Apa yang dimaksud dengan talak dalam Islam?

Talak

Menurut istilah, seperti yang dituliskan al-Jaziri, talak adalah melepaskan ikatan (القيد حل (atau bisa juga disebutkan pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan.
Sayyid Sabiq mendefinikan talak dengan upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan
selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri (Sabiq, 1983). Apa yang dimaksud dengan talak dalam Islam?

Thalaq atau talak adalah pemutusan tali pernikahan dari seorang suami terhadap istri dengan alasan yang diterima secara syar’i. Talak merupakan perbuatan halal, namun dibenci oleh Allah swt. Oleh karena itu meski thalaq ini dibolehkan namun sebisa mungkin untuk dihindari, karena dalam pernikahan akan selalu ada yang namanya masalah.

Talak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu :

  1. Thalaq Raj’iy
    Yaitu thalaq yang masih memungkinkan bagi suami untuk merujuk kembali, sebab baru terjadi dua atau tiga kali.

  2. Thalaq Ba’in
    Yaitu Thalaq yang sudah jatuh tiga kali. Antara keduanya tidak dapat menjalin suami istri lagi, kecuali bila wanita itu telah menikah dengan orang lain dan telah bercerai.

Adapun pengungkapan lafal Thalaq itu, dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. Sharih (Terang-terangan)
    Yaitu suami menceraikan istrinya dengan kalimat yang jelas, walaupun tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, maka tetap jatuh talak, seperti pernyataan suami : kamu saya ceraikan.

  2. Kinayah (Sindiran)
    Yaitu kalimat talak dengan tidak terang-terangan. Apabila suami menceraikan istrinya dengan sindiran tetapi tidak dibarengi niat maka talaknya tidak jatuh.

Hukum Talak, Ialah :

  • Makruh, ini merupakan asal hukum talak

  • Sunnah, apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajibannya (nafkah) atau si perempuan tidak mau menjaga kehormatannya.

  • Wajib, apabila perselisihan antara suami istri, sementara hakim memandang perlu keduanya bercerai.

  • Haram, apabila menceraikan istri dalam keadaan haid atau menceraikan istri setelah mencampurinya.

Ringkasan

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/perbedaan-talak-satu-dua-dan-tiga

Talak secara bahasa memiliki pengertian melepas ikatan dan memisahkan. Adapun secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisinya.

Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa menurut mazhab Hanafi dan Hambali talak ialah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan di masa yang akan datang. Secara langsung maksudnya adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan oleh suami. Sedangkan “di masa yang akan datang” maksudnya adalah berlakunya hukum talak tersebut tertunda oleh suatu hal. Kemungkinan talak seperti itu adalah talak yang dijatuhkan dengan syarat.

Menurut mazhab Syafi’i talak ialah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu.

Menurut mazhab Maliki talak ialah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.

Ringkasan
  • Wahbah az-Zuhailī, Fiqih Imam Syafi’i Jilid 2, alih bahasa; Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Cet 1, Jakarta: Almahira, 2010
  • Abu Malik Kamal, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007
  • Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.

Pengertian Talak


Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan talak berasal dari kata iṭ l a> q yang berarti melepaskan atau meninggalkan.1 Dalam terminologi syariat, talak berarti memutuskan atau membatalkan ikatan pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak bain ) maupun pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj’i ) dengan menggunakan lafadz tertentu. Di lihat dari konteks yang melatar belakanginya, hukum-hukum talak adalah sebagai berikut :

  • Wajib jika terjadi konflik antar pasangan suami-istri, hakim menugaskan mediator dua orang mediator untuk menilai situasi konflik tersebut. Lalu, kedua mediator itu merekomendasikan bahwa sepasang suami-istri tersebut harus bercerai. Maka suami harus menceraikan istrinya.

  • Sunnah seorang suami dianjurkan untuk melakukan talak dalam kondisi ketika istrinya kerap tidak menjalankan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat wajib, serta tidak ada kemungkinan memaksa istrinya itu melakukan kewajiban-kewajiban tersebut. Talak juga sunnah dilakukan ketika istri tidak bisa menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.

