Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif?

Teori Belajar Kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif ?

1 Like

Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental misalnya motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. Dengan kata lain, tingkah laku termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Dengan demikian tingkah laku seseorang bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya dengan penekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan (Soemanto, 1998)

Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Jadi, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan sepotong-sepotong atau terpisah-pisah, melainkan melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung dan menyeluruh. Misalnya : ketika seseorang membaca suatu bahan bacaan, maka yang dibacanya bukan huruf-huruf yang terpisah-pisah, melainkan kata, kalimat, atau paragraf yang kesemuanya seolah menjadi satu, mengalir, dan menyerbu secara total bersamaan.

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian ini menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.

Konsep penting dalam psikologi gestalt adalah insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha.

Dalam prakteknya, teori ini antara lain terwujud dalam pandangan Piaget mengenai tahap-tahap perkembangan, dalam pandangan Ausubel mengenai belajar bermakna, dan pandangan Jerome Bruner mengenai belajar penemuan secara bebas (free discovery learning).

Secara ringkas, pandangan Piaget, Ausubel, dan Bruner adalah sebagai berikut.

Piaget


Menurut Jean Piaget, proses belajar sesungguhnya terdiri dari 3 tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).

  • Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak siswa.
  • Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang baru.
  • Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Misalnya seorang siswa telah memiliki pengetahuan tentang baik dan buruk. Kemudian gurunya memberi pelajaran baru tentang perbuatan baik dan buruk menurut Pancasila. Maka proses penyesuaian materi baru terhadap materi pengetahuan yang sudah dimiliki siswa itu disebut asimilasi.

Jika proses ini dibalik, yaitu pengetahuan si mahasiswa disesuaikan dengan materi baru, maka proses ini disebut sebagai akomodasi. Selama proses asimilasi dan akomodasi berlangsung, diyakini ada perubahan struktur kognitif dalam diri siswa. Proses perubahan ini suatu saat berhenti. Untuk mencapai saat berhenti dibutuhkan proses equilibrasi (penyeimbangan). Jika proses equilibrasi ini berhasil dengan baik, maka terbentuklah struktur kognitif yang baru dalam diri siswa berupa penyatuan yang harmonis antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
Seseorang yang mempunyai kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi ke dalam urutan yang baik, jernih, dan logis. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan equilibrasi yang baik akan cenderung memiliki alur fikir yang ruwet, tidak logis, dan berbelit-belit.

Disamping itu, Piaget berpandangan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Dalam hal ini Piaget membagi menjadi 4 tahap, yaitu :

  1. Tahap sensori motor (0 tahun sampai 1,5 tahun atau 2 tahun)
    Pada tahap ini tingkah laku inteligen individu dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak belum mempunyai konsep tentang objek secara tetap, namun hanya mengetahui hal-hal yang ditangkap melalui inderanya.

  2. Tahap praoperasional (2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun)
    Pada tahap ini reaksi anak terhadap stimulus sudah berupa aktivitas internal. Anak telah memiliki penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan dalam mental. Anak sudah mampu menirukan tingkah laku yang dilihatnya sehari atau sehari sebelumnya, serta dapat mengadakan antisipasi. Akan tetapi pada masa ini pola berfikir anak masih egosentrik, cara berfikirnya memusat (hanya mampu memusatkan pikiran pada 1 dimensi saja), dan berfikirnya tidak dapat dibalik.

  3. Stadium Operasional Kongkrit (7 atau 8 tahun sampai 12 atau 14 tahun)
    Cara berfikir egosentris semakin berkurang dan anak sudah mampu berfikir multi dimensi dalam waktu seketika dan mampu menghubungkan beberapa dimensi itu. Di samping itu, anak sudah mampu memperhatikan aspek dinamis dalam berfikir, dan mampu berfikir secara reversible (dapat dibalik).

  4. Stadium Operasional Formal
    Cara berfikir seseorang tidak terikat, sudah terlepas dari tempat dan waktu. Bila dihadapkan pada masalah seseorang sudah mampu memikirkan secara teoritik dan menganalisa dengan penyelesaian hipotetis yang mungkin ada. Disamping itu, individu juga sudah mampu melakukan matriks kombinasi atas berbagai kemungkinan pemecahan masalah dan kemudian melakukan pengujian hipotesis atas kemungkinan-kemungkinan jawaban tersebut.

