Apa yang dimaksud dengan Teori Determinasi Diri atau Self determination theory?

Teori Determinasi Diri !

Teori Determinasi Diri (Self Determination Theory/STD) adalah teori motivasi yang komprehensif melalui membedakan motivasi intrinsik dengan motivasi ekstrinsik.

Apa yang dimaksud dengan Teori Determinasi Diri atau Self determination theory ?

Determinasi diri adalah sebuah pendekatan motivasi dan kepribadian manusia yang menggunakan metode empiris tradisional dengan menggunakan metateori organismic yang menyoroti pentingnya sumber daya manusia untuk pengembangan kepribadian dan perilaku regulasi diri (Ryan, Kuhl, & Deci, 1997) atau teori empiris yang berasal dari motivasi dan kepribadian manusia dalam konteks sosial yang membedakan motivasi di bagian yang otonom dan terkontrol.

Dengan demikian, arena ini adalah penyelidikan seseorang dengan kecenderungan pertumbuhan dan kebutuhan psikologis bawaan yang merupakan dasar untuk integrasi motivasi diri dan kepribadian, serta untuk kondisi yang mendorong proses-proses yang positif. Induktif, menggunakan proses empiris, telah mengidentifikasi tiga kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan kompetensi (Harter, 1978; White, 1963), keterkaitan (Baumeister & Leary, 1995, Reis, 1994), dan otonomi (deCharms, 1968; Deci ,1975) yang tampaknya penting untuk memfasilitasi fungsi optimal dari kecenderungan alami untuk pertumbuhan dan integrasi, serta untuk pembangunan sosial konstruktif dan kesejahteraan pribadi.

Teori determinasi diri (SDT) adalah teori besar dari motivasi manusia, perkembangan kepribadian, dan kesejahteraan. Teori ini berfokus terutama pada kemauan atau perilaku bertekad diri dan sosial dan kondisi budaya yang melaksanakan itu. SDT juga mendalilkan suatu dasar kebutuhan psikologi yang universal, yaitu kemandirian, kemampuan berhubungan, pemenuhan yang perlu dipertimbangkan dan kebutuhan yang penting, kesehatan manusia tanpa memperdulikan fungsi budaya atau tahapan perkembangan.

Determinasi diri (Self Determination Theory) adalah motivasi intrinsik keadaan yang berasal dari dalam diri individu sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan tujuan yang individu inginkan sendiri. Dalam determinasi diri menunjukan seseorang untuk mencari pengetahuan yang baru, tantang dalam diri sendiri, menemukan hal-hal yang baru yang pada akhirnya akan diterapkan dalan kegiatan dan tindakan seseorang yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

Teori Determinasi Diri (Self Determination Theory/STD) Deci & Ryan (2002, dalam Muller et al, 2006) adalah teori motivasi yang komprehensif melalui membedakan motivasi intrinsik dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ditetapkan sendiri oleh individu yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari luar dirinya.

Sebaliknya, motivasi ekstrinsik bersifat instrumental karena tindakan individu dilakukan dalam kendali pihak di luar diri individu.

Dengan demikian Self Determination (SDT) dapat disimpulkan sebagai kemampuan kontrol perilaku yang berasal dari dalam diri individu yang bukan berasal dari luar diri individu dimana keputusan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan kecenderungan individu untuk mencari pengetahuan baru tentang diri sendiri yang nantinya akan diterapkan dalam kegiatan yang berhubungan dengan orang lain.

Determinasi diri adalah kemampuan diri dalam mengidentifikasi dan mencapai tujuan berdasarkan pengetahuan dan penilaian individu terhadap dirinya sendiri (Field & Hoffman, 1994, dalam Field, Hoffman & Posch. 1997) .

(Wehmeyer, 1997) mendefinisikan determinasi diri sebagai penyebab utama di dalam kehidupan seseorang untuk mempunyai kebebasan dan kendali dalam membuat pilihan dan keputusan tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Determinasi diri seseorang menurut Ryan, Kuhl, dan Deci (1997) terkait dengan motivasi orang tersebut. Seseorang yang memiliki motivasi terhadap tugasnya, maka ia akan mampu melakukan tugasnya tersebut dengan baik dan mandiri, selain itu mereka memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dalam mengerjakan tugasnya, sehingga diharapkan ia akan menghasilkan prestasi yang memuaskan.

Teori determinasi diri menyatakan bahwa ketika perilaku mengikuti kebutuhan akan kompetensi, otonomi, dan keterhubungan, maka individu mengalami motivasi intrinsik, namun ketika perilaku menunjukkan keinginan pemenuhan nilai lain seperti reputasi, uang, persetujuan, maka perilaku termotivasi secara ekstrinsik (Deci & Ryan, 2000).

Teori determinasi diri adalah sebuah pendekatan terhadap motivasi dan kepribadian manusia yang menyoroti pentingnya perkembangan sumber daya manusia bagi perkembangan kepribadian dan regulasi diri (Dyan, Kuhl, & Deci, 2006).

Determinasi diri dapat diartikan sebagai keteguhan hati untuk menentukan nasibnya sendiri yang berarti juga tidak pasrah dengan kondisi yang tidak memungkinkan, berani mengambil keputusan dan tindakan untuk melangkah (Otong, 2009).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan mengacu pada teori yang yang dikemukakan oleh Wehmeyer pada tahun 1997 bahwa determinasi diri yaitu keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya sendiri, dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya dan menentukan cara mereka sendiri dalam bekerja.

Dimensi Determinasi Diri


Dimensi determinasi diri (Deci & Ryan, 1989):

1. Kompetensi

Kebutuhan kompetensi berfokus pada keinginan untuk bertindak efektif dalam menghadapi lingkungan. Kebutuhan kompetensi membuat individu lebih tertarik, terbuka, dan belajar lebih baik dalam beradaptasi dengan tantangan baru. Kompetensi digambarkan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mendukung tindakan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan. Kebutuhan untuk memiliki kompetensi serupa dengan kebutuhan memiliki penguasaan terhadap lingkungan (White, 1959 dalam Schunk, Pintrich, Meece, 2012). Individu-individu perlu merasa dirinya kompeten dan bertingkah laku kompeten dalam interaksinya dengan individu lain, dalam mengerjakan tugas dan aktivitas, dan dalam konteks yang lebih besar.

2. Kemandirian

Kemandirian secara etimologis berarti mengatur diri sendiri, mandiri, teori determinasi diri menilai kemandirian sebagai kunci dalam memahami kualitas regulasi perilaku individu. Kebutuhan otonomi mengacu pada kebutuhan untuk merasakan kontrol, bertindak sebagai agen/ penyebab perilaku mandiri, atau memiliki otonomi dalam interaksi dengan lingkungan, atau suatu persepsi lokus kualitas internal dari sudut pandang persepsi penyebab (Ryan & Deci, 2000 dalam Schunk,Pintrich,Meece, 2012). Individu-individu memiliki suatu kebutuhan psikologis pokok untuk mengalami perasaan otonomi dan perasaan kontrol. Otonomi berkaitan dengan keberadaan individu secara mandiri. Jika dikaitkan dengan pengambilan keputusan, individu mampu mengambil keputusan sendiri bagi dirinya.

3. Keterhubungan

Kebutuhan keterhubungan berfokus pada kecenderungan universal untuk untuk berinteraksi, merasa terhubung, merasa terlibat, dan untuk merasakan pengalaman kasih sayang dan kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan keterhubungan dapat menjadi sarana internalisasi perilaku dan nilai melalui kelompok sosial. Relasi berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain. (Niemic dan Ryan, 2009). Kebutuhan keterkaitan (relatedness) mengacu pada kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, atau kadang kadang dinamakan kebutuhan kecocokan sosial (belongingness) (Schunk, Pintrich, Meece, 2012).

1 Like

Determinasi adalah sikap mental yang ditandai dengan komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan tertentu meskipun terdapat hambatan dan kesulitan; suatu proses dalam pembuatan keputusan, mencapai kesimpulan, atau memastikan hasil akhir dari setiap proses (Vandenbos, 2008).

Menurut Rogers (dalam Semium, 2006) self adalah pembawaan sejak lahir dan adanya konsistensi dan persepsi tentang karakteristik-karakteristik “saya” atau “aku” dan persepsi tentang hubunganhubungan “saya” atau “aku” dengan orang lain. Dengan demikian determinasi diri adalah kontrol perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang, yang bukan berasal dari luar diri dimana keputusan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Teori determinasi diri adalah sebuah teori yang menekankan pentingnya kebebasan individu dalam bertindak sesuai pilihannya, dan juga adanya motivasi instrinsik dalam diri individu, sehingga ketika individu termotivasi secara ekstrinsik dan mengharapkan penghargaan eksternal maka hasil yang diperoleh akan negatif (Vandenbos, 2008).

