Apa yang dimaksud dengan tafsir al-Quran ?

Tafsir Alquran adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Alquran dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Alquran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Alquran, sehingga makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal yang mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya. Apa yang dimaksud dengan tafsir al-Quran ?

Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa dipahami dari al Quran S. Al-Furqan: 33. ucapan yang telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas dan jelas.

Makna


Tafsir secara akar kata berasal dari kata fa-sa-ra atau fassara yang bermakna bayana (menjelaskan), dan waddhaha (menerangkan). Dari sisi istilah, ada dua definisi:

  1. Menurut Az-Zarkasyi dalam Burhan fi 'Ulum al-Qur’an, maksudnya adalah, "Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang menerangkan maknanya, menyingkap hukum dan hikmahnya, dengan merujuk pada ilmu bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu, tashrif, bayan, ushul fiqih, qiraat, asbabun nuzul, dan nasikh mansukh.

  2. Menurut Az-Zarqani, “Tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an dengan menyingkap maknanya (dilalah), dengan maksud yang diinginkan Allah SWT, sebatas kemampuan manusia.” Definisi ini lebih ringkas daripada definisi di atas.

Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Rasulullah, berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.

Macam Tafsir


Macam-macam tafsir al Quran dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu tafsir riwayat dan tafsir dirayah.

Tafsir riwayat

Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma’tsur. Cara penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat al-Quran lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan nash dari as-Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-Quran.

Tafsir dirayah
Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra’yi. Tafsir dirayah adalah dengan cara ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat. Tafsir dirayah bukanlah menafsirkan al-Quran berdasarkan kata hati atau kehendak semata, karena hal itu dilarang berdasarkan sabda nabi:

“Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja niscaya ia harus bersedia menempatkan dirinya di neraka, dan siapa saja yang menafsirkn al-Quran dengan ra’yunya (nalar) maka hedaknya ia bersedia menempatkan diri di neraka.” (HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas)

“Siapa yang menafsirkan al-Quran dengan ra’yunya kebetulan tepat, niscaya ia telah melakukan kesalahan.” (HR. Abi Dawud dari Jundab).

Hadis-hadis di atas melarang seseorang menafsirkan al-Quran tanpa ilmu atau sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat seperti nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, tafsir dirayah ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Quran.

Kata “ tafsīr ” diambil dari kata “ fassara – yufassiru - tafsīrān ” yang berarti keterangan atau uraian.1 Sedangkan Tafsir menurut terminologi (istilah), sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan yang dikutip oleh Manna‟ al-Qaṭān ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur‟an, tentang petunjuk-petunjuk, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya tersusun serta hal-hal yang melengkapinya.

Menurut al-Kilbiy dalam kitab at-Taṣliy, sebagaimana yang telah dikutip oleh Mashuri Sirojuddin Iqbal dan A. Fudlali. Tafsir adalah mensyarahkan al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyarat, ataupun dengan tujuannya

Menurut Ali Ḥasan al-‟Ariḍ, Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz al-Qur‟an makna-makna yang ditunjukkan dan hukum- hukumnya baik ketika berdiri sendiri atau pun tersusun serta makna-makna yang dimungkinkan ketika dalam keadaan tersusun.

Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy tafsir adalah, “suatu ilmu yang di dalamnya dibahas tentang keadaan-keadaan al- Qur’an al-karim dari segi dalalahnya kepada apa yang dikehendaki Allah, sebatas yang dapat disanggupi manusia."

Sebatas yang dapat disanggupi manusia memiliki pengertian bahwa tidaklah suatu kekurangan lantaran tidak dapat mengetahui makna-makna yang mutasyabihat dan tidak dapat mengurangi nilai tafsir lantaran tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah.

Istilah tafsir merujuk kepada ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur‟an, salah satu di antaranya adalah di dalam ayat 33 dari surat al-Furqān:

Artinya: ”Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”.

Pengertian inilah yang dimaksud di dalam Lisan al-Arab dengan “ kasyf al-mugaṭṭa ” (membuka sesuatu yang tertutup), dan tafsir ialah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafal. Pengertian ini yang dimaksudkan oleh para ulama tafsir dengan “ al-īḍāḥ wa al-tabyīn ” (menjelaskan dan menerangkan). Dari sini dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah menjelaskan dan menerangkan tentang keadaan al-Qur‟an dari berbagai kandungan yang dimilikinya kepada apa yang dikehendaki oleh Allah sesuai kemampuan penafsir.

Corak Tafsir


Dalam bahasa Indonesia kosakata corak menunjuk berbagai konotasi antara lain bunga atau gambar-gambar pada kain, anyaman dan sebagainya. Misalnya dikatakan corak kain itu kurang bagus; dapat berkonotasi berjenis-jenis warna pada warna dasar. Misalnya dikatakan dasarnya putih, coraknya merah, dan dapat pula berkonotasi kata sifat yang berarti paham, macam, atau bentuk tertentu, misalnya adalah corak politiknya tidak tegas. Dalam kamus Indonesia-Arab, kosakata corak diartikan dengan “warna” dan “bentuk”.

