Apa yang dimaksud dengan Teori inferensi koresponden atau correspondent inference theory?

Teori inferensi koresponden (correspondent inference theory) adalah kecenderungan kita menggunakan informasi tentang perilaku orang lain dan efeknya untuk menggambarkan sebuah inferensi koresponden dimana perilaku tersebut dikaitkan dengan karakteristik disposisi atau kepribadian.

Apa yang dimaksud dengan Teori inferensi koresponden atau correspondent inference theory?

Bias Korespondensi adalah kecenderungan untuk menjelaskan perilaku orang lain disebabkan oleh disposisinya (faktor internal) dari pada mencari penjelasan dari faktor eksternal, meskipun penyebab situasionalnya sangat jelas.

Dalam bias korespondensi ini faktor budaya memainkan peranan yang sangat penting. Bias korespondensi lebih banyak ditemukan pada kultur yang menekankan pada kebebasan individual (negara Barat) dari pada budaya kolektivis (negara Timur)

Contoh

Seorang pria terlambat dalam pertemuan. Ketika memasuki ruangan, ia menjatuhkan notesnya di lantai. Ketika mencoba memungutnya kembali, kacamatanya jatuh & pecah. Kemudian, ia menumpahkan kopi ke dasi yg dikenakannya.”

Bagaimana anda menjelaskan peristiwa ini?

Besar kemungkinan anda akan menyimpulkan bahwa orang ini canggung dan berantakan. Padahal belum tentu betul, maka akuratkah atribusi tersebut? Oleh karena itu kemungkinan anda sudah melakukan Bias korespondensi

Teori ini dikembangkan oleh Jones & Davis (1965) bermula dari asumsi bahwa seseorang mengobservasi perilaku orang lain dan kemudian menarik kesimpulan tentang disposisi (ciri-ciri sifat) kepribadian orang yang diamati tersebut. Dengan kata lain, teori inferensi korespodensi ini menjelaskan tentang bagaimana kita menarik kesimpulan tentang orang lain melalu observasi atau pengamatan terhadap orang lain tersebut. Sifat kepribadian tersebut (disposisi) inipun diasumsikan kehadiran/keberadaannya stabil pada diri orang itu dan berlaku dari satu situasi ke situasi lainnya

Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan dasar untuk menarik suatu kesimpulan tentang apakah suatu perbuatan disebabkan oleh sifat kepribadian ataukah disebabkan oleh tekanan situasi. Jika faktor-faktor berikut ini hadir (ada) di saat seseorang melakukan perbuatan atau tindakan, maka dapat dipastikan perbuatan/tindakan tersebut disebabkan karena faktor sifat-sifat kepribadian (disposisi) orang tersebut.

Tiga faktor yang mencerminkan disposisi seseorang yang menjadi pusat perhatian saat observasi yaitu :

  • Non Common Effect (tindakan yang tidak umum/unik)
    Perilaku yang membuahkan hasil yang tidak lazim lebih mencerminkan atribusi pelaku dari pada yang hasilnya yang berlaku. umum.

    Contoh: seorang lulusan SMA yang pandai dan dapat diterima di fakultas Kedokteran atau fakultas Ekonomi, tetapi Ia justru memilih jurusan Ilmu Purbakala, lebih jelas motivasinya dari pada siswa yang prestasinya rata-rata, tetapi bersikeras masuk ke fakultas Kedokteran atau ekonomi.

  • Freely chosen act ( tindakan atas pilihan sendiri)
    Perilaku yang timbul karena kemauan orang itu sendiri atau orang itu bebas memilih kelakuannya sendiri perlu lebih diperhatikan dari pada perilaku karena peraturan atau ketentuan atau tata cara atau perintah orang lain.

    Contoh: kasir yang cemberut atau satpam yang tersenyum lebih mencerminkan keadaan dirinya dari pada kasir yang harus tersenyum atau satpam yang harus galak, hal tersebut benar-benar mencerminkan atribusinya sendiri karena mereka mempunyai pilihan sendiri.

  • Low social desirability (tindakan yang menyimpang kebiasaan)
    Perilaku yang tidak biasa lebih mencerminkan atribusi dari pada perilaku yang umum.

    Contoh: seorang pelayan toko menunjukkan toko lain kepada pelanggannya yang menanyakan barang yang tidak tersedia di toko tersebut.