Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility?

Tanggung jawab sosial perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan ( Corporate Social Responsibility – CSR) adalah pendekatan bisnis dengan memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi seluruh pemangku kepentingan.

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen bisnis untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan masyarakat.

1 Like

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan menurut World Business Councill for Sustainable Developement (WBCSD) merupakan suatu komitmen dari dunia usaha secara berkelanjutan untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi pada komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup karyawan serta seluruh keluarganya.

Perusahaan ketika melakukan kegiatan akan menemukan tangggung jawab yang harus dipenuhi pada pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan operasi perusahaan atau pemangku kepentingan perusahaan, seperti lembaga hukum, pemegang saham, dan pihak-pihak lain di masyarakat. Macam-macam tanggung jawab perusahaan tersebut dikategorikan menjadi empat jenis (Caroll, 1979; Brummer, 1991; Peattie, 1992), yaitu:

  1. Tanggung jawab ekonomi yaitu perusahaan dituntut untuk produktif juga memproduksi barang dan menghasilkan jasa yang dikehendaki masyarakat secara umum.

  2. Tanggung jawab hukum meminta perusahaan untuk mengikuti seperangkat aturan hukum yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan bisnisnya.

  3. Tanggung jawab moral dan etika meminta perusahaan untuk mengikuti nilai-nilai etika dan norma yang berlaku di masyarakat.

  4. Tanggung jawab sosial ( philantropic ) meminta perusahaan untuk secara proaktif ikut terlibat dalam praktek-praktek yang bermanfaat bagi masyarakat di luar tanggung jawab ekonomi, hukum, dan etika.

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Integrasi CSR ke dalam bisnis memerlukan waktu yang panjang serta butuh disiplin yang tinggi, dan membutuhkan sejumlah biaya. Hanya CSR yang terintegrasi dengan bisnis saja yang bisa mendatangkan manfaat sekaligus bagi pemangku kepentingan dan perusahaan. Perusahaan yang melihat berbagai masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial sebagai peluang dan kemudian berhasil mewujudkan pemecahannya akan memenangkan persaingan.

ISO 26000: 2010 yang diluncurkan pada tanggal 1 November 2010, setelah disetujui 93% negara termasuk Indonesia, sebagai guidance atau panduan dalam penerapan menjalankan kinerja sosial yang berkelanjutan menjabarkan prinsip-prinsip yang berlaku dalam melakukan tanggung jawab sosial, yaitu;

  1. Akuntabilitas.

Organisasi dalam melakukan operasinya harus dapat membuktikan segala kegiatannya dengan benar. Prinsip ini dijalankan oleh seluruh pemangku kepentingan untuk hal-hal yang berdampak pada lingkungan dan masyarakat baik disengaja maupun tak disengaja. Oleh sebab itu, organisasi seharusnya menerima dan mendorong penyelidikan lebih mendalam atas kegiatan operasionalnya yang berdampak langsung pada masyarakat.

  1. Transparansi. Sebuah organisasi harus menyatakan dengan transparan atas seluruh keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak pada masyarakat dan lingkungan.

  2. Perilaku Etis.
    Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu, dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan integritas. Perilaku etis dapat dilakukan melalui pengembangan struktur tata kelola yang mendorong perilaku etis, membuat dan mengaplikasikan standar perilaku etis, dan meningkatkan standar perilaku etis secara terus menerus.

  3. Penghormatan pada kepentingan stakeholder.
    Sebuah organisasi harus menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh stakeholdernya yang dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi kemudian menanggapi kebutuhan, mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah, serta mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan.

  4. Kepatuhan terhadap hukum.
    Kepatuhan pada hukum adalah suatu kewajiban bagi perusahaan. Kepatuhan perusahaan tercermin dari kepatuhannya pada semua regulasi, memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang relevan, patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara adil dan imparsial, mengetahui perubahan-perubahan dalam regulasi, dan secara periodik memeriksa kepatuhannya.

  5. Penghormatan terhadap norma perilaku internasional.
    Di negara-negara dengan hukum nasional yang implementasinya kurang cukup melindungi kondisi sosial dan lingkungannya, maka sebuah organisasi harus berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional.

