Apa yang dimaksud dengan Teori Dua-Faktor (Two Factor Theory) atau Teori Motivasi Hygiene ?

Menurut teori dua-faktor, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.

  • Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, kesempatan untuk memperoleh penghargaan, dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan kepuasan.

  • Dissatisfier adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Jika tidak terpenuhinya faktor ini karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan. Menurut Herzberg bahwa yang dapat memacu orang untuk bekerja dengan baik dan menimbulkan gairah untuk bekerja hanyalah kelompok satisfier.

Bagaimana penjelasan detail terkait Teori Dua-Faktor (Two Factor Theory) ?

Teori –dua faktor (two-factor theory) yang juga disebut sebagai teori motivasi hygiene berkaitan dengan motivasi dan job satisfaction. Frederick Herzberg melakukan penelitian di daerah Pittsburgh dengan mewawancarai 200 akuntan dan insinyur untuk memberikan komentar pada dua statement, yaitu:

  1. ”Katakan kepada saya kapan Anda merasa sangat senang dengan pekerjaan Anda?”
  2. ”Katakan kepada saya kapan Anda merasa tidak senang dengan pekerjaan Anda?”

Kemudian didapatkan hasil bahwa responden yang merasa senang dengan pekerjaannya secara umum berhubungan dengan job experiences dan job content (faktor intrinsik). Sedangkan responden yang merasa tidak senang dengan pekerjaannya secara umum berhubungan dengan keadaan sekitar atau aspek-aspek sekeliling pekerjaannya atau disebut juga dengan job context (faktor ekstrinsik).

Kemudian hasil tersebut rspon-respon yang diberikan responden didata dan dikategorikan. Gambar berikut ini adalah hasil penelitian Hezberg.

image

Teori Two Factor yang dikemukakan oleh Hezberg ini berkaitan dengan motivasi dan kepuasan kerja. Hubungan individu dengan pekerjaannya adalah hal yang mendasar dan sikap yang diarahkan kepada pekerjaan tersebut dapat dengan sangat baik menentukan apakah seseorang itu sukses atau gagal.

Berdasarkan yang dikemukakan oleh Herzberg, job satisfaction disebabkan oleh hadirnya serangkaian faktor yang disebut sebagai motivator, sedangkan job dissatisfaction disebabkan oleh ketidakhadiran rangkaian yang berbeda dari motivator yang disebut sebagai hygiene faktor.

image

Motivator factor berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan.

Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah:

  1. Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas)
  2. Recognition (penghargaan)
  3. Work it self (pekerjaan itu sendiri )
  4. Responsibility (tanggung jawab)
  5. Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan diri)
  6. Advancement (kesempatan untuk maju)

Herzberg berpendapat bahwa, hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi karyawan, namun jika ada yang tidak terpenuhi bukan berarti mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan.

Hygiene factor adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. faktor-faktor yang termasuk di sini adalah:

  1. Working condition (kondisi kerja)
  2. Interpersonal relation (hubungan antar pribadi)
  3. Company policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya)
  4. Job security (perasaan aman dalam bekerja), pay (gaji), status
    (Jabatan)
  5. Supervision technical (teknik pengawasan)

Herzberg juga menyatakan bahwa motivator menyebabkan seseorang untuk bergerak dari kondisi tidak ada kepuasan menuju ke arah kepuasan. Sedangkan hygiene factors dapat menyebabkan seseorang yang berada dalam ketidakpuasan menuju kearah tidak ada ketidakpuasan.

Hygiene factor dianggap sebagai sebuah landasan roket – ketika itu dihancurkan atau dikurangi, maka kita tidak akan termotivasi atau dalam keadaan biasa-biasa saja (no dissatisfaction).

image

Ketika seseorang berada dalam keadaan dissatisfaction dan demotivasi, diberikan hygiene factors sehingga dia berada dalam keadaan no dissatisfaction, tapi tidak termotivasi. Dan untuk mencapai
positive satisfaction dan motivation, maka perlu diberikan motivator factors.

Penerapan Teori Dua Faktor

image

Pada kondisi aktual, teori ini banyak digunakan oleh industri karena mendeskripsikan bagaimana keinginan individu dan pekerjaannya. Namun teori yang dikemukanan Herzberg ini menerima banyak kritikan dari pada ahli diantaranya :

  1. Teori ini awalnya berdasar dari akuntan dan insinyur America. Apakah sampel yang digunakan dapat diperanggungjawabkan ?

