi dalam masyarakat. Kemudian, dijelaskan oleh Crenshaw (1991) bahwa penindasan terhadap perempuan juga terjadi pada undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah ketika posisi perempuan dianggap marginal.
-
Interseksionalitas politis terjadi ketika perempuan berkonflik dalam agenda politis. Ras dan gender kerap menjadi konflik dan diperjuangkan dalam bidang politik sehingga perempuan terus terpinggirkan.
-
Interseksionalitas representasional yang artinya perempuan hanya menjadi minoritas dan isu perempuan bukan yang signifikan (Crenshaw 1991). Selain itu, interseksionalitas representasional juga meliputi cara pembangunan budaya populer membentuk citra perempuan dalam ras dan gender yang berakibat pada marginalisasi perempuan itu sendiri karena mengabaikan kepentingan utamanya.
Selanjutnya, menurut Hancock (2016), interseksionalitas berkaitan dengan media sosial yang kini sudah mengglobal. Kemudian, interseksionalitas juga berkaitan dengan politik. Sementara itu, Grillo (1995) mengungkapkan bahwa kekuatan interseksionalitas itu membentuk potensi untuk memberikan suara bagi individu, tetapi subjek multidemensional perempuan tak mampu berbicara dengan paradigman pemikiran identitas sebagai subjek perseorangan. Grillo mengungkapkan perempuan duduk di persimpangan dalam banyak kategori. Boleh jadi dia adalah latin, perempuan, pendek, ibu, lesbian, anak perempuan, bermata biru, berambut panjang, pekerja, dan keras kepala. Dalam ruang dan waktu tertentu, beberapa kategori menjadi penting, seperti ras, gender, kelas, orientasi seksual. Conaghan (2009) mengungkapkan bahwa interseksionalitas berkembang menjadi respon teori dan politik individu, pengalaman yang kompleks, dan bertendensi hukum.
Sebagai tambahan, interseksionalitas menawarkan kemungkinan perlawanan terhadap dampak represif seperti esensialisme yang mengarahkan pada ruang diskursus untuk mewakili kompleksitas menjadi objek teori dan politik. Dari berbagai pemaparan itu, interseksionalitas merupakan kajian yang luas tentang diskriminasi terhadap perempuan. Bukan hanya penindasan, interseksionalitas juga mewujudkan perlawanan di ruang publik. Nantinya, diharapkan perlawanan juga dapat berujung di tataran hukum.