Apa yang dimaksud dengan teori feminisme atau feminisme?

Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.

Secara luas pendefinisian feminisme adalah advokasi kesetaraan hak-hak perempuan dalam hal politik, sosial, dan ekonomi.

Apa yang dimaksud dengan teori feminisme (feminisme)?

Teori sosiologis feminis berkembang dari teori feminis pada umumnya, sebuah cabang ilmu baru tentang wanita yang mencoba menyediakan sistem gagasan mengenai kehidupan manusia yang melukiskan wanita sebagai objek dan subjek, sebagai pelaku dan yang mengetahui.

Pengaruh gerakan feminis kontemporer terhadap sosiologi telah mendorong sosiologi untuk memusatkan perhatian pada masalah hubungan gender dan kehidupan wanita. Banyak teori sosiologi kini yang membahas masalah ini. Teori-teori fungsionalisme sosial-makro, teori konflik analisis dan teori sistem dunia neo-Marxian, semuanya mengeksplorasi rumah tangga dalam sistem politik sebagai cara menjelaskan posisi subordinasi sosial wanita.

Interaksionisme simbolik dan etnometodologi (dua teori sosial mikro) meneliti bagaimana perbedaan gender diciptakan dan dicipta ulang dalam hubungan antar perseorangan. (Ritzer dan Goodman, 2003 : 467)

Pertanyaan-pertanyaan feminis dapat digolongkan menurut empat pertanyaan mendasar :

  1. Dan bagaimana dengan perempuan ?

  2. Mengapa situasi perempuan seperti sekarang ini ?

  3. Bagaimana kita dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial ?

  4. Bagaimana dengan perbedaan di antara perempuan ?

Jawaban atas pertanyaan ini menghasilkan berbagai teori feminis.

  • Teori perbedaan gender melihat situasi wanita berbeda dari situasi lelaki, menjelaskan perbedaan ini dari segi lelaki dan perempuan, atau peran institusional dan interaksi sosial, dam konstruksi ontologis perempuan sebagai “orang lain”. (Alice Rossi, 1997, 1983)

  • Teori ketimpangan gender, khususnya oleh feminis radikal, menekankan klaim perempuan atas hak-hak persamaan fundamental dan mendiskripsikan struktur kesempatan yang tidak seimbang yang diciptakan oleh seksime. (Du Bois, 1973/1995).

  • Teori penindasan gender mencakup teori psikoanalisis feminis dan feminisme radikal ; yang disebut pertama menjelaskan penindasan atas perempuan dari sudut pandang deskripsi psikoanalitik tentang kecenderungan psikis pria untuk mendominasi; yang disebut belakangan menjelaskan dari sudut pandang kemampuan dan kesediaan pria untuk menggunakan kekerasan untuk menundukkan perempuan (Lergerman dan Niebrugge, 1995).

  • Teori penindasan structural mencakup feminisme sosialis dan teori interseksinalis. Feminisme sosialis mendeskripsikan penindasan sebagai sesuatu yang muncul dari usaha sistem patriaki dan kapitalis untuk mengontrol produksi dan reproduksi sosial.

  • Teori interseksionalitas melacak konsekuensi dari kelas, ras, gender, preferensi afeksional dan lokasi global untuk pengalaman hidup, sudut pandang kelompok dan relasi antar perempuan.

Teori feminis memberikan enam proposisi sebagai basis untuk revisi teori sosiologi standar.

  • PERTAMA, praktik teori sosiologi harus berdasarkan sosiologi pengetahuan yang mengakui keberpihakan dari semua pengetahuan, mengakui orang yang mengetahui (knower) sebagai pihak yang ditempatkan secara sosial dan mengakui fungsi kekuasaan dalam mempengaruhi apa-apa yang akan menjadi pengetahuan.

  • KEDUA, struktur sosial makro didasarkan atas proses yang dikendalikan oleh kelompok dominant yang bertindak untuk kepentingan mereka sendiri dan dilaksanakan oleh kelompok yang ditundukkan (subordinate) yang pekerjaannya sebagian besar dibuat menjadi tak kelihatan dan kurang bernilai, bahkan di mata mereka sendiri, oleh ideology sosial. Jadi, pihak dominan merampas dan mengontrol kerja produktif dari masyarakat, bukan hanya produksi ekonomi tetapi juga kerja reproduksi sosial oleh perempuan.