  2. Dalam lingkungan yang berbeda, mungkin sulit untuk mengidentifikasi elemen sebagai faktor hygiene / motivator.

  3. Prosedur yang digunakan oleh Herzberg dibatasi oleh metodologinya. Ketika segalanya berjalan dengan baik, individu cenderung memuji diri sendiri. Sebaliknya, ketika mereka menghadapi kegagalan mereka menyalahkan lingkungan ekstrinsik

Herzberg meyakini bahwa para manager harus memotivasi karyawan dengan mengadopsi pendekatan demokratis untuk memanajemen dan memperbaiki lingkungan dan isi dari pekerjaan yang spesifik. Beberapa metode yang mungkin dapat digunakan manager untuk mencapai hal tersebut adalah :

image

  1. Job Enlargement, para pekerja diberikan variasi tugas yang lebih tinggi yang mungkin membuat pekerjaan tersebut lebih menarik.

  2. Job Enrichment melibatkan pekerja untuk diberikan cakupan tantangatugas yang lebih luas, kompleks, menarik, dan meliputi suatu unit yang lengkap. Herzberg berpendapat bahwa dengan melakukan tugas yang bervariasi tidak selalu mengakibatkan timbulnya motivasi. Tidak seperti memberi karyawan tugas-tugas tambahan dengan kesulitan yang sama (horizontally loading), vertically loading terdiri dari pemberian tanggung jawab yang lebih besar kepada para pekerja.

  3. Job Rotation, memindahkan posisi kerja secara bergiliran dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan tujuan pemerataan kemampuan dan menghindarai kemonotonan

Teori Dua Faktor dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Hezberg mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).

Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :

  • Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.

  • Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

  • Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

  • Maintenance Factors
    Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

  • Motivation Factors
    Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.

Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :

  • Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

  • Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan juga dapat digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:

  • Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

  • Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).

Faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis (extrinsic factor) tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation (intrinsic factor) merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi, dan pengakuan.

Herzberg menyatakan ini sebagai faktor motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator, karena masing-masing diasosiasikan dengan usaha yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan individu.

Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien. Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih baik menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.

Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan hygiene factor .

Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.


Gambar Tujuan Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor

Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor digagas pertama kali oleh Frederick Herzberg untuk menjawab pertanyaan Apa yang orang inginkan dari pekerjaan mereka? Dari pertanyaan tersebut, dilakukanlah penelitian dan menghasilkan sebuah buku yang sangat terkenal, yang berjudul The Motivation to Work.

The Motivation to Work (1959) mempresentasikan temuan studi motivasi kerja yang dilakukan oleh Herzberg dan dua rekannya di Psychological Service of Pittsburgh, yaitu Bernard Mausner dan Barbara Snyderman. Data dikumpulkan dari berbagai perusahaan yang beroperasi di daerah Pittsburgh, yang dipilih oleh penulis sebagai sampel yang representatif dari kegiatan industri lokal. Setelah melakukan dua pilot studi, Herzberg dan rekan-rekannya memutuskan bahwa penelitian utama harus terdiri dari sekitar 200 wawancara dan juga bahwa dua kelompok pekerja harus berpartisipasi.

Seperti yang Herzberg jelaskan dalam tulisannya berikut :

… we decided to concentrate … on engineers and accountants … It was apparent in the results of [the] second pilot study that engineers were able to give exceptionally vivid accounts of their work experiences… A sample limited to one profession would have yielded results of doubtful generality, To develop findings independent of the peculiar circumstances of the engineer, we needed to study a comparable group. Accountants were chosen because their jobs, like those of engineers, are rich in technique … By covering accountants and engineers, we examined the job attitudes of two of the most important staff groups in modern industry.

… kami memutuskan untuk berkonsentrasi … pada insinyur dan akuntan … Itu jelas dalam hasil pilot studi kedua dimana insinyur mampu memberikan catatan yang sangat jelas tentang pengalaman kerja mereka … Sampel yang terbatas pada satu profesi akan menghasilkan hasil generalitas yang meragukan, Untuk mengembangkan temuan independen dari keadaan khusus pada profesi insinyur, kita perlu mempelajari kelompok yang sebanding. Akuntan dipilih karena pekerjaan mereka, seperti insinyur, kaya dalam penggunaan teknik … Dengan mencakup akuntan dan insinyur, kami memeriksa sikap pekerjaan dari dua kelompok staf yang paling penting dalam industri modern. (Herzberg et al, 1959/1993, hal.32)

Dalam wawancara, responden diminta untuk memikirkan suatu waktu ketika mereka merasa sangat baik atau sangat buruk tentang pekerjaan mereka saat ini atau pekerjaan lain yang telah mereka lakukan. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara seperti ‘Apakah konsekuensi dari apa yang terjadi saat ini akan mempengaruhi karier Anda?’ dan ‘Apa yang telah merubah perasaan Anda terkait dengan profesi Anda?’.

