Apa yang dimaksud dengan Teori Argumentation dalam Ilmu Komunikasi?

Teori Argumentation

Teori Argumentation atau argumen merupakan cara mengemukakan pendapat dengan memotivasi untuk mempengaruhi atau mengubah pendadapat atau sikap orang lain. Alat untuk mempengaruhi atau mengubah pendapat pembaca berupa bukti-bukti yang diterima oleh pembaca sebagai pendapat dan kesimpulan yang benar. Buktu-bukti tersebut tersusun dalam suatu penalaran yaitu induktif dan deduktif (Keraf, 2004).

Teori Argumentasi merupakan cara mengemukakan pendapat dengan motivasi untuk memengaruhi atau mengubah pendapat atau sikap orang lain. Alat untuk memengaruhi atau mengubah pendapat pembaca itu berupa bukti-bukti yang dapat diterima oleh pembaca sebagai pendapat dan kesimpulan yang benar. Bukti-bukti itu tersusun dalam suatu penalaran, yaitu induksi dan deduksi (Keraf, 2004).

Ramage dan Bean (1992:4—5) berpendapat bahwa argumen selalu dalam kerangka persuasif karena argumen menekankan pada penemuan dan penyampaian judgement tentang suatu kenyataan melalui pendekatan yang berupa alasan-alasan. Argumen merupakan komponen yang membangun argumentasi.

Toulmin (2003:89—100) mengamati bahwa dalam setiap tindakan mengemukakan pendapat atau berargumen selalu terdapat beberapa elemen penting, yaitu :

  • Argumentasi selalu terkandung klaim kebenaran (claim ( C )). Claim ini berupa kesimpulan atau pernyataan tesis yang diangkat dan diyakini kebenarannya oleh penulis. Claim tersebut menjadi sentral dalam teks. Di dalam sebuah proses argumentasi, baik lisan maupun tulis, claim akan selalu diperjelas dan dipertahankan oleh penutur atau penulis.

  • Argumentasi selalu terkandung Data. (D) Upaya memperjelas dan mempertahankan claim ini akan berhasil apabila didukung oleh data (D) atau landasan yang berupa bukti untuk memperkuat claim.

  • Argumentasi dapat mengandung Jaminan (W). Jika bukti yang ada tidak cukup untuk mendukung claim, dapat dihadirkan jaminan atau warrant (W). Warrant merupakan pernyataan yang menghubungkan sebuah claim dengan data. Meskipun dengan hadirnya claim, data, dan warrant sebuah argumen telah dapat dikatakan tersusun dengan baik, adakalanya warrant perlu didukung oleh bukti-bukti pula.

  • Argumentasi dapat mengandung Backing (B). Bukti-bukti pendukung warrant ini disebut backing (B).

  • Argumentasi dapat mengandung Qualifer (Q). Di samping itu, ketika claim merupakan keadaan yang mengandung kemungkinan tertentu, dapat kemudian muncul qualifier (Q). Renkema (2004:204) menyebut qualifier sebagai syarat.

  • Argumentasi dapat mengandung Rebuttal (R), dapat pula muncul rebuttal (R), yaitu penolakan atau pengecualian.

Bagian-bagian argumen yang telah disebutkan di atas dapat membentuk pola, yaitu C-D-W-B-Q-R atau setidaknya pola C-D, yaitu sebuah claim dan satu atau lebih data.

Renkema (2004:203) menegaskan bahwa dalam menyusun elemen-elemen argumen, Toulmin lebih menekankan pada pertanyaan-pertanyaan yang membangun argumen-argumen tersebut. Artinya, setelah claim didapat, maka akan timbul pertanyaan mengapa ada claim demikian atau seperti apa bukti claim itu.