  6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia.
    Setiap organisasi harus menghormati hak asasi manusia, serta mengakui betapa pentingnya hak asasi manusia serta sifatnya yang universal. Prinsip ini dapat dilakukan dengan ketika terdapat situasi HAM yang tidak terlindungi, organisasi tersebut harus melindungi HAM, dan tidak mengambil kesempatan dari situasi itu, dan jika regulasi HAM di tingkat nasional tidak ada, maka organisasi harus mengacu pada standar HAM internasional.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia


Kementrian Lingkungan Hidup memberikan definisi tanggung jawab yang dilakukan perusahaan sebagai tindakan yang melampaui kepatuhan kepada segala hukum dan peraturan yang berkaitan dengan bidang usaha perusahaan, untuk:

  1. Berkomitmen pada perilaku bisnis yang etis untuk meningkatkan kualitas hidep dari para pemangku kepentingan.
  2. Berkontribusi pada keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagai bagian dari proses pembangunan berkelanjutan.

Di Indonesia tanggung jawab sosial perusahaan wajib dilakukan, namun masih erat terkait dengan sumber daya alam. Secara formal tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan baru diatur pada tahun 2007, yaitu dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam penjelasan resmi dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa ayat (1) Pasal 74 mengandung maksud menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

Perseroan yang dimaksud yaitu yang menjalankan kegiatan usaha yang mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam atau kegiatan usaha perusahaan berdampak pada sumber daya alam.

Menurut ISO 26000 karakteristik dari social responsibility mencakup 7 aspek, yaitu: tata kelola organisasi, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, praktik bisnis yang adil, isu konsumen serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat.

Dalam Global Impact terdapat 10 prinsip utama dari 4 aspek bisnis yang bertanggung jawab sosial dan berkelanjutan, yaitu:

  • Hak Asasi Manusia:

    • Prinsip 1 = pelaku bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan terhadap hak asasi manusia yang diakui secara internasional
    • Prinsip 2 = memastikan perusahaannya tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.
  • Ketenagakerjaan:

    • Prinsip 3 = pelaku bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan para karyawannya untuk berserikat dan mengadakan perundingan.
    • Prinsip 4 = menghapus segala bentuk kerja paksa dan kerja wajib.
    • Prinsip 5 = Menghapus adanya pekerja anak secara efektif
    • Prinsip 6 = menghapus diskriminasi yang terjadi pada pekerjaan dan jabatan
  • Lingkungan:

    • Prinsip 7 = pelaku bisnis harus mendukung tindakan pencegahan terhadap pengrusakan lingkungan.
    • Prinsip 8 = memiliki inisiatif dalam mempromosikan tanggung jawab lingkungan.
    • Prinsip 9 = mendorong pengembanagn dan penyebaran teknologi yang ramah lingkungan.
  • Anti Korupsi:

    • Prinsip 10 = pelaku bisnis harus melawan korupsi dalam segala bentuk, termasuk pemerasan dan penyuapan.

Dari penelitian yang dilakukan oleh CECT di Indonesia, CSR memiliki beberapa tingkatan berdasarkan ruang lingkup dan kompleksitasnya, yaitu:

  1. Kepatuhan terhadap semua hukum yang ada
  2. CSR dalam bentuk Filantropi
  3. CSR dalam bentuk Community Developement
  4. CSR dimana perusahaan menanggung dampak negatif yang timbul dari bisnisnya dan meningkatkan dampak positif bisnisnya.
  5. CSR sebagai suatu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan bisnis perusahaan (Radyati, 2010).

Ide dari CSR adalah mencoba berkontribusi pada pembangunan dan pengembangan masyarakat secara berkelanjutan. Namun, perusahaan-perusahaan di Indonesia sendiri belum seluruhnya mampu melakukan program mereka, yang diakui sebagai CSR perusahaan, secara berkelanjutan. Program CSR pada perusahaan di Indoenesia sendiri masih didominasi oleh kegiatan bantuan infrastruktur dan donasi untuk penganan bencana alam, bantuan kesehatan, serta sumbangan-sumbangan untuk kegiatan keagamaan.

Referensi

Yakovleva, Natalia. Corporate Social Responsibility in The Mining Industries, Ashgate: England 2005.

Pengertian CSR menurut Pasal 1 butir 3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yakni, komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Definisi corporate social responsibility menurut Bank Dunia yakni sebuah janji untuk menyumbang pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bersama dengan karyawan dan perwakilan mereka, untuk komunitas lokal dan masyarakat luas dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang saling menguntungkan untuk bisnis dan pembangunan.

