Apa Yang Dimaksud Dengan Tasawuf?

Tasawuf merupakan jalan menuju kedekatan diri kepada Allāh swt. Dengan cara melepaskan diri dari segala sesuatu yang rendah, hina dan berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah saw.

Apa yang dimaksud dengan Tasawuf ?

Abdul Hakim Hassin dalam kitabnya Al-Tashawwuf fi al-Syi’ri ‘l-Arabi yang dikutip Simuh (Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam), menerangkan sebagai bahwa,

Tasawuf adalah proses pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Tasawuf tampak merupakan upaya akal manusia untuk memahami hakikat segala sesuatu, dan untuk menikmati hubungan intim dengan Allah SWT.

Adapun aspek pertama dari upaya ini adalah segi falsafi daripada tasawuf; sedang aspek kedua adalah segi agamis. Kegiatan pertama bersifat pemikiran dan renungan; sedang kegiatan kedua amali. Dan segi amali daripada tasawuf muncul terlebih dahulu daripada segi falsafinya. Para sufi itu memulai kegiatannya selamanya dari mujahadah dan riyalat, bukan dengan merenung dan berpikir.

Oleh karena itu ‘hati’ adalah lebih penting dari pada akal bagi para sufi; bahkan hati itu bagi para sufi adalah segalanya, karenanya hati mereka pandang sebagai ‘singgasana’ bagi Allah SWT.

Tasawuf secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan.

Beberapa pendapat terkait asal kata tasawuf antara lain :

  • Tasawuf berasal dari kata shuf (yang artinya bulu domba), maksudnya adalah bahwa para penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan memakai kain dari bulu domba yang kasar atau yang disebut dengan kain wol kasar.

Pada waktu itu memakai wol kasar adalah simbol dari kesederhanaan.

  • Tasawuf berasal dari kata shaff (yaitu barisan), makna shaff ini dinisbahkan kepada para jamaah yang selalu berada pada barisan terdepan ketika sholat, sebagaimana sholat yang berada di barisan pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala.

Maka dari itu, orang yang ketika sholat berada di barisan depan akan mendapatkan kemuliaan serta pahala dari Allah SWT.

  • Tasawuf berasal dari kata shafa (yaitu jernih, bersih atau suci), makna tersebut sebagai nama dari mereka yang memilik hati yang bersih atau suci.

Maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya di hadapan Allah SWT melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk menjauhi segala sifat dan sikap yang kotor sehingga mencapai pada kebersihan dan kesucian pada hatinya.

  • Tasawuf berasal dari kata shuffah (yaitu serambi Masjid Nabawi yang ditempati sebagian sahabat Rasulullah). Makna tersebut dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan konsentrasi beribadah kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama Rasulullah yang menghuni serambi Masjid Nabawi.

Sekelompok sahabat tersebut adalah mereka yang ikut berpindah Rasulullah dari Mekah ke Madinah dengan keadaan mereka kehilangan harta dan dalam keadaan miskin tidak mempunyai apa-apa.

Menurut beberapa ahli,

  1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani berpendapat tasawuf adalah mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya denngan khalawt, riyadloh, taubah dan ikhlas.

  2. Al-Junaidi berpendapat bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.

  3. Syaikh Ibnu Ajibah mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang membawa seseorang agar bisa bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal shaleh dan jalan tasawuf tersebut diawalai dengan ilmu, tengahnya amal dan akhirnya adalah karunia Ilahi.

  4. H. M. Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf adalah latihan dengan kesungguhan (riyadloh mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada Allah.

Beberapa ciri umum yang dirumuskan oleh salah seorang peneliti tasawuf yaitu Abu Al-Wafa’ Alganimi At-Taftazani dalam bukunya yang berjudul Madkhal Ila atTasawwuf al-Islam yang menyebutkan lima ciri-ciri umum tasawuf, yaitu :

  • Memiliki nilai-nilai moral
  • Pemenuhan fana (sirna) dalam realisasi mutlak
  • Pengetahuan intuitif langsung
  • Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena tercapainya maqamat atau yang iasa disebut maqam-aqam atau tingkatan, dan
  • Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.

Tasawuf mempunyai beberapa pengertian dimana dari beberapa pengertian tersebut, tasawuf terbagi dalam tiga bagian, yaitu tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.