Kemudian, ditampilkanlah data. Setelah data didapat, muncul lagi pertanyaan apa sebenarnya yang menjadi penguat claim dan yang menghubungkan data dengan claim tersebut. Untuk itu, muncullah warrant. Warrant ini lantas dipertanyakan lagi, yaitu apa latar belakang kemunculan warrant tadi. Lalu ditampilkanlah backing. Ketika dari elemen-elemen berupa claim, data, warrant, dan backing itu memungkinkan muncul kondisi yang berlawanan, maka dapat pula muncul rebuttal yang umumnya disyaratkan oleh qualifier. Kemunculan keduanya dapat membuat claim tertolak atau justru semakin kuat. Bagan di bawah ini menggambarkan keenam elemen argumen Toulmin yang saling berhubungan (Toulmin, 2003: 97).

Gambar Metode Toulmin dalam Teori Argumentasi

Teori Argumentasi menurut Ramage dan Bean

Ramage dan Bean merubah data menjadi stated reason. Hal itu dapat terjadi karena hubungan antara data dan claim dalam argumen Toulmin merupakan hubungan sebab akibat. Ramage dan Bean yang dikutip oleh Choesin (2004:52) mengatakan bahwa cara membuat stated reason adalah dengan menambahkan kata penghubung karena sehingga menjadi “[claim] karena [stated reason]”.

Ramage dan Bean (1992:105) menyatakan bahwa pengungkapan stated reason dapat terjadi dalam berbagai model. Ada penulis yang menggabungkannya dalam satu kalimat sehingga masing-masing berbentuk klausa dengan penanda sebab akibat (karena), tetapi ada pula yang memisahkannya menjadi dua kalimat dengan penanda sebab akibat yang implisit atau tidak tampak.

Adapun untuk mendukung claim (dan stated reason) Ramage dan Bean mengemukakan apa yang disebut sebagai ground. Ground berisi informasi-informasi yang dimiliki oleh penulis sebagai dasar untuk membuat sebuah pernyataan.

Ground menjadi dasar penguat claim dan stated reason tersebut.

Dengan modifikasi yang dilakukan oleh Ramage dan Bean, maka pola terlengkap argumen tadi menjadi C-G-W-B-Q-R atau setidaknya satu C dan satu atau lebih G.

Argumentasi merupakan suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan penulis. Melalui argumentasi penulis mampu merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak (Keraf, 2004: 3)

Dasar dari tulisan yang bersifat argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Hal tersebut menjadikan sebuah argumen harus didasarkan pada fakta-fakta yang logis. Keraf (2004: 5) menyatakan bahwa penalaran harus menjadi landasan sebuah argumeni. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Berpikir yang berusaha menghubungkan untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis. Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran (Keraf, 2004: 9).

Berargumentasi membutuhkan kemampuan untuk berpikir tentang pokok bahasan yang ilmiah dengan menyampaikan dan mendiskusikan pemikirannya secara tertulis maupun lisan (Seda Saracaloglu, Aktamis, & Delioglu, 2011).

Argumentasi merupakan kemampuan yang penting karena dalam berargumentasi siswa menyusun sikap untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain (Lin, 2013). Sikap ilmiah merupakan komponen yang penting dalam berargumentasi (Erduran S. , 2007).

Ciri-ciri Argumentasi


Nursisto (1999: 43) mengemukakan ciri-ciri argumentasi adalah sebagai berikut.

  • Mengandung bukti dan kebenaran.
  • Alasan kuat.
  • Menggunakan bahasa denotatif.
  • Analisis rasional (berdasarkan fakta).
  • Unsur subjektif dan emosional sangat dibatasi (sedapat mungkin tidak ada).

Indriati (2001: 79) menyatakan bahwa argumentasi yang kuat harus
mengandung lima ciri-ciri. Lima ciri-ciri tersebut antara lain:

  • klaim (claim),
  • bukti afirmatif (setuju)
  • bukti kontradiktif (bantahan),
  • garansi/justifikasi (warrant),
  • kompromi (concessions),
  • sumber aset (reservations).