Apa yang dimaksud dengan Teori Difusi Inovasi?

Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.

Bagaimana penjelasan yang lebih detail terkait dengan teori ini ?

image

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve).

image

Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian- penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S.

Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya.

Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori

Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a sosial system).

Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukaran informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama.

Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (newnees) yang memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian adalah suatu derajat dimana sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat ketidakpastian oleh seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi.

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

  1. Inovasi
    Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ”baru” dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

  2. Saluran komunikasi
    Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan; tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

  3. Jangka waktu
    Jangka waktu adalah proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

  4. Sistem sosial
    Sistem sosial adalah kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota sistem sosial menentukan tingkatan adopsi. Lima ciri inovasi menurut Rogers (Rogers, 1983:35) adalah Relatif Advantage (keuntungan relatif), Combatibility (kesesuaian), Complexity (kerumitan), Trialability (kemungkinan dicoba), Observability (kemungkinan diamati).

  • Relatif Advantage adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan unsur penting.

  • Combatibility adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan ”ajeg” atau konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi.

  • Complexity adalah mutu derajat dengan mana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.

  • Trialability adalah mutu derajat dengan mana inovasi dapat dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas.

  • Observability adalah suatu derajat dengan mana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.

Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi. Rogers menyatakan bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan tentang inovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan percobaan sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru.

Aspek lain dalam kegiatan difusi adalah apa yang dalam komunikasi dikenal sebagai heterophily dan homophily.

  • Homophily adalah suatu istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifatnya (attribute), seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya.

  • Heterophily, sebagai kebalikan dari homophily, didefinisikan sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu (Effendy, 2003:64).

Dalam situasi bebas memilih, dimana komunikator dapat berinteraksi dengan seseorang dari jumlah komunikan yang satu sama lain berbeda, di situ terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang menyamai komunikator. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, bahasa, maka komunikasi diantara mereka itu akan lebih efektif.

Kesamaan orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan dan sebagainya.

Mengenai waktu sebagai salah satu unsur utama dari difusi ide baru itu meliputi 3 hal, yakni sebagai berikut :

  1. Innovations-decision process (proses inovasi keputusan).
    Innovations-decision process adalah proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai inovasi ke pembentukan sikap terhadap inovasi, ke keputusan menerima atau menolak, ke pelaksanaan ide baru, dan ke peneguhan keputusan itu. Ada lima langkah yang dikonseptualisasikan dalam proses ini, yaitu :

    1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.
    2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik.
    3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
    4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
    5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
  2. Innovativeness (keinovatifan).
    Innovativeness adalah derajat dengan mana seseorang relatif dini dalam mengadopsi ide-ide baru ketimbang anggota-anggota lain dalam suatu sistem sosial. Pengadopsi tersebut dikategorikan sebagai berikut :

    1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
    2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
    3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
    4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati.
    5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
  3. Innovation’s rate of adoption (tingkat inovasi dari adopsi).
    Innovation’s rate of adoption adalah kecepatan relatif dengan mana suatu inovasi di adopsi oleh anggota-anggota suatu Rate of adoption atau tingkat adopsi biasanya diukur dengan waktu yang diperlukan untuk prosentase tertentu dari para anggota sistem untuk mengadopsi suatu inovasi. Sistem sosial adalah tatanan kesatuan yang terhubungkan satu sama lain dalam upaya pemecahan masalah dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Rogers 1938).

Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian.

Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Elemen dalam teori difusi inovasi ini terdiri dari: inovasi, tipe saluran komunikasi, tingkat adopsi, dan sistem sosial.

Tahapan peristiwa yang menciptakan proses difusi

  1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada.

    Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.

  2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu.

    Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi.

    Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.

  3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki.

    Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.

Tahap proses adopsi

  1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat

  2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.

  3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.

  4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.

  5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Kategori pengadopsi

Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :

  1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

  2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

  3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

  4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.

  5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

Referensi :

  • Rogers, Everett, M. (2003). Diffusions of Innovations; Fifth Edition. Simon & Schuster Publisher
  • Bryan, Jennings, & Thompson, Susan .(2002). Fundamentals of Media Effects
  • Turner, West. (2007). Introducing Communication Theory; Analysis and Application, Third Edition;McGraw Hill

Teori difusi inovasi dikembangkan oleh Everett M. Rogers yang mendefenisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial.

Difusi adalah suatu komunikasi jenis khusus yang berkaitan dengan penyebaran pesan – pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefenisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat ketermasaan (newsness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Derajat ketidakpastian seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi (Dilla, 2007).

Difusi inovasi merupakan bagian khusus yang dari proses komunikasi yang ada disebabkan informasi yang dipertukarkan adalah inovasi. Teori difusi inovasi adalah sebuah model yang menggambarkan aktivitas pertukaran informasi baru yang berlangsung dengan tujuan terjadinya proses adopsi inovasi dalam diri khalayak (Purba, 2006).

Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi di dalamnya dikenal pula adanya pemula pendapat atau yangdisebut juga dengan istilah agen perubahan.

Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumber – sumber non-media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli dan sebagainya), mengenai gagasan – gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap (Sendjaja, 2005).

Unsur – Unsur Difusi Inovasi

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) dalam proses penyebar serapan inovasi, terdapat unsur – unsur utama yang terdiri dari:

  1. Suatu inovasi
  2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu
  3. Dalam jangka waktu tertentu
  4. Diantara para anggota suatu sistem sosial

Segala sesuatu ide, cara – cara atau pun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi. Baru di sini tidaklah semata – mata dalam ukuran waktu sejak ditentukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. yang terpenting menurut kedua ahli tersebut adalah keberanian subjektif hal yang dimaksud itu merupakan inovasi.

Havelock merumuskan inovasi sebagai segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya (Nasution, 2004).

Atribut Difusi Inovasi

Dalam pandangan masyarakat yang menjadi klien dalam penyebarserapan suatu inovasi ada lima atribut yang menandai setiap inovasi yaitu (Nasution, 2004):

  1. Keuntungan – keuntungan relatif. Apakah cara – cara atau gagasan baru ini memberikan keuntungan relatif bagi mereka yang kelak menerimanya?

  2. Keserasian. Apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi dengan nilai – nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan? begitu pula, apakah inovasi yang dimaksud itu serasi dengan kebutuhan, selera, adat – istiadat, dan karakteristik penting lainnya dari masyarakat yang bersangkutan?

  3. Kerumitan. Apakah inovasi tersebut rumit? pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal – hal yang rumit karena selain sukar dipahami, juga cenderung dirasa sebagai beban.

  4. Dapat dicobakan. Suatu inovasi akan lebih cepat diterima bila dapat dicobakan lebih dahulu ukuran (skala) kecil sebelum orang terlanjur menerima secara keseluruhan.

  5. Dapat dilihat. Bila suatu inovasi dapat dilihat secara langsung buktinya, maka orang akan lebih mudah untuk menerimanya, ketimbang yang berupa gagasan – gagasan atau ide yang abstrak.