Apa yang dimaksud dengan syirik dalam Islam ?

Syirik merupakan dosa besar. apa dan bagaimana sebenarnya perbuatan yang termasuk syirik ?

1 Like

A post was merged into an existing topic: Apa saja bahaya dari syirik?

Menurut Ibnu Manzur, kata syirik berasal dari kalimat fi’il madhi yaitu syaraka, yang bermakna bersekutu dua orang misalnya seseorang berkata asyraka billah artinya bahwa dia sederajat dengan Allah SWT.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia syirik berarti penyekutuan Allah SWT dengan yang lain. Misalnya pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan Allah SWT, peribadatan selain kepada Allah SWT dengan menyembah patung, tempat-tempat keramat dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan-peninggalan nenek moyang, yang diyakini menentukan dan mempengaruhi jalan kehidupan.

Manakala pengertian lain bagi “sekutu” adalah peserta, rekanan, atau kawan yang ikut berserikat. Menyekutukan berarti menjadikan atau menganggap sesuatu sebagai sekutu.

Menurut Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Syirik adalah menyukutukan Allah SWT dalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, asma’ (nama-nama) dan sifat-Nya, atau salah satunya. Jika seorang hamba meyakini bahwa ada sang Pencipta atau sang Penolong selain Allah SWT, maka ia telah musyirik. Jika ia berkeyakinan bahwa ada Tuhan selain Allah SWT yang berhak untuk disembah, maka ia telah musyirik. Dan jika ia berkeyakinan bahwa ada yang menyerupai Allah SWT dalam asma’ (nama) dan sifat-Nya, maka ia telah musyirik.

Suku-suku Arab yang telah punah, seperti suku ‘Adalah dan Thamud, umat Nabi Hud dan Nabi Saleh penghuni daerah Madyan dan Saba, serta umat Nabi Syu’ib dan Nabi Sulaiman, mereka ini hidup di antara para penyembah berhala atau matahari. Bangsa Arab dari keterunan Nabi Ismail, untuk masa-masa tertentu, adalah kaum yang bertauhid dan mengikuti ajaran-ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s, akan tetapi lama- kelamaan akibat pergaulan dengan suku-suku penyembah berhala dalam masyarakat Arab jahiliah, secara beransur-ansur timbul pula kepercayaan keberhalaan sebagai ganti akidah tauhid.

Menurut Yusuf Qardhawi, syirik yang pertama kali terjadi di bumi adalah syirik kaum Nabi Nuh a.s, penyebabnya adalah ghuluw (berlebihan) terhadap orang-orang shalih.

Untuk menolak kepercayaan keberhalaan ini, Hamka memberikan dua hujjah, karena suatu ibadah hendaklah ada alasan dan dalilnya. Menurut beliau

  • Pertama, dalil dengan mempergunakan akal, berhala yang dibikin dengan tangan sendiri dianggap mempunyai kekuasaan seperti Tuhan dan disembah seperti menyembah Tuhan. Alangkah jauhnya dari akal sehat, jika manusia membuat sesuatu dengan tangannya sendiri, lalu barang yang dibuatnya dengan tangan sendiri disembah-sembahnya, karena dipercayai bahwa barang itulah yang memberikan perlindungan kepadanya.

  • Kedua, dalil bukti, yang disebutkan data dan fakta untuk mengetahui sumber dari kepercayaan yang karut itu. Kalau itu dikatakan agama, tunjukkanlah mana kitabnya yang diturunkan Allah SWT, seumpama Taurat, Injil, Zabur, dan al-Qur’an. Semuanya itu tidak ada. Hamka memberikan gambaran bahwa ajaran kebatinan merupakan karut marut dan kacau balaunya fikiran manusia. Hamka menilai bahwa manusia yang mempraktekkan ajaran kebatinan itu telah melakukan tipu daya yang cukup besar karena mengklaim dirinya telah menerima wangsit atau pesan dari yang gaib seperti halnya wahyu atau ilmu ladunni yang dimiliki oleh para ahli tasawuf, padahal kemudian terbukti bahwa wangsit itu diterimanya dari syaitan.

Pembagian Syirik


Syirik adalah perbuatan, anggapan atau i’tikad yang menyekutukan Allah SWT dengan yang lain, seakan-akan ada yang maha kuasa di samping Allah SWT. Syirik dapat dipahami dari berbagai seginya. Dalam surah an-Nisa ayat 48, Hamka menjelaskan bahwa pembagian syirik dibagikan kepada enam macam, yaitu :

  1. Syirik al-Istiqlal, yaitu menetapkan pendirian bahwa Tuhan itu ada dua dan keduanya bebas bertindak sendiri-sendiri. Seperti syiriknya orang majusi (penyembah api). Menurut mereka Tuhan itu dua, pertama Ahuramazda, Tuhan dari segala kebaikan dan Ahriman, Tuhan dari segala kejahatan.

  2. Syirik at-Tab’id, yaitu menyusun Tuhan terdiri dari beberapa Tuhan, sebagai syiriknya orang Nasrani.

  3. Syirik at-Taqrib, yaitu beribadat, memuja kepada yang selain Allah SWT untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana syiriknya orang Jahiliah zaman dahulu.

  4. Syirik at-Taqlid, yaitu memuja, beribadat kepada yang selain Allah SWT karena taqlid (turut-turutan) kepada orang lain.

  5. Syirik al-Asbab, yaitu menyandarkan pengaruh kepada sebab-sebab yang biasa, sebagaimana syiriknya orang-orang ahli filsafat dan penganut paham naturalis. Mereka berkata bahwa segala kejadian alam ini tidak ada sangkut-pautnya dengan Tuhan, meskipun Tuhan itu ada. Melainkan adalah sebab-akibat daripada alam itu sendiri.

  6. Syirik al-Aghrad, yaitu beramal bukan karena Allah SWT.

Empat yang pertama di atas, hukumnya ialah kufur menurut ijma’ ulama. Hukum yang keenam ialah maksiat (durhaka) bukan kafir, menurut ijma’. Adapun hukum syirik yang kelima mengkehendaki penjelasan. Barangsiapa yang berkata bahwa sebab-sebab yang biasa itulah yang memberi bekas menurut tabi’atnya, tidak ada sangkut-paut dengan Allah SWT kafirlah hukumnya. Dan barangsiapa yang berkata bahwa alam itu memberi bekas karena Tuhan Allah SWT telah memberikan kekuatan atasnya, orang itu fasiq.

Dari keenam pembagian syirik tersebut, penulis dapati bahwa lima yang pertama di atas tergolong syirik besar, serta yang keenam adalah syirik kecil dan boleh berubah kepada syirik besar jika keyakinannya sungguh- sungguh bukan karena Allah SWT.

Pembagian syirik secara kuantitas, dapat dibahagi tiga yaitu :

  1. Syirik Uluhiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya Tuhan lain selain Dia, sebagai pencipta alam semesta.