Selanjutnya, para responden diminta untuk melakukan estimasi terkait dengan seberapa serius perasaan Anda (baik atau buruk) tentang pekerjaan Anda yang dipengaruhi oleh apa yang terjadi?’ dan hal tersebut digunakan untuk menilai intensitas perasaan mereka pada skala numerik.

Ketika Herzberg dan rekan-rekannya menganalisis temuan mereka, mereka menemukan bahwa pengalaman yang membuat individu (yang disurvei) merasa baik atau buruk tidak bertentangan dengan fenomena yang ada.

Seperti yang diamati Herzberg bertahun-tahun kemudian, 'orang dibuat tidak puas disebabkan oleh lingkungan yang buruk, dimana lingkungan yang buruk merupakan faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Tetapi mereka jarang puas dengan apa yang saya sebut dengan hygienes. Mereka dibuat puas oleh faktor intrinsik dari apa yang mereka lakukan, apa yang saya sebut sebagai “motivator” (Herzberg et al, 1959/1993, hal. xiii-xiv).

Temuan terkait kurangnya motivasi pekerja yang mereka observasi dijelaskan dalam pernyataan berikut :

… not associated with the job itself but with the conditions that surround the doing of the job. These events suggest to the individual that the context in which he performs his work is unfair or disorganized and as such represents to him an unhealthy psychological work environment. Factors involved in these situations we call factors of hygiene. Hygiene operates to remove health hazards from the environment of man. It is not a curative; it is, rather, a preventive … when there are deleterious factors in the context of the job, they serve to bring about poor job attitudes. Improvements in these factors of hygiene will serve to remove the impediments to positive job attitudes.

… tidak terkait dengan pekerjaan itu sendiri tetapi dengan kondisi yang mengelilingi pelaksanaan pekerjaan. Kejadian-kejadian ini menunjukkan kepada individu bahwa konteks di mana ia melakukan pekerjaannya secara tidak adil atau tidak teratur, dan dengan demikian, melambangkan kepadanya tentang lingkungan kerja yang secara psikologis tidak sehat. Faktor-faktor yang terlibat dalam situasi ini kami sebut faktor hygine. Kebersihan (hygine) berfungsi untuk menghilangkan bahaya kesehatan dari lingkungan manusia. Ini bukan kuratif; itu, lebih tepatnya, pencegahan … ketika ada faktor-faktor yang merusak dalam konteks pekerjaan, mereka akan membawa sikap kerja yang buruk. (Dengan melakukan) perbaikan terhadap faktor-faktor hygine ini akan berfungsi untuk menghilangkan hambatan-hambatan untuk perilaku pekerjaan yang positif (Herzberg et al, 1959/1993, hal.113).

Di antara "faktor-faktor hygiene” yang diidentifikasi oleh Herzberg dan rekan-rekannya adalah ; pengawasan, hubungan interpersonal, kondisi kerja fisik (physical working conditions), penggajian, kebijakan perusahaan dan prosedur administratif serta manfaat dan keamanan kerja.

Ketika salah satu faktor tersebut memburuk hingga sampai tingkatan dimana karyawan tidak dapat menerima kondisi tersebut, maka akan terjadi ketidakpuasan kerja disisi karyawan. Namun, Herzberg dan rekan-rekannya berpendapat, 'kondisi sebaliknya tidak berlaku. Ketika konteks pekerjaan dapat dikaraketiristikan sebagai optimal, kita tidak akan mendapatkan kondisi ketidakpuasan, tetapi kita juga tidak akan mendapatkan perilaku yang positif '(Herzberg et al, 1959/1993, hal.113-114).

Dengan demikian, meskipun diperlukan penyediaan hygiene yang tepat untuk memastikan kepuasan pekerja, tetapi hal itu tidak menjamin pekerja menjadi termotivasi dalam melakukan pekerjaannya.

Dalam mencari faktor-faktor pembeda yang dapat menghasilkan motivasi pekerja dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan, Herzberg dan rekan-rekannya beralih ke hasil penelitian Maslow. Seperti yang mereka katakan, ‘faktor-faktor yang menyebabkan perilaku positif ketika melakukan pekerjaan dikarenakan keingingan mereka untuk memenuhi kebutuhan individu untuk aktualisasi diri dalam pekerjaannya’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.114).