Pembagian tasawuf ini hanya dalam bentuk kajian akademik saja, karena kenyataannya ketiga bentuk tasawuf ini tidak dapat dipisahkan sebab praktik dari ketiga tasawuf saling berkaitan.

Tasawuf akhlaki

Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang di formulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat guna mencapai kebahagian yang optimum.

Manusia harus lebih dahulu yang mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ke tuhanan melaui pensucian jiwa dan raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan ber akhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf dikenal takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah bersih seehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).

Tasawuf amali

Tasawuf amali adalah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan rohaniah dibandingkan teori. Yang mana dalam tasawuf amali tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menghapuskan segala sifat yang tercela serta mengahadap sepenuhnya kepada Allah SWT dengan berbagai amaliah atau riyadlah yang dilakukan, seperti memperbanyak wirid serta amaliah-amilah lainnya.

Dikatakan bahwa tasawuf amali lebih menekankan pada nilai amaliah nya dibandingkan teori, bukan berarti tasawuf amali kosong dari teori, hanya saja bahwa dalam tasawuf amali sisi amal di dalamnya lebih dominan.

Dalam tasawuf amali lebih identik dengan thariqah yaitu sebagi wujud dari amalan yang telah dilakukan. Dalam tasawuf amali ini terdapat beberapa unsur yang di dalamnya terdiri dari beberapa praktik ibadah yang semata-mata hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Maksudnya, bahwa dalam tasawuf amali tidak hanya sekedar mengetahui tentang teori, akan tetapi langsung dpraktikkan dalam ibadahnya, sehingga dalam bertasawuf,seseorang lebih bisa merasakan tujuan tasawuf tersebut, yaitu kedekatan seorang hamba kepada yang Maha Kuasa.

Tasawuf falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajarannya memadukan antara visi mistis dan rasional sebagai penggagasnya. Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam Islam sejak abad VI Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal dengan berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga seorang filosof.

Para tokoh tasawuf falsafi tidak hanya terpaku pada makna teks keagamaan saja, tetapi juga berupaya menembus makna batin yang terdalam dan dilengkapi dengan pengalaman metafisis. Dengan ini para penganutnya berusaha untuk memutuskan jarak yang terbentang antara hamba dengan Tuhan, sehingga merasa benar-benar menyatu dengan Tuhan.

Tasawuf falsafi memiliki karakteristik tersendiri, adapun karakteristik tasawuf falsafi secara umum mengandung kesamaran akibat banyaknya ungkapan dan istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf falsafi tersebut.

Selanjutnya tasawuf falsafi ini tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), dan tidak pula dapat dipandang sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa dan terminologi-terminologi filsafat.

Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Ada yang mengatakan dari kata shuf yaitu bulu domba, shaff yaitu barisan, shafa yaitu jernih, dan shuffah yaitu serambi masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat Rasulullah.

Secara Terminologi, menurut Harun Nasution, ada lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-shuffāh/ahl al-suffāh (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (Barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani yaitu hikmat) dan suf (kain wol).

Kata ahl al-suffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Kata saf juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Kata sufi menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat. Kata suf menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.

Menurut Saifulloh al-Aziz, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang berarti sekelompok orang di masa Rasulullah yang banyak berdiam di serambi-serambi masjid dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Mereka yang dimaksud ini adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, kehilangan harta dan berada dalam keadaan miskin dan tidak mempunyai apa-apa.

Menurut Amin Syukur, tasawuf adalah cabang keilmuan atau hasil kebudayaan Islam yang lahir setelah Rasulullah wafat. Ketika beliau hidup, istilah (tasawuf) ini belum ada dan hanya sebutan bagi sahabat orang Islam yang hidup pada masa Rasulullah dan sesudah itu generasi Islam disebut tabi‟in. Istilah tasawuf baru terdengar pada masa pertengahan abad II Hijriah.

Referensi
  • Harun Nasution, Falsafah dan Mistisime dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1983)57.
  • Saifulloh al-Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Terbit Terang, 1998).

A post was merged into an existing topic: Apa yang dimaksud dengan tasawuf Suni dalam Islam?

