Apa yang dimaksud dengan Tanaman transgenik (GMO)?

Tanaman transgenik

Tanaman transgenik (GMO) merupakan organisme yang mengalami perubahan secara genetik untuk berbagai tujuan manusia. Bagaimana perkembangan GMO di Indonesia khususnya sektor pertanian serta pandangan masyarakat Indonesia mengenai GMO sesuai dengan norma dan budaya masyarakat.

Tanaman transgenik (GMO) di Indonesia yang dikembangkan di antaranya adalah padi, tomat, tebu, pepaya, singkong, dan kentang, dengan tujuan tahan terhadap hama, tahan dilingkungan yang tidak layak, dan hasil yang memuaskan. Pengembangan produk tanaman transgenik di Indonesia melibatkan beberapa universitas, seperti UNPAD, IPB dan Universtias Jember, serta peran aktif Lembaga riset LIPI dan ICABIOGRAD.

Produk produk rekayasa ini akan didaftarkan terlebih dahulu untuk mendapatkan hak paten pada Dirjen HAKI di alamat http://www.dgip.go.id/. Dirjen HAKI memfasilitasi basis data untuk menelusuri status paten di alamat http://estatushki.dgip.go.id/.

2 Likes

Genetically Modified Organisms (GMO) adalah organisme dimana bahan genetik (DNA) yang telah ada mengalami perubahan dengan cara yang tidak terjadi secara alami (melalui perkawinan) atau rekombinasi alami atau dengan kata lain merupakan organisme yang gen-gennya telah diubah dengan menggunakan teknik rekayasa genetika.

Dalam kehidupan manusia, pemanfaatan Genetically Modified Organisms (GMO) terlihat jelas dalam aspek makanan dan kesehatan atau obat-obatan. Berdasarkan aspek makanan, GM ( Genetically Modified ) plants telah digunakan sebagai hasil panen olahan yang dikonsumsi manusia dan hewan. Hasil panen dapat dihasilkan dengan lebih cepat menggunakan teknik rekayasa genetika daripada cara yang konvensional. Hasil panen dapat diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakterisitk yang dapat menyesuaikan atau memiliki daya tahan terhadap kekeringan, hama dan herbisida. Sedangkan untuk obat-obatan, GMO diberlakukan dalam kandungan sebagai berikut:

  • Insulin sebagai pengobatan untuk penderita diabetes. Dalam proses pembuatan insulin, bakteri tertentu dimodifikasi secara genetika agar dapat menyerupai gen insulin manusia dan protein yang terkandung mengalami proses sintesisasi oleh bakteri tersebut.

  • GMO dapat memproduksi obat-obatan lain seperti hormon pertumbuhan.

  • GMO kini banyak digunakan untuk vaksin kepada Hepatitis B (diproduksi dari ragi), dan banyak jenis vaksin lainnya yang sedang dikembangkan menggunakan teknologi GMO.

  • Di masa depan, GMO dapat digunakan untuk terapi gen untuk memperbaiki organisme yang mengalami kondisi genetika tertentu.

  • Dalam bidang tekstil, kapas GM telah diciptakan agar tahan hama serangga sehingga menghasilkan panen dengan lebih baik.

Tanaman transgenik di Indonesia yang dikembangkan diantaranya adalah padi, tomat, tebu, pepaya, singkong, dan kentang dengan menambahkan gen yang memiliki sifat resisten terhadap salinitas, hama dan kekeringan. Pengembangan produk tanaman transgenik di Indonesia melibatkan beberapa universitas seperti UNPAD, IPB dan Universtias Jember, serta peran aktif Lembaga riset LIPI dan ICABIOGRAD. Produk produk rekayasa yang telah dibuat akan didaftarkan terlebih dahulu untuk mendapatkan hak paten pada Dirjen HAKI di alamat http://www.dgip.go.id/. Dirjen HAKI juga memfasilitasi basis data untuk menelusuri status paten di alamat http://estatushki.dgip.go.id/. Dengan demikian, sebelum mendaftarkan produknya, pemohon diharapkan benar-benar mengetahui bahwa produk yang didaftarkan adalah produk yang baru.

Referensi

Davey, O. M. 2018. Penerapan Precautionary Principle Terhadap Pemanfaatan Genetically Modified Organisms Menurut Cartagena Protocol on Biosafety dan The Sanitary and Phytosanitary Agreement . [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Prianto, Y. & Yudhasasminta, S. 2017. Tanaman Genetically Modified Organism (GMO) dan Perspektif Hukumnya di Indonesia. Journal of Biology . 10(2): 133-142.