Menurut Nashruddin Baidan corak tafsir adalah suatu warna, arah, atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir. Dari sini disimpulkan bahwa corak tafsir adalah ragam, jenis dan kekhasan suatu tafsir. Dalam pengertian yang lebih luas adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seseorang mufassir , ketika menjelaskan maksud-maksud dari al-Qur‟an. Penggolongan suatu tafsir pada suatu corak tertentu bukan berarti hanya memiliki satu ciri khas saja, melainkan setiap mufassir menulis sebuah kitab tafsir sebenarnya telah banyak menggunakan corak dalam hasil karyanya, namun tetap saja ada corak yang dominan dari kitab tafsirnya, sehingga corak yang dominan inilah yang menjadi dasar penggolongan tafsir tersebut.

Para ulama‟ tafsir mengklasifikasikan beberapa corak penafsiran al-Qur‟an antara lain adalah:

  • Corak Sufi

    Penafsiran yangk dilakukan oleh para sufi pada umumnya diungkapkan dengan bahasa misktik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran taṣawuf. Corak ini ada dua macam, yaitu :

    • Taṣawuf Teoritis

      Aliran ini mencoba meneliti dan mengkaji al-Qur‟an berdasarkan teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran orang-orang sufi. Penafsir berusaha maksimal untuk menemukan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut, faktor-faktor yang mendukung teori, sehingga tampak berlebihan dan keluar dari dhahir yang dimaksudkan syara‟ dan didukung oleh kajian bahasa. Penafsiran demikian ditolak dan sangat sedikit jumlahnya. Karya-karya corak ini terdapat pada ayat-ayat al-Qur‟an secara acak yang dinisbatkan kepada Ibnu Arabi dalam kitab al-futuhat makkiyah dan al-Fushuh.

    • Taṣawuf Praktis

      Yang dimaksud dengan taṣawuf praktis adalah tasawuf yang mempraktekan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri dalam ketaatan kepada Allah. Para tokoh aliran ini menamakan tafsir mereka dengan al-Tafsir al-Isyari yaitu menta‟wilkan ayat-ayat, berbeda dengan arti dhahir-nya berdasar isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak jelas oleh para pemimpin suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan arti dhahir yang dimaksudkan.

      Di antara kitab tafsir tasawuf praktis ini adalah Tafsīr al-Qur‟anul Karīm oleh Tusturi dan Haqāiq al-Tafsīr oleh al-Sulami.

  • Corak Falsafi

    Tafsir falsafi adalah cara penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Penafsiran ini berupaya mengompromikan atau mencari titik temu antara filsafat dan agama serta berusaha menyingkirkan segala pertentangan di antara keduanya. Di antara ulama yang gigih menolak para filosof adalah Hujjah al-Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang mengarang kitab al-Isyarat dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka. Tokoh yang juga menolask filsafat adalah Imam Fakhr Ad-Din Ar-Razi, yang menulis sebuah kitab tafsir untuk menolak paham mereka kemudian diberi judul Maf ā tiḥ al-Gaib. Kedua, kelompok yang menerima filsafat bahkan mengaguminya. Menurut mereka, selama filsafat tidak bertentangan dengan agama Islam, maka tidak ada larangan untuk menerimanya. ulama yang membela pemikiran filsafat adalah adalah Ibn Rusyd yang menulis pembelaannya terhadap filsafat dalam bukunya at-Taḥāfut at-Taḥāfut, sebagai sanggahan terhadap karya Imam al-Ghazali yang berjudul Taḥāfut al- Falāsifah.

  • Corak Fiqih atau Hukum

    Akibat perkembangannya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. Salah satu kitab tafsir fiqhi adalah kitab Ahkām al-Qur‟an karangan al-Jasshash.

  • Corak Sastra

    Corak Tafsir Sastra adalah tafsir yang didalamnya menggunakan kaidah-kaidah linguistik. Corak ini timbul akibat timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk Agama Islam serta akibat kelemahan orang Arab sendiri dibidang sastra yang membutuhkan penjelasan terhadap artikandungan Al-Qur‟an dibidang ini. Corak tafsir ini pada masa klasik diwakili oleh Zamakhsyari dengan Tafsirnya al-Kasyāf.

  • Corak 'Ilmiy

    Tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum dari temuan-temuan ilmiah yang didasarkan pada al-Qur‟an. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur‟an memuat seluruh ilmu pengetahuan secara global. Salah satu contoh kitab tafsir yang bercorak Ilmiy adalah kitab Tafsīr al-Jawāhir, karya Tanṭawi Jauhari.