Istilah tasawuf tidak dikenal pada masa kehidupan Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Istilah itu baru muncul ketika Abu Hasyim al- Kufy (w. 250 H) meletakkan kata al-Sufi dibelakang namannya pada abad ke 3 Hijriyah. Menurut Nicholson, sebagaimana yang dikutip oleh Amin Syukur, sebelum Abu Hasyim al-Kufy telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, tawakkal, dan dalam mahabbah, namun mereka tidak menggunakan atau mencantumkan kata al-sufi . Jadi tetap Abu Hasyim orang yang pertama memunculkan istilah itu.

Secara etimologi, para ahli berbeda pendapat tentang akar kata tasawuf. Setidaknya ada ada enam pendapat dalam hal itu, yakni:

  1. Kata Suffah yang berarti emperan masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Hal ini karena amaliah ahli tasawuf hampir sama dengan apa yang diamalkan oleh para sahabat tersebut, yakni mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan hidup dalam kesederhanaan.
  1. kata Shaf yang berarti barisan. Istilah ini dianggap oleh sebagian ahli sebagai akar kata tasawuf karena ahli tasawuf ialah seorang atau sekelompok orang yang membersihkan hati, sehingga mereka diharapkan berada pada barisan ( shaf ) pertama di sisi Allah Swt.
  1. Kata Shafa yang berarti bersih, karena ahli tasawuf berusaha untuk membersihkan jiwa mereka guna mendekatkan diri kepada Allah Swt.

  2. Kata Shufanah , nama sebuah kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir. Hal ini karena ajaran tasawuf mampu bertahan dalam situasi yang penuh pergolakan ketika itu, ketika umat muslim terbuai oleh materialisme dan kekuasaan, sebagaimana kayu shufanah yang tahan hidup ditengah-tengah padang pasir yang tandus.

  3. Kata Teoshofi , bahasa Yunani yang berarti ilmu ketuhanan, karena tasawuf banyak membahas tentang ketuhanan.

  4. Kata Shuf yang berarti bulu domba, karena para ahli tasawuf pada masa awal memakai pakaian sederhana yang terbuat dari kulit atau bulu domba (wol)

Perbedaan pendapat ini, jika diteliti muncul karena adanya perbedaan sudut pandang yang dipakai. Bagi penulis, perbedaan tersebut tidak menjadi problem, sebab ciri-ciri yang dijadikan landasan pengkaitan akar kata tasawuf di atas semuanya terdapat pada tasawuf itu sendiri. Meski demikian, penulis lebih setuju dengan pendapat yang ke-enam, yakni tasawuf berakar dari kata shuf (wol). Hal ini karena kata tersebut lebih tepat baik dilihat dari konteks kebahasaan, sikap kesederhanaan, maupun aspek kesejarahan.

Dari segi kebahasaan, tasawuf adalah masdar bentuk ke-5 dari kata dasar s-w-f yang mengindikasikan tempat pertama orang yang menggunakan wol ( shuf ). Lalu orang yang melakukannya disebut shufi atau mutashawwifun. Selain itu, shuf (wol) juga pernah digunakan oleh Nabi dan Sahabat Badar sebagaimana dalam buku Al-Shuhrawardi, Awarif al-Ma‟arif, sebagai berikut:

“Dari Anas ibn Malik berkata bahwa Rasulullah Saw. Mendatangi undangan seorang hamba sahaya, beliau naik keledai dan mengenakan pakaian bulu domba” .

Hasan Bashri berkata: Aku telah bertemu tujuhpuluh pasukan Badar yang mengenakan pakaian bulu domba”

Dua keterangan yang diutarakan oleh Shuhrawardi diatas menunjukkan adanya bukti kesejarahan shuf dan juga sudah menjawab aspek kesederhanaan sebagaimana yang penulis utarakan sebelumnya.

Selanjutnya, definisi tasawuf secara terminology juga tidak kalah banyak dengan definisi secara etimologi. Setidaknya terdapat 11 definisi tasawuf yang dimunculkan oleh para praktisi tasawuf. Ke sebelas definisi ini termuat dalam sebuah puisi Persia sebagai berikut:

What is Tasawwuf? Good character and awareness of God. That‟s all Tasawwuf is. And nothing more.

What is Tasawwuf? Love and affection. It is the cure for hatred and vengeance. And nothing more.

What is Tasawwuf? The heart attaining tranquality which is the root of religion. And nothing more.

What is Tasawwuf? Concentrating your mind, which is the religion of Ahmad (peace be upon him). And nothing more.