  2. Syirik Rububiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya Tuhan lain selain Dia, sebagai pemelihara dan pengatur alam semesta.

  3. Syirik ‘Ubudiyyah, yaitu menyekutukan Allah SWT dalam arti meyakini adanya Tuhan lain selain Dia, sebagai yang disembah. Dengan kata lain, seseorang menyembah Allah SWT sekaligus menyembah tuhan-tuhan lain.

Selanjutnya, secara kualitas syirik dapat dibagi dua, yaitu :

  1. Syirik besar (al-Syirk al-Akbar), yaitu meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT. Disebut syirik besar karena menyekutukan Tuhan secara keseluruhan. Begitu besarnya, sehingga dosa pelaku syirik ini tidak diampuni Allah. Secara teologis tidak semua orang musyrik disamakan dengan kafir, karena di antara mereka ada yang tetap percaya kepada Allah SWT, tidak sama dengan orang kafir yang sebenarnya. Namun, karena dosa-dosanya tidak diampuni Tuhan, maka di akhirat ia akan masuk neraka.

  2. Syirik kecil (al-Syirk al-Asqhar), yaitu melakukan sembahan bukan karena Allah SWT, tetapi karena manusia. Misalnya, seseorang melaksanakan shalat bukan karena Tuhan, tetapi karena manusia, agar disebut alim. Dalam Islam syirik bentuk ini disebut juga dengan riya. Disebut syirik kecil karena menyekutukan Tuhan hanya dalam beribadah.

Dalam kehidupan modern kedua jenis syirik di atas sering dijumpai. Banyak orang yang menyekutukan Tuhan, menganggap Tuhan dua atau banyak, atau menganggap uang dan jabatan sebagai Tuhan lain bersama Tuhan, sehingga apa pun dikorbankan untuk memperolehnya. Hal yang sama juga terjadi dalam syirik kecil. Misalnya, banyak orang melakukan kebaikan hanya karena manusia, untuk memperoleh sanjungan, kehormatan atau jabatan. Orang bersedekah kepada fakir miskin agar disebut dermawan, sehingga mendapat dukungan untuk jabatan tertentu, dan sebagainya.

Kedua jenis syirik di atas harus dihindari, karena dapat merusak keimanan seseorang. Bagaimanapun banyaknya kebaikan yang dilakukan seseorang, ia akan lansung dipengaruhi oleh kedua jenis syirik di atas masih bersarang dalam hatinya. Bahkan syirik dapat merusak dunia.

Firman Allah SWT :

“Kalau ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan yang lain dari Allah SWT, nescaya rosaklah pentadbiran kedua-duanya. maka (bertauhidlah kamu kepada Allah SWT dengan menegaskan): Maha suci Allah SWT, Tuhan Yang mempunyai Arasy, dari apa yang mereka sifatkan.” (Qs. al-Anbiya’ : 22)

Mengenai bahaya syirik ini menurut HAMKA “Mempersekutukan Tuhan adalah aniaya yang besar, yaitu aniaya diri sendiri, aniaya yang besar seseorang terhadap dirinya kalau ia mengakui adanya Tuhan selain Allah SWT, sebab jiwa manusia adalah mulia. Tuhan mengajarkan untuk membersihkan jiwa tersebut. Manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi. Sebab itu, manusia harus mengabdi kepada Allah SWT dan berhubung lansung dengan-Nya.

Adapun perbedaan di antara syirik besar syirik kecil dapat diringkaskan sebagaimana berikut :

  • Bahwa sesungguhnya syirik besar (akbar), pelakunya tidak diampuni Allah SWT, kecuali dengan bertaubat. Sedangkan (pelaku) syirik kecil (ashghar) berada dibawah kehendak Allah SWT, (kalau Dia kehendaki diampuni-Nya).

  • Syirik besar dapat menggugurkan (menghapus) semua amalan, sedang syirik kecil tidak membatalkan kecuali amalan yang secara lansung dicampurinya.

  • Sesungguhnya Syirik besar itu mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, sedangkan syirik kecil tidaklah demikian.

  • Pelaku syirik besar kekal abadi di dalam neraka dan diharamkan kepadanya surga, sedangkan (pelaku) syirik kecil, pelakunya seperti (pelaku) dosa-dosa yang lain (tergantung kehendak Allah SWT).

Secara realitas pula, syirik terbagi kepada dua macam, yaitu :

  1. Syirk Zhahir (syirik nyata), yaitu dalam bentuk ucapan dan perbuatan.

    Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan selain Nama Allah SWT. Sumpah adalah salah satu bentuk pengagungan yang hanya sesuai untuk Allah SWT.

    Rasulullah SAW bersabda :

    “Barang siapa bersumpah dengan selain Nama Allah SWT, maka ia telah berbuat kufur atau syirik”

    Syirik dan kufur yang dimaksudkan di sini adalah syirik dan kufur kecil. Adapun contoh syirik dalam perbuatan, seperti memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti menggantungkan jimat (tamimah) karena takut dari ‘ain (mata jahat) atau lainnya, akan tetapi jika seseorang meyakini bahwa kalung benang atau jimat itu sebagai penyebab untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka perbuatan ini adalah syirik ashghar, karena Allah SWT tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Adapun jika ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya dapat menolak atau mengusir marabahaya, maka perbuatan ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan diri kepada selain Allah SWT.

  2. Syirk Khafi (syirik tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang), dan lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperbagus shalatnya (karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah suaranya dalam membaca (al-Qur’an) agar didengar orang lain sehingga mereka menyanjung atau memujinya.

Bentuk-bentuk Syirik


Bentuk dan ragam syirik berbeda-beda dari masa ke masa, dan di suatu tempat dengan tempat yang lainnya. Kalau kita tengok sejarah, maka akan ditemukan beraneka ragam syirik yang dilakukan oleh beberapa kaum terdahulu. Misalnya, bentuk syirik yang dilakukan kaum Nabi Nuh AS adalah menyembah Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Mereka adalah orang-orang shalih sebelum zaman Nabi Nuh AS. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada orang-orang pada zaman itu supaya membuat gambar-gambar dan patung mereka.

Sementara itu, bentuk syirik yang dilakukan oleh Bani Israil adalah menyembah anak sapi. Bentuk kemusyrikan kaum Nasrani adalah menuhankan Nabi Isa a.s. Orang-orang Majusi melakukan kesyirikan dalam bentuk menyembah api. Sedangkan Arab Jahiliah melakukan kemusyrikan dalam bentuk mengambil pemberi syafaat dari selain Allah SWT. Kaum Jahiliah memang percaya kepada adanya Allah SWT, namun mereka mengambil patung-patung sebagai perantar (sekutu) dari Allah SWT. Dan Dzat Allah SWT tidak boleh diserupakan atau dipersekutukan dengan sesuatu apa pun.