  • Mubah, talak boleh dilakukan dalam kondisi ketika suami memiliki istri yang buruk perangainya, kasar tingkah lakunya, atau tidak bisa diharapkan menjadi partner yang ideal guna mencapai tujuan-tujuan pernikahan. Makruh bila dilakukan tanpa alasan yang kuat atau ketika hubungan suami-istri baik-baik saja.

  • Haram apabila seorang istri di ceraikan dalam keadaan haid, atau keadaan suci dalam keadaan ketika ia telah disetubuhi didalam masa suci tersebut.

Abdul Djamali dalam bukunya, hukum Islam, mengatakan bahwa perceraian merupakan putusnya perkawinan antar suami-istri dalam hubungan keluarga. Dari definisi yang telah penulis kemukakan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud talak adalah melepas adanya tali perkawinan antara suami istri dengan mengunakan kata khusus yaitu kata talak atau semacamnya sehingga istri tidak halal baginya setelah ditalak.

Putusnya perkawinan dengan sebab-sebab yang dapat dibenarkan itu dapat terjadi dalam dua keadaan :

  1. Kematian salah satu pihak
  2. Putus akibat perceraian.

Berakhirnya perkawinan dalam keadaan suami dan istri masih hidup (perceraian) dapat terjadi atas kehendak suami, dapat terjadi atas kehendak istri dan terjadi di luar kehendak suami istri. Menurut hukum Islam, berakhirnya perkawinan atas inisiatif atau oleh sebab kehendak suami dapat terjadi melalui apa yang disebut talak, dapat terjadi melalui apa yang disebut ila’ dan dapat pula terjadi melalui apa yang disebut li’an, serta dapat terjadi melalui apa yang disebut dhihar. Berakhirnya perkawinan atas inisiatif atau oleh sebab kehendak istri dapat terjadi melalui apa yang disebut khiyar aib , dapat terjadi melalui apa yang disebut khulu’ dan dapat terjadi melalui apa yang disebut rafa ’ (pengaduan). Berakhirnya perkawinan di luar kehendak suami dapat terjadi atas inisiatif atau oleh sebab kehendak hakam, dapat terjadi oleh sebab kehendak hukum dan dapat pula terjadi oleh sebab matinya suami atau istri.

Sejalan dengan keterangan diatas, Fuad Said mengemukakan bahwa perceraian dapat terjadi dengan cara: talak, khulu, fasakh, li’an dan ila’. Oleh sebab itu menurut Mahmud Yunus Islam memberikan hak talak kepada suami untuk menceraikan istrinya dan hak khulu’ kepada istri untuk menceraikan suaminya dan hak fasakh untuk kedua suami-istri. Dengan demikian maka yang memutuskan perkawinan dan menyebabkan perceraian antara suami-istri ialah talak, khulu, fasakh. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113, disebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena :

  1. Kematian
  2. Perceraian
  3. Putusan Pengadilan

Dari pemaparan di atas mengenai pengertian talak telah banyak di atur namun didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak diatur mengenai pengertian perceraian tetapi hal-hal mengenai perceraian telah diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 148 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur bercerai tidak mudah, karena harus memiliki alasan-alasan yang kuat dan alasan-alasan tersebut harus benar-benar menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang isinya sebagai berikut :

Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak‛.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 seperti yang termaktub diatas maka yang dimaksud dengan perceraian perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan didepan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama. Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan diluar persidangan maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Dasar Hukum Talak


Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkan dan diatur dalam dua sumber hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Hadist. Hal ini dapat dilihat pada sumber-sumber dasar hukum berikut ini, seperti dalam surat Al- Baqarah ayat 231 disebutkan bahwa :

Artinya: ‚'Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka (hanya) untuk memberi kemudlaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa takut berbuat zalim pada dirinya sendiri, janganlah kamu jadikan hukum Allah suatu permainan dan ingatlah nikmat Allah padamu yaitu hikmah Allah memberikan pelajaran padamu dengan apa yang di turunkan itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu‛.