What is Tasawwuf? Contemplation that travels to the Divine throne. It is a far-seeing gaze. And nothing more.

Tasawwuf ia keeping one‟s distance from imagination and supposition. Tasawuf is found in certainly. And nothing more.

Surrendering one‟s soul to the care of the inviplability of religion; this is tasawwuf. And nothing more.

Tasawwuf is the path of faith and affirmation of unity; this is the incorruptible religion. And nothing more.

Tasawwuf is the smooth and illuminated path. It is the way to the most exalted paradise. And nothing more.

I have heard that the ecstasy of the wearers of wool comes from finding the taste of religion. And nothing more.

Tasawwuf is nothing but Shari‟at . It is just this clear road. And nothing more.8

Definisi tasawuf dalam puisi tersebut dapat diambil pemahaman bahwa tasawuf adalah:

  1. akhlak mulia dan muraqabah kepada Tuhan ( Ihsan );

  2. cinta dan kasih sayang ( Mahabbah ) kepada Tuhan;

  3. inti atau akar agama guna mencapai kedamaian hati;

  4. mengkonsentrasikan pikiran (sesuai ajaran nabi Muhammad saw) kepada Allah (penyatuan);

  5. kontemplasi yang bertualang menuju tahta ketuhanan;

  6. penjagaan seseorang terhadap imajinasi dan perkiraan guna mendapatkan keyakinan atau kepastian;

  7. penyerahan jiwa kepada Tuhan;

  8. jalan iman dan penegasan persatuan kepada Tuhan;

  9. jalan yang halus dan diterangi untuk menuju surga yang paling mulia;

  10. jalan untuk menemukan rasa agama (penghayatan mendalam);

  11. syari’at.

Dari semua definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa pengertian tasawuf adalah bagian dari syari’at islam yang memuat suatu metode untuk mencapai kedekatan atau penyatuan antara hamba dan Tuhan dan juga untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan hakiki (mak’rifat) dan atau inti rasa agama.

Tasawuf dikategorikan syari’at karena ia merupakan salah satu dari tiga pilar Syari’at Islam, yakni Islam (Fiqih), Iman (Tauhid), dan Ihsan (Tasawuf). Dikatakan sebagai metode, karena tasawuf merupakan suatu cara, baik dengan cara memperbaiki akhlak (lahir dan batin), mujahadah , kontemplasi, ishq dan mahabbah , mengikuti semua yang dianjurkan oleh Nabi (sunnah-sunnah), penyucian jiwa (riyadhoh, tirakat), maupun dengan cara lain sesuai dengan kemampuan dan kecondongan masing-masing. Dan kemudian penyertaan "mencapai kebenaran dan seterusnya‟ merupakan tujuan akhir tasawuf sesuai dengan madzhab-madzhab yang ada di dalamnya.

Referensi
  • HM. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21 , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
  • Julian Baldick, Islam Mistik: Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf , trej. Satrio Wahono, (Jakarta: Serambi, 2002.)
  • H.A.R. Gibb (Ed.), The Enciclopaedia of Islam Vol-X , (Leiden: E.J. BRILL, 1986)

Sufisme atau Tasawuf adalah Ilmu untuk memperbaiki hati, menjaganya dari berbagai keinginan dan hawa nafsu kemudian menjadikannya berserah diri semata-mata kepada Allah.

Sufisme merupakan Ilmu khusus untuk mengobati semua penyakit hati, pembersih jiwa, penyelamat dari sifat-sifat tercela dimana Ihsan adalah bidang kajian utamanya.

Sufisme bukan sebuah aliran atau sekte. Sufisme adalah ajaran bathiniah, ajaran rahasia yang terkandung dalam semua agama. Suatu seni perjalanan spiritual yang Transendental, ajaran yang tidak terjangkau akal dan pikiran. Bukan kajian ilmiah karena Ilmu pengetahuan merupakan tabir yang sangat pekat. Suatu pengalaman spiritual yang aktual dan autentik.

Menurut ajaran Islam, kesempurnaan keberagamaan seseorang bila kita telah mencapai tingkatan : Iman – Islam – Ihsan.

Iman melalui ilmu ushuluddin. Islam melalui ilmu fiqih. Ihsan melalui ilmu tasawuf yang disebut juga sebagai ilmu thareqat.