Kegiatan pertanggungjawaban sosial juga diatur dalam PP Republik Indonesia No. 47 Tahun 2012 pasal 6 ayat 1 menyatakan “pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS” pengungkapan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dalam laporan keuangan tahunan adalah untuk mencerminkan akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakeholder. Pengungkapan ini bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholder lainnya.

CSR menurut Anggraini (2006) merupakan tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholders terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya. Sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR telah diteliti oleh Hackston dan Milne (1996), Sembiring (2005) dan Anggraini (2006). Faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR antara lain: ukuran perusahaan, kepemilikan manajemen, tipe industri, dan media exposure. Kegiatan CSR merupakan suatu komitmen sukarela yang berkelanjutan dari suatu perusahaan untuk berperilaku etis dan berkonteribusi positif pada stakeholder secara seimbang.

Ringkasan

http://digilib.unila.ac.id/2153/9/Bab%202.pdf

CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006). Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagaian keuntungannnya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional merupakan wujud nyata dari pelaksanaan CSR di Indonesia dalam upaya penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Beragam cara yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan CSR. Ada perusahaan yang mendirikan yayasan atau organisasi sosial perusahaan, bekerja sama dengan pihak lain atau dengan menjalankan sendiri CSR mulai dari perencanaan hingga implementasinya, serta ada juga perusahaan yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan CSR.

Gray et al., (2001) dalam Rakhiemah dan Agustia (2009) menyatakan bahwa CSR Disclosure merupakan suatu proses penyedia informasi yang dirancang untuk mengemukakan masalah seputar social accountability, yang mana secara khas tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan dalam media-media seperti laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan yang berorientasi sosial. Pengungkapan CSR merupakan pengungkapan suatu informasi mengenai aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan yang diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perusahaan dan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Ada tiga faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan, (Barry dan Rondinelly, 1998 dalam Ja’far dan Arifah, 2006) yaitu:

  1. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti programprogram kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan penggunaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology.

  2. Cost factory, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersuhan.

  3. Competitive requirement, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman dan Stanford, 1995 dalam Rahmawati, 2012).

Sistem manajemen lingkungan yang komprehensif terdiri dari kombinasi lima pendekatan, yaitu (Ja’far dan Arifah, 2006):

  1. Meminimalkan dan mencegah waste, merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktik- praktik yang dapat mengurangi, meminimalkan atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tuntutan aturan dan cost untuk pengawasan polusi yang semakin meningkat merupakan faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif dalam mencegah polusi.

  2. Management demand side, merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya dugunakan dalam dunia industri. Deman side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.

  3. Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada inefisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di-upgrade kembali, dan di recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya reprocessing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.

  4. Product stewardship, merupakan praktik-praktik yang dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber energi, metode processing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagai perusahaan.

  5. Full cost environmental accounting, merupakan konsep cost environmental yang secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost accounting berusaha mengidentifikasikan dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangan empat macam biaya, yaitu: biaya langsung; biaya tidak langsung; biaya tidak menentu; biaya yang tidak kelihatan

Suatu konsep yang banyak diperbincang oleh para ahli, CSR belum memiliki kesamaan dalam memberikan definisi, meskipun memiliki esensi yang sama. Johnson and Johnson (2006) mendefinisikan “Corporate Social Responsibility (CSR) is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society”.

Definisi ini diangkat dari filosofi tentang bagaimana cara mengelola perusahaan dengan baik sebagian maupun secara keseluruhan untuk mendapatkan dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang merupakan lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30 negara dunia, lewat publikasinya “Making Good Business Sense” mendefinisikan Corporate Social Responsibility: “Continuing commitmentby business to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”.

Definisi tersebut menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang diangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang diiringi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan beserta keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.

Prinsip CSR (Corporate Social Reponsibility)


Ranah tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks.Di samping itu, tanggung jawab CSR juga mengandung interprestasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (Stakeholder). Karena itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggarisbawahi pinsip dasar yang terkandung dalam tanggungjawab CSR.

Crowther David (2008) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab CSR menjadi tiga, antara lain yaitu:

  1. Sustainability
    Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Karena itu sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi masa datang.

  2. Accountability
    Merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal (Crowther David, 2008).

    Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku kepentingan. Tingkat keluasan dan keinformasian laporan perusahaan memiliki konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntanbillitas dan tanggungjawab perusahaan menentukan legitimasi stakeholder eksternal, serta meningkatkan transaksi saham perusahaan.