Konteks di mana seorang karyawan bekerja tidak memiliki potensi untuk memberikan aktualisasi diri disampaikan dalam pernyataan berikut :

It is only from the performance of a task that the individual can get the rewards that will reinforce his aspirations Factors in the job context meet the needs of the individual for avoiding unpleasant situations. In contrast to this motivation by meeting avoidance needs, the job factors reward the needs of the individual to reach his aspirations. These effects on the individual can be conceptualized as actuating approach rather than avoidance behaviour. Since it is in the approach sense that the term motivation is most commonly used, we designate the job factors as the motivators, as opposed to the extra job factors, which we have labelled the factors of hygiene. It should be understood that both kinds of factors meet the needs of the employee; but it is primarily the motivators that serve to bring about the kind of job satisfaction … the kind of improvement in performance that industry is seeking from its workforce.

Hanya dari kinerja, individu dapat memperoleh imbalan yang akan memperkuat faktor-faktor aspirasinya didalam konteks pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan individu untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan motivasi ini dalam memenuhi avoidance needs (kebutuhan yang menjauhi sasaran), faktor pekerjaan memberi imbalan kebutuhan individu untuk mencapai aspirasinya. Efek ini pada individu dapat dikonseptualisasikan sebagai pendekatan penggerak daripada perilaku penghindaran. Karena dalam pengertian pendekatan inilah istilah motivasi paling sering digunakan, kami menetapkan faktor pekerjaan sebagai motivator, sebagai lawan dari faktor pekerjaan ekstra, yang telah kami beri label faktor-faktor hygiene. Harus dipahami bahwa kedua jenis faktor tersebut memenuhi kebutuhan karyawan; tetapi terutama motivator yang berfungsi untuk menghasilkan kepuasan kerja … jenis peningkatan dalam kinerja yang dicari oleh industri dari para pekerjanya. (Herzberg et al, 1959/1993, hal.114)

Meskipun sifatnya terbatas (secara numerik, geografis dan sosial) dari sampel yang mereka pilih, Herzberg dan rekan-rekannya cukup yakin terhadap universalitas teori motivasi-hygiene dalam membuat sejumlah generalisasi tentang kerja dan motivasi dalam masyarakat industri. Mereka mengkritik keras tentang dampak birokrasi terhadap pekerja individu, mengklaim bahwa motivasi yang paling dalam ketika bekerja berasal dari pengakuan pencapaian individu dan dari pertumbuhan pribadi terkait dengan rasa tanggungjawab. Sangat mungkin bahwa tidak satu pun dari ini … dapat berkembang dalam situasi birokrasi’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.125)

Alasan utama yang mereka berikan terkait dengan hal tersebut adalah birokrasi diatur oleh aturan dan bahwa kesempatan untuk melatih penilaian pribadi dan inisiatif pekerjaan sangat dibatasi oleh aturan itu sendiri. Karena dengan adanya peningkatan terkait dengan kekakuan dan kerumitan sistem birokrasi maka akan terjadi penurunan besarnya motivasi yang ada secara bersamaan. Dia dan rekan-rekannya juga berseteru terkait dengan bahwa usaha untuk memotivasi kerja para pekerja hanya melalui penggunaan insentif keuangan.

Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor
Gambar Faktor-faktor yang membuat kepuasan dalam pekerjaan

Insentif ekonomi saja, kata mereka, tidak memotivasi para pekerja tetapi hanya memberi kompensasi kepada mereka karena dapat menahan rasa bosan terhadap pekerjaan mereka. Bahkan didalam kasus di mana insentif keuangan dan pemberian bonus terlihat berhasil dalam memotivasi pekerja, peningkatan ekonomi tersebut sering menghasilkan terjadinya peningkatan konten pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai kompensasi dari kenaikan gaji.

Herzberg dan rekan-rekannya tidak terkesan untuk menggunakan pelajaran hubungan manusia yang berasal dari eksperimen Hawthorne. Alih-alih seperti uang, pengawasan yang dilakukan secara simpatikpun tidak akan dapat sepenuhnya memberikan kompensasi terhadap kurangnya minat intrinsik pekerja dalam melakukan pekerjaan itu sendiri. Begitu juga, dalam hal ini, fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti fasilitas olahraga, kantin untuk staf dan kondisi lingkungan kerja superior yang terkait dengan kapitalisme kesejahteraan (welfare capitalism). Manajemen yang baik dan tunjangan yang menarik mungkin memenuhi persyaratan hygiene pekerja, tetapi tidak lebih dari itu.