  • KETIGA, proses interaksi mikro dalam masyarakat membuat susunan kekuasaan dominasi subordinasi menjadi nyata, dan susunan ini ditafsirkan secara berbeda oleh actor yang kuat dan aktor yang lemah (subordinate).

  • KEEMPAT, kondisi-kondisi ini menciptakan kesadaran yang terbelah didalam subjektivitas perempuan di sepanjang garis kesalahan (line of fault) yang diciptakan oleh penjajaran (juxtaposition) ideology patriaki dan pengalaman aktualitas perempuan dalam kehidupan mereka.

  • KELIMA, apa yang telah dikatakan tentang wanita mungkin dapat diterapkan untuk semua orang yang ditundukkan dalam bentuk yang sejajar, walaupun tidak dalam bentuk yang identik. KEENAM, orang harus mempertanyakan kegunaan setiap kategori yang dikembangkan oleh ilmu yang pada dasarnya didominasi lelaki, terutama kategori yang membagi antara sosiologi-mikro dan sosiologi-makro. (Ritzer dan Goodman, 2003 : 468)

Sumber :

Argyo demartoto, Teori sosiologi feminis

Feminisme adalah sebuah paham yang muncul ketika wanita menuntut untuk mendapatkan kesetaraan hak yang sama dengan pria. Istilah ini pertama kali digunakan di dalam debat politik di Perancis di akhir abad 19. Menurut June Hannam (2007) di dalam buku Feminism, kata feminisme bisa diartikan sebagai:

  1. A recognition of an imbalance of power between the sexes, with woman in a subordinate role to men.
  2. A belief that woman condition is social constructed and therefore can be changed .
  3. An emphasis on female autonomy.

Terjemahan:

  1. Pengakuan tentang ketidakseimbangan kekuatan antara dua jenis kelamin, dengan peranan wanita berada dibawah pria.
  2. Keyakinan bahwa kondisi wanita terbentuk secara sosial dan maka dari itu dapat diubah.
  3. Penekanan pada otonomi wanita.

Awal abad ke-18 dapat disebut sebagai titik awal dalam sejarah feminisme. Walaupun sudah ada wanita yang melakukan debat untuk mendapat posisi yang diakui masyarakat, feminisme belum terlalu banyak berkembang pada saat itu. Pada saat itu yang bermunculan adalah para wanita yang menulis karya yang menunjukkan tuntutan mereka untuk mendapatkan persamaan hak, khususnya di dalam bidang pendidikan. Kemudian, Para wanita mulai tertarik dengan ide-ide baru yang muncul setelah revolusi Perancis. Mereka membayangkan kalau hubungan antar gender yang saat ini berlaku dihapuskan dan muncul dalam bentuk berbagai macam asosiasi yang ingin menghentikan dominasi pria dan menolak anggapan umum bagaimana menjadi seorang wanita saat itu. (Hannam, 2007)

Sekitar pertengahan abad ke-18, para wanita di Eropa, Amerika Utara, dan para koloninya di Kanada, Selandia Baru dan Australia mengatur bersama pertama kalinya di dalam kelompok dan masyarakat yang bertujuan mancapai perubahan dan perkembangan di dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik wanita. Organisasi- organisasi menjadi pusat dari sejarah gerakan feminisme. Mereka terus mendidik dan membuat para wanita menuangkan isi pikirannya. Mereka ingin ideologi mereka dikenali di masa depan nantinya. Mereka menulis autobiografi, riwayat hidup atau sejarah yang kelak akan kita kenal sebagai karakteristik dari awal munculnya feminisme. (Hannam, 2007)

Gerakan-gerakan yang terorganisasi inilah yang menjadi pusat di dalam sejarah feminisme. Wanita-wanita yang dididik dan mengeluarkan isi pikirannya ini sadar mereka sedang membuat sejarah. Mereka ingin di masa depan, generasi selanjutnya mengetaui prestasi mereka diketahui dan menceritakannya. Mereka menulis autobiografi, memoir, dan sejarah yang nantinya akan membantu terbentuknya karakteristik dan tujuan dari feminisme awal. Hubungan dekat antara politik feminis dan organisasi-organisasi inilah yang menjadi cikal bakal pergerakan wanita di tahun 1960 sampai dengan tahun 70-an.