    Keterbukaan perusahaan atas aktivitas tanggungjawab sosial menentukan respon masyarakat bagi perusahaan. Namun informasi yang bersifat negatif justru menjadi bumerang perusahaan, dan cenderung memunculkan image negatif.

    Menurut Crowther David (2008) menyatakan akuntabilitas dan keterbukaan memiliki kemanfaatan secara sosial dan ekonomi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa informasi yang disampaikan perusahaan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mendukung pengambilan keputusan.

    Agar informasi dalam laporan perusahaan sebagai wujud akuntabilitas memenuhi kualifikasi, maka akuntabilitas seharusnya mencerminkan karakteristik antara lain:

  • Understand-ability to all paries concerned
  • Relevance to the users of the information provided
  • Reability and terms of accuracy of measurement, representation of impact and freedom from bias
  • Comparability, which implies consistency, both over time and between different organisations
  1. Transparancy
    Merupakan perinsip penting bagi pihak eksternal. Transaparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal.
    Crowther David (2008) menyatakan: “transparancy, as principle, means that the eksternal inpact of the actions of the organisation can be ascertained from that organisation as reporting and pertinent pack as are not this guised within that reporting. The effect of the action of the organisation, including eksternal impacts, should be apparent to all from using the information provided by the organisation’s reporting mechanism”.

    Transparansi merupakan satu hal yang amat peting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.

Pandangan Perusahaan Tentang Social Responsibility


CSR (Corporate Social Responsibility), dengan perjalanan waktu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan perusahaan. Hal itu karena, keberadaan perusahaan ditengah lingkungan memiliki dampak positif maupun negatif. Khusus dampak negatif memicu reaksi dan protes stakeholder, sehingga perlu menyeimbangkan lewat peran Corporate Social Responsibility sebagai salah satu strategi legitimasi perusahaan.

Edi Suharto (2008) menyatakan keberpihakan sosial perusahaan terhadap masyarakat mengandung motif, baik sosial maupun ekonomi. CSR memiliki kemanfaatan (konsekuensi) baik secara sosial maupun konsekuensi ekomomi.Biaya sosial yang dikeluarkan perusahaan memiliki manfaat meningkatkan kinerja sosial, yaitu meningkatkan legitimasi dan mengurangi komplain stakeholder.

Disamping itu, biaya sosial (biaya keberpihakan perusahaan terhadap stakeholder) juga dapat meningkatkan image baik dipasar komoditas maupun pasar modal. Kendati CSR memiliki kemanfaatan secara sosial dan ekonomi, namun ternyata perusahaan memandang secara berbeda.

Perbedaan persepsi tersebut berada secara diametral, yaitu terdapat perusahaan yang memandang bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bukan merupakan kewajiban, bahkan CSR mengandung biaya yang relatif besar yang justru mengganggu profitabilitas perusahaan.

Sementara terhadap kelompok pelaku bisnis beranggapan, bahwa CSR merupakan investasi jangka panjang, dan memiliki manfaat dalam meningkatkan image dan legitimasi, sehingga dapat dijadikan, sebagai basis konstruksi strategi perusahaan.
Cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial ke dalam tiga persepsi, yaitu:

  1. Perusahaan melakukan CSR sekedar basa-basi dan keterpaksaan. Artinya perusahaan melakukan CSR lebih karena mematuhi anjuran peraturan dan perundangan, maupun tekanan eksternal. Disamping itu, perusahaan melakukan tanggungjawab juga untuk membangun image positif, sehingga CSR bersifat jangka pendek, karitatif, insidental dan sebatas lames. Contoh riil adalah pelaksanaan bantuan saat bencana alam, dimaksudkan untuk meningkatkan simpati terhadap perusahaan. Kegiatan tersebut tidak sampai pada mendorong penguatan kehidupan masyarakat pasca bencana.

  2. CSR dilakukan perusahaan dalam rangka memenuhi kewajiban. Disini, CSR dilakukan atas dasar anjuran regulasi yang harus dipatuhi seperti undangundang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, keputusan menteri nomor KEP-04/MBU/2007 tentang program kemitraan dengan usaha kecil dan program bina lingkungan.