Beberapa contoh tersebut merupakan bukti bahwa perbuatan syirik akan tetap terjadi di tengah-tengah umat manusia dengan beragam bentuknya. Untuk mengetahui ragam syirik, maka berikut adalah bentuk- bentuk syirik.

1. Sihir

Adapun sihir, ia adalah tindakan kufur dan termasuk tujuh dosa besar yang membinasakan. Sihir mengakibatkan bahaya dan tidak bermanfaat.Allah SWT berfirman yang artinya

“Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka” (Qs. al-Baqarah : 102).

Orang yang mempraktekkan sihir dianggap telah kafir. Vonis untuk penyihir adalah dibunuh. Pendapatan yang dihasilkan dari sihir adalah haram dan tercela. Orang-orang yang bodoh dan lemah iman pergi ke tukang sihir untuk meminta bantuan sihir agar menyerang atau membalaskan dendam mereka. Sebagian orang melakukan tindakan haram dengan meminta bantuan tukang sihir untuk mengatasi sihir yang menyerangnya, tetapi seharusnya ia kembali kepada Allah SWT dan mencari kesembuhan dengan firman-Nya, misalnya dengan membaca ayat-ayat perlindungan dan lain sebagainya.

2. Menyembah Kuburan

Menyembah kuburan berarti meyakini bahwa para wali yang telah meninggal bisa memenuhi kebutuhan dan menyingkirkan musibah, serta memohon pertolongan dan bantuan kepada mereka. Allah SWT berfirman yang artinya

“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia” (Qs. al-Isra’ : 23).

Begitu juga berdoa kepada orang mati, baik para nabi, orang- orang shalih taupun yang lain, untuk meminta syafaat atau untuk menghindarkan diri dari kesusahan. Padahal Allah SWT telah berfirman yang artinya

“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah SWT ada Tuhan (yang lain)?” (Qs. an-Naml : 62).

Sebagian mereka menjadikan penyebutan nama seorang syaikh atau wali sebagai kebiasaan dan rutinitasnya, ketika berdiri, duduk, tergelincir atau tertimpa kesusahan, musibah atau bencana. Sebagian penyembah kuburan berkeliling di sekitar kuburan, menyentuh dan mengusap tiang-tiangnya, mencium pintunya dan melumuri wajah mereka dengan tanahnya. Apabila melihat kuburan dan berdiri di hadapannya, mereka bersujud kepadanya dengan khusyuk dan tunduk, seraya memanjatkan permohonan dan kebutuhan, seperti kesembuhan si sakit, mendapat anak, atau melancarkan urusan. Barangkali mereka berseru memanggil penghuni kubur, “Duhai tuanku, aku datang kepada mu dari tempat yang jauh, maka jangan engkau sia-siakan permohonanku”. Padahal Allah SWT telah berfirman yang artinya,

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang menyembah selain Allah SWT, (sembahan) yang tidak dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat, dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (Qs. al-Ahqaf : 5).

Bentuk kesyirikan yang lain adalah bernazar untuk selain Allah SWT, sebagaimana dilakukan orang-orang yang bernazar untuk memasang lampu dan lilin bagi penghuni kubur.

3. Tathayyur

Tathayyur adalah menganggap sial dengan burung, seseorang, suatu tempat atau semisalnya, dan itu termasuk syirik karena pelakunya bergantung pada selain Allah SWT dengan keyakinan mendapat bahaya dari makhluk yang tidak mempunyai mafaat atau mudharat untuk dirinya sendiri. Padahal, segala sesuatu, termasuk keberuntungan dan kesialan, telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk menimpa siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah SWT akan menimpakan sebuah kesialan dan keberuntungan kepada setiap orang disesuaikan dengan amal ibadahnya, atau memang Allah SWT hendak menguji orang tersebut.

Sama halnya ketika menemukan sejumlah uang di jalan pada. Kemudian, umumkan di Koran atau di mana-mana tempat, dan hasilnya banyak yang mengaku sebagai pemilik uang tersebut. Sebagian lainnya merasa salut atas kejujuran tersebut, namun ada juga yang memberi peringatan. Kata orang tersebut, “semestinya, uang itu jangan diambil karena termasuk uang sawur (kesialan)”. Tidak ada istilah uang sial. Kesialan dan keberuntungan itu hak prerogatif Allah SWT. Jika ia menimpa manusia, maka ada sebab akibat yang membuatnya harus menimpa demikian, yang menurut ukuran, manusia tidak dapat menghitungnya.

Fenomena Syirik


Banyak orang yang mengaku muslim, tapi perbuatan mereka masih tidak bersih dari sifat syirik. Padahal, syirik merupakan dosa besar yang tidak pernah diampuni oleh Allah SWT, dan pelakunya akan dimasukkan ke neraka di akhirat kelak. Bagaimana cara menghindari perbuatan- perbuatan tersebut? Tiada jalan lain, kecuali mempertebalkan keimanan kita kepada Allah SWT semata. Selain itu, kita juga dapat mengetahui beberapa fenomena syirik yang terjadi di masyarakat, yang selama ini dianggap biasa-biasa saja, padahal mereka melakukan syirik secara jelas, baik syirik kecil maupun besar.

Dalam masyarakat, banyak sekali perbuatan dan ucapan yang berada di antara syirik besar dan syirik kecil, atau bahkan yang sudah mengarah pada kedua hal tersebut. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan tauhid atau mengotori kemurniannya. Misalnya, memang orang tersebut melakukan ibadah-ibadah mahdhah lainnya seperti shalat, puasa, dan semacamnya. Namun di sisi lain, ia juga meyakini adanya kekuatan atau kemampuan lain dari benda atau orang-orang tertentu untuk dimintai pertolongan selayaknya Allah SWT.

Padahal, Allah SWT yang berhak atas semuanya, termasuk memberi kekuatan dan kemampuan segala-galanya. Inilah yang kemudian banyak muncul di masyarakat sehingga menjadi fenomena. Disini penulis akan memaparkan beberapa fenomena syirik yang terjadi dalam masyarakat dan kemudian sama-sama kita jauhilah.

1. Membuat Sesajen untuk Menolak Ruh Jahat

Aktivitas yang termasuk syirik ini sering kali dijumpai di banyak hal dalam masyarakat. Misalnya, saat ada pembangunan jembatan, gedung, atau rumah. Pada acara peletakn batu pertama, biasanya diadakan pemotongan hewan, kemudian darahnya disiramkan atau dioleskan, dan kepala hewan ditanam di situ. Tujuannya, agar bangunan itu kokoh, kuat, lancar dalam pembangunannya, serta tidak meminta korban, terhindar dari bahaya, dan makhluk halus yang ada di situ tidak mengganggu. Ada juga yang meletakkan sesajen di atas tiang utama bangunan, agar terhindar dari gangguan makhluk halus yang berada di daerah tersebut.