Manusia memiliki kebutuhan untuk merasa kompeten, dan juga perasaan otonomi terhadap pilihan-pilihan yang mereka ambil. Dengan kata lain, manusia memiliki kebutuhan akan determinasi diri (needs for self- determination). Seperti contoh ketika kita berpikir, “Aku ingin melakukan ini” , dan aku bebas untuk memilih sesuai dengan pilihanku , maka kita memiliki rasa determinasi diri yang tinggi, sedangkan “aku seharusnya melakukan ini”, dan diminta oleh orang lain untuk melakukannya, maka kita tidak mempunyai determinasi diri. (d’Aillyn, deCharms, Reeve, Ryan, & Deci dalam Ormrod, 2008).

Faktor-faktor basic needs


Faktor-faktor basic needs yang mempengaruhi determinasi diri adalah (Deci & Ryan, 2002):

  1. Autonomy
    Autonomy adalah kebebasan yang dimiliki individu dalam melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya sendiri yang mengacu pada hal yang dirasakan dan bersumber dari dirinya sendiri.

  2. Relatedness
    Relatedness adalah hubungan sosial atau relasi sosial individu dalam berinteraksi dengan individu lain dalam satu komunitas serta memiliki rasa saling bergantung satu dengan yang lain.

  3. Competence
    Competence adalah kemampuan individu untuk menunjukkan apa yang dia bisa serta memberikan dampak bagi lingkungan.

Mini theory determinasi diri


Terdapat empat dasar komponen mini teori yang merupakan bagian determinasi diri dan terkoordinasi dengan semua domain jenis perilaku manusia dalam memenuhi basic needs. Berikut empat mini teori dari determinasi diri (Deci dan Ryan, 2002):

1. Cognitive evalution theory

Cognitive evaluation theory adalah motivasi instrinsik yang terdapat dalam aktivitas determinasi diri. Dalam melakukan tindakan, individu dapat bertindak secara bebas, berkelanjutan dan mendapatkan pengalaman yang menarik dan menyenangkan. Terdapat 2 tipe motivasi didalamnya:

  1. motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar diri individu.
  2. motivasi instrinsik yang berasal dari diri sendiri individu.

Fokus utama dalam hal ini adalah penghargaan eksternal yang dapat merusak motivasi instrinsik. Penelitian yang sudah dilakukan, penghargaan dalam bentuk barang atau benda berwujud dapat merusak motivasi instrinsik seseorang, sedangkan penghargaan secara verbal cenderung meningkatkan motivasi instrinsik seseorang.

Dua hal utama yang mempengaruhi proses kognitif dari motivasi intrinsik seseorang adalah :

  1. Perceived causality, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kebebasan; ketika individu cenderung menggunakan lokus eksternal dan tidak diberikan pilihan, maka akan merusak motivasi instrinsik. Sedangkan ketika individu fokus terhadap lokus internal dan bertindak sesuai pilihannya, maka itu dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya.

  2. Perceived competence, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kompetensi, dimana ketika seseorang meningkatkan kebutuhan akan kompetensi nya maka kompetensi seseorang itu akan dapat ditingkatkan, sedangkan ketika seseorang mengurangi kebutuhan akan kompetensi nya maka motivasi intrinsiknya pun akan berkurang.

    Dua konteks dari CET dapat bersifat kontrol dan informasional. Bila sebuah kejadian bersifat controlling, maka kejadian itu akan menekan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu, maka siswa akan merasa memiliki kontrol dan motivasi instrinsik mereka akan hilang. Bila di pihak lain, kejadian itu memberikan informasi yang meningkatkan sense of competence, maka motivasi instrinsik akan meningkat, tetapi sebaliknya bila informasi yang diberikan membuat siswa merasa kurang kompeten, maka kemungkinan besar motivasi akan menurun.

    Terdapat 2 hal penting di dalam konteks ini yaitu:

    • Positive feedback sebenarnya bersifat informational tetapi jika diberikan dalam tekanan, seperti “should do well” maka positive feedback menjadi bersifat mengontrol , sedangkan Ryan, Mims, Koester (dalam Deci & Ryan, 2002) mengatakan “meskipun penghargaan bersifat mengontrol, tetapi jika diberikan dengan tidak mengevaluasi, maka dapat mendukung kebebasan.

    • Tindakan yang berasal dari dalam diri dan tidak dipengaruhi dari faktor eksternal, itu akan membuat individu lebih mempunyai harga diri sehingga akan meningkatkan competence nya. Salah satu bagian dari cognitive evaluation theory yaitu relatedness yang merupakan keinginan untuk membangun pertalian emosional dengan orang lain. Bila guru dan orang tua bersikap responsif dan menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap kesejahteraan anak mereka, maka anak tersebut dapat menunjukkan motivasi instrinsik, begitu juga sebaliknya.