  3. **Perusahaan melakukan CSR bukan hanya sekedar kewajiban namun * ***. Disini CSR didudukkan sebagai bagian dari aktivitas perusahaan. CSR tumbuh secara internal. Sikap terbuka dalam memandang CSR telah masuk dalam berbagai rana. Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diukur dari economic measurement, namun juga sebagai upaya mematuhi peraturan dan perundangan, dan tanggungjawab masyarakat dan lingkungan.

    CSR didudukkan sebagai kebutuhan dalam mendukung going concern, dan merupakan investasi jangka panjang, yang dapat mendukung perusahaan. CSR bukan sekedar polesan, namun CSR bagian dari strategi dan jantung perusahaan. Perusahaan melakukan kreasi praktik CSR dan menjadi kebijakan integral terhadap strategi operasi lain. Perusahaan secara eksplisit memasukkan CSR kedalam Visi dan Misi, sehingga menjadi landasan filosofi operasional.

Referensi

http://eprints.perbanas.ac.id/489/4/BAB%20II.pdf

Terdapat beberapa pengertian Corporate Social Responsibility yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian Corporate Social Responsibility menurut Ernawan (2011) adalah :

“Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomis dan legal (kepada pemegang saham atau shareholders ) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan ( stakeholders ) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban diatas, karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain.“

Corporate Social Responsibility menurut Susanto (2009) adalah :

“Sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam yang diarahkan kepada pemegang saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan kemajuan perusahaan, serta tanggung jawab ke luar dikaitkan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.”

Agoes & Ardana (2014) menyebutkan konsep Corporate Social Responsibility sebenarnya tidak banyak berbeda dengan konsep stakeholders. Pengenalan Corporate Social Responsibility merupakan upaya untuk lebih memperjelas dan mempertegas konsep stakeholders . Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan pengertian Corporate Social Responsibility. Pengertian Corporate Social Responsibility adalah perusahaan dalam pengambilan keputusan dan tindakan bisnisnya memiliki tanggung jawab baik ke dalam dan ke luar yaitu tidak hanya terbatas kepada shareholder tetapi juga stakeholder.

Konsep Corporate Social Responsibility

Terdapat konsep dalam Corporate Social Responsibility yang dikemukakan oleh Elkington (1997) yaitu konsep Triple Botton Line. Bahasan Triple Botton Line dalam Hadi (2011) yaitu meliputi:

  1. Profit , merupakan satu bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan mainstream ekonomi yang dijadikan pijakan filolofis operasional perusahaan, profit merupakan orientasi utama perusahaan.

  2. People , merupakan lingkungan masyarakat ( Community ) dimana perusahaan berada yang mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Community memiliki interrelasi kuat dalam menciptakan nilai bagi perusahaan, sehingga hampir tidak mungkin perusahaan mampu menjalankan operasi secara survive tanpa didukung masyarakat sekitar.

  3. Planet , merupakan lingkungan fisik (sumberdaya fisik) perusahaan yang memiliki signifikan terhadap eksistensi perusahaan yang merupakan tempat dimana perusahaan menopang. Satu konsep hubungan perusahaan dengan alam yang bersifat sebab-akibat.kerusakan lingkungan, eksploitasi tanpa batas keseimbangan, cepat atau lambat akan menghancurkan perusahaan dan masyarakat.

Manfaat Corporate Social Responsibility

Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas Corporate Social Responsibility (Susanto, 2009) yaitu:

  1. Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan.

  2. Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.

  3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan, karena bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik yang melakukan upaya peningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitarnya.

  4. Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaaan dengan para stakeholder -nya.

  5. Meningkatkan penjualan, seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide , yaitu bahwa konsumen lebih menyukai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik.

  6. Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.

Indikator Pengukuran Corporate Social Responsibility

Penelitian ini menggunakan indikator pengukuran dari Global Reporting Initiative (GRI) versi 4.0 dengan jumlah 91 pengungkapan. GRI versi 4.0 terdiri dari kategori ekonomi,
kategori lingkungan, dan kategori sosial yang terdiri dari aspek praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, aspek Hak Asasi Manusia, aspek masyarakat, serta aspek tanggung jawab atas produk. Pendekatan untuk menghitung Corporate Social Responsibility ini menggunakan variabel dummy yang mana jika perusahaan mengungkapkan diberi nilai 1 namun jika tidak mengungkapkan diberi nilai 0, selanjutnya skor dari item-item yang diungkapkan dijumlah, kemudian dihitung dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang seharusnya dilakukan. Rumus perhitungan Corporate Social Responsibility adalah :
image
Keterangan:
CSR : indeks pengungkapan CSR
V : Jumlah item yang diungkapkan perusahaan
M : Jumlah item yang seharusnya diungkapkan

Referensi

Meiyana, Aida. 2018. Pengaruh Kinerja Lingkungan, Biaya Lingkungan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan dengan Corporate Social Responsibility yebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016). Skripsi. Prodi Akuntansi Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan (Untung 2007).