Hal yang sama juga dilakukan apabila orang merasa takut melewati pohon besar, kuburan, hutan atau lembah yang dianggap angker. Kemudian, orang tersebut membuat berbagai macam bentuk sesajen yang ditaruh di tempat tersebut. Demikian halnya jika seseorang hendak lewat di sebuat tempat yang angker. Ia harus meminta izin terlebih dahulu, seperti mengucapkan “Mbah, permisi, saya mau lewat”. Terkadang, malah disertai tindakan menundukkan badan petanda tunduk, atau membunyikan klakson kenderaan sambil menjalankannya dengan pelan-pelan, dan lain sebagainya. Hal-hal semacam itu memang bentuk interaksi dengan adanya kekuatan selain Allah SWT. Namun, jika dilakukan secara demikian maka sudah termasuk syirik. Apalagi, disertai kepercayaan bahwa “penunggu” tempat tersebut dapat memberi pertolongan dengan perlakuan dan cara-cara tersebut.

2. Memakai Jimat-jimat

Keberadaan benda-benda sakti (jimat) di masyarakat kita sudah tidak asing lagi. Jimat merupakan benda atau sesuatu yang dipercayai dapat memberi manfaat, pertolongan, atau kekuatan lain. Sehingga, membuat si pemakainya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu yang popular adalah cincin akik. Misalnya, ketika batu akik diyakini memiliki daya magis karena telah “diisi” oleh dukun atau orang pintar, maka seseorang menjadikan akik itu sebagai jimat pembawa keberuntungan. Hal ini sudah menjadikannya sebagai Tuhan selain Allah SWT, padahal hanya Dia yang memiliki kuasa untuk melakukan demikian.

Sebagian dalam masyarakat sering dijumpai menggunakan bamboo kuning atau potongan tulisan Arab yang maknanya tidak jelas, yang diletakkan di atas pintu rumah. Tujuannya, agar “jin jahat” tidak bisa masuk rumah. Hal ini berarti telah mempertuhankan jimat itu, dan merupakan bentuk kesyirikan yang sangat nyata terhadap Allah SWT. Demikian pula apabila al-Qur’an Stambul (al-Qur’an berukuran sangat kecil, yang tulisannya tidak bisa dibaca kecuali dengan mikroskop) dijadikan jimat untuk menolak marabahaya, maka pelakunya juga sudah terjerumus dalam lingkaran kesyirikan.

3. Meyakini adanya sial atau bencana pada bulan-bulan atau hari-hari tertentu.

Seperti meyakini hari Rabu pada bulan Safar mengandung sesuatu musibah atau kesialan. Ini bertentangan dengan akidah Islam yang menetapkan bahwa sesuatu nikmat dan bencana adalah merupakan ketentuan dan kehendak Allah SWT semata-mata.

Adakalanya bencana itu diturunkan oleh Allah SWT adalah sebagai salah satu bentuk balasan ke atas mereka yang sengaja melakukan kemungkaran dan kerosakan. Firman Allah SWT yang artinya :

“Dan apa jua yang menimpa kamu dari sesuatu kesusahan (atau bala bencana) maka ia adalah disebabkan apa yang kamu lakukan” (Qs. asy-Syuura: 30).

4. Mendirikan rumah baru

Antara syarat dan adat istiadat yang mesti di buat untuk mendirikan rumah baru adalah seperti mengantungkan buah kelapa muda di tiang seri rumah, menanam tahi besi/emas/perak/tembaga pada setiap tiang seri rumah dan menepung tawar sebagai upacara memulih rumah tersebut.

Acara-acara tersebut akan dilakukan oleh Bomoh, kononnya untuk mengelakkan daripada di gangu oleh jin dan syaitan dan untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan kepada semua penghuni rumah tersebut. Sebenarnya upacara tersebut tidak lebih daripada upacara menjamu jin dan tidak ada kaitan dengan keselamatan dan kesejahteraan penghuni rumah itu.

5. Meyakini Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai Peristiwa dan Kehidupan Manusia.

Bentuk lain dari sikap ini adalah merujuk ramalan bintang yang dimuatkan dikoran dan majalah. Jika ia meyakini adanya pengaruh bintang dan gugusannya, maka dia musyrik. Dan jika membacanya hanya untuk hiburan, maka dia disebut bermaksiat dan berdosa, sebab tidak boleh menghibur diri dengan membaca bacaan yang berbau syirik, terlebih bisa jadi setan menyisipkan ke dalam hatinya keyakinan terhadap ramalan tersebut, sehingga menjadi sarana menuju kepada kesyirikan.

6. Mencari Kesaktian Lewat Amalan, Dzikir, atau Ritual Tertentu

Amalan-amalan dalam bentuk seperti ini sudah sangat mengakar di masyarakat kita. Memang, kedengarannya biasa-biasa saja, yaitu dengan melakukanritual amalan tertentu atau dzikir tertentu. Namun, itu diniatkan bukan hanya kepada Allah SWT. Hal semacam ini merupakan bentuk persekutuan dengan Allah SWT. Misalnya, amalan tertentu dapat membuatnya sakti dan lain sebagainya.

Orang-orang yang terbelit dan terperangkap dalam lingkaran sesat keyakinan ini mulai dari orang awam sampai para pejabat, rakyat jelata sampai orang berpangkat. Bahkan, kalangan terpelajar yang mengaku intelektual pun tak jarang menyenangi cara-cara klenik semacam ini. Mereka menyebutnya dengan membekali diri dengan ilmu, kekebalan, atau kesaktian. Padahal, itu jelas merupakan perbuatan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh lainnya adalah ketika hendak mengikuti Ujian Nasional, karena siswa takut tidak lulus sekolah akhirnya banyak di antara mereka yang pergi ke kiai-kiai untuk mendoakan pensil yang hendak dipakai ujian. Kaum pelajar tersebut kemudian mempercayai bahwa pensil doa itu mempunyai khasiat dapat membantu mengerjakan soal-soal secara benar.

Sedangkan untuk meraih kesaktian, ada yang menggunakan cara- cara klasik kebatinan, atau dengan istilah black magic (ilmu hitam) maupun white magic (ilmu putih). Adapula yang menggunakan cara-cara ritual dzikir dan berbagai amalan wirid tertentu, misalnya dengan menggunakan bacaan-bacaan Arab atau potongan ayat-ayat al-Qur’an.

7. Menisbatkan Turunnya Hujan kepada Bintang

Orang yang menisbatkan hujan kepada bintang, pelakunya dianggap kafir. Jika ia percaya bahwa bintang adalah pelaku atau faktor yang mempengaruhi turunnya hujan, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkatan syirik besar. Dan jika ia percaya bahwa bintang menyertai turunnya hujan sehingga dapat dijadikan isyarat, walaupun dengan meyakini bahwa turunnya hujan itu dengan izin Allah SWT. Maka perbuatan itu tetap haram dan pelakunya dinyatakan musyrik dengan tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid.