Setelah melihat apa yang terjadi, mereka membuang pendekatan konvensional terkait dengan bagaimana memotivasi pekerja. Herzberg dan rekan-rekannya mengajukan proposal mereka sendiri yang agak radikal. Di atas semuanya, “pekerjaan harus direstrukturisasi agar dapat meningkatkan kemampuan pekerja pada tingkatan maksimumnya dan agar dapat mencapai tujuan yang bermakna terkait dengan melakukan pekerjaan’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.132).

Dalam menganjurkan perlu adanya pengayaan pekerjaan, dia dan rekan-rekannya berusaha membalikkan kecenderungan untuk ‘menurunkan’ pekerjaan yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad. Sistem manufaktur Amerika telah berusaha sedapat mungkin mengganti keterampilan kerajinan dengan mesin. Demikian pula, ilmu manajemen telah berusaha untuk menarik perbedaan yang jelas antara perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. Akhirnya, produksi massal telah mendorong kombinasi pembagian kerja yang ekstrim dan kerja yang serba mesin, yang paling disadari sepenuhnya dalam jalur perakitan industri mobil.

Ketika Herzberg dan rekan-rekannya berkomentar, ‘individu harus memiliki beberapa ukuran kendali atas bagaimana cara suatu pekerjaan dilakukan untuk mewujudkan rasa pencapaian dan pertumbuhan pribadi. Jelas, sebagian besar pekerja jalur perakitan (manufakturing) tidak dapat memiliki kontrol seperti itu’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal.132).

Mereka mendesain ulang pekerjaan dengan lebih berhati-hati agar dapat membuat pekerjaan-pekerjaan menjadi lebih luas, dengan harapan bahwa perluasan pekerjaan dapat mengarah pada peningkatan motivasi pekerja. Seperti yang mereka katakan, pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja harus dirancang sedemikian rupa, sehingga, menarik atau tidak, individu yang bekerja pada pekerjaan tersebut dapat menemukan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan dapat mengarahkan kepada peningkatan motivasi mereka’ (Herzberg et al, 1959/1993, hal. 134).

Setelah mengatakan hal tersebut, bagaimanapun juga, dia menegaskan perlunya pemilihan pekerja secara cermat dan berhati-hati. Oleh karena itu, 'jika seseorang telah membuat struktur pekerjaan dan telah dilakukan dengan benar, maka seseorang juga harus menyusun proses seleksi dengan benar pula… Hal ini menuntut analisis secara terus-menerus terkait dengan jenis-jenis kemampuan aktual yang dibutuhkan untuk setiap pekerjaan yang ada dan analisis yang hampir sama terkait dengan kemampuan potensial pelamar terhadap pekerjaan tersebut (Herzberg et al, 1959/1993, hal.134).

Dengan menerapkan perilaku profesional dan manajerial untuk menginterpretasikan perilaku yang diduga dari pekerja administrasi dan para pekerja bagian produksi, Herzberg dan rekan-rekannya membuat lompatan besar, dan mungkin tidak dapat dipertahankan. Pekerja profesional dan manajerial secara khusus dipilih karena dalam pilot studi yang mereka lakukan telah menunjukkan bahwa mereka ‘lebih verbal, menunjukkan pemahaman teknikal yang lebih cepat, dan dapat memberikan urutan kejadian yang lebih banyak dan lebih baik daripada kelompok-kelompok pekerja administrasi dan pekerja di bagian produksi’ (Herzberg et al, 1959). / 1993, hal.32).

Ini menunjukkan bahwa jenis orang yang membentuk kedua kelompok itu mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dan, kemungkinan besar, memiliki sumber motivasi yang berbeda pula. Atau kalau bukan karena sumber yang berbeda maka tentu terdapat perbedaan terkait dengan perilaku dan perbedaan persepsi terhadap capaian yang akan dicapai. Herzberg dan rekan-rekannya mengakui bahwa harus ada pengakuan tentang fakta bahwa dalam banyak pekerjaan … ada banyak kombinasi dari kemampuan dan temperamen yang akan mengarah pada kesuksesan sebuah pekerjaan yang sama untuk alasan yang berbeda '(Herzberg et al, 1959/1993, hal.134).

