Apa yang dimaksud dengan Teori Interaksi Strategis?

Teori Interaksi Strategis

Teori Interaksi strategis ini mencakup beberapa pandangan yang digagas oleh para ilmuwan sebelumnya yang kemudian dirangkum dalam sebuah bagan interaksi, termasuk memperbaharui teori interdependensi yang dikembangkan oleh Keohane dan Nye (1989).

Apa yang dimaksud dengan Teori Interaksi Strategis ?

Jika ingin mencermati fenomena politik internasional, sesungguhnya kurang lengkap jika hanya menilik mengenai Interdependensi saja. Terkadang teori ini tidak cukup komprehensif dalam menerangkan fenomena yang ada. Oleh karenanya John Kroll mengembangkan teori interdependensi dalam konteks yang mencermati interaksi strategis. Teori Interaksi strategis ini mencakup beberapa pandangan yang digagas oleh para ilmuwan sebelumnya yang kemudian dirangkum dalam sebuah bagan interaksi, termasuk memperbaharui teori interdependensi yang dikembangkan oleh Keohane dan Nye (1989).

image
Dalam bagan diatas, pertama dijelaskan mengenai pengertian independensi yang dalam terminologi teori yang dikembangkan oleh Kroll dari Kelley dan Thibaut sebagai Reflexive Control . Dalam konteks ini, suatu pihak memiliki kebebasan dan independensi untuk mengontrol segala keuntungan yang ia peroleh tanpa memerdulikan apa yang akan atau telah dilakukan oleh lawannya (pihak lain). Dalam aspek kedua, yakni dependensi, atau disebut juga dengan Fate Control . Dalam aspek ini, negara memiliki kecenderungan untuk mengikuti apa yang dilakukan dan diputuskan oleh lawannya (pihak lain) untuk memperoleh keuntungan lebih. Sedangkan aspek ketiga, sekaligus menjadi aspek yang akan disoroti dalam hal ini adalah interdependensi. Dalam lingkup ini suatu pihak akan bekerjasama dan saling berbagi dalam suatu tindakan bersama untuk memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Semakin negara dapat mengkoordinasikan kebijakan dengan baik satu sama lain, maka akan lebih besar keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak ( Behavioral Control ). Terminologi korespondensi dalam teori ini digunakan untuk mencermati tingkat interdenpendensi oleh masing-masing pihak. Dikatakan mencapai korespondensi positif, artinya hal-hal yang dilakukan oleh pihak-pihak di dalamnya bersifat sama. Namun apabila mencapai korespondensi negatif, berarti pihak-pihak di dalamnya tidak melakukan kerjasama dalam hal yang sama. Apa yang dilakukan dalam sebuah kerangka tujuan bersama tidaklah dalam hal yang sama, sehingga bisa dikatakan sifatnya komplementer

Dalam analisis Kroll yang dikembangkan dari pemikiran Kelley dan Thibaut, interdependensi menjadi bagian dari proses interaksi strategis sebagaimana yang digambarkan di atas. Sedangkan komponen lain dalam proses interaksi ini adalah Independensi dan dependensi. Dari ketiga terminologi ini, dalam pandangan Kroll, ada empat hal yang harus digaris bawahi. Pertama, harus dipisahkan antara konsep mutual dependence dengan interdependence. Mutual Dependence menyangkut aspek kerentanan ( vulnerability ) dan berada dalam kondisi dimana masing-masing negara melakukan tindakan unilateralnya (yang berbeda satu sama lain) untuk memperoleh keuntungan ( payoff ) dari pihak yang lain. Sedangkan dalam terminologi interdependensi, dipahami dalam konteks sensitivitas, aktor-aktor yang terlibat didalamnya saling membagi kontrol ( the share of control ) untuk meraih sebuah tujuan yang sama diantara mereka.

Kedua, atas hal-hal yang tersebut diatas, terminologi interdependensi positif dan interdependensi negatif menjadi valid. Interdependensi positif terjadi ketika interaksi diantara pihak-pihak di dalamnya dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak-pihak tersebut, sedangkan sebaliknya berlaku dalam interdependensi negatif. Namun dalam konteks untuk mencermati peran Jepang dalam Chiang Mai Initiative ini, terminologi interdependensi positif akan lebih tepat dalam memberikan penjelasan secara lebih lanjut.

Ketiga, merujuk pada Kelley dan Thibaut, John Kroll menjelaskan bahwa dalam mencermati fenomena interaksi semacam ini yang harus dilakukan adalah menelaah baik dari sisi interdependensi dan dependensi. Kemudian terakhir adalah, sekaligus yang terpenting adalah selalu ada unsur independensi dalam melihat dari sisi interdependensi ataupun dari kacamata dependensi.

Dalam dalam konteks yang lebih kecil, Gordon Clark menjelaskan interdependensi dilihat dari keterkaitan struktur dan manajemen transaksi diantara perusahaan-perusahaan kecil yang tergabung dalam sebuah jejaring regional (atau global). Clark mengangkat konsep Chain-of-Links yang mana adalah jaringan transaksi antar-perusahaan yang kemudian menjadi dasar dari proses transaksi selanjutnya yang melibatkan lingkup pasar yang lebih spesifik lagi. Clark memberikan contoh Korporasi X yang membentangkan Chain-of-Links yang lingkupnya adalah bukan lagi nasional atau lokal, melainkan regional atau internasional. Tindakan yang dilakukan oleh Korporasi X ini tidak lain adalah didasarkan pada respon pasar dan kesempatan produksi dengan biaya yang terendah. Oleh karenanya Clark menegaskan bahwa meningkatnya kecenderungan interdependensi antar-perusahaan secara global akan melampaui suatu identitas nasional, namun sekaligus meningkatkan pembangunan pada tingkat sub-regional. Disinilah secara spasial, lokasi perusahaan akan sangat menentukan. Dalam artian, perusahaan-perusahaan yang terangkum dalam Chain-of-links ini akan bergantung pada resiko keuangan ( risk finance ) yang mungkin terjadi dalam suatu negara nasional tempat ia berada. Namun dari sini, didapat bahwa aksesibilitas dana cadangan atas resiko keuangan yang dapat terjadi pada Chain-of-Links akan sangat memperngaruhi pertumbuhan interdependensi global. Disinilah teori ini akan digunakan untuk mencermati aktivitas ekonomi Jepang yang membangun Chani-of-Links -nya dengan berbagai jaringan perusahaan ekonomi yang ada di tingkat lokal di beberapa negara di Asia Timur.