Kata Junaed al Bagdadi :

Syareat tanpa haqikat fasik.
Haqikat tanpa syariat zindik, bila seseorang melakukan kedua-duanya maka sempurnalah kebenaran orang itu.

Tasawuf mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat tercela. Sufi adalah orang yang fana dalam dirinya dan tenggelam dalam Tuhannya, baka dalam diri Allah.

Menurut Asy-syadzili, tasawuf adalah praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk kembali ke jalan Allah.

Ilmu tasawuf ialah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang apabila kita dapat memahaminya dengan baik maka kita akan dapat mengetahui hal-hal yang terjadi pada diri manusia. Apakah yang terjadi pada diri manusia itu hal-hal yang terpuji atau hal-hal yang tercela.

Bagaimana cara membersihkan diri manusia dan bagaimana agar manusia itu dapat mengetahui sifat-sifat yang terpuji untuk diamalkannya sehingga merupakan pakaian yang selalu dipakainya disetiap waktu dan di mana saja. Dengan ilmu tasawuf pula kita dapat mengetahui cara-cara kembali kepada Allah, berjalan kepadaNya dan lari kepadaNya, terhindar daripada godaan-godaan dan was-was syaitan yang selalu mencari kesempatan untuk menggoda kita dan menipu kita.

Seorang penyair Sufi mengungkapkan:

Ilmu tasawuf itu tiada yang mendapatkannya
Selain orang yang terkenal keluasan ilmu pada Tuhannya

Maksudnya: Bahwa ilmu tasawuf pada hakikatnya ialah suatu ilmu yang tidak dapat siapapun memperolehnya terkecuali orang yang terkenal dengan keluasan ilmu dan pemahaman yang mendalam pada aqidah ketuhanan dalam arti yang luas dan mendalam pula. Manusia yang telah sampai kepada hakikat tasawuf seperti para sahabat Nabi dan keluarga Baginda yang telah langsung memperoleh mutiara-mutiara aqidah dan nilai-nilai akhlak yang terpuji lahir dan bathin.

Demikian pula para wali Allah atau disebutkan paraAuliya’Nya seperti yang dikenal di dalam kita-kitab tasawuf, apakah mereka mengembangkan nilai-nilai aqidah ketuhanan dan akhlak yang terpuji lagi murni seperti yang dapat diketahui dalam kitab-kitab mereka, di antaranya kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam AlGhazali, maka tersebarlah jalan menuju kepada Allah melalui syari’at, thariqat, hakikat dan ma’rifat. Cuma perbedaan antara sahabat Nabi dan para Auliaya’Nya yang bukan sahabat Rasulullah ialah bahawa para sahabat Nabi ibarat kapal besar yang senantiasa tenang mengahadapi gelombang-gelombang besar, maka mereka diberikan rahmat dan nikmat oleh Allah s.w.t. dengan nilai AlBaqa’.

Tegasnya hal-hal yang bersifat duniawi tidak lagi mempengaruhi lahir dan bathin mereka, mereka senantiasa bermusyahadah yakni melihat Zat Allah atau sebahagian sifat-sifatNya dengan cara dalam arti kata tidak ada yang seumpama dan sebanding denganNya. Berbeda dengan para Auliya’ yang bukan sahabat dan keluarga Baginda Rasufullah s.a.w. di mana kadang-kadang dunia masih masih menyentuh mereka dan kadang-kadang menimbulkan oleng pada kapal yang mereka layari, bahkan mereka diliputi dengan mabuk kesyahduan melihat Allah dengan bathin mereka hingga kadang-kadang tidak sedarkan diri dan inilah yang disebut dengan maqam Al-Fana’ billah.

Bagaimana dapat mengenalNya orang yang tidak melihatNya. Betapa pula cahaya matahari dapat dilihat oleh si buta?

Hamba Allah baru dapat melihat Allah dengan bathinnya apabila dia telah mengenal Allah. Kalau dia belum mengenal Allah maka Allah tidak akan dapat dilihat, sama juga dengan cahaya matahari baru dapat dilihat dengan mata apabila mata kita tidak buta, akan tetapi bila mata kita buta - nu’uzu billah - maka kita tidak akan dapat melihat cahaya matahari, meskipun sang matahari sejengkal atas pundak kita. Inilah maksud daripada rumusan populer dari para Auliya’ dengan kalimat:

“Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka pasti ia mengenal Tuhannya.”