2. Organismic integration theory

Untuk menangani berbagai perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik. Deci & Ryan (2002) mengonsepkan motivasi, dimulai dari tidak termotivasi, motivasi ekstrinsik, lalu motivasi instrinsik. Mereka melabelkan jenis-jenis motivasi yang berbeda sebagai gaya pengaturan diri.

Motivasi instrinsik menyangkut aktifitas yang bersifat autotelic, dimana aktifitas tersebut merupakan tujuan akhir dan kesenangan individu yang telah secara bebas memilih aktivitas tersebut. Motivasi ekstrinsik menyangkut empat jenis perilaku yang termotivasi, yang dimulai dari perilaku yang awalnya sepenuhnya termotivasi secara ekstrinsik, namun kemudian dihayati dan akhirnya merasakan determinasi diri.

Pada saat yang bersamaan juga, tidak semua aktivitas atau perilaku termotivasi secara instrinsik. Di sekolah terdapat struktur, kontrol, dan juga penghargaan yang sifatnya ekstrinsik, yang mungkin tidak cocok dengan determinasi diri dan motivasi instrinsik, namun dapat membantu menghasilkan perilaku yang baik dan fungsi sosial yang diinginkan. Para motivator ekstrinsik kemudian menjadikannya sebagai bagian dari proses pengaturan diri dan mengembangkan sebuah subteori yang termasuk di dalam teori determinasi diri yang lebih besar, yang dilabelkan sebagai teori integrasi organisme.

Dalam teori organisme ini mengonsepkan motivasi, yang dimulai dari yang tidak termotivasi, lalu motivasi ekstrinsik, kemudian motivasi instrinsik (determinasi diri) yang merupakan sebagai dari proses pengaturan diri.

3. Causality orientation theory

Menjelaskan perbedaan individu dalam orientasinya terhadap lingkungan sosial yang dapat mendukung pilihannya sendiri, memberikan control atau amotivating yang melibatkan aspek perilaku regulasi, yang terdiri dari :

  1. The autonomy orientation, merupakan dasar dari motivasi instrinsik yang mencakup nilai untuk mendukung diri sendiri dalam melakukan tindakan sesuai pilihannya sendiri.

  2. The controlled orientation, merupakan dasar dari motiavasi eksternal dan introjected regulation, dimana tindakan terkontrol dan cenderung “harus bersikap”.

  3. The impersonal orientation, merupakan bagian dari amotivation, dan tidak ada kebebasan dalam memilih. Deci & Ryan (2002) mengatakan bahwa “autonomy orientation” bersifat positif untuk aktualisasi diri, harga diri, perkembangan ego, dan juga indikator lain atas kesejahteraan. Controlled orientation tidak ada kesejahteraan tetapi berhubungan dengan kesadaran diri, cenderung fokus ke luar dan fokus terhadap tekanan. Impersonal orientation mengindikasikan rendahnya harga diri, penghinaan diri, dan depersi.

4. Basic needs

Basic needs merupakan salah satu faktor untuk menambah kekuatan akan motivasi, sehingga well being sangat dibutuhkan dalam mencapai determinasi diri. Terdapat 2 pendekatan mengenai well being (Kahneman, Diener, Schwarz dalam Deci & Ryan, 2002):

  • Well being berkaitan dengan kesenangan yang bersifat subjektif.
  • Well being berkaitan dengan fungsi keseluruhan dari individu.

Meskipun terdapat 2 pendekatan, namun well being tetap berhubungan dengan autonomy, competence, dan juga relatedness need. Basic need merupakan konsep untuk individu dalam berperilaku sehari- hari, dan untuk mencapai tujuan akhir serta memiliki kesehatan psikologis yang baik yang akhirnya menuju pada well being (Ryan, Frederick, Deci, Grolnick dalam Deci & Ryan, 2002).

Meningkatkan determinasi diri


  1. Berikan kesempatan untuk bekerja dan membuat keputusan secara independen.
  2. Sajikan peraturan dan instruksi secara informasional, bukan mengontrol.
  3. Berikan kesempatan kepada mereka untuk membuat pilihan.
  4. Evaluasilah performa mereka dalam cara yang tidak mengendalikan.
  5. Bersikap selektif tentang kapan dan bagaimana menggunakan penguat ekstrinsik.
  6. Bantulah mereka untuk menjaga agar batasan-batasan eksternal tetap berada pada tempatnya yang sebenarnya.
Referensi

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00439-PS%20Bab2001.pdf