Apa yang Dimaksud dengan Teknologi Penanganan Pasca Panen?

the-a-z-of-epe-foam_fruit-wrapped-in-epe-foam

Teknologi penanganan pasca panen merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, penyimpanan, hingga transportasi hasil panen pertanian, perikanan maupun kehutanan. Dalam keseluruhan prosesnya, tujuan adanya teknologi penanganan pasca panen adalah agar hasil panen tersebut tidak berubah drastis baik wujud fisiknya maupun susunan kimiawinya.

Sumber

Abbas, A. & Suhaeti, R. N. (2016). Pemanfaatan Teknologi Pasca Panen untuk Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 34(1), 21-34.

Sumber Gambar: The A-Z of EPE Foam

1 Like

A. Definisi Teknologi Penanganan Pasca Panen

Istilah pascapanen mulai populer di Indonesia tahun 1970 setelah diketahui bahwa produksi padi sejak panen sampai tiba di tangan konsumen banyak mengalami kerusakan, susut dan kehilangan bobot. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 47, 1986, pascapanen hasil pertanian adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai dari pemungutan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Jadi, penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan pada tahap pascapanen agar hasil tanaman pangan siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau layak diolah lebih lanjut dalam industri. Kegiatan penanganan pascapanen mencakup pemanenan hasil, pengawetan, pengemasan, penyimpanan/ penggudangan, standarisasi mutu, dan transportasi di tingkat produksi.

B. Tujuan Penanganan Pasca Panen

Tujuan penanganan pasca panen tanaman pangan adalah:

  • Menekan tingkat kehilangan dan/atau tingkat kerusakan hasil panen tanaman pangan
  • Meningkatkan daya simpan dan daya guna hasil tanaman pangan agar dapat menunjang usaha penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat
  • Menyediakan bahan baku industri di dalam negeri
  • Meningkatkan pendapatan petani
  • Meningkatkan penerimaan devisa negara
  • Memperluas kesempatan kerja
  • Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup

Jadi, dengan penanganan pascapanen hasil pertanian, akan diperoleh bahan baku yang berkualitas baik dengan cara mencegah atau mengurangi terjadinya kehilangan dan atau kerusakan hasil panen. Hasil panen yang telah melalui proses penanganan pascapanen dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut atau dapat sebagai bahan baku untuk diolah dalam industri pengolahan hasil pertanian.

C. Kerusakan Pasca Panen

1. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis merupakan kerusakan pasca panen yang disebabkan oleh adanya benturan-benturan mekanis, seperti benturan antar-sesama komoditas, dengan wadah penyimpanannya, atau dengan alat lainnya. Contoh kerusakan mekanis pada waktu buah-buahan dan sayuran dipanen dengan alat adalah mangga atau durian yang dipanen dengan galah bambu dapat rusak oleh galah tersebut atau memar karena jatuh terbentur batu atau tanah yang keras. Gejala kerusakan yang timbul antara lain memar (karena tertindih/tertekan), gepeng, retak, pecah, sobek/terpotong, dan lain-lain. Komoditi pangan yang mudah mengalami kerusakan mekanis adalah buah-buahan, sayuran terutama adalah sayuran buah, telur dan umbi-umbian

2. Kerusakan Patologis

Kerusakan patologis merupakan kerusakan suatu komoditas yang disebabkan oleh patogen berupa hama dan/atau penyakit. Kerusakan patologis ini dapat terjadi mulai saat dipanen sampai setelah panen, terutama di daerah tropis dimana suhu dan kelembaban yang tinggi mendorong pertumbuhan mikroba dengan cepat. Komoditas yang mengalami kerusakan patologis memiliki ciri-ciri seperti busuk, berlendir, berubah warna, atau mengering.

3. Kerusakan Fisiologis

Kerusakan fisiologis adalah kerusakan jaringan yang tidak disebabkan oleh serangan patogen maupun kerusakan mekanis. Kerusakan ini dapat berkembang sebagai respon terhadap keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan terutama terhadap suhu atau defisiensi zat makanan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Komoditas buah dan sayuran segar bersifat sangat peka terhadap suhu penyimpanannya. Jika suhu tersebut tidak tepat (terlalu panas maupun terlalu dingin), maka produk tersebut akan lebih rusak. Kerusakan fisiologis yang dapat timbul adalah perubahan warna, pembusukan, luka bakar pada kulit produk, terlalu cepat matang, dan tekstur buah mengalami perubahan.