Menisbatkan sesuatu kepada selain Allah SWT sebagai pencipta, baik sebagai pelaku, faktor yang mempengaruhi atau faktor penyerta adalah perbuatan syirik yang kini telah banyak tersebar di kalangan masyarakat. Perbuatan itu merupakan salah satu bentuk dari pengingkaran terhadap nikmat Allah SWT dan sikap tawakkal dan bergantung kepada selain Allah SWT. Selain itu, ia juga membuka peluang bagi munculnya berbagai kepercayaan yang salah dan rusak yang pada gilirannya akan menghantarkan kepada kepercayaan penyembahan bintang. Ini adalah syirik di dalam Rububiyyah, sebab di dalamnya terkandung penafian (peniadaan) ciptaan dari penciptanya dan sebaliknya serta pemberian hak Rububiyyah kepada selain Allah SWT.

8. Menghalalkan Apa yang Diharamkan Allah SWT dan Mengharamkan Apa yang Dihalalkan-Nya.

Di antara contoh syirik besar yang kronis dan marak dilakukan adalah menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT, dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, atau meyakini bahwa ada seseorang yang memiliki hak untuk itu selain Allah SWT, atau mencari keadilan di pengadilan dengan menggunakan undang-undang jahiliyah secara ridha, pilihan sendiri dan keyakinan bolehnya tindakan tersebut. Padahal Allah SWT telah menyebutkan bentuk kufur besar ini di dalam firman-Nya yang artinya :

“Mereka menjadikan orang-orang (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah SWT”. (at- Taubah : 31).

7. Meminta Bantuan Arwah Nabi, Wali, atau Tokoh Tertentu agar Terhindar dari Bahaya.

Di masyarakat, ritual-ritual seperti ini sudah banyak dijumpai di mana-man. Berbagai ritual seperti ini dapat disaksikan pada acara-acara malam 1 Syura (Muharram). Di antara masyarakat, ada yang menyelenggarakan acara ritual di Pantai Laut Selatan. Masyarakat beramai-ramai melepaskan bermacam-macam sesajen, seperti hewanyang masih hidup, aneka makanan, bunga-bungaan dan kemenyan sambil memanggil-manggil arwah Nabi Muhammad SAW, Syekh Abdul Qadir Jailani, dan tokoh Nyai Roro Kidul. Tujuan masyarakat melakukan ini agar Nyai Roro Kidul, yang katanya menjadi penguasa di

Pantai Laut Selatan itu, tidak meminta korban pada tahun tersebut. Atau, ritual di tempat-tempat tertentu yang sering memakan korban jiwa, dengan tujuan agar terhindar dari bahaya.

Kalau ritual tersebut dilakukan denga hanya memohon kepada Allah SWT semata agar diberi keselamatan dan dijauhkan dari hal-hal yang membahayakan, maka hal itu bukanlah syirik. Akan tetapi, jika dalam ritual tersebut ada benda, makhluk, atau kekuatan lain yang diminta perlindungan dan pertolongan sepadan dengan Allah SWT, maka sudah pasti itu adalah syirik.

8. Mencari Berkah di Kuburan Wali, Kiai, dan Semacamnya.

Orang muslim berduyun-duyun pergi ke makam orang mukmin tertentu untuk ziarah sudah menjadi tradisi di masyarakat, bahkan dianggap sebagai bagian dari ibadah pada hari-hari/bulan-bulan tertentu. Misalnya, bulan Maulid (Rabi’ul Awal), menjelang Ramadhan, menjelang lebaran (Syawwal), dan lain sebagainya, banyak orang yang mendatangi kuburan-kuburan kiai, orang-orang yang dianggap wali, atau kuburan orang shalih. Masyarakat datang dari tempat yang cukup jauh dengan mencurahkan tenaga, waktu, pikiran, dan harta. Kalau hanya niatnya ingin mendoakan dan mengingat kematian, itu tidak mengapa. Namun, kalau sudah diniatkan untuk mendapat berkah, atau supaya Ramadhannya berkah dan semacamnya, maka sudah termasuk syirik. Rasulullah SAW bahkan mengingatkan yang bermaksud :

“Janganlah kalian mengadakan perjalanan jauh (untuk beribadah, berziarah, mencari berkah), kecuali hanya ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjid al-Aqsha.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).

Melakukan ritual ziarah ke kuburan-kuburan para wali atau kiai dari tempat yang jauh, maka itu sudah merupakan sesuatu yang disindir dalam hadits tersebut. Kalau ternyata tujuan dari ziarah kubur itu menyimpang dari tuntutan syariat Islam, seperti mencari berkah, meminta-minta kepada penghuni kuburan, atau mencari syafaat, maka perbuatan itu jelas merupakan syirik besar. Apabila pelakunya tidak bertaubat hingga datang kematiannya, maka Allah SWT tidak mengampuninya, dan ia kekal dalam neraka. Semoga kita terhindar dari hal-hal yang demikian.

Begitulah beberapa fenomena syirik yang banyak beredar di masyarakat. Sebagai seorang muslim yang taat, sudah seharusnya membangun sikap waspada terhadap fenomena syirik dan jangan sekali- kali melakukan perbuatan tersebut.

Referensi :
  • Ibnu Manzur, Lisanul ‘Arabi, Jilid 4, (t.t. : Darul Ma’arif, t.t.).
  • Ja’far Subhani, Studi Kritis Faham Wahabi Tauhid dan Syirik, Terj. Muhammad al- Baqir, Cet. IV, ( Bandung : Penerbit Mizan, 1992 ).
  • Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al- Kamil, (Jakarta : Darus Sunnah, 2013).
  • Yusuf Qardhawi, Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Terj. Musyaffa, Cet.
  • V, (Jakarta : Robbani Press, 2005).
  • Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz V, ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983 ).
  • Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam, Cet. II, ( Jakarta : Prenada Media, 2009 ).
  • Dasman Yahya Ma’aly, Landasan-Landasan Iman Di bawah Cahaya Al-Qur’an dan
  • Sunnah, (Madinah : Komplek Percetakan al-Qur’an Raja Fahd, 1425H).
  • Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet. 10, (Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2012).
  • Muhammad Shalih al-Munajjid, Dosa-dosa yang Diremehkan Manusia, (Solo : Zamzam, 2012).
  • Muhammad Shalih al-Munajjid, Dosa-dosa yang Diremehkan Manusia, (Solo : Zamzam, 2012).
  • M. Yusuf Abdurrahman, Tamparan-tamparan Keras Bagi Pelaku Dosa-dosa Besar, Cet. I, (Jogjakarta : Transmedia, 2012).
  • M. Yusuf Abdurrahman, Tamparan-tamparan Keras Bagi Pelaku Dosa-dosa Besar, Cet. I, (Jogjakarta : Transmedia, 2012).
  • Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Cet. 10, (Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2012).
  • Muhammad Shalih al-Munajjid, Dosa-dosa yang Diremehkan Manusia, (Solo : Zamzam, 2012).
  • M. Yusuf Abdurrahman, Tamparan-tamparan Keras Bagi Pelaku Dosa-dosa Besar, Cet. I, (Jogjakarta : Transmedia, 2012).
1 Like

Syirik secara umum dapat dimaknai menyekutukan Allah. Syirik merupakan dosa besar yang tidak terampuni, berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 48 dan Surat An-Nisa’ Ayat 116.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. An-Nisa’ ayat 48

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Surat An-Nisa’ Ayat 116

Berikut ayat-ayat Al-Quran yang membahas syirik,

Surat Az-Zumar Ayat 11
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.