Implikasi pandangan Piaget dalam praktek pembelajaran adalah bahwa guru hendaknya menyesuaikan proses pembelajaran yang dilakukan dengan tahapan- tahapan kognitif yang dimiliki anak didik. Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Misalnya mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang Pancasila kepada siswa kelas dua SD, tanpa ada usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsep tersebut tidak hanya percuma, akan tetapi justru semakin membingungkan siswa dalam memahami konsep yang diajarkan.

Secara umum, pengaplikasian teori Piaget biasanya mengikuti pola sebagai berikut :

  1. menentukan tujuan-tujuan instruksional
  2. memilih materi pelajaran
  3. menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
  4. menentukan dan merancang kegiatan kegiatan belajar yang cocok untuk topik-topik yang akan dipelajari siswa.(Kegiatan belajar ini biasanya berbentuk eksperimentasi, problem solving, role play, dan sebagainya)
  5. mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi maupun bertanya
  6. mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Ausubel


Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika advance organizer (pengatur kemajuan belajar) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi dan mencakup semua inti pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Jadi proses belajar berlangsung secara deduktif (dari umum ke khusus).

Advance organizer dapat memberikan 3 macam manfaat, yaitu :

  1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari siswa.
  2. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa dengan saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa
  3. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Oleh karena itu guru dituntut memiliki pengetahuan terhadap isi mata pelajaran dengan sangat baik serta dituntut pula untuk memiliki logika berfikir yang baik. Dimilikinya pengetahuan terhadap isi mata pelajaran dengan sangat baik menjadikan guru mampu menemukan informasi yang berciri sangat abstrak, umum, dan inklusif sehingga mampu mewadahi apa yang akan diajarkan. Logika berfikir guru yang baik akan menjadikan guru mampu untuk memilah-milah materi pelajaran dan merumuskannya dalam rumusan yang singkat, padat, serta mengurutkan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.

Secara umum, teori Ausubel dalam praktek adalah sebagai berikut :

  1. menentukan tujuan-tujuan instruksional
  2. mengukur kesiapan mahasiswa (minat, kemampuan, struktur kognitif) baik melalui tes awal, interview, review, pertanyaan, dan lain-lain.
  3. memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
  4. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai siswa dari materi tersebut.
  5. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
  6. membuat dan menggunakan advance organizer, paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan keterkaitan antara materi yang sudah diberikan dengan materi baru yang akan diberikan.
  7. mengajar kepada siswa untuk memahami konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memfokuskan pada hubungan yang terjalin antara konsep-konsep yang ada.
  8. mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Bruner


Menurut Bruner proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur seseorang seperti yang telah dikemukakan oleh Piaget.

Adapun proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :

  • Enaktif, berupa aktivitas siswa untuk memahami lingkungan melalui pengalaman langsung suatu realitas.
  • Ikonik, berupa upaya siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
  • Simbolik, berupa pemahaman siswa terhadap gagasan-agasan abstrak berupa teori-teori, penafsiran, analisis, dan sebagainya terhadap realitas yang telah diamati atau dialami.

Dalam aplikasi praktisnya teori belajar ini sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri. Oleh karena itu teori belajar ini sering dianggap bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan). Di samping itu, karena teori ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan sehingga desain yang berulang-ulang tersebut disebut sebagai kurikulum spiral Bruner.

Kurikulum spiral ini menuntut guru untuk memberi materi perkuliahan setahap demi setahap dari yang sederhana sampai yang kompleks di mana suatu materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga tak terasa mahasiswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.

Secara umum, teori Bruner ini bila diaplikasikan biasanya mengikuti pola sebagai berikut :

  1. menentukan tujuan-tujuan instruksional
  2. memilih materi pelajaran
  3. menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara induktif oleh siswa.
  4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya yang dapat digunakan mahasiswa untuk belajar.
  5. Mengatur topik-topik pelajaran sedemikian rupa sehingga urutan topik itu bergerak dari yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari tahapan-tahapam enaktif, ikonik, sampai ke tahap simbolik dan seterusnya.
  6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Pengertian Teori Belajar Kognitif


Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.

Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitif, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri invidu yang sedang belajar. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.

Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement , misalnya, yang menjadi prinsip belajar behaviotistik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan tingkah laku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.

Karakteristik Teori Kognitif


Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.