Apa yang dimaksud dengan suprastruktur politik?

suprastruktur politik

Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan suprastruktur politik?

Istilah suprastruktur politik berasal dari gabungan kata supra artinya atas, struktur artinya bangunan atau tata hubungan. Menurut Wikipedia BahasaIndonesia, struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungansatu dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Menurut Prof. Benny H. Hoed, struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Menurut Kantaprawira (1983:44) strukturadalah pelembagaan hubungan organisasi antara komponen yang membentuk bangunan itu.

Meriam Budiardjo (2000:8) mengemukakan pengertian politik adalah “pada umumnya dikatakan bahwa politik itu bermacam-macam kegiatan dalam suatusystem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itudan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Suprastruktur merupakan bagian yang saling berkaitan dari tingkatan yang teratas menjadi satu keasatuan . Suprastruktur politik sering disebut sebagaibangunan atas atau mesin politik resmi atau lembaga-lembaga pembuatkeputusan politik yang sah, lembaga-lembaga tersebut bertugas mengkonversiinput yang terdiri dari tuntutan, dukungan yang menghasilkan suatu output berupakebijakan publik. Itulah sekilas tentang suprastruktur politik.

Suprastruktur Politik di Indonesia


Montesquieu, membagi lembaga-embaga kekuasaan Suprastruktur Politik tersebut dalam tiga kelompok yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Politik adalah lembaga Negara formal yang keberadaannya diatur olehkonstitusi atau UUD 1945. Suprastruktur Politik Indonesia menurut UUD 1945 hasilamandemen terdiri dari:

  • Lembaga legislatif, yaitu DPR, DPD, MPR dan Presiden.
  • Lembaga eksekutif, yaitu Presiden dan kabinet.
  • Lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komsisi Yudisial.
  • Lembaga inspektif, yaitu BPK

Kekuatan Politik Indonesia terdiri dari infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Adapun Suprastruktur politik terdiri dari lembaga tinggi Negara yang biasanya termaktub dalam konstitusi Negara tersebut. Sedangkan Infrastruktur politik merupakan lembaga yang dapat mempengaruhi suprastruktur politik sebagai lembaga Negara yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan.

Adapun pengertian Suprastruktur adalah struktur politik pemerintahan yang berkaitan dengan lembaga negara yang ada, serta hubungan kekuasaan antara lembaga satu dengan yang lain1. Suprastruktruk diidentifikasikan terdiri dari tiga lembaga yaitu eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.

Relasi Supratruktur Politik

Eksekutif adalah lembaga pengelola pemerintahan atau lembaga yang menjalankan kebijakan sebagaimana telah diatur oleh undang-undang. Di Indonesia sendiri kekuasaan tersebut berada di tangan Presiden dan Wakil Presiden dibantu oleh kementrian Negara. Kekuasaan eksekutif di Indonesia sendiri berubah-ubah sesuai dengan jamannya.

Selanjutnya adalah lembaga perwakilah yang bertugas mewakili rakyat dan berwenang dalam membuat undang-undang sebagai panduan lembaga eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan yaitu lembaga legislatif. Kekuasaan itu sendiri di Indonesia ditempatkan kepada MPR, DPR, dan DPD. Secara umum teori mengenai lembaga legislatif dapat terdiri dari dua kamar (bikameral) ataupun satu kamar (unicameral). Indonesia sendiri menganut system bicameral dengan dua lembaga yang secara efektif disebut sebagai lembaga pembuat undang-undang yaitu DPR dan DPD.

Lembaga legislatif atau lembaga kehakiman. Lembaga ini pada awalnya tidak ada melainkan melekat fungsinya pada eksekutif terutama untuk bentuk Negara monarki absolute. Namun, melihat adanya konflik kepentingan manakala kerabat kerajaan melanggar undang-undang maka kekuasaan legislative ini muncul menjadi salah satu dari tiga kekuasaan politik pada masa kini. Kekuasaan kehakiman di Indonesia sendiri pada saat ini terdiri dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan komisi Yudisial. Perkembangan kehakiman di Indonesi dalam beberapa periode mengalami kemajuan dari periode sebelumnya karena adanya pola koreksi terhadap kebijakan yang dibentuk oleh kekuasaan eksekutif ataupun kekuasaan legislatif sejak munculnya Mahkamah Konstitusi.

  • Era Soekarno (1945 – 1967)

Era Soekarno, relasi antara lembaga suprastruktur pada awalnya legislatif heavy namun paska dekrit presiden 5 Juli 1959 menjadi eksekutif heavy dengan aktor tunggal yaitu Soekarno sendiri. Sedangkan Yudikatif tidak memrankan peranan signifikan dan cenderung tunduk dengan kekuasaan yang sedang berkuasa atau tidak memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak.

Legislative heavy ini dikarenakan lembaga Negara Indonesia berbentuk sistem Demokrasi Parlementer yang artinya Presiden hanya sebagai Kepala Negara sedang Kepala Pemerintahannya adalah Perdana Menteri yang membawahi kementrian dengan diisi oleh kader partai politik. Adapun pemerintahannya sering berganti dikarenakan lembaga legislative sering menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet atau perdana menteri. Adapun kebanyakan kabinet sendiri tidak berumur lebih dari satu tahun sehingga program-programnya tidak terlaksana secara tuntas.

Dapat dikatakan periode ini merupakan era ketidakstabilan politik Indonesia dikarenakan tidak adanya kelompok secara efektif menguasai parlemen lebih dari 50% sehingga efektifitas pemerintahan tidak berjalan secara baik. Periode selanjutnya (demokrasi terpimpin) pun keberadaan Soekarno sebagai kelompok elit tunggal yang menguasai struktur politik tidak berjalan lama dan akhirnya tumbang juga melalui gerakan massa (angkatan 66) yang menunjukan bahwa Indonesia terlalu besar untuk dipimpin oleh orang sebesar Soekarno sekalipun. Soekarno gagal menggandeng kekuatan politik lainnya walaupun sudah menelurkan azas nasakom dikarenakan

  • Era Soeharto (1967 – 1998)

Era Soeharto sejak awal sudah dikondisikan untuk eksekutif heavy artinya kedudukan Presiden begitu kuat apalagi di lembaga legislatif sendiri sudah dikooptasi menjadi bagian dari pendukung kepresidenan melalui partai Golkar sebagai partai hegeomik tunggal. Presiden sendiri pun adalah ketua Dewan Pembina Nasional partai golkar sebagaimana kepala daerah tingkat I (Gubernur) dan Kepala Daerah tingkat II (Walikota / Bupati) yang menjadi Dewan Pembina Partai Golkar di setiap jenjang.

  • Era Reformasi (1998 – sekarang)

Era reformasi ini ketiga lembaga suprastruktural ini seakan mewarnai konstelasi politik di era ini. Seakan-akan lembaga ini berusaha menunjukan kekuatan dan kekuasaan terhadap lembaga lain. Semisal Presiden benar-benar mewujudkan diri sebagai lembaga eksekutif yang disegani oleh legislative ataupun yudikatif karena Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan tidak dengan mudah dijatuhkan melalui mosi tidak percaya.

Legislatif pun juga seakan-akan benar-benar melakukan pengawasan terhadap lembaga lain melalui kewenangan budgeting, legislating dan controlling. Yudikatif pun juga benar-benar menunjukan kekuasaannya melalui tindakan-tindakan memenjarakan actor-aktor di legislative (anggota dewan) ataupun eksekutif (menteri) yang benar-benar telah melakukan tindakan melawan hokum baik korupsi dan sebagainya.