Hadist Rasulullah SAW bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah seperti hadis Nabi dibawah ini yang berbunyi :

Artinya: 'Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‚Perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah Azza wa Jalla adalah talak‛.

Secara tidak langsung, Islam membolehkan perceraian namun di sisi lain juga mengharapkan agar proses perceraian tidak dilakukan oleh pasangan suami istri. Hal ini seperti tersirat dalam tata aturan Islam mengenai proses perceraian. Pada saat pasangan akan melakukan perceraian atau dalam proses perselisihan pasangan suami-istri, Islam mengajarkan agar dikirim hakam yang bertugas untuk mendamaikan keduanya. Dengan demikian, Islam lebih menganjurkan untuk melakukan perbaikan hubungan suami-istri dari pada memisahkan keduanya. Perihal anjuran penunjukan hakam untuk mendamaikan perselisihan antara suami-istri dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya surat an-Nisa ayat 35 berikut ini :

Artinya: 'Dan jika kamu mengkhawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika dari kedua orang hakam bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya Allah maha Mengetahui lagi Maha Mengenal‛.

Dalam hal ini ditunjukkan pula bahwa Islam sangat berkeinginan agar kehidupan rumah tangga itu tentram dan terhindar dari keretakan, bahkan diharapkan dapat mencapai suasana pergaulan yang baik dan saling mencintai. Dan wanita yang menuntut cerai dari suaminya hanya karena menginginkan kehidupan yang menurut anggapannya lebih baik, dia berdosa dan diharamkan mencium bau surga kelak di akhirat. Karena perkawinan pada hakikatnya merupakan salah satu anugerah Ilahi yang patut disyukuri. Dan dengan bercerai berarti tidak mensyukuri anugerah tersebut (kufur nikmat). Dan kufur itu tentu dilarang agama dan tidak halal dilakukan kecuali dengan sangat terpaksa (darurat).

Referensi :
  • Abu Malik kamal, Fikih sunnah Wanita. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007)
  • Abdul Djamali, Hukum Islam, Bandung: Mandar Maju, 1997
  • Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia , Yogyakarta: Bina Cipta, 1978,

Talak secara bahasa ialah memutuskan ikatan. Diambil dari kata itlaq yang artinya adalah melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan nmenurut istilah syara’, talak yaitu “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri. Dalam istilah fiqh talak mempunyai dua arti, yaitu arti yang umum dan arti yang khusus. Talak menurut arti yang umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh Hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri.

Talak dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami. Dengan pengertian talak tersebut, maka jelas yang dimaksud dengan talak adalah melepaskan ikatan antara suami-isteri, sehingga diantara keduanya tidak berhak berkumpul lagi dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan suami-isteri tanpa diadakan rujuk terlebih dahulu dalam masa iddahnya.

Dasar Penetapan Talak dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Mengenai penetapan talak terdapat pada al-Qur’an dan as-Sunnah, yaitu sebagai berikut:

  • Dalil dari al-Qur’an :

    image

    Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (al-Baqarah: 229)

  • Dalil dari as-Sunnah
    Diantaranya sebuah al-Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwasannya dia menalak isterinya yang sedang haid. Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: “Dari Ibnu Umar, bahwasannya ia telah menceraikan isterinya ketika sang isteri sedang dalam haid pada zaman Rasulullah Saw. lalu Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw. beliau bersabda, “Perintahkan kepadanya agar dia merujuk isterinya, kemudian membiarkan bersamanya sampai suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya, dia bisa mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya (menceraikannya) sebelum menyentuhnya (jima’) jika mau. Itulah iddah seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para isteri yang ditalak dapat langsung menghadapinya (iddah)” .
    (HR. Bukhari dan Muslim).