Psikolog Swedia Sydney Alrutz (1868-1925) memberi saran pada pergantian abad ke-20 bahwa gairah simultan dari reseptor hangat dan dingin di kulit memberikan sensasi panas yang dihasilkan.
Demonstrasi yang jelas tentang sensasi panas yang dihasilkan dari rangsangan simultan dari reseptor hangat dan dingin di sekitarnya disebut sebagai eksperimen panas sintetis, di mana tidak ada panas asli yang diterapkan, tetapi titik hangat terkena suhu sedang dan titik dingin menjadi dingin. Dalam kondisi tersebut, sensasi pertama biasanya terasa dingin, yang diikuti oleh panas, yang hilang setelah beberapa detik dan kemudian memberikan sensasi dingin kembali.
Teori ini berkaitan dengan fenomena paradoxical cold, dimana sensasi dingin dihasilkan dari stimulus hangat (von Frey, 1895). Kasus paradoks dingin dan panas sintetik tidak sepenuhnya meyakinkan, dan ada beberapa bukti yang menentang teori Alrutz. Teori terkait di bidang stimulasi indera kulit ini adalah teori konsentrasi dingin kulit dan teori titik indra suhu (Jenkins, 1941).
Lihat: NAFE’S THEORY OF CUTANEOUS SENSITIVITY.
Sumber:
Roeckelein, J. E. (2006). Elsevier’s Dictionary Of Psychological Theories. Amsterdam: Elsevier B.V.
Referensi:
-
Von Frey, M. (1895). Beitrage zur sinnes- physiologie des haut. Berichte sachsischen Gesellschaft der Wissen- schaft, Leipzig, Math./Physiks , 47 , 166-184.
-
Alrutz, S. (1897). Omfornimmelsen “hett.” Uppsala Lakforen , 2 , 340-359.
-
Alrutz, S. (1908). Untersuchungen uber die temperatursinne. Zeitschrift fur Psychologie , 47 , 161-202; 241-286.
-
Burnett, N., & Dallenbach, K. (1927). The experience of heat. American Journal of Psychology, 38, 418-431.
-
Jenkins, W. (1938). Studies in thermal sensitivity. Further evidence against the Alrutz theory. Journal of Experimental Psychology, 23, 411-422.
-
Jenkins, W. (1941). Studies in thermal sensitivity. Further evidence on the effects of stimulus temperature. Journal of Experimental Psychology, 29, 413-419.