Fokus dari organisasi-organisasi pergerakan wanita ini telah membawa perkembangan di dalam sejarah feminisme, yang dibagi dalam dua gelombang, yakni gelombang pertama yang berlangsung pada tahun 1860-1920 dan gelombang kedua pada tahun 1960-1970an.

Setelah feminisme gelombang kedua, dimulailah feminisme gelombang ketiga. Feminisme gelombang ketiga ini masih sulit didefinisikan dan label ini masih mempunyai sangat sedikit arti. Namun, debat-debat menunjukkan feminisme masih menunjukkan vitalitasnya dan wanita punya potensi untuk mengambil tindakan tidak hanya secara personal saja, tetapi juga secara politis. Para wanita telah dan terus menemukan berbagai macam tempat untuk menjalankan dan mengekspresikan identitas politik dan kampanye masalah tersendiri secara optimis yang dapat menjadi batu loncatan untuk lebih luas lagi.

Di negara-negara barat, paham feminisme berkembang pesat, lama kelamaan, paham ini juga menyebar ke negara-negara lain, misalnya di Asia. Menurut June Hannam, kebanyakan gerakan feminisme di Asia berfokus kepada meluasnya industrialisasi, dimana negara-negara kaya di area ini mengeksploitasi para wanita di negala lain yang masih berkembang dan hal ini menghasilkan teori feminis baru yang kompleks. Misalnya, para wanita jepang yang menghubungkan penindasan mereka, khususnya dalam kekerasan di dalam rumah tangga dengan penindasan wanita di Asia Tenggara yang merupakan akibat dari bangsa Jepang yang mencari tenaga kerja yang murah (Hannam, 2007:153-154).

Kesadaran feminis di Jepang merupakan bagian dari perlawanan perkembangan modernisasi (Mackie, 2003). Dalam membentuk negara modern industrialisasi, wanita dideskripsikan sebagi “istri yang baik dan ibu yang bijaksana yang perannya adalah untuk reproduksi dan mengurus anak. Mereka berperan sebagai pendukung pasif dalam pembentukan “negara yang kaya dan tentara yang kuat” ( 富 国 強 兵 / fukoku kyōhei). Setelah itu, di akhir abad ke-19 setelah tersebarnya paham liberalisme, tercetuslah teori feminisme pertama.

Beberapa aktivis feminis terkemuka menjalankan gerakan “Hak populer dan kebebasan” (自由民権運動 / Jiyū Minken Undō) di tahun 1870-1880an, ketika beberapa wanita kelas menengah mengikuti kegiatan filantropis yang merupakan bentuk dari politik kepura- puraan yang tidak menentang steorotipe feminisme (Mackie, 2003).

Wanita lainnya tertarik untuk mencari tahu arti individualisme bagi wanita dan kegiatan seksualitas wanita. Para “wanita baru” ini menghadapi dilema tentang wanita aktif heteroseksual dan berdebat tentang pengontrolan reproduksi dalam percobaan mereka di dekade pertama pada abad ke-20. Mereka berpendapat bentuk kebijakan sosial untuk wanita diperlukan untuk mencapai kemerdekaan tanpa harus mengorbankan peran reproduksi mereka dan beberapa bergerak di dalam kampanye tentang hak pilih wanita. (Mackie, 2003)