1 Like

Transgenik adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (BPPT, 2000). Tanaman trabsgenik biasa disebut Genetically Modified crops (GM crops) atau organisme yang mengalami rekayasa genetika (Genetically Modified Organisms, GMOs).

Tanaman transgenik merupakan tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu. Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.

Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman sebelumnya.

Pembuatan tanaman transgenik adalah dengan cara gen yang telah diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel tanaman. Melalui suatu sistem tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen ini kemudian ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke tanaman tersebut.

Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misalnya, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati.

Transgenik DNA


Prinsip dasar tentang pembuatan tanaman transgenik penting untuk dipahami agar tidak terjadi salah paham dan asumsi-asumsi negatif yang dapat merugikan penggunaan produk rekayasa genetik ini.

Pada dasarnya, teknologi rekayasa genetik terkait dengan perubahan genetik pada inang. Hal ini (perubahan genetik) sebenarnya dapat terjadi secara alami. Contoh paling sederhana adalah persilangan antara dua individu yang menghasilkan anakan yang memiliki materi genetik dari tetuanya.

DNA (Deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat)

Perubahan genetik pada individu berhubungan dengan perubahan DNA pada individu tersebut. DNA merupakan molekul dalam sel yang dapat membentuk satuan gen yang merupakan unit pewaris sifat bagi organisme seperti warna mata, warna mahkota bunga, besar buah dan lainnya. DNA memiliki untai ganda, bermuatan negatif karena gugus fosfat, sensitif terhadap perubahan pH dan banyak memiliki domain untuk berikatan dengan molekul lain (DNA, RNA atau protein). Gen biasanya diturunkan (diwariskan) dari satu individu ke anakannya melalui proses DNA rekombinasi yang biasanya terjadi pada saat pembelahan sel pada perkembangan makhluk hidup.

Pada dasarnya DNA ini dapat dimodifikasi. Urutannya bisa diubah, ditambah atau dikurangi, sehingga sifat yang dibawa oleh gen juga akan berubah. Artinya, individu tersebut bisa memiliki penampakan atau sifat yang berbeda. Misalkan, bila individu berupa tanaman padi yang rentan terhadap kekeringan ditambah dengan gen yang membawa sifat tahan kekeringan, maka tanaman padi tersebut menjadi tahan terhadap kekeringan.

Untuk memodifikasi DNA, digunakan bahan bahan yang berasal dari alam seperti enzim restriksi yang dapat memotong DNA, ligase yang dapat menggabungkan DNA dan lainnya. Sehingga, mekanisme yang berlangsung akan meniru mekanisme yang terjadi dalam sel secara alami.

Teknologi transgenik melalui rekayasa DNA mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi konvensional, yaitu:

  1. Dapat memperluas pengadaan sumber gen resisten karena sumber gen tidak hanya dapat diperoleh dari tanaman dalam satu spesies tetapi juga dari tanaman lain spesies, genus atau family dan kingdom yang berbeda. Bahkan sumber gen dapat diperoleh dari dari bakteri, fungi, dan mikroorganisme lainnya;

  2. Dapat memindahkan gen spesifik ke bagian yang spesifik pula pada tanaman, dengan kata lain, transfer gen lebih terarah, hanya gen target saja yang dimasukkan/ disisipkan pada genome tanaman „terpilih‟. Pada persilangan tradisional, transfer gen melibatkan serangkaian gen baik gen target ataupun non target.

  3. Dapat menelusuri stabilitas gen yang dipindahkan atau yang diintroduksikan ke tanaman dalam setiap generasi tanaman;

  4. Memungkinkan mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event transformasi sehingga dapat memperpendek waktu perakitan tanaman dengan resistensi ganda (multiple resistance);

  5. Dapat menelusuri dan mempelajari perilaku gen yang diintroduksi dalam lingkungan tertentu, seperti kemampuan gen suatu tanaman untuk pindah ke spesies tanaman lain (outcrossing), dan dampak negatif dari gen tersebut dalam tanaman tertentu terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran.

Status Tanaman Transgenik


Perakitan tanaman transgenik berkembang pesat setelah adanya laporan pertama kali tentang perakitan tanaman transgenik pada tahun 1984 (Horsch et al. 1984). Salah satu yang menjadi focus Utama dari penelitian tanaman transgenik adalah bagaimana proses transgenik ini dapat menghasilkan tanaman yang tahan terhadap hama penyakit tanaman.

