Apa yang dimaksud dengan Stres Kerja?

Stres Kerja

Stres kerja telah terwujud dalam praktik kerja yang tidak aman, penurunan kuantitas dan kualitas kinerja di tempat kerja dan pengurangan akurasi kinerja (Loosemore dan Waters, 2004; Melia dan Becerril, 2007; Halkos dan Bousinakis, 2010).

Apa yang dimaksud dengan Stres Kerja?

Slocum dan Hellrieger (2007), menyatakan stres adalah perasaan kecemasan atau ketegangan fisik yang terjadi ketika tuntutan peran atau role stressor yang dirasakan individu melebihi kemapuannya untuk mengatasi masalah. Stres kerja telah terwujud dalam praktik kerja yang tidak aman, penurunan kuantitas dan kualitas kinerja di tempat kerja dan pengurangan akurasi kinerja (Loosemore dan Waters, 2004; Melia dan Becerril, 2007; Halkos dan Bousinakis, 2010). Sesuai dengan yang di jelaskan oleh peneliti lainnya bahwa ketegangan dan stres kerja umumnya menyebabkan psikologis yang negatif dan perubahan perilaku karyawan (Hon dan Kim 2007; Jex et al., 2001).

Stres kerja menyebabkan penyimpangan pada fungsi psikologis, fisik dan tingkah laku individu yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dari fungsi normal (Beehr dan Newman, 1978). Penyebab dari stres kerja yaitu faktor organisasi, faktor individual, dan faktor lingkungan (Robbins, 2003). Stres dapat menjadi fenomena negatif jika pekerja tidak mampu mengatasi dan kurangnya dukungan sosial. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan keadaan kelelahan fisik, emosional dan mental yang mengakibatkan rendahnya produktivitas di tempat kerja (Ibem et al., 2011).

Cavanaugh et al. (2000) menjelaskan dua dimensi stres kerja yaitu challengerelated stress dan hindrance-related stress . Challenge-related stress merupakan stres yang timbul akibat pertemuan antara tantangan dan hasil dari prestasi , seperti beratnya beban kerja dan tekanan waktu kerja dalam suatu pekerjaan. Bisa dikatakan bahwa stres pada jenis ini adalah stres positif dengan merangsang kreativitas, meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja. Hindrance-related stress merupakan stres negatif yang berlebihan atau batasan-batasan yang tidak diharapkan yang menghalangi individu untuk mencapai tujuan nya (Lepine et al., 2005).

Stres kerja dapat diukur melalui enam indikator menurut Leung et al. (2007) :

  1. Prilaku pribadi, yaitu keadaan atau aktivitas dari karyawan itu sendiri dalam suatu organisasi.

  2. Dukungan sosial, yaitu dukungan dari dalam organisasi maupun luar organisasi.

  3. Konflik peran, yaitu kondisi dimana karyawan memikul tugas atau jabatan dan menanggung semua konsekuensinya yang berhubungan dengan pekerjaan dalam perusahaan.

  4. Lingkungan buruk, yaitu keadaan disekitar organisasi terutama didalam ruang kerja.

  5. Beban kerja, yaitu keadaan pekerjaan yang di bebankan kepada karyawan atau jenis pekerjaan yang harus di selesaikan tepat waktu.

  6. Situasi rumah dan pekerjaan, yaitu kondisi antara keadaan dirumah tangga dengan keadaan yang ada di perusahaan.

Terdapat penelitian yang menggunakan variabel stres kerja yang digunakan oleh Ng et al. (2005) mengenai pengelolaan stres dalam karyawan pekerjaan konstruksi. Stres kerja juga digunakan oleh Haq et al. (2008) dalam penelitiannya tentang Stres kerja yang terjadi dalam pekerja kesehatan yang ada di Pakistan. Sun dan Chio (2011) juga meneliti mengenai hubungan stres terhadap kinerja karyawan pada karyawan penerbangan. Variabel stres kerja juga digunakan oleh Hon dan Chan (2013) yang meneliti Efek dari konflik kelompok dan stres kerja terhadap kinerja karyawan.

Stres Kerja

Pengertian Stres

Tujuan yang dicapai perusahaan tidak akan terlepas dari peran dan adil setiap karyawan yang menjadi penggerak kehidupan organisasi, sehingga sudah selayaknya peran dari pemimpin para manajer perusahaan untuk dapat memahami kondisi para karyawannya, apabila karyawan terdapat beban masalah yang dapat menghambat kinerja peerusahaan maka secepatnya pimpinan dapat mengurangi dan menyelesaikan beban karyawan tersebut, terutama mengenai stress kerja yang seharusnya dikelola dengan penuh berkesinambungan agar tidak menghambat jalannya kinerja perusahaan.