Asal Kata Tasawuf


Telah diperselisihkan (dalam pendapat para pakar ilmu tasawuf) mengenai asal kata tasawuf atas pendapat-pendapat yang ban yak dan rujukan pendapat-pendapat itu terbahagi kepada lima pendapat:

  • Pendapat Pertama. Bahwa perkataan tasawuf berasal dari AsSuufah (bulu), kerana bahawasanya orang Sufi beserta Allah laksana bulu yang diterbangkan angin yang tidak ada pengendaliannya (sebagaimana bulu yang diterbangkan angin ke sana ke sini yang tidak ada pengendaliannya selain bagaimana menurut tiupan angin.

    Demikianlah orang Sufi yakni orang yang tasawufnya sudah mendarah daging adalah ia bersama Allah. Bagaimana kehendak Allah terhadapnya dan orang Sufi tidak dapat mengendalikan bathinnya sendiri, akan tetapi bathinnya menurut ma’rifatnya terhadap Allah, tegasnya menurut sampai di mana hubungan kenalnya dengan Allah s.w.t.

  • Pendapat Kedua. Bahwa perkataan tasawuf diambil dari perkataan Suufatil-Qafaa (bulu kuduk atau tengkuk), kerana lunaknya maka orang Sufi mudah dan lunak seperti bulu kuduk. Kalaulah bulu kuduk — halusnya dan lunaknya — maka demikian pulalah orang Sufi, orangnya lembut, mudah kerana sentuhan hatinya senantiasa dengan Allah dan bukan dengan dunia.

  • Pendapat Ketiga. Bahwa perkataan tasawuf itu berasal dari As-Shifah
    (sifat) kerana penghayatan ilmu tasawuf yang ada dalam diri Sufi menjadikan
    dia bersifat dengan sifat-sifat yang terpuji dan meninggalkan sifat-sifat yang
    tercela.

  • Pendapat Keempat. Bahwa perkataan tasawuf berasal dari perkataan As-Shafaa’ (kesucian) dan pendapat inilah yang telah dianggap benar oleh para ulama sehingga Abul-Fath Al-Basthi rahimahullahu Ta’ ala berkata tentang orang Sufi:

    Manusia beda pendapat tentang Sufi siapa dia
    Kerana kejahilannya disankanya dari bulu domba
    Aku tidak setuju dengan nama ini kecuali sang pemuda
    Dirinya bersih tulus hatinya maka Sufi digelarkannya

  • Pendapat Kelima. Bahwa perkataan tasawuf itu berasal dari Suufah Al-Masjidin-Nabawi (teras Masjid Nabawi di Madinah) yang menjadi tempat orang-orang Sufi, kerana orang Sufi mengikut mereka pada apa yang telah ditetapkan Allah buat mereka berupa sifat terpuji, kerana Allah telah berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 18:

    Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaanNya.” (Al-Kahfi: 18)

    Asal perkataan tasawuf yang kelima ini merupakan rujukan setiap pendapat padanya. Demikian dikatakan oleh Syaikh Zaruq rahimahullahu Ta’ala.

Subjek Ilmu Tasawuf


Subjeknya atau pokok perbincangannya ialah mengenai perbuatan-perbuatan hati (sentuhannya, tekadnya dan ketetapa nnya), dan jangkauan panca indera, dari sudut mensucikan dan menjernihkan.

Contoh perbuatan hati ialah sentuhannya dalam gambaran niat dan tekad, baik pada mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.

Contoh jangkauan panca indera seperti mata melihat pada yang baik dan meninggalkan pada yang tidak baik, demikian pula sentuhan tangan, penciuman, lidah dan telinga.

Faedah Ilmu Tasawuf

Faedah ilmu tasawuf adalah melatih hati dan mengenal Allah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dalam perasaan dan penghayatan, juga dari keselamatan di akhirat dan sukses mendapatkan keridhaan Allah, dan juga untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Menerangi hati dan membersihkannya, dalam arti dapat terbuka hal-hal yang mempunyai nilai kemuliaan, dan dapat melihat hal-hal yang tidak terduga, dan semoga hati dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh penglihatan mata hati orang lain.