Sebagai tambahan terkait dengan keraguan mengenai validitas dalam membuat lompatan dari satu kelas pekerja ke yang lain, terdapat alasan skeptisisme yang dapat dibenarkan mengenai validitas teori motivasi-hygiene itu sendiri. Di antara para skeptis adalah Victor Vroom, yang juga memuji Herzberg dan rekan-rekannya “dalam mengarahkan perhatian terhadap efek psikologis dari isi pekerjaan”, meskipun demikian dia menyatakan bahwa:

… even if (subsequent] research were to perfectly replicate the Herzberg, Mausner and Snyderman findings on widely different populations, their influence concerning a qualitative difference between satisfiers and dissatisfiers could not be unequivocally accepted. It is still possible that obtained differences between stated sources of satisfaction and dissatisfaction stem from defensive processes within the individual respondent. Persons may be more likely to attribute the causes of satisfaction to their own achievements and accomplishments on the job. On the other hand, they may be more likely to attribute their dissatisfaction not to personal inadequacies or deficiencies, but to factors in the work environment, i.e. obstacles presented by company policies or supervision.

… bahkan jika (selanjutnya) peneliti melakukan penelitian dengan meniru penelitian Herzberg secara sempurna, Mausner dan Snyderman mendapatkan temuan pada populasi yang sangat berbeda, pengaruh mereka terkait dengan perbedaan kualitatif antara kepuasan dan ketidakpuasan tidak dapat diterima dengan tegas. Masih adanya kemungkinan bahwa perbedaan yang diperoleh antara sumber kepuasan dan ketidakpuasan yang dinyatakan berasal dari proses defensif yang dilakukan oleh individu responden. Orang-orang mungkin lebih cenderung untuk mengatributkan penyebab kepuasan mereka pada pencapaian dan keahlian mereka sendiri di tempat kerja. Di sisi lain, mereka mungkin lebih cenderung mengaitkan ketidakpuasan mereka bukan dengan ketidakcakapan atau kekurangan pribadi, tetapi terhadap faktor-faktor dalam lingkungan kerja, yaitu hambatan yang disajikan oleh kebijakan atau pengawasan perusahaan. (Vroom, 1964, hal.129)

Vroom selanjutnya mengamati bahwa hal ini sama persis dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh Guin, Veroff, dan Feld dalam studi mereka, Americans View their Mental Health, 1960. Herzberg terbukti dapat mempertahankan teori-teori yang mencoba untuk menyangkal teori motivasi-hygiene. Dalam artikelnya Work and the Nature of Man (1966/1974), dia bersusah payah untuk menunjukkan bahwa replikasi dari penelitian Pittsburgh semuanya malah memperkuat temuan-temuannya. Pada titik yang spesifik terkait kritik dari Vroom, yang dikutip tanpa atribusi, ia secara khusus mengesampingkan “anggapan bahwa orang lebih suka menyalahkan pada faktor-faktor hygiene daripada faktor motivasi atas ketidakbahagiaan pekerjaan mereka, agar mereka terlihat bagus, adalah sesuatu yang naif. Tidak perlu terlalu banyak pengalaman dengan data perilaku kerja untuk dapat menemukan bahwa kebalikannya lebih sering benar’ (Herzberg, 1966/1974, hal.130).

Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor
Gambar Hubungan antara Hygiene dengan Motivator

Adam dan Abraham

Dalam bukunya yang berjudul “Work and the Nature of Man”, Herzberg berusaha untuk merepresentasikan teori motivasi sebagai sesuatu yang berasal dari sifat manusia itu sendiri. Meskipun inti dari buku ini adalah laporan dari sepuluh studi Pittsburgh, dia sekarang menempatkan materi empiris yang sempit dalam konteks spekulasi luas mengenai perkembangan historis kerja dan hubungan industrial.

Mengadaptasi tokoh-tokoh Perjanjian Lama, Adam dan Abraham, untuk tujuannya, Herzberg mengklaim bahwa Adam dan Abraham menandakan dua himpunan tentang hasrat manusia. Adam mewakili sifat binatang manusia. Seperti yang Herzberg katakan, 'tujuan utama sebagai hewan adalah untuk menghindari rasa sakit yang tak terhindarkan dalam kaitannya dengan lingkungannya. Sifat penghindaran ini ditentukan oleh warisan biologis manusia '(Herzberg, 1966/1974. hal.168).

Adam dengan demikian mewakili faktor hygiene dalam teori motivasi-higienis. Sebaliknya, Abraham berpijak pada keinginan manusia untuk menentukan, untuk menemukan, untuk mencapai, untuk mengaktualisasikan diri, untuk maju dan menambah eksistensinya "(Herzberg, 1966/1974, hal.168) Oleh karena itu, Abraham mewakili faktor motivasi dalam teori motivasi-higiene.

