Robbins (2007) mendefinisikan stress adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.
Stres kerja adalah kondisi ketergantungan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dari seseorang. Orang orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kondisi kronis (Malayu S.P Hasibuan, 2009).
Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2008).
Stres kerja merupakan reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bias mengatasinya Rivai & Mulyadi, 2005). David dan Newstrom (2007) memberikan definisi tentang stres kerja yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang.
Stres kerja tidak selalu berpengaruh negatif, atau dengan kata lain stres kerja juga dapat memberikan pengaruh yang positif bagi perusahaan, dimana pada tingkat stres tertentu stres diharapkan dapat memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karyawan yang berada dalam kondisi stres kerja akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan tersebut terjadi sebagai bentuk usaha mengatasi stres kerja yang dialami.
Robbins (2007) membagi tiga jenis konsekuensi yang ditimbulkan oleh stres kerja, antara lain yaitu :
-
Gejala fisiologis
Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar, bahkan hingga sakit jantung.
-
Gejala psikologis
Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.
-
Gejala perilaku
Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang karyawan mengalami gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi suatu permasalahan atau pekerjaan yang berakibat merusak kinerja karyawan pada tingkat stres yang tinggi namun, pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Karyawan yang berada dalam kondisi stres akan memicu terjadinya burn out yang merupakan kondisi awal kemunculan kelelahan emosional. Menurut Luthans (2006), penyebab terjadinya stres kerja adalah dari faktor organisasi dan non organisasi. Penyebab yang bersifat organisasi salah satunya adalah struktur dalam organisasi sehingga dapat menimbulkan konflik dalam hubungan antar karyawan, spesialisasi, serta lingkungan yang kurang mendukung.
Hal lain dalam desain organisasi yang juga dapat menyebabkan stres antara lain adalah, level diferensiasi dalam perusahaan serta adanya sentralisasi yang menyebabkan karyawan tidak mempunyai hak untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan faktor yang bersifat non-organisasi, yaitu faktor individual, antara lain adalah tipe kepribadian karyawan. Karyawan dapat menanggapi kondisi-kondisi tekanan yang di hadapinya di perusahaan secara positif maupun negatif.
Stres dapat dinyatakan positif dan merupakan suatu peluang apabila stres tersebut dapat mempengaruhi mereka untuk meningkatkan usahanya agar memperoleh hasil optimal. Stres dapat dikatakan negatif apabila stres tersebut menyebabkan hasil yang menurun pada produktifitas karyawan.
Dalam model stres kerja yang dikembangkan oleh Ivansevich dan Matteson, “Organizational Stressor and Heart Disease”, (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) penyebab stres antara lain meliputi : Level individual, level kelompok, level organisasional, dan level ekstra organisasional.
Stressor level individual yaitu yang secara langsung dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang (person-job interface). Contoh yang paling umum stressors level individual ini adalah
-
Role overload merupakan kondisi dimana pegawai memiliki terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan atau di bawah tekanan jadwal waktu yang ketat.
-
Role conflict. Terjadi ketika berbagai macam pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Konflik ini juga terjadi ketika pegawai diperintahkan untuk melakukan sesuatu tugas/pekerjaan yang berlawanan dengan hati nurani atau moral yang mereka anut.
-
Role ambiguity. Terjadi ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara jelas. Oleh karena pegawai tidak mampu untuk menentukan secara tepat apa yang diminta organisasi dari mereka, maka mereka terus menerus merasa cemas apakah kinerja mereka telah cukup atau belum.
-
Responsibility for other people. Hal ini berkaitan dengan kemajuan karir pegawai. Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah yang tidak diinginkan akan menyebabkan para pegawai mengalami tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika mereka harus bertanggung jawab terhadap karir seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi lebih tinggi.
Rivai & Mulyadi, (2005) menyebutkan bahwa penyebab stress (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
-
Extra organizational stressors, yakni terdiri dari perubahan social teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
-
Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
-
Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan social, serta adanya konflik intra individu, interpersonal, dan intergroup.
-
Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned helplessness, efikasi diri dan daya tahan psikologis.
Sedangkan menurut Cooper dalam Rivai dan Mulyadi (2005) menyatakan bahwa indikator stress kerja terdiri dari kondisi pekerjaan, stress karena peran, faktor interpersonal, perkembangan karier, struktur organiasi dan konflik pekerjaan keluarga.