(Katakan, "Aku diperintahkan untuk menyembah Allah dengan penuh ikhlas dan tulus murni, tanpa ada kesyirikan dan riyâ’ atau pamrih. Tafsir Quraish Shihab

Surat Ali 'Imran Ayat 67
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.

Surat Az-Zumar Ayat 14
Katakanlah: “Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”.

(Katakanlah, “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”) dari perbuatan syirik atau menyekutukan Allah. (Tafsir Jalalayn)

Surat Az-Zariyat Ayat 51
Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.

Maka bersegeralah taat kepada Allah. Jangan kalian jadikan tuhan yang lain bersama Allah. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah sebagai pemberi peringatan yang jelas tentang akibat syirik. Tafsir Quraish Shihab

Surat Al-An’am Ayat 82
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Surat Ibrahim Ayat 36
Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Surat Al-'Ankabut Ayat 65
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)

Surat Hud Ayat 54
Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu". Huud menjawab: "Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan,

Berdasarkan kajian para ulama. Pertama, syirik besar-nyata (syirk kabir-jaliy). Kedua, syirik kecil-tersembunyi (syirk shaghir-khafiy).

Syirik besar-nyata, yaitu suatu perbuatan yang nyata-nyata didasarkan atas anggapan bahwa ada Tuhan selain Allah, dan diyakini memiliki kekuatan untuk mengubah nasib manusia.

Sebagai contoh adalah orang-orang musyrik di zaman Nabi Muhammad SAW, dimana mereka percaya bahwa Allah adalah Pencipta alam semesta, tapi bersamaan dengan itu, mereka menyembah berhala-berhala (Latta, Uzza, Manat, dsb) yang mereka yakini memiliki kekuatan untuk memenuhi permintaan mereka.

Termasuk dalam kategori syirik pertama ini juga adalah syirik niat, yakni ketika seseorang melakukan amal kebaikan, seperti shalat, tahajud, puasa, dan lain sebagainya, bukan untuk meraih ridha Allah, melainkan untuk memperoleh balasan langsung di dunia, atau untuk tujuan duniawi lain, seperti kekuasaan dan kekayaan.

Syirik kecil-tersembunyi, yakni suatu perkataan yang secara tersirat mengakui bahwa ada yang kuasa selain Allah, atau suatu perbuatan yang ditujukan untuk selain Allah, atau kekaguman dan ketaatan kepada makhluk Allah yang melebihi batas namun tidak sampai pada tingkat penyembahan.

Contoh dari syirik yang kedua ini adalah jika ada seseorang yang berkata “obat dari dokter inilah yang membuat saya sembuh total dari penyakit saya”. Jika ingin terhindar dari syirik, maka perkataan tersebut hendaknya diubah menjadi, “atas pertolongan Allah melalui pak dokter inilah saya sembuh total”.

Termasuk juga dalam kategori syirik yang kedua ini adalah sikap riya’ atau pamer. Riya’ ini sendiri ada beberapa bentuk. Bentuk perbuatan seperti memanjangkan ruku’ atau sujud di dalam shalat, dan menunjuk-nunjukkan kekhusyu’an. Dalam bentuk penampilan, misalnya pakaian yang mengesankan kealiman, menghitam-hitamkan bekas sujud di dahi. Ada pula yang dalam bentuk perkataan, seperti memfasih-fasihkan lidah, berlebihan dalam memberikan nasehat, atau pamer hafalan dan keluasan ilmu.

1 Like

Maha Satpam

oleh Emha Ainun Najib


TANYA jawab pengajian itu menjadi hangat. Tak disangka tak dinyana anak muda berpeci yang lehernya berkalung sajadah itu mendadak meningkatkan nada suaranya.

”Saya sangat kecewa mengapa dan memprotes keras mengapa Bapak bersikap sedemikian lunak kepada orang-orang yang datang ke kuburan untuk meminta angka-angka buntutan! ” ia menuding-nuding , ”Itu jelas syirik, saya sebagai warga organisasi Islam yang sejak kelahirannya yang sejak kelahirannya bermaksud memberantas segala tahayul, bidah, khurafat, dan syirik, akan terus memberantas gejala-gejala semacam itu dalam masyarakat kita sampai titik darah penghabisan!”

Bapak ustadz terkesima. Isi pemikiran pemuda itu tidak aneh, meskipun bukan tidak menggelisahkan. Namun ”semangat juang”-nya ini! Apakah ia baru saja membaca sajaknya Chairul Anwar ”Aku” atau ”Persetujuan dengan Bung Karno” sehingga voltage suaranya meningkat? Tapi marilah bersyukur. Ini yang namanya sukses pewarisan nilai dan semangat perjuangan dari generasi satu ke generasi yang lain. Proporsi di mana dan untuk soal macam apa semangat itu mesti di terapkan, adalah soal kedua.

”Adik manis, maafkan saya kalau memang khilaf,” bapak ustadz berkata dengan lembut, ”Tapi saya berharap aspirasi kita tidak terlampau berbeda. Saya juga tidak bermaksud menularkan kebiasaan orang-orang tua untuk tidak terlalu dingin terhadap gejala-gejala. Tetapi, nyuuwun sewu, saya melihat ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pernyataan Anda tadi ibarat memasukkan sambal ke dalam es dawet…”

Para jamaah tertawa, meskipun pasti mereka belum mengerti maksudnya.