Definisi CSR menurut Petkoski dan Twose (2003) yaitu sebagai komitmen bisnis untuk berperan dalam mendukung pembangunan ekonomi, bekerja sama dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.

Konsep piramida CSR yang dikembangkan Carrol dalam Saidi dan Abidin (2004) memberi justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan pandangan Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik dengan tanggung jawab filantropis yakni:

  1. Tanggung jawab ekonomis, perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang.

  2. Tanggung jawab legal, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah.

  3. Tanggung jawab etis, perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil.

  4. Tanggung jawab filantropis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Para pemilik dan pegawai yang bekerja diperusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik.

Ruang Lingkup CSR

Menurut Gray et al (2007) perusahaan bertanggung jawab secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya. Ruang lingkup tanggung jawab sosial (CSR) antara lain:

  1. Basic Responsibility adalah tanggung jawab yang muncul karena keberadaan perusahaan, seperti kewajiban membayar pajak, mentaati hukum, memenuhi standar pekerjaan, memuaskan pemegang saham.

  2. Organizational Responsibility adalah tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi kepentingan stakeholder (karyawan, konsumen, pemegang saham dan masyarakat).

  3. Societal Responsibility adalah tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan masyarakat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.

Prinsip-Prinsip CSR

Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) yang berhasil menurut Pearce II dan Robinson (2008) sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasikan misi jangka panjang yang tahan lama

Perusahaan memberikan kontribusi sosial terbesar jika mengidentifikasikan tantangan kebijakan yang penting dan berlangsung lama serta berpartisipasi pada solusinya dalam jangka panjang.

  1. Mengontribusikan yang telah dilakukan

Perusahaan memaksimalkan manfaat dan kontribusi perusahaanya jika perusahaan itu dapat meningkatkan kemampuan inti serta mengontribusikan produk dan jasa yang didasarkan pada keahlian yang digunakan dalam atau yang dihasilkan dari operasi normalnya.

  1. Mengontribusikan jasa khusus berskala besar

Perusahaan memiliki dampak sosial terbesar ketika perusahaan memberikan kontribusi khusus kepada usaha kooperasi berskala besar.

  1. Menimbang pengaruh pemerintah

Dukungan pemerintah bagi partisipasi perusahaan dalam CSR atau paling tidak kerelaanya untuk menghilangkan hambatan sehingga dapat memberikan pengaruh positif yang penting.

  1. Menyusun dan menilai total paket manfaat

Perusahaan memperoleh manfaat terbesar dari kontribusi sosialnya jika memberikan harga pada total paket manfaat. Penilaian ini sebaiknya mencakup kontribusi sosial yang diberikan maupun dampak reputasi yang memperkuat atau memperkaya posisi perusahaan di mata para konstituennya.

Implementasi CSR

Menurut Untung (2007), berdasarkan kategori perusahaan menurut implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dapat digolongkan menjadi empat macam perusahaan sebagai berikut:

  1. Kelompok hijau : Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial.

  2. Kelompok biru : Perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya.

  3. Kelompok merah : Perusahaan yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dalam keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah mendapatkan tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat.

  4. Kelompok hitam : mereka yang tak melakukan praktik CSR sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis sematamata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan, sosial sekelilingnya daam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

Bowem mendefinisikan CSR sebagai kewajiban pengusaha untuk merumuskan kebijakan, membuat keputusan, atau mengikuti garis tindakan yang diinginkan dalam hal tujuan dan nilai-nilai masyarakat.

Definisi tersebut kemudian diperbarui oleh Davis yang menyatakan bahwa keputusan dan tindakan bisnis diambil dengan alasan, atau setidaknya sebagian, melampaui kepentingan ekonomi atau teknis langsung perusahaan.

CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memerhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.

Secara konseptual, CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada penjelasan Pasal 15 huruf b menegaskan bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Business Actions for Sustainable Development (BASD) yang sebelumnya bernama World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai: “The continuing commitment by business to behave etically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large to improve their quality of life”.

Secara prinsip, rumusan WBCSD menekankan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan.