Perakitan tanaman transgenik tahan hama merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman transgenik tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt). Pada tahun 1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yaitu jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), Maximizer, yang dibuat oleh Novartis, tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang dibuat oleh Monsanto.

Pada tahun 1996, luas area pertanaman jagung transgenik hanya 158 ha, namun pada tahun 1997 dan 1998 luas area ini meningkat masingmasing menjadi 1,20−1,60 juta hektar dan 6,70 juta hektar (Matten 1998). Sampai dengan tahun 1998, lebih dari 10 jenis tanaman telah berhasil ditransformasi untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama. Tanaman tersebut meliputi tembakau, tomat, kentang, kapas, padi, jagung, popular, whitespruce, kacang garden pea, kacang hijau, stroberi, dan kanola (Schuler et al. 1998).

Penanaman tanaman transgenik tahan hama yang mengandung gen Bt dapat mengurangi penggunaan pestisida secara nyata. Di Amerika Serikat, penggunaan insektisida mencapai US$8,11 miliar per tahun, 30% di antaranya diaplikasikan pada tanaman sayuran dan buah-buahan, 23% pada kapas, dan 15% pada padi. Dari US$8,11 miliar ini, sekitar US$2,69 miliar dapat dihemat dengan penggunaan tanaman transgenik Bt. Di Asia, biaya yang digunakan untuk pengendalian hama padi mencapai US$1 miliar, dan pada kapas sekitar US$1,90 miliar per tahun. Dengan aplikasi teknologi tanaman transgenik, biaya yang dapat dihemat mencapai US$1,20 miliar pada kapas. Pada tanaman padi diperkirakan sekitar US$400 juta biaya insektisida untuk penggerek batang dapat dihemat dengan penggunaan tanaman transgenik Bt (Krattiger 1997).

Meskipun ada pro dan kontra terhadap tanaman transgenik, area tanaman transgenik meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, area tanaman transgenik mencapai 8,30 juta hektar (James 1998; 2000). Tanaman transgenik tahan hama ini tidak hanya ditanam di negara-negara maju, namun juga di beberapa negara berkembang seperti Argentina, Cina, Meksiko, dan Indonesia. Untuk kapas Bt, luas pertanaman secara global meningkat dari 3,70 juta hektar pada tahun 1999 menjadi 5,30 juta hektar pada tahun 2000 (James 2000). Di Amerika Serikat, keuntungan yang diperoleh petani kapas dengan menanam kapas Bt mencapai US$70/ha pada tahun 1997 (Krattiger 1997). Di Indonesia, pada tahun 2000 telah dicoba menanam kapas transgenik Bollgard di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha. Menurut Makkarasang (2001), keuntungan yang diperoleh petani kapas di Sulawesi Selatan mencapai Rp3− 4 juta/ha/musim tanam.

Rekayasa Genetika Tanaman Transgenik Tahan Hama

Di Indonesia, perakitan tanaman transgenik telah dilakukan di berbagai lembaga penelitian, antara lain di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dan Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pusat Penelitian Antar Universitas seperti di Institut Pertanian Bogor (IPB). Komoditas yang diteliti dan direkayasa meliputi padi untuk ketahanan terhadap penggerek batang dan wereng cokelat, kedelai untuk ketahanan terhadap penggerek polong, ubi jalar untuk hama boleng, dan kakao untuk ketahanan terhadap penggerek buah kakao.

Kegiatan penelitian dimulai sejak tahun 1995, namun hingga kini belum ada tanaman hasil rekayasa genetika peneliti Indonesia yang dilepas. Usaha perakitan tanaman transgenik tahan hama memerlukan dana yang relatif tinggi dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Di samping itu juga diperlukan fasilitas dan peralatan yang relatif mahal. Oleh karena itu, perakitan tanaman transgenik tahan hama ini harus diprogramkan secara matang guna memaksimumkan penggunaan sumber daya yang ada. Dalam program perakitan tanaman transgenik diperlukan kerja sama antarpeneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin ilmu serangga (entomologi), kultur jaringan, biologi molekuler, dan pemuliaan tanaman. Keterkaitan disiplin ilmu ini dalam perakitan tanaman transgenik tahan hama sangat erat. Peran masing-masing disiplin ilmu dalam perakitan tanaman transgenik tahan hama diuraikan berikut ini.