Menurut Herzberg, Adam dan Abraham (seperti hygiene dan motivator) adalah dua aspek yang pada dasarnya independen pada sifat manusia. Selain itu :

… each aspect has a system of needs that operate in opposing directions Meeting the needs of one facet of man has little effect on the needs of the other facet … This theory of motivation opens the door wide for reinterpre tation of industrial relations phenomena … job attitudes must be viewed twice: What does the employee seek? What makes him happy? Then a separate question arises that is not deducible from the first: What does he wish to avoid? What makes him unhappy? Industrial relations that stress sanitation as their modus operandi can serve only to prevent dissatisfactions and the resultant personnel problems. Of course, attention to hygiene is important, for without it any organization will reap the consequence of unhappy personnel. The error lies in assuming that prevention will unleash positive feelings and the returns of increased creativity, productivity.

… setiap aspek memiliki sistem kebutuhan yang beroperasi dalam arah yang berlawanan. Memenuhi kebutuhan satu sisi manusia memiliki sedikit efek pada kebutuhan aspek lain … Teori motivasi ini membuka pintu lebar untuk interpretasi ulang fenomena hubungan industrial … sikap kerja harus dilihat dua kali: Apa yang dicari karyawan itu? Apa yang membuatnya bahagia? Kemudian muncul pertanyaan terpisah yang tidak dapat dikurangkan dari yang pertama: Apa yang ingin dia hindari? Apa yang membuatnya tidak bahagia? Hubungan industrial yang menekankan kebersihan sebagai modus operandi mereka dapat berfungsi hanya untuk mencegah ketidakpuasan dan masalah personel yang dihasilkan. Tentu saja, perhatian terhadap kebersihan adalah penting, karena tanpa itu, setiap organisasi akan menuai konsekuensi dari personil yang tidak bahagia. Kesalahan terletak pada asumsi bahwa pencegahan akan melepaskan perasaan positif dan menghasilkan peningkatan kreativitas, produktivitas, menurunkan ketidakhadiran dan turnover, dan semua indeks efisiensi tenaga kerja lainnya. (Herzberg, 1966/1974, hal.169)

Begitulah universalitas yang diklaim oleh Herzberg untuk teori motivasi-hygiene bahwa ia mengusulkan dikotomi Adam / Abraham untuk hadir dalam diri semua orang. Namun, ia menawarkan penyempurnaan posisi ini dengan menunjukkan bahwa individu memiliki kecenderungan atau disposisi untuk menjadi pencari hygiene atau pencari motivasi.

Misalnya, pencari higienis akan termotivasi oleh sifat lingkungannya, seorang pencari motivasi akan dimotivasi oleh sifat tugasnya. Demikian pula, ketika pencari higienis menyadari adanya sedikit kepuasan dari pencapaian yang telah diraihnya, para pencari motivasi akan menyadari kepuasan yang luar biasa dari pencapaian yang telah diraihnya.

Para pencari hygiene, menurut Herzberg, didominasi oleh ketidakamanan “sifat hewan” yang terkait dengan Adam dan memiliki pandangan yang pada dasarnya negatif. Meskipun pencari hygiene mungkin tampak bagus dalam pekerjaan mereka, dalam pandangan Herzberg mereka tidak pernah bisa diandalkan untuk ‘hadir’ ketika keadaan menjadi sulit. Seperti yang dia katakan,

'Saya percaya bahwa pencari hygiene akan mengecewakan perusahaan ketika bakat mereka paling dibutuhkan. Mereka termotivasi hanya untuk waktu yang singkat dan hanya ketika ada reward eksternal yang akan diperoleh. Ketika situasi darurat muncul, dan ketika organisasi tidak dapat terganggu dengan faktor hygiene, orang-orang kunci tersebut mungkin akan gagal dalam melakukan pekerjaan mereka '(Herzberg, 1966/1974, hal.89).

Selain itu, pencari hygiene yang berada dalam posisi manajerial dapat memiliki dampak yang mengerikan terhadap masa depan organisasi karena alasan berikut:

… if we accept the notion that one of the most important functions of a manager is the development of future managers, the teaching of hygiene motivators becomes a serious defect to the company. This, I believe, is one of the major implications that the motivation-hygiene theory has for modern personnel practices. Previous research knowledge has strongly indicated that the effectiveness of management development is attuned to its congruence with the company atmosphere, as it is manifested in the supervisor’s beliefs and behaviour. The superior who is a hygiene seeker cannot but have an adverse effect on management development, which is aimed at the personal growth and actualization of subordinates.