Menjelang akhir 2010, tepatnya pada tanggal 1 November 2010, telah dirilis ISO 26000 tentang Internal Guidance for Social Responsibility. Dirilisnya ISO 26000 telah menyadarkan para pihak, bahwa Tanggungjawab Sosial bukan semata-mata menjadi kewajiban korporasi, tetapi telah menjelma menjadi tanggung jawab semua pihak, baik lembaga private maupun lembaga publik, individu maupun entitas, organisasi yang mengejar laba atau yang menamakan dirinya nirlaba.

Lebih lanjut, ISO 26000 memberikan definisi yang jelas tentang tanggungjawab sosial sebagai berikut: “Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contribute to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship.”

“Tanggung jawab organisasi terkait dengan dampak, keputusan, dan kegiatan di masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; memperhitungkan harapan pemangku kepentingan, adalah sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma perilaku internasional, dan terintegrasi di seluruh organisasi dan dipraktikkan dalam hubungannya.”

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)


CSR merupakan konsep yang terus berkembang. Ia belum memiliki sebuah definisi standar maupun seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Secara konseptual, CSR juga bersinggungan dan bahkan sering dipertukarkan dengan frasa lain, seperti corporate responsibility, corporate sustainability, corporate accountability, corporate citizenship, dan corporate stewardship.

Penetapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menjadikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan yang sebelumnya merupakan suatu hal yang bersifat sukarela akan berubah menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan. Para pengusaha berargumen bahwa CSR tidak boleh dipaksakan karena bersifat sukarela dan menjadi bagian dari strategi perusahaan. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan.

CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan, termasuk program dan kebijakan perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci, yaitu:

  1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumber daya manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

  2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat (community development), perlindungan hak asasi manusia, perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.

Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memperhatikan dan melibatkan seluruh stakeholdernya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR sering dimaknai sebagai komitmen dn kegiatankegiatan sektor swasta yang lebih dari sekedar kepatuhan terhadap hukum.

Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR)


Pada prinsipnya CSR merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan para stakeholders dalam arti luas daripada sekadar kepentingan perusahaan. Setiap perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orangorang tertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana perusahaan itu melakukan aktivitas bisnisnya.

Sehingga secara positif, hal ini bermakna bahwa setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya mampu meningkatkan kesejahteraan para stakeholders-nya dengan memerhatikan kualitas lingkungan ke arah yang lebih baik. Berkaitan dengan hal tersebut, John Elkington‟s mengelompokkan CSR atas tiga aspek yang lebih dikenal dengan istilah “Triple Bottom Line”.

Ketiga aspek itu meliputi kesejahteraan atau kemakmuran ekonomi (economic prosperity), peningkatan kualitas lingkungan (environmental quality), dan keadilan sosial (social justice). Ia juga menegaskan bahwa suatu perusahaan yang ingin menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) harus memerhatikan “Triple P” yaitu profit, planet and people.Bila dikaitkan antara triple bottom line dan triple P dapat disimpulkan bahwa “Profit” sebagai wujud aspek ekonomi, “Planet” sebagai wujud aspek lingkungan, dan „People” sebagai wujud aspek sosial.

Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga komunitas setempat (lokal). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama antar stakeholders. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena itu konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.

Menurut Susanto, CSR dilihat dari segi implementasinya dapat dibagi atas tiga tahapan atau kategori yaitu:

  1. Social obligation, pada kategori ini implementasi CSR sekadar untuk memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan oleh pemerintah dan ada kesan terpaksa.

  2. Social reaction, pada tahap ini sudah muncul kesadaran oleh perusahaan akan pentingnya CSR, namun tetap saja memiliki kelemahan karena dilakukan setelah masyarakat mengalami eksternalitas yang cukup lama tanpa ada kebijakan dari perusahaan.

  3. Social reponse, pada kategori ini masyarakat dan perusahaan mencari peluang timbulnya kebaikan di tengah masyarakat. Kategori ini lebih dari sekadar pendekatan ad hoc, charity, atau tekanan pihak luar. Ia lebih merupakan sebuah dorongan internal (internally driven) dan jalinan kemitraan (partnership).

Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)


Suhandari M.P mengemukakan bahwa manfaat CSR bagi perusahaan antara lain:

  1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan.
  2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
  3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
  4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
  5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
  6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.
  7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
  8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
  9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
  10. Peluang mendapatkan penghargaan.