D. Teknologi Penanganan Pasca Panen

1. Pengaturan Kualitas Produk

Pengaturan kualitas produk merupakan serangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas produk yang diinginkan setelah proses panen. Macam pengaturan kualitas produk pasca panen adalah:

a. Pengaturan Pematangan Buah

Beberapa komoditas buah bersifat klimaterik atau mengalami kenaikan tingkat respirasi setelah dipanen atau dipetik akibat dari adanya reaksi etilen yang merangsang proses pematangan. Dengan kata lain, buah klimaterik masih dapat melanjutkan pematangan meskipun telah dipetik dari pohonnya. Contoh buah yang bersifat klimaterik adalah pisang, mangga, durian, dan sebagainya. Komoditas klimaterik tersebut memerlukan perlakuan khusus untuk mengatur proses pematangan buah agar produk tersebut matang tepat waktu dan mengurangi resiko pembusukan. Pengaturan tersebut dapat berupa pengaturan suhu karena suhu yang tinggi dapat mempercepat pematangan. Buah tersebut disimpan di suhu yang rendah agar memperlambat waktu pematangan sehingga dapat bertahan lebih lama.

b. Pelapisan Permukaan dengan Lilin

Buah dan sayur-sayuran secara alami mempunyai lapisan lilin pada permukaanya namun lapisan lilin tersebut dapat hilang karena pencucian. Oleh karena itu, produsen sering melakukan penanganan pasca panen dengan memberikan lapisan lilin. Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penyemprotan, pencelupan, pengolesan, atau pembuihan. Beberapa macam jenis lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebu, resin terpen, selak, dan sebagainya. Pemberian lapisan lilin pada buah dan sayur bertujuan untuk:

  • Memberikan perlindungan buah dari mikroba pembusuk
  • Menutup kerusakan kecil misalnya luka -luka kecil dan goresan.
  • Memberikan penampakan yang lebih baik, seperti lebih mengkilat dan menarik bagi konsumen.
  • Mengurangi laju kehilangan air hingga 30-50%
  • Memperpanjang umur simpan dan sesuai untuk daerah-daerah yang tidak mempunyai fasilitas penyimpanan dingin

2. Pengemasan Produk

Pengemasan adalah suatu proses pembungkusan, pewadahan atau pengepakan suatu produk dengan menggunakan bahan tertentu sehingga produk yang ada di dalamnya daoat tertampung dan terlindungi. Pengemasan produk bertujuan agar konsumen dapat menerima produk dalam keadaan lebih segar, kerusakan yang lebih sedikit, dan potensi ketahanan yang lebih baik daripada sebelumnya. Fungsi adanya pengemasan adalah:

  • Merakit bahan produk dalam kesatuan yang mudah untuk dibawa dan didistribusikan
  • Melindungi terhadap kerusakan selama proses transportasi, pemasaran, dan penyimpanan
  • Meningkatkan usia simpan produk
  • Sebagai identitas produk melalui merek yang tertera
  • Sebagai tempat pendataan dan registrasi
  • Menambah keamanan dan kenyamanan
  • Menambah daya tarik dan nilai jual produk

3. Penyimpanan Produk

Penyimpanan produk merupakan kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan penyelenggaraaan dan pengaturan barang-barang persediaan di dalam ruang penyimpanan. Penyimpanan berfungsi untuk menjamin penjadwalan yang telah ditetapkan dalam fungsi-fungsi sebelumnya dengan pemenuhan setepat-tepatnya dan dengan biaya serendah-rendahnya. Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk paling bermanfaat bagi konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan produk pasca panen adalah:

  • Jenis komoditas dan kondisi komoditas saat proses panen
  • Kondisi lingkungan budidaya
  • Metode dan penanganan panen serta pasca panen
  • Pengaturan suhu penyimpanan
  • Tingkat kebersihan lokasi penyimpanan
Sumber

Sudjatha, W. & Wisaniyasa, N. W. (2017). Fisiologi dan Teknologi Pascapanen (Buah dan Sayuran). Denpasar: Udayana University Press.

Zam, W., Ilyas, I., & Syatrawati, S. (2019). Penerapan Teknologi Pascapanen untuk Meningkatkan Nilai Jual Cabai di Tanatoraja. Jurnal Dedikasi Masyarakat, 2(2), 92-100.