… jika kita menerima gagasan bahwa salah satu fungsi terpenting dari seorang manajer adalah pengembangan manajer yang akan datang, pendidikan yang dilakukan oleh seorang “pencari hygiene” akan menjadi keburukan yang serius bagi perusahaan. Hal ini, saya yakin, adalah salah satu implikasi utama bahwa teori motivasi-hygiene memiliki praktik personalitas modern. Hasil penelitian sebelumnya telah sangat menunjukkan bahwa efektivitas pengembangan manajemen selaras dengan kesesuaiannya dengan atmosfer perusahaan, seperti yang dimanifestasikan dalam keyakinan dan perilaku supervisor. Atasan yang merupakan pencari higienis memiliki efek buruk pada pengembangan manajemen, yang ditujukan dalam pertumbuhan pribadi dan aktualisasi diri bawahannya. (Herzberg, 1966/1974, hal.91)

Tampaknya terlalu banyak berhubungan dengan Adam akan dapat menumpulkan keinginan Abraham untuk berprestasi dan membawa dirinya kembali ke penerimaan atas faktor-faktor hygiene!

Teori Motivasi - Hygiene atau Teori Dua Faktor
Gambar Perbandingan tingkat kepuasan individu antara Maslows dan Hezberg

Dalam pandangan Herzberg, praktik hubungan industrial konvensional hanya mengenakan faktor Adam / higienitas terhadap motivasi manusia. Peningkatan tambahan dalam faktor hygiene tidak akan dapat membawa manfaat yang lama dalam mempertahankan motivasi pegawainya. Setelah merasakan waktu yang menyenangkan, dalam waktu yang singkat, pekerja tersebut akan membangun rasa ketidakpuasan, hal ini karena sifat alami yang ada dalam faktor-faktor hygiene adalah tidak ada habisnya atau tidak ada puasnya.

Jika pekerja tidak dapat memperoleh motivasi dari pekerjaan itu sendiri, maka manajemen akan selalu “bertempur” dengan pekerjanya untuk mempertahankan produktivitas. Untuk menghindari situasi ini, Herzberg membuat proposal ambisius bahwa unit terpisah dibuat di dalam setiap organisasi untuk mensiasati faktor-faktor Abraham / motivator, sebagai perhatian utamanya terhadap pertumbuhan psikologis para pekerja.

Divisi motivator ini memiliki tiga tugas penting, yaitu ; mendidik pekerja untuk mengadopsi orientasi motivator; mengatur proses pengayaan pekerjaan; dan mengambil tindakan remedial atau terapeutik yang diperlukan.

  • Tugas yang pertama ini bermula dari keyakinan Herzberg bahwa perilaku negatif terhadap pekerjaan seringnya berasal dari hasil sosialisasi dan dapat disesuaikan melalui pendidikan.

  • Yang kedua berasal dari pandangannya bahwa pekerjaan dapat dirancang ulang untuk memberikan rasa pencapaian yang lebih besar.

  • Yang ketiga muncul sebagian dari kesadaran akan perlunya melatih kembali para pekerja yang ketrampilannya dianggap usang melalui perubahan teknologi, dan sebagian dari keyakinannya yang kontroversial bahwa para pencari hygiene menderita penyakit mental.

Seperti yang ia katakan:

… a hygiene seeker is not merely a victim of circumstances, but is motivated in the direction of temporary satisfaction. It is not that his job offers little opportunity for self-actualization; rather, it is that his needs lie predominantly in another direction, that of satisfying avoidance needs. He is seeking positive happiness via the route of avoidance behaviour, and thus his resultant chronic dissatisfaction is an illness of motivation. Chronic unhappiness, a motivation pattern that ensures continual dissatisfaction, a failure to grow or to want to grow - these characteristics add up to a neurotic personality.

… seorang pencari hygiene bukan hanya korban dari keadaan, tetapi termotivasi ke arah pencarian kepuasan sementara. Bukan karena pekerjaannya menawarkan sedikit peluang untuk aktualisasi diri; sebaliknya, kebutuhannya terletak pada arah yang lain, yaitu memuaskan kebutuhan penghindarannya (avoidance needs). Dia mencari kebahagiaan positif melalui rute perilaku penghindaran, dan dengan demikian ketidakpuasan kronis yang diakibatkannya adalah akibat dari adanya penyakit motivasi. Ketidakbahagiaan kronis, sebuah pola motivasi yang memastikan terjadinya ketidakpuasan secara terus-menerus, sebuah kegagalan untuk tumbuh atau ingin tumbuh - karakteristik ini menambah kepribadian neurotik (neurotic personality). (Herzberg, 1966/1974, hal.81)

Sumber : John Sheldrake, Management Theory, Thomson, 2003