Apa yang dimaksud dengan Teori Humanistik?

Teori Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikodinamika. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.

Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:

  • Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen.
  • Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
  • Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
  • Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab.
  • Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.

Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.

Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikodinamika dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).

Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme.

Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 2001).

Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya.

Salah satu tokoh yang terkenal dalam teori psikologi humanistik adalah Carl Rogers.

Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda terapi yang dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada klien (client-centered therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan, bimbingan, dan pekerja sosial.

Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan sukar dipahami (Alwisol, 2005 : 333).

Pokok-pokok Teori Carl Rogers

Struktur kepribadian

Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.

  1. Organime, mencakup :

    • Makhluk hidup
      Organisme adalah makhluk ;lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat.
    • Realitas subjektif
      Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan benar-salah.
    • Holisme
      Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
  2. Medan fenomena
    Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya.

  3. Self
    Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah :

    • terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu;.
    • bersifat integral dan konsisten;
    • menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman;
    • dapat berubah karena kematangan dan belajar.

Dinamika kepribadian

Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan.

Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan (Hall dan Lindzey, 1995 :136- 137).

Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan aktualisasi akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yaitu :

  1. Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk kebutuhan dasar (makana, minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh serta generasi.
  2. Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis untuk menjadi diri sendiri.
  3. Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi justru meningkatkan tegangan, yaitu tingkah laku yang motivasinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik.

Perkembangan kepribadian

Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan, namun dia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organisme menjadi semakin kompleks, otonom, sosial, sdan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Rogers menyatakan bahwa self berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian.

Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh.

Pribadi yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya.

Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya sebagai berikut :

  1. terbuka untuk mengalami (openess to experience);
  2. hidup menjadi (existential living);
  3. keyakinan organismik (organismic trusting);
  4. pengalaman kebebasan (experiental freedom);
  5. kreativitas (creativity)

Maslow yang sebelumnya banyak belajar dari pemikiran- pemikiran kedua tokoh diatas, Sigmund Freud dan John B. Watson, pada gilirannya memperkenalkan sebuah metode psikologi yang dinamai psikologi madzhab ketiga atau dikenal dengan sebutan psikologi humanistik (psychology of being). Sebuah upaya untuk mengembangkan suatu pendekatan psikologi baru yang lebih positif mengenai manusia, nilai-nilai tertinggi, cita-cita, pertumbuhan dan aktualisasi potensi manusia.

Psikologi humanistik adalah suatu gerakan perlawanan terhadap psikologi yang dominan, yang mekanistik, reduksionistik atau psikologi robot yang mereduksi manusia. Psikologi humanistik adalah produk dari banyak individu dan merupakan asimilasi dari banyak pemikiran, khususnya pemikiran fenomenologis dan eksistensial.

Bagaimanapun, psikologi humanistik juga adalah suatu ungkapan dari pandangan dunia yang lebih luas, serta merupakan bagian dari kecenderungan humanistik universal yang mengejawantahkan diri dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial, pendidikan, biologi, dan filsafat ilmu pengetahuan. Ia adalah suatu segmen dari gerakan yang lebih besar yang mengaku hendak berlaku adil terhadap kemanusiaan manusia, serta menurut Brewster Smith (1969) berusaha membangun ilmu pengetahuan tentang manusia yang diperuntukkan bagi manusia pula.

Dalam kamus ilmiah popular awal kata humanistik, human berarti, mengenai manusia atau cara manusia. Humane berarti berperikemanusiaan. Humaniora berarti pengetahuan yang mencakup filsafat, kajian moral, seni, sejarah, dan bahasa. Humanis , penganut ajaran dan humanisme yaitu suatu doktrin yang menekan kepentingan-kepentingan keamusiaan dan ideal (humanisme pada zaman renaisans didasarkan atas peradaban Yunani Purba, sedangkan humanisme modern menekankan manusia secara ekslusif). Jadi humanistik adalah rasa kemanusiaan atau yang berhubungan dengan kemansuiaan.

Membincangkan dunia pendidikan pada hakikatnya perbincangan mengenai diri kita sendiri. Artinya, perbincangan tentang manusia sebagai pelaksana pendidikan sekaligus pihak penerima pendidikan. Namun, berbeda dengan kenyataan yang terjadi di sekitar kita. Hancurnya rasa kemanusiaan dan terkikisnya semangat religius, serta kaburnya nilai-nilai kemanusiaan dan hilangnya jati diri budaya bangsa merupakan kekhawatiran manusia paling klimaks (memuncak) dalam kanca pergulatan global.

Telah disadari bahwa sains dan teknologi lahir dan berkembang melalui pendidikan, maka salah satu terapi terhadap berbagai masalah di atas bisa didekati melalui pendidikan. Oleh karenanya, tulisan-tulisan yang mengedepankan paradigma pendidikan yang berwawasan kemanusiaan (humanistik) menjadi sangat penting dan diperlukan. Manusia merupakan makhluk yang multidimensional. Bukan saja karena manusia sebagai subjek yang secara teologis memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya, tetapi sekaligus sebagai objek dalam keseluruhan macam dan bentuk aktifitas dan kreativitasnya.