Pada tahun 1970-an, gerakan pembebasan wanita berkembang dari kritik kapitalisme modern Jepang, ketidakpuasan atas pembedaan kelamin, dan kebutuhan wanita di Jepang untuk mengemukakan pendapat atau teori di dalam lingkungan masyarakat. Gerakan ini mencoba mengangkat ide-idenya dengan media massa, agar ide-ide mereka didengar sampai ke seluruh Asia Timur. Pada tahun 1980-an, debat seputar yang disebut legislasi yang dinamakan dengan ‘protektif’, mereka menyorot perbedaan kelas antara wanita, sedangkan diskusi yang lanjut mempertimbangkan hubungan antara wanita dengan pria di Jepang dan masyarakat negara-negara Asia lainnya. Hal ini telah melibatkan pertimbangan akan hubungan antara ketidaksamaan gender dan sistem-sistem ketidaksamaan lainnya berdasarkan kelas, ras, dan etnis (Mackie, 2003)

Diskusi-diskusi politik di dekade-dekade terakhir pada abad ke 20 berfokus pada penempatan Jepang dalam debat-debat tentang post-modernitas. Diskusi-diskusi ini berfokus pada konsep-konsep post-modernitas yang menyatakan keadaan atau kondisi masyarakat dan post-modernisme, serta sekumpulan fenomena budaya yang ditandai dengan parodi, ironi, bentuk-bentuk kritik campuran, dan dekonstruktif. Salah satu elemen post-modernisme adalah post-industrialisme sebagai tahap utama dari perkembangan kapitalis yang ditandai oleh dominasi modal antar negara, pertumbuhan pelayanan ekonomi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. (Mackie, 2003)

Orang yang menganut paham feminisme ini disebut dengan feminis.

Mereka terbagi-bagi menjadi beberapa aliran. Menurut buku Feminist Thought yang ditulis oleh Rosmarie Tong, ada delapan macam aliran feminisme yang dianut oleh para feminis. Diantaranya adalah: liberal, radikal, marxist/sosialis, psychoanalytic, care- focused, multicultural/global/colonial, ecofeminist, dan gelombang ketiga yang dikenal dengan postmodern. (Tong, 2009)

  • Feminis liberal memandang diskriminasi wanita yang diperlakukan tidak adil. Wanita seharusnya memiliki kesempatan yang sama dengan pria untuk sukses di dalam masyarakat. Menurut feminis liberal, keadilan gender dapat dimulai dari diri kita sendiri. Pertama, peraturan untuk permainannya harus adil. Kedua, pastikan tidak ada pihak yang ingin memanfaatkan sekelompok masyarakat lain dan sistem yang dipakainya haruslah sistematis serta tidak ada yang dirugikan.

  • Feminis Radikal menganggap sistem partrilianisme terbentuk oleh kekuasaan, dominasi, hirarki, dan kompetisi. Namun hal tersebut tidak bisa direformasi dan bahkan pemikirannya harus dirubah. Feminis radikal fokus kepada jenis kelamin, gender, dan reproduksi sebagai tempat untuk mengembangkan pemikiran feminisme mereka.

  • Feminis Marxist dan sosialis menyatakan kalau mustahil bagi siapapun, terutama wanita untuk mencapai kebebasan yang sesungguhnya di tengah masyarakat yang menganut sistem yang berdasarkan kelas, dimana kekayaan diproduksi oleh orang yang tak punya kekuatan yang dikendalikan oleh sedikit orang yang mempunyai kekuatan.

  • Feminis psikoanalitis fokus kepada karya-karya Sigmund Freud untuk lebih mengerti peran jenis kelamin di dalam kasus penindasan terhadap wanita.

  • Feminis care-focused membahas hal-hal mengapa wanita dihubungkan dengan ketergantungan, komunitas, dan hubungan. Sedangkan pria dikaitkan dengan ketergantungan, kemandirian, dan otonomi. Para pemikir ini menganggap bahwa di dalam masyarakat ada perbedaan kenyataan antara “feminis” dan “maskulin”.

  • Feminis multicultural/global/postcolonial berfokus pada penyebab dan penjelasan terhadap kedudukan wanita yang berada di bawah pria di seluruh dunia. Feminis aliran ini terkenal memiliki komitmen yang kuat untuk menekankan perbedaan di antara wanita dan menidentifikasi berbagai macam wanita agar dapat bekerjasama dengan baik.

  • Feminis aliran ecofeminists menekankan pada titik kalau kita tidak hanya terhubung terhadap sesama manusia, tetapi kepada makhluk lain seperti hewan atau bahkan tumbuhan.

  • Feminis postmodern atau gelombang ketiga memiliki pemikiran untuk menghapuskan perbedaan antara maskulin dan feminim, jenis kelamin, wanita dan pria. Mereka mencoba menghancurkan konsep para kaum pria yang mencegah wanita untuk memposisikan dirinya dengan pemikirannya sendiri dan tidak mengikuti pemikiran pria.

Feminisme merupakan ideologi yang sudah berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.Feminisme juga telah memasuki ruang-ruang kehidupan, termasuk dalam karya sastra.Pada dasarnya feminisme merupakan suatu ideologi yang memberdayakan perempuan. Perempuan juga bisa menjadi subjek dalam segala bidang dengan menggunakan pengalamannya sebagai perempuan dan menggunakan perspektif perempuan yang lepas dari mainstreamkultur patriarki yang selalu beranjak dari sudut pandang laki-laki.

Sebagian masyarakat masih berasumsi feminisme adalah gerakan pemberontakan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Feminisme dianggap sebagai usaha pemberontakan kaum perempuan untuk mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat atau fitrah perempuan, melawan pranata sosial yang ada, atau institusi rumah tangga, seperti perkawinan dan lain sebagainya (Fakih, 2007).

Berdasarkan asumsi tersebut, gerakan feminisme tidak mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep feminisme tersebut perlu diluruskan. Pemahaman konsep terhadap feminisme yang sesuai diharapkan akan membuka cakrawala masyarakat tentang gerakan feminisme secara seimbang.

Makna Feminisme


Feminisme berarti memiliki sifat keperempuan. Feminisme diwakili oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki yang terjadi di masyarakat. Akibat dari persepsi itu, timbul berbagai upaya untuk mengkaji ketimpangan tersebut serta menemukan cara untuk menyejajarkan kaum perempuan dan laki-laki sesuai dengan potensi yang dimiliki mereka sebagai manusia.

Para feminis mengakui bahwa gerakan feminisme merupakan gerakan yang berakar pada kesadaran kaum perempuan. Perempuan sering berada dalam keadaan ditindas dan dieksploitasi sehingga penindasan dan eksploitasi terhadap kaum perempuan harus diakhiri.

Harsono dalam Mustaqim (2008) mengatakan bahwa feminisme sebenarnya merupakan konsep yang timbul dalam kaitannya dengan perubahan sosial (social change), teori-teori pembangunan, kesadaran politik perempuan dan gerakan pembebasan kaum perempuan, termasuk pemikiran kembali institusi keluarga dalam konteks masyarakat modern dewasa ini.

Mustaqim (2008) mengatakan bahwa feminisme merupakan paham yang ingin menghormati perempuan sehingga hak-hak dan peranan mereka lebih optimal dan setara, tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Bashin dan Khan dalam Mustaqim (2008) mangatakan bahwa feminisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuanmaupun lakilaki untuk mengubah keadaan tersebut sehingga terjadi suatu kondisi kehidupan harmoni antara laki-laki dan perempuan, bebas dari segala bentuk subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi. Secara etimologis, feminisme berasal dari kata Femme (woman), perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas sosial.

Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai kelas sosial. Adapun dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis dan hakikat alamiah), masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis dan cultural), dimana masculine–feminine mengacu kepada jenis kelamin atau gender sehingga he dan she (Selden dalam Sugihastuti, 2000)

Tujuan Feminisme


Gerakan feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan kedudukan martabat perempuan dengan laki-laki, serta kebebasan untuk mengontrol raga dan kehidupan mereka sendiri baik di dalam maupun di luar rumah.