Banyak permasalahan manusiawi ini tergantung pada kemajemukan masyarakat dimana para karyawan itu berasal, makin maju suatu masyarakat maka semakin banyak permasalahan. Makin tinggi kesadaran karyawan akan hak-haknya, makin banyak permasalahan yang muncul. Makin beragam nilai yang dianut para karyawannya, makin banyak konflik yang berkembang. Salah satu dari permasalahan tersebut adalah munculnya stress kerja pada karyawan.

Stres sebagai suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses pikir, dan kondisi seorang karyawan. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Rivai, 2004).

Stress merupakan suatu respon adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang. Kita sering mendengar bahwa stress merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-orang merasa stress karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang terlalu berat atau karena mengikuti perkembangan zaman (Sopiah, 2008). Stress kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

Stress kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan (Mangkunegara, 2005).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stress kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi proses dan kondisi karyawan, sehingga orang yang mengalami stress kerja menjadi nerveous. Oleh karena itu, penanganan stress kerja harus dilakukan dengan baik dan berkesinambungan dan pemimpinan harus cepat tanggap terhadap hal tersebut, karena akan berdampak pada kinerja karyawan.

Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut Robbins (2008) ada 2 faktor yang dapat menyebabkan stress yaitu:

  1. Faktor organisasi meliputi tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan antar personal. Tidak sedikit faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stress. Tekanan untuk menghindari kesalahan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang singkat, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu tidak peka dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa diantaranya sehingga dapat dikelompokkan menjadi tuntutan tugas, peran dan antar personal. Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual (otonomi, dan keragaman tugas), serta kondisi kerja. Serupa dengan hal tersebut, bekerja diruangan yang terlalu sesak atau lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stress. Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi. Beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Tidak adanya dukungan dari atasan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menyebabkan stress, terutama diantara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial tinggi.

  2. Faktor personal meliputi persoalan keluarga, persoalan ekonomi, dan kepribadian. Berdasarkan hasil survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sanagat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan masalah anak adalah bebrapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stress bagi karyawan, yang lalu terbawa sampai ketempat kerjanya. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stress bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka. Kepribadian maksudnya stress yang timbulnya dari sifat dasar seseorang. Misalnya Tipe A cenderung mengalami stress disbanding kepribadian Tipe B. bebrapa cirri kepribadian Tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yan non kompetitif.

Referensi

http://digilib.unila.ac.id/7279/13/BAB%20II.pdf

Robbins (2007) mendefinisikan stress adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.

Stres kerja adalah kondisi ketergantungan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dari seseorang. Orang orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kondisi kronis (Malayu S.P Hasibuan, 2009).

Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2008).

Stres kerja merupakan reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bias mengatasinya Rivai & Mulyadi, 2005). David dan Newstrom (2007) memberikan definisi tentang stres kerja yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang.

Stres kerja tidak selalu berpengaruh negatif, atau dengan kata lain stres kerja juga dapat memberikan pengaruh yang positif bagi perusahaan, dimana pada tingkat stres tertentu stres diharapkan dapat memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karyawan yang berada dalam kondisi stres kerja akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan tersebut terjadi sebagai bentuk usaha mengatasi stres kerja yang dialami.

Robbins (2007) membagi tiga jenis konsekuensi yang ditimbulkan oleh stres kerja, antara lain yaitu :

  1. Gejala fisiologis
    Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar, bahkan hingga sakit jantung.

  2. Gejala psikologis
    Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.

  3. Gejala perilaku
    Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang karyawan mengalami gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi suatu permasalahan atau pekerjaan yang berakibat merusak kinerja karyawan pada tingkat stres yang tinggi namun, pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja


Karyawan yang berada dalam kondisi stres akan memicu terjadinya burn out yang merupakan kondisi awal kemunculan kelelahan emosional. Menurut Luthans (2006), penyebab terjadinya stres kerja adalah dari faktor organisasi dan non organisasi. Penyebab yang bersifat organisasi salah satunya adalah struktur dalam organisasi sehingga dapat menimbulkan konflik dalam hubungan antar karyawan, spesialisasi, serta lingkungan yang kurang mendukung.

Hal lain dalam desain organisasi yang juga dapat menyebabkan stres antara lain adalah, level diferensiasi dalam perusahaan serta adanya sentralisasi yang menyebabkan karyawan tidak mempunyai hak untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan.

Sedangkan faktor yang bersifat non-organisasi, yaitu faktor individual, antara lain adalah tipe kepribadian karyawan. Karyawan dapat menanggapi kondisi-kondisi tekanan yang di hadapinya di perusahaan secara positif maupun negatif.