  • Penentuan jenis hama target dan gen tahan yang akan digunakan

    Sebelum tanaman transgenik dirakit, perlu dilakukan penentuan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, hama kepik, dan hama pengisap polong.

    Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai, misalnya Bt-toksin, proteinase inhibitor (PI) atau gen tahan lainnya (Bahagiawati 2000). Jika pilihan jatuh pada Bt-toksin, kemudian ditentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan. Sampai saat ini paling sedikit telah dikenal enam golongan gen cry dan masing-masing gen mempunyai hama target tertentu. Untuk PI harus ditentukan kelas PI yang akan digunakan. PI yang digunakan untuk pengendalian hama terdiri atas tiga kelas, yaitu serine PI, cysteine PI, dan aspartyl PI. Baik Bt-toksin maupun PI dapat menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses pencernaannya.

    Untuk mengetahui insektisida protein yang mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan hama target dapat dilakukan percobaan in vitro atau in vivo.

    • Penelitian in vitro (dalam tabung uji) telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh produk dari suatu gen tahan terhadap enzim-enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan suatu jenis serangga. Penelitian dilakukan
      dengan mengekstraksi saluran pencernaan serangga untuk mengisolasi enzimenzimnya. Dari penelitian ini dapat diketahui jenis enzim pencernaan yang dominan pada spesies hama tersebut dan insektisida protein yang dapat dipakai untuk menghambat aktivitas pencernaan hama (Liang et al. 1991; Ceciliani et al. 1997).

    • Penelitian in vivo dapat dilakukan dengan membuat makanan buatan atau menyemprot tanaman atau bagian tanaman dengan gen produk (protein) dari kandidat gen, dilanjutkan dengan infestasi serangga target dan pengamatan pertumbuhan serangga. Dari penelitian ini dapat diketahui potensi insektisida protein dalam menghambat pertumbuhan serangga, serta dosis yang dibutuhkan untuk dapat membunuh serangga hama dimaksud (Steffens et al. 1978; Murdock et al. 1988; Kuroda et al. 1996).

  • Konfirmasi ketahanan tanaman transgenik tahan hama target

    Setelah ditentukan kandidat gen yang akan digunakan dalam proses transformasi, pekerjaan selanjutnya dapat diserahkan ke disiplin ilmu lain seperti kultur jaringan dan biologi molekuler. Peran ahli serangga (entomolog) diperlukan kembali apabila tim transformasi telah mendapatkan tanaman putative transformant. Ahli serangga diperlukan untuk menentukan kemampuan gen yang terekspresi pada tanaman transgenik dalam menahan perkembangan hama target (McManus dan Burgess 1995; Graham et al. 1997).

    Pada kasus-kasus tertentu, meskipun transgen (gen yang diintroduksi ke tanaman) telah terekspresi pada level yang tinggi pada tanaman transgenik, namun keberadaannya belum mampu menghambat pertumbuhan hama target (Nandi et al. 1999). Setelah dilakukan pengujian di laboratorium dan rumah kaca, penelitian dilanjutkan di lapangan (uji terbatas pada daerah terisolasi) untuk mengetahui penampilan tanaman transgenik di lapangan (Delanay et al. 1989; Koziel et al. 1993).

    Pengaruh tanaman transgenik terhadap hama target dan nontarget terutama musuh alaminya (Hoffmann et al. 1992; Pilcher et al. 1997) juga harus diketahui untuk memenuhi persyaratan sebelum tanaman transgenik dilepas, dan juga sebagai bahan dalam perakitan paket pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman transgenik yang akan dilepas tersebut.

  • Perakitan teknologi PHT tanaman transgenik

    Peran entomolog selanjutnya diperlukan dalam menentukan paket sistem bercocok tanam tanaman transgenik tahan hama. Entomolog diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara memantau hama yang dapat dilakukan oleh petani.

    Pemantauan ini penting untuk menentukan perlu atau tidaknya petani menyemprot pestisida untuk mengendalikan hama pada pertanaman tersebut. Monitoring juga perlu dilakukan pada musuh alami hama yang terdapat pada ekosistem pertanaman tanaman transgenik itu. Sebagai contoh, sistem paket penanaman kentang transgenik yang mengandung gen cry 3A telah diajukan oleh Fieldman dan Stone (1997).

Sumber : Bahagiawati Amirhusin, 2004, Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama, Jurnal Litbang Pertanian, 23(1)

1 Like