Apa yang dimaksud dengan tahwil atau takwil?

Tahwil mempunyai makna pemalingan atau juga berarti pengalihan pusaka dari seseorang kepada orang lain.

Apa yang dimaksud dengan tahwil ?

Secara laughwi (etimologis), ta’wil berasal dari kata al-awl, artinya kembali; atau dari kata al ma’al artinya tempat kembali. Muhammad husaya al-dzahabi , mengemukakan bahwa dalam pandangan ulama salaf (klasik), ta’wil memilki dua pengertian :

  • Pertama : penafsirkan suatu pembicaraan teks dan menerangkan maknanya, tanpa mempersoalkan apakah penafsiran dan keterangan itu sesuai dengan apa yang tersurat atau tidak.

  • Kedua : ta’wil adalah substansi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan itu sendiri (nafs al- murad bi al-kalam). Jika pembicaraan itu berupa tuntutan , maka tak’wil-nya adalah perbuatan yang dituntut itu sendiri. Dan jika pembicaraan itu berbentuk berita. Maka yang dimaksud adalah substansi dari suatu yang di informasikan.

Sedangkan pengertian Ta’wil, menurut sebagian ulama, sama dengan Tafsir. Namun ulama yang lain membedakannya, bahwa ta’wil adalah mengalihkan makna sebuah lafazh ayat ke makna lain yang lebih sesuai karena alasan yang dapat diterima oleh akal [As-Suyuthi, 1979: I, 173].

Sehubungan dengan itu, Asy-Syathibi [t.t.: 100] mengharuskan adanya dua syarat untuk melakukan penta’wilan, yaitu:

  • Makna yang dipilih sesuai dengan hakekat kebenaran yang diakui oleh para ahli dalam bidangnya [tidak bertentangan dengan syara’/akal sehat],

  • Makna yang dipilih sudah dikenal di kalangan masyarakat Arab klasik pada saat turunnya Alquran].

Secara Terminologi, Ulama Salaf mendefinisikan takwil sebagai berikut:

  • Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa

    “Sesungguhnya takwil itu dalah ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”

  • Imam Al-Amudi dalam kitab Al-Mustasfa:

    “Membawa makna lafazh zohir yang memunyai ihtimal (probabilitas) kepada makna lain yang didukung dalil”.

Perbedaan antara syariat dan hakekat dalam memahami Al-Qur’an dan Hadist diantaranya adalah beda sudut pandangan… Syariat memandang secara luarnya dengan tafsir, adapun hakekat memandang esensinya dengan takwil…

Saya akan beri contoh ringan disini

“(Allah) berfirman wahai iblis apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tanganKu… " Shad :75

Di ayat diatas ada istilah “tangan Allah”… Tentu saja ini sedikit membawa problem bagi sebuah tafsir… Sebab kalau mengatakan tangan Allah, itu menunjukkan Allah punya tangan, masuk kategori mujasimah, atau menjisimkan Allah, menyamakan Allah dengan makhluk… Dilain sisi, kalau tidak ditulis “tangan”, nyatanya tulisannya memang aslinya tertulis “tangan Allah” (kedua tanganKu)… Lalu tafsirnya ada yang mentafsirkan “kedua tanganKu” menjadi “kekuasaanKu”… Ini bukan tafsir namun interpretasi atau takwil… Jadi pada ayat itu, tafsir dirubah jadi takwil… Yaitu mentakwilkan “tangan Allah” menjadi “kekuasaan Allah”…

Dalam banyak sekali ayat Qur’an, terutama yang berkaitan dengan diri Allah, tafsir banyak mengalami perubahan dijadikan takwil… Untuk menghindari menjisimkan Allah atau mujasimah…

Dalam keilmuan hakekat, yang digali dari Al-Quran adalah takwil ini, yaitu pemahaman atas esensi atau isi dalam, yaitu hakekatnya dari sebuah ayat… Dititik inilah acapkali terjadi beda pandangan antara syariat dan hakekat, sebab yang satu menitik beratkan pada tafsirnya, yang lain menitik beratkan pada takwilnya…

Takwil sendiri adalah sesuatu yang mesti mengandalkan ilham Ketuhanan, sebab tanpa ilham Ketuhanan takwil tidak akan menemukan makna sejati dan hakiki dari firman Tuhan… Sebab takwil itu tidak ada buku petunjuk maupun referensinya, yang ada hanya kitab tafsir, belum ada kitab takwil… Dan takwil memiliki lapisan lapisan maknawiah yang banyak dan dalam… Mungkin saja disuatu masa yang akan datang, ada kitab takwil Qur’an, sebagai sesuatu kajian baru dalam agama Islam… Karena sekarang baru ada tafsir Qur’an, yang kadang sedikit diselingi takwil seperti contoh ayat di atas…