Stres dapat dinyatakan positif dan merupakan suatu peluang apabila stres tersebut dapat mempengaruhi mereka untuk meningkatkan usahanya agar memperoleh hasil optimal. Stres dapat dikatakan negatif apabila stres tersebut menyebabkan hasil yang menurun pada produktifitas karyawan.

Dalam model stres kerja yang dikembangkan oleh Ivansevich dan Matteson, “Organizational Stressor and Heart Disease”, (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) penyebab stres antara lain meliputi : Level individual, level kelompok, level organisasional, dan level ekstra organisasional.

Stressor level individual yaitu yang secara langsung dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang (person-job interface). Contoh yang paling umum stressors level individual ini adalah

  1. Role overload merupakan kondisi dimana pegawai memiliki terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan atau di bawah tekanan jadwal waktu yang ketat.

  2. Role conflict. Terjadi ketika berbagai macam pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Konflik ini juga terjadi ketika pegawai diperintahkan untuk melakukan sesuatu tugas/pekerjaan yang berlawanan dengan hati nurani atau moral yang mereka anut.

  3. Role ambiguity. Terjadi ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara jelas. Oleh karena pegawai tidak mampu untuk menentukan secara tepat apa yang diminta organisasi dari mereka, maka mereka terus menerus merasa cemas apakah kinerja mereka telah cukup atau belum.

  4. Responsibility for other people. Hal ini berkaitan dengan kemajuan karir pegawai. Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah yang tidak diinginkan akan menyebabkan para pegawai mengalami tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika mereka harus bertanggung jawab terhadap karir seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi lebih tinggi.

Rivai & Mulyadi, (2005) menyebutkan bahwa penyebab stress (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

  1. Extra organizational stressors, yakni terdiri dari perubahan social teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

  2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

  3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan social, serta adanya konflik intra individu, interpersonal, dan intergroup.

  4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned helplessness, efikasi diri dan daya tahan psikologis.

Sedangkan menurut Cooper dalam Rivai dan Mulyadi (2005) menyatakan bahwa indikator stress kerja terdiri dari kondisi pekerjaan, stress karena peran, faktor interpersonal, perkembangan karier, struktur organiasi dan konflik pekerjaan keluarga.

Stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam Anoraga (2001: 108). Sedangkan Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

Indikator Stres

Menurut Igor S (1997) menyatakan bahwa indikator stres kerja adalah:

  1. Intimidasi dan tekanan dari rekan sekerja, pimpinan perusahaan dan klien.

  2. Perbedaan antara tuntutan dan sumber daya yang ada untuk melaksanakan tugas dan kewajiban.

  3. Ketidakcocokan dengan pekerjaan

  4. Pekerjaan yang berbahaya, membuat frustasi, membosankan atau berulang- ulang.

  5. Beban lebih.

  6. Faktor-faktor yang diterapkan oleh diri sendiri seperti target dan harapan yang tidak realistis, kritik dan dukungan terhadap diri sendiri.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Mangkunegara (2005) berpendapat bahwa penyebab stres kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antar karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.

Handoko (1998) mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kondisi kerja yang sering menyebabkan stres bagi karyawan, diantaranya adalah

  1. Beban kerja yang berlebihan.

  2. Tekanan atau desakan waktu.

  3. Kualitas supervisor yang jelek.

  4. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

  5. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

  6. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.

  7. Berbagai bentuk perusahaan.

Konsekuensi Stres Kerja

Menurut Cox (2006) telah mengidentifikasi efek stres, yang mungkin muncul. Kategori yang di susun Cox meliputi:

  1. Dampak Subjektif ( subjective effect )
    Kekhawatiran/kegelisahan, kelesuhan, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan merasa kesepian.

  2. Dampak Perilaku ( Behavioral effect )
    Akibat stres yang berdampak pada perilaku pekerja dalam bekerja di antaranya peledakan emosi dan perilaku implusif.

  3. Dampak Kognitif ( Cognitive effect )
    Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya konsentrasi menurun, kurang perhatian/rentang perhatian pendek, sangat peka terhadap kritik/kecaman dan hambatan mental.

  4. Dampak Fisiologis ( Physiological effect )
    Kecanduan glukosa darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar dan tubuh panas dingin.

  5. Dampak Kesehatan ( Health effect )
    Sakit kepala dan migrant, mimpi buruk, sulit tidur, gangguan psikosomatis.

  6. Dampak Organisasi ( Organizational effect )
    Produktivitas menurun/rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi.

Strategