Feminisme merupakan ideologi yang sudah berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.Feminisme juga telah memasuki ruang-ruang kehidupan, termasuk dalam karya sastra.Pada dasarnya feminisme merupakan suatu ideologi yang memberdayakan perempuan. Perempuan juga bisa menjadi subjek dalam segala bidang dengan menggunakan pengalamannya sebagai perempuan dan menggunakan perspektif perempuan yang lepas dari mainstreamkultur patriarki yang selalu beranjak dari sudut pandang laki-laki.
Sebagian masyarakat masih berasumsi feminisme adalah gerakan pemberontakan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Feminisme dianggap sebagai usaha pemberontakan kaum perempuan untuk mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat atau fitrah perempuan, melawan pranata sosial yang ada, atau institusi rumah tangga, seperti perkawinan dan lain sebagainya (Fakih, 2007).
Berdasarkan asumsi tersebut, gerakan feminisme tidak mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep feminisme tersebut perlu diluruskan. Pemahaman konsep terhadap feminisme yang sesuai diharapkan akan membuka cakrawala masyarakat tentang gerakan feminisme secara seimbang.
Makna Feminisme
Feminisme berarti memiliki sifat keperempuan. Feminisme diwakili oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki yang terjadi di masyarakat. Akibat dari persepsi itu, timbul berbagai upaya untuk mengkaji ketimpangan tersebut serta menemukan cara untuk menyejajarkan kaum perempuan dan laki-laki sesuai dengan potensi yang dimiliki mereka sebagai manusia.
Para feminis mengakui bahwa gerakan feminisme merupakan gerakan yang berakar pada kesadaran kaum perempuan. Perempuan sering berada dalam keadaan ditindas dan dieksploitasi sehingga penindasan dan eksploitasi terhadap kaum perempuan harus diakhiri.
Harsono dalam Mustaqim (2008) mengatakan bahwa feminisme sebenarnya merupakan konsep yang timbul dalam kaitannya dengan perubahan sosial (social change), teori-teori pembangunan, kesadaran politik perempuan dan gerakan pembebasan kaum perempuan, termasuk pemikiran kembali institusi keluarga dalam konteks masyarakat modern dewasa ini.
Mustaqim (2008) mengatakan bahwa feminisme merupakan paham yang ingin menghormati perempuan sehingga hak-hak dan peranan mereka lebih optimal dan setara, tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Bashin dan Khan dalam Mustaqim (2008) mangatakan bahwa feminisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuanmaupun lakilaki untuk mengubah keadaan tersebut sehingga terjadi suatu kondisi kehidupan harmoni antara laki-laki dan perempuan, bebas dari segala bentuk subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi. Secara etimologis, feminisme berasal dari kata Femme (woman), perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas sosial.
Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai kelas sosial. Adapun dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis dan hakikat alamiah), masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis dan cultural), dimana masculine–feminine mengacu kepada jenis kelamin atau gender sehingga he dan she (Selden dalam Sugihastuti, 2000)
Tujuan Feminisme
Gerakan feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan kedudukan martabat perempuan dengan laki-laki, serta kebebasan untuk mengontrol raga dan kehidupan mereka sendiri baik di dalam maupun di luar rumah.
Feminisme bukanlah upaya pembrontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tanggga dan perkawinan, ataupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Dalam hal ini, sasaran feminisme bukan sekadar masalah gender, melainkan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.Gerakan feminisme merupakan gerakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan (Fakih, 2007). Oleh karena itu, feminisme menghendaki kemandirian perempuan, tidak hanya tergantung kepada kaum laki-laki.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari gerakan feminisme adalah :
- Kesadaran akan diskriminasi,
- Ketidakadilan dan subordinasi perempuan
- Usaha untuk mengubah usaha tersebut menuju suatu sistem masyarakat yang adil dan seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Feminisme masa kini adalah perjuangan untuk mencapai kesetaraan harkat dan kebebasan perempuan dalam mengelola kehidupan dantumbuhnya baik di ruang domestik dalam rumah tangga maupun di ruang publik dalam lingkungan masyarakat. Kaum feminis juga menuntut suatu masyarakat yang adil serta persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, untuk bisa menjadi feminis tidak harus menjadi berjenis kelamin perempuan. Laki-laki pun bisa menjadi feminis asal mempunyai kesadaran dan kepedulian untuk mengubah ketidakadilan dan penindasan terhadap perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Teori Feminisme
Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi atas fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, ras, dan terutama adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2007).
Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam melihat perempuan dan laki-laki.Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek biologis sebagai hakikat alamiah, kodrati.Adapun ungkapan masculine-feminine merupakan aspek perbedaan psikologis dan kultural (Ratna, 2002).Kaum feminis radikal-kultural menyatakan bahwa perbedaan seks/gender mengalir bukan semata-mata dari faktor biologis, melainkan juga darisosialisasi atau sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam masyarakat yang patriarkhal (Tong, 2008).
Simon de Beauvoir menyatakan bahwa dalam masyarakat patriarkal, perempuan ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan, sebagai manusia kelas dua (deuxime sexe) yang lebih rendah menurut kodratnya (Selden dalam Muslikhati, 2004).Kedudukan sebagai Liyan mempengaruhi segala bentuk eksistensi sosial dan kultural perempuan (Cavallaro, 2001).
Masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisologi perempuan dan laki-laki sebagai dasar untuk perempuan membangun serangkaian identitas dan perilaku maskulin dan feminine yang diberlakukan untuk memperdayakan laki-laki di satu sisi dan melemahkan di sisi lain. Masyarakat patriarkal meyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah “alamiah” dan karena itu “normalitas” seseorang tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender. Perilaku ini secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis seseorang.
Masyarakat patriarkal menggunkan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif (penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah) dan laki-laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, kompetitif) (Tong, 2008).
Adapun menurut Millet (Sofia, 2009), ideologi dalam patriarkal dalam akademi, institusi keagaman, dan keluarga membenarkan dan menegaskan subordinasi perempuan terhadap laki-laki yang berakibat bagi kebanyakan perempuan untuk menginternalisasi diri terhadap laki-laki. Dalam kenyataannya proses menjadi perempuan disebabkan oleh nilai-nilai kultural dan bukan oleh hakikatnya. Oleh karena itu, gerakan dan teori feminisme berjuang agar nilai-nilai kultural yang menempatkan perempuan sebagai Liyan, sebagai kelompok yang lain
, yang termarginalkan dapat digantikan dengan keseimbangan yang dinamis antara perempuan dan laki-laki. Pembicaraan perempuan dari segi teori feminis akan melibatkan masalah gender, yaitu bagaimana perempuan tersubordinasi secara kultural.
Analisis feminis
Analisis feminis pasti akan mempermasalahkan perempuan dalam hubungannya untuk menuntut persamaan hak, dengan kata lain tuntutan emansipasi. Tujuan pokok dari teori feminisme adalah memahami penindasan perempuan secara ras, gender, kelas dan pilihan seksual, serta bagaimana mengubahnya. Teori feminisme mengungkap nilai-nilai penting individu perempuan beserta pengalaman-pengalaman yang dialami bersama dan perjuangan yang mereka lakukan. Feminisme menganalisis bagaimana perbedaan seksual dibangun dalam dunia sosial dan intelektual, serta bagaimana feminisme membuat penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai perbedaan tersebut.
Referensi
http://digilib.unila.ac.id/14185/19/II.pdf