”Syirik ya syirik, tapi orang masuk kuburankan macam-macam maunya. Ada yang mau cari tengkorak, ada yang sembunyi dari tagihan rentenir, ada yang sekedar menyepi karena pusing bertengkar terus dengan istrinya yang selalu meminta barang-barang seperti yang diminta tetangganya. Terus terang saya juga sering masuk kuburan dan nyelempit di balik gerumbul-gerumbul karena sangat jenuh oleh acara macam yang kita selenggarakan mala mini, jenuh di undang kesana-kemari untuk sesuatu yang sebenarnya tidak jelas, jenuh meladeni pertanyaan-pertanyaan yang khas kaum muslimin abad-20 dari ’apa hukum merangkul rambut’ sampai ’memandang wanita itu zina apa tidak’, atau jenuh dengan pemikiran-pemikiran puber akrobat pikiran intelektualnya over-dosis. Kejenuhan itu sendiri sunnatullah atau hukum alam. Tuhan mengizinkan kita untuk merasa jenuh pada saat-saat tertentu sebagai bagian dari peran kemanusiaan. Apakah buang-jenuh di kuburan syirik?”

”Bukan itu maksud saya!” teriak sang pemuda ”saya berbicara tentang orang yang minta-minta di kuburan.”

”Baiklah,” lanjut pak ustadz. ”Syirik itu letaknya di hati dan sikap jiwa, tidak di kuburan atau kantor pemerintah. Sebaiknya kita jangan gemampang, jangan terlalu memudahkan persoalan dan gampang menuduh orang. Saya terharu anda bersedia memerangi syirik sampai titik darah penghabisan, namun saya saya juga prihatin menyaksikan Anda bersikap begitu sombong kepada orang miskin….”

”Apa maksud Bapak?” sang pemuda memotong.

”Bikinlah proposal untuk meminta biaya siapa saja yangsebenarnya suka mendatangi kuburan, terutama yang menyangkut tingkat perekonomian mereka. Kita memang tahu para pejabat suka berdukun ria dan para pengusaha mendaki Gunung Kawi, tapi siapakah pada umumnya yang berurusan dengan kuburan untuk menggali harapan penghidupan? Saya berani jamin kepada Anda bahwa 90% pelanggan kuburan adalah orang-orang kehidupan ekonominya kepepet.

Orang seperti Anda ini saya perhitungkan tidak memerlukan kuburan karena wesel dari orang-tua cukup lancer. Di samping itu syukurlah posisi social Anda. Anda termasuk dia antara sedikit anak-anak rakyat yang beruntung, memiliki peluang ekonomi untuk bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Karena Anda bersekolah sampai perguruan tinggi sehingga anda menjadi pandai dan mampu mengelola kehidupan secara lebih rasional.

Harapan anda untuk menjadi pelanggan kuburan termasuk amat kecil. Anda akan menang bersaing meniti karier melawan para tamatan sekolah menengah, para DO atau apalagi para non-sekolah. Kalaupn menjumpai persoalan-persoalan umum yang menyangkut ketidakadilan ekonomi, misalnya, Anda bukan merencanakan berkunjung ke makam Sunan Begenjil, melainkan bikin kelompok diskusi yang memperbincangkan kepentingan ekonomi dan kemapanan kekuasaan politik….”

Seperti air bah kata-kata bapak ustadz kita meluncur.

”kalaupun anda ogah terlibat bekerja dalam jajaran birokrasi kekuasaan atau tempat-tempat lain yang anda perhitungkan secara sistematik mendukung kemampuan itu, anda masih mempunyai peluang non-kuburan, misalnya, bikin badan swadaya masyarakat. Langkah pertama gerakan ketidaktergantungan itu ialah merintis ketergantungan terhadap dana luar negri di mana anda bisa numpang makan, minum, merokok, dan membeli jeans baru.

Langkah kedua, meningkatkan kreativitas proposal agar secara pasti anda bisa memperoleh nafkah dari gerakan itu. Dan langkah ketiga, menyusun kecanggihal lembaga anda sedemikian rupa sehingga anda sungguh-sungguh bisa mengakumulasikan kekayaan, bikin rumah, beli mobil, dan memapankan deposito. Juklak saya untuk itu adalah umumkan ide-ide sosialisme perekonomian sebagai komoditi kapitalisme perusahaan swadaya masyarakat anda. Kemiskinan adalah export non-migas yang subur bagi kelompok priyai pembebas rakyat di mana anda bisa bergabung…”

Bapak ustadz kita sudah tak terbendung lagi.

”dengan demikian anda bisa selamat dari budaya kuburan sampai akhir hayat. Hal-hal semacam itu tidak bisa di lakukan oleh orang-orang miskin yang hendak anda berantas syiriknya itu. Mereka tak mampu membuat proposal, takut kepada Pak Camat dan Babinsa, karena bagi mereka lebih mengerikan dibandingkan dengan hantu-hantu kuburan. Satu-satunya kesanggupan revolusioner yang masih tersisa pada orang kecil yangmelarat adalah minta harapan secara gratis ke kuburan.”

Suasana pengajian menjadi semakin senyap.

”Bapak ini ngomong apa?” potong sang pemuda lagi.

”Kepada siapa dan apa sajakah Allah cemburu pada zaman ini? Siapakah atau apakah yang dituhankan orang di negeri anda ini?

Apa yang didambakan orang melebihi Tuhan?

Apa yang dikejar diburu melebihi Tuhan?

Apa yang ditakuti orang melebihi Tuhan?

Apa yang sedemikian menghimpit memojokkan menindih orang seolah-olah berkekuatan melebihi Tuhan?

Apa dan siapa yang mendorong orang tunduk, patuh dan loyal sepenuh hidupnya kepadanya melebihi Tuhan?

Apa yang memenuhi pikiran orang, memenuhi perasaan dan impian orang lebih dari keindahan Tuhan?

Lihatlah itu, pikirkan dan terjemahkan melalui pikiran kebudayaan Anda, pikiran sosial Anda, pikiran politik Anda, pikiran ekonomi Anda, perhitungan struktural Anda…”

Suara bapak ustadz kita menjadi agak gemetar meskipun nadanya meninggi.

”Beranikah anda berangkat memberantas syirik-syirik besar yang dilatari oleh kekusaan, senjata, dan fasilitas? Beranikah anda berperang melawan diri Anda sendiri untuk mengurangi sikap gemagah kepada orang-orang lemah”
Sanggupkah Anda mengalahkan obesi kehidupan Anda sendiri untuk merintis peperangan-peperangan yang sedikit punya harga diri?”

Napas mulai agak tersengal-sengal.

”Anda begitu bangga menjadi satpam kehidupan orang lain. Bukankah Anda tampak bermaksud menjadi maha satpam yang memberantas syirik sampai titik darah terakhir. Tetapi Anda menodongkan laras senjata Anda ke tubuh semut-semut yang terancam oleh badai api sehingga menyingkir kekuburan sepi. Itu karena mata pengetahuan Anda tak pernah dicuci kecuali oleh para ulama-ulama yang memonopoli kompetisi pemikiran keagamaan, padahal mereka begitu pemalas mencici mata umatnya, kecuali persoalan yang menyangkut kepentingan posisi mereka.