Kelebihan Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf itu, lebih mulia dari ilmu ilmu yang lainnya, kerana ilmu tasawuf berkaitan dengan mengenal Allah Ta’ala dan mencintaiNya, sedangkan ma’rifat kepada Allah dan mencintaiNya adalah lebih mulia secara mutlak.

Sumber Ilmu Tasawuf


Ilmu tasawuf itu bersumber dari kitab suci Al-Quran, sunnah Rasulullah, ilham para shalihin yakni orang-orang yang salih dan yang merupakan kurnia-kurnia Allah terhadap para Arif billah iaitu para Wali.

Mereka para ulama yang merupakan Wali Allah telah memasukkan dalam ilmu tasawuf nilai-nilai dari ilmu fiqh, kerana sentuhan ilmu fiqh memerlukan keberadaannya dalam ilmu tasawuf, gambaran yang demikian itu telah dihuraikan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin yang isinya terbahagi kepada empat kitab:

  1. Kitab mengenai ibadat.
  2. Kitab mengenai adat (hal-hal yang sering terjadi dalam hubungan sesama manusia).
  3. Kitab mengenai hal-hal yang membinasakan (Al-Muhlikaat).
  4. Kitab mengenai hal-hal yang menyelamatkan (Al-Munjiyaat).

Nilai-nilai hukum Islam yang dimasukkan dalam ilmu tasawuf adalah untuk penyempurnaan ilmu tersebut dan bukan selaku syarat, terkecuali pada nilai-nilai yang sifatnya tidak dapat tidak, di mana nila-nilai itu berkaitan dengan ibadat.

Fadhilah Ilmu Tasawuf


Berdasarkan hal-hal yang diketahui sebelumnya, ini dapat diketahui dari dasarnya ilmu tasawuf, yakni Zat Allah Yang Maha Tinggi adalah lebih mulia secara mutlak, kerana ilmu tasawuf sejak dari permulaan sudah mengarah kepada taqwa kepada Allah s.w.t., pada pertengahannya ilmu tasawuf menunjukkan bagaimana mengenalNya dan bertekad bulat kepadaNya.

Telah berkata Al-Junaid seorang Waliyullah terkenal sebagai berikut:

“Jikalau kita mengetahui bahawa di bawah langit yang besar itu ada sesuatu yang lebih mulia daripada apa yang kita bicarakan beserta teman-teman kita, maka sungguh aku akan berusaha mencarinya.”

Telah berkata Syeikh Shaqli r.a. dalam kitabnya yang bernama AnwaarulQuluub Fi Ilmil-Mauhuub (Cahaya hati dalam ilmu pemberian Ilahi), kata beliau:

“Setiap orang yang telah membenarkan ilmu ini (ilmu tasawuf) berarti dia ‘manusia yang khusus’, dan setiap orang yang memahami ilmu ini maka ia dapat dikatakan ‘manusia yang lebih khusus’, kerana telah dapat membenarkannya, dan setiap manusia yang dapat mengungkapkannya berarti ia ‘bintang tinggi yang tidak dapat dijangkau dan lautan yang tidak dapat dikeringkan airnya’.”

Berkata Sufi yang lain:

Apabila engkau melihat manusia yang telah dibukakan padanya kejujuran yang luar biasa dalam sistem ini, maka gembiralah ia.

Apabila engkau lihat manusia dibukakan pemahaman pada ilmu tasawuf, maka berikanlah ucapan keberuntungan padanya.

Apabila engkau lihat manusia yang dibukakan baginya dapat bertutur dengan ilmu itu, maka besarkanlah dia dan apabila engkau melihat ada orang yang tidak senang pada ilmu tasawuf, maka larilah anda daripadanya, laksana anda lari dari singa dan tinggalkanlah dia.

Ilmu tasawuf merupakan ilmu yang termulia dari semua ilmu kerana ilmu tasawuf berkaitan dengan Sang Maha Pencipta, di samping mencintaiNya, yang merupakan pokok bagi keterkaitan semua ilmu yang bermanfaat dengan ilmu tasawuf itu sendiri. Sedangkan mengenal Allah dalam arti yang luas, mendalam dan menyentuh kepada iman adalah lebih mulia dari semua secara mutlak.

Referensi

Abuya Syeikh Prof. Dr. Tgk, Chiek. H. dan Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy, 2017, Al-Hikam Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf Jilid 1, Al-Waliyah Publishing