  • Corak al-Adāb al-Ijtimā‟i

    Tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari segi sumber penafsirannya tafsir becorak al-Adāb al- Ijtimā‟i ini termasuk Tafsīr bi al-Ra‟yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengategorikannya sebagai tafsir campuran, karena presentase atsar dan akat sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang. Salah satu contoh tafsir yang bercorak demikian ini adalah Tafsīr al-Manar, buah pikiran Syeikh Muhammad Abduh yang dibukukan oleh Muhammad Rasyid Ridha.

Referensi :
  • Rosihan Anwar, Ulum al-Qur‟an , (Bandung: Pustaka Setia, 2013).
  • Manna‟ al-Qaṭān, Pembahasan Ilmu al-Qur‟an 2 , Terj. Halimudin, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995).
  • Mashuri Sirojuddin Iqbal dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 2005).
  • Ali Ḥasan al-„Ariḍ, Sejarah dan Metodologi Tafsir , Terj. Ahmad Akrom (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994).
  • Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur‟an , (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002).
  • Said Agil Husin al-Munawar dan Masykur Hakim, I‟jaz al-Qur‟an dan Metodologi Tafsir , (Semarang: Dina Utama Semarang (Dimas), 1994)
  • Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indoneisa , (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).
  • Rusyadi, Kamus Indonesia-Arab , (Jakarta: Rineka Cipta, 1995)
  • Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir , op.cit .
  • Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, op. cit.,.
  • Muhammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmiy Memahami al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains Modern, (Jogja: Menara Kudus, 2004).
  • Amin al-Khuli dan Nashr Abu Zayd, Metode Tafsir Sastra , Terj. Khairan Nahdiyyin, (Yogyakarta: Adab Press, 2004)

Beberapa pendapat ahli terkait dengan definisi dari tafsir adalah sebagai berikut :

  • Menurut al-Zarkasyi tafsir adalah ilmu yang berfungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah (al-Quran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya.

  • Menurut al-Jurjani tafsir adalah menjelaskan makna ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya, baik dalam konteks historisnya maupun sebab al-nuzul nya dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjukan kepada makna yang dikehendaki secara keterangan yang dapat menunjuk dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menujuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas.

  • Menurut Imam al-Zarqani tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna atau arti kehendak dari Allah Swt, sesuai dengan kehendak kemampuan manusia.

  • Menurut Abu Hayan tafsir adalah ilmu yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafadz-lafadz al-Quran disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Jadi tafsir adalah suatu ilmu yang dibahas di dalamnya cara menuturkan (membunyikan) lafad-lafad al-Quran, madlul-madlulnya baik mengenai kata tunggal maupun mengenai kata-kata tarkib dan makna-maknanya dan dipertanggungkan oleh keadaan susunan dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti mengetahui naskh , sebab nuzul , kisah yang menyatakan apa yang tidak terang (mabham) di dalam al-Quran dan lain-lain yang mempunyai hubungan rapat denganya.

Tafsir Tematik


Tafsir tematik adalah mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berbeda-beda dari surat-surat al-Quran yang berhubungan dengan satu tema tertentu kemudian menafsirkannya sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran dan tujuan-tujuan al-Quran.

  • Menurut al-Farmawi tafsir tematik adalah menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut, kemudian penafsir mulai membicarakan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan, semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik bersumber dari al-Quran sendiri, hadist Nabi Muhammad Saw maupun pemikiran nasional.

  • Menurut al-Ma‟i tafsir tematik adalah ilmu yang membahas tentang ketentuan-ketentuan al-Quran yang mempunyai satu makna dan tujuan dengan jalan mengumpulkan ayat-ayat yang berbeda kemudian mengkaji dengan cara tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula untuk menjelaskan maknanya, mengeluarkan unsur-unsurnya kemudian merangkaian dengan rangkaian yang komprehensip.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami banwa tafsir tematik adalah ilmu yang membahas tentang ketentuan-ketentuan al-Quran yang mempunyai satu makna dan tujuan dengan jalan mengumpulkan ayat-ayat yang berbeda. Para mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada ditengah masyarakat atau berasal dari al-Quran itu sendiri, kemudian tema yang telah ditetapkan dikaji secara holistik dan koprehensip dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang telah dikumpulkan tersebut dan kemudian ditafsirkan.

Contoh tafsir tematik yang ditulis oleh para tokoh yaitu kitab tafsir al- Tibyan fi Aqsamil Quran yang ditulis oleh Ibnu Qayyim, Majaz al-Quran yang ditulis oleh Abu Ubaidah, Mufradat al-Quran yang ditulis oleh al-Raghib al- Ashfahani, an-Nasikh wal Mansukh yang ditulis oleh Abu Ja‟far al Nahhas, Asbab an-Nuzul dan al-Jasahash yang ditulis oleh Abul Hasan al-Wahidi, sedangkan dalam konteks modern studi al-Quran semakin meluas dan kompleks, sehingga tidak satu pun ayat-ayat al-Quran yang terlepas dari penafsiran dengan pola tematiknya.

Referensi :

  • Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
  • Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).
  • Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Quran dan Hadis , (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008),