Feminisme bukanlah upaya pembrontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tanggga dan perkawinan, ataupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Dalam hal ini, sasaran feminisme bukan sekadar masalah gender, melainkan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.Gerakan feminisme merupakan gerakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan (Fakih, 2007). Oleh karena itu, feminisme menghendaki kemandirian perempuan, tidak hanya tergantung kepada kaum laki-laki.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari gerakan feminisme adalah :

  • Kesadaran akan diskriminasi,
  • Ketidakadilan dan subordinasi perempuan
  • Usaha untuk mengubah usaha tersebut menuju suatu sistem masyarakat yang adil dan seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Feminisme masa kini adalah perjuangan untuk mencapai kesetaraan harkat dan kebebasan perempuan dalam mengelola kehidupan dantumbuhnya baik di ruang domestik dalam rumah tangga maupun di ruang publik dalam lingkungan masyarakat. Kaum feminis juga menuntut suatu masyarakat yang adil serta persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, untuk bisa menjadi feminis tidak harus menjadi berjenis kelamin perempuan. Laki-laki pun bisa menjadi feminis asal mempunyai kesadaran dan kepedulian untuk mengubah ketidakadilan dan penindasan terhadap perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Teori Feminisme


Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi atas fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, ras, dan terutama adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2007).

Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam melihat perempuan dan laki-laki.Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek biologis sebagai hakikat alamiah, kodrati.Adapun ungkapan masculine-feminine merupakan aspek perbedaan psikologis dan kultural (Ratna, 2002).Kaum feminis radikal-kultural menyatakan bahwa perbedaan seks/gender mengalir bukan semata-mata dari faktor biologis, melainkan juga darisosialisasi atau sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam masyarakat yang patriarkhal (Tong, 2008).

Simon de Beauvoir menyatakan bahwa dalam masyarakat patriarkal, perempuan ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan, sebagai manusia kelas dua (deuxime sexe) yang lebih rendah menurut kodratnya (Selden dalam Muslikhati, 2004).Kedudukan sebagai Liyan mempengaruhi segala bentuk eksistensi sosial dan kultural perempuan (Cavallaro, 2001).

Masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisologi perempuan dan laki-laki sebagai dasar untuk perempuan membangun serangkaian identitas dan perilaku maskulin dan feminine yang diberlakukan untuk memperdayakan laki-laki di satu sisi dan melemahkan di sisi lain. Masyarakat patriarkal meyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah “alamiah” dan karena itu “normalitas” seseorang tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender. Perilaku ini secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis seseorang.

Masyarakat patriarkal menggunkan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif (penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah) dan laki-laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, kompetitif) (Tong, 2008).

Adapun menurut Millet (Sofia, 2009), ideologi dalam patriarkal dalam akademi, institusi keagaman, dan keluarga membenarkan dan menegaskan subordinasi perempuan terhadap laki-laki yang berakibat bagi kebanyakan perempuan untuk menginternalisasi diri terhadap laki-laki. Dalam kenyataannya proses menjadi perempuan disebabkan oleh nilai-nilai kultural dan bukan oleh hakikatnya. Oleh karena itu, gerakan dan teori feminisme berjuang agar nilai-nilai kultural yang menempatkan perempuan sebagai Liyan, sebagai kelompok yang lain, yang termarginalkan dapat digantikan dengan keseimbangan yang dinamis antara perempuan dan laki-laki. Pembicaraan perempuan dari segi teori feminis akan melibatkan masalah gender, yaitu bagaimana perempuan tersubordinasi secara kultural.

Analisis feminis


Analisis feminis pasti akan mempermasalahkan perempuan dalam hubungannya untuk menuntut persamaan hak, dengan kata lain tuntutan emansipasi. Tujuan pokok dari teori feminisme adalah memahami penindasan perempuan secara ras, gender, kelas dan pilihan seksual, serta bagaimana mengubahnya. Teori feminisme mengungkap nilai-nilai penting individu perempuan beserta pengalaman-pengalaman yang dialami bersama dan perjuangan yang mereka lakukan. Feminisme menganalisis bagaimana perbedaan seksual dibangun dalam dunia sosial dan intelektual, serta bagaimana feminisme membuat penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai perbedaan tersebut.

Referensi

http://digilib.unila.ac.id/14185/19/II.pdf