Anda sudah tahu wajib, sunah, halal, makruh, dan haram, tetapi itu di terapkankan pada hal-hal yang wantah. Anda hanya bertanya orang sudah solat lohor apa belum, orang ke kuburan atau tidak, si keponakan sudah pake jilbab atau belum, mengapa Cut Nyak Dien mengelus-elus paha Teuku Umar padahal itu film citra Islam.

Anda tidak merintis penerapan kualifikasi hukum lima itu untuk persoalan-persoalan yang lebih luas. Anda tidak pernah mempersoalkan bagaimana sejarah politik perekonomian dari tikar plastik yang tiap hari Anda pakai sembayang. Anda marah pada Cristine hakim tidak pakai jiblab padahal ia muslimah, tetapi anda tuli terhadap kasus penggusuran, terhadap proses pembodohan lewat jaringan depolitisasi, terhadap proses pemiskinan, terhadap ketidakadilan social yang luas. Anda tidak belajar tahu apa saja soal-soal yang kualitasnya wajib dalam perhitungan makro structural. Anda hanya sibuk mengurusi sunah-sunah dan tidak acuh terhadap kasus-kasus yang wajib respon sifatnya… ”

”Pak! Mengapa jadi sejauh itu….?” Sahut sang pemuda.

”Dengar dulu, anak muda!” tegang wajah sang bapak. ”Itu yang menyebabkan Anda tidak memiliki perhitungan yang menyeluruh untuk akhirnya menemukan hakikat kasus syirik yang sebenarnya. Anda hanya sanggup melihat sesorang mencuri. Anda hanya tahu bahwa mencuri itu hukumnya haram, padahal melalui relativitas konteks-konteks, pencuri itu bisa halal sifatnya….” ”

Apa-apaan ini, Pak?” sang pemuda menyelonong lagi.

”Kita ini dibesarkan dalam kekalahan-kekalahan. Dalam rasa ketidakmungkinan menang, subyektivitas kita tumbuh subur. Kalau kita bercermin dan menjumpai wajah kekalahan di biliknya, kita ciptakan kemudian cermin yang mampu menyodorkan halusinasi kemenangan kita.

Kalau kita tak punya biaya untuk naik haji, naiklah kita ke puncak Gunung Bawakaraeng dan mereka telah naik haji. Kalau tak sanggup perang melawan kekuatan manusia, kita cari tuyul untuk kita taklukan. Kalau tak ada juga peluang untuk tampil di panggung sejarah, kita berduyun-duyun ke panggung narkotik kebudayaan di bidang ndangdut, diskotik si Boy, atau mengangkat seorang pencoleng menjadi dermawan sehingga hati terhibur. Kalau risi berpegang pada pilar-pilar kufur dan tan sanggup bersandar pada udara, maka melianglah kita pada lubang sempit pengetahuan keagamaan kita yang muallaf dan nadir.

Kita tak kuat naik gunung, kita susun gunung-gunung dalam tempurung. Naluri kekuasan kita tumpahkan dalam tempurung. Kita menjadi ”negara” dalam pesta syairiat dangkal umat di sekeliling kita. Kita mengawasi muda-mudi yang berboncengan motor, kita menepon pasien-pasien kita di pagi buta untuk mengecek apakah dia sudah salat subuh, kita sembahyang jamaah sambil melirik apakah orang di samping kita sudah cukup khusuk sembahyangnya. Kita menjadi puritan, menjadi ”manusia amat lokal”. Kita mendirikan kekuasan baru di mana kita adalah penguasanya… ”

Sang pemuda tak bisa tahan lagi, ”Maf, Pak! Berilah saya sedikit peluang…”

Tapi air bah terus tumpah ke bumi.

1 Like

A post was merged into an existing topic: Apa saja bahaya dari syirik?

Kata syirik berasal dari bahasa Arab “syirk” yang artinya persekutuan. Dalam al-Quran kata syirk digunakan dalam arti mempersekutukan tuhan lain dengan Allah, baik persekutuan itu mengenai Dzat- Nya, Sifat-Nya, atau Af’al-Nya, maupun mengenai ketaatan yang seharusnya ditujukan kepada-Nya saja. Al-Quran mengatakan bahwa syirik adalah perbuatan dosa atau pelanggaran yang paling berat. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya syirik itu adalah kelaliman yang paling besar.” (QS. Luqman (31): 13).

Dalam ayat lain Allah Swt. juga berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisa’ (4): 48).

Perbuatan syirik yang dipandang sebagai pelanggaran yang tidak diampuni bukanlah disebabkan karena Allah iri hati dengan sesuatu yang merupakan sekutunya. Perbuatan syirik dipandang seperti itu karena merusak akhlak manusia. Menurut al-Quran, manusia adalah khalifah (wakil) Allah di bumi (QS. al-Baqarah (2): 30), dan ini menunjukkan bahwa ia diberi kekuasaan untuk menjaga makhluk Allah yang ada di bumi. Manusia diciptakan oleh Allah untuk memerintah di dunia ini (QS. al-Jatsiah (45): 12-13). Jadi, kedudukan manusia berada di atas sekalian makhluk, bahkan di atas sekalian malaikat (QS. al-Baqarah (2): 34). Oleh karena itu, tidak pantas bagi manusia untuk mengangkat unsur-unsur makhluk sebagai tuhan.

Perbuatan syirik yang digambarkan dalam al-Quran memiliki empat bentuk. Tiga bentuk yang pertama dinyatakan sebagai berikut:

“Bahwa kami tidak akan menyembah sesuatu selain Allah, bahwa kami tidak akan menyekutukan sesuatu dengan Dia, dan bahwa sebagian kami tidak akan mengambil sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah” (QS. Ali ‘Imran (3): 64).

Adapun bentuk syirik yang keempat disebutkan tersendiri, yaitu:

“Apakah engkau melihat orang-orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai Tuhan?” (QS. al-Furqan (25): 43).

Bentuk-bentuk syirik antara lain :

  • Pertama adalah menyembah sesuatu selain Allah, seperti batu, patung, pohon, kekuatan-kekuatan alam dan benda-benda langit.

  • Kedua adalah menyekutukan sesuatu dengan Allah. Contoh syirik ini adalah mempercayai adanya dua, tiga, atau lebih oknum ketuhanan. (Baca ayat-ayat al-Quran seperti QS. an-Nahl (16): 51, QS. al- An’am (6): 100, dan QS. an-Nisa’ (4): 171.

  • Ketiga adalah seperti yang disebutkan dalam al-Quran:

    “Mereka menjadikan pendeta mereka dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah ” (QS. at-Taubah (9): 31).

  • Keempat adalah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya

    Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS. al-Furqan (25): 43).

    Manusia yang senantiasa mengikuti hawa nasfunya disebut telah berbuat syirik, karena hawa nafsu memang condong mengarahkan manusia kepada kesesatan

    Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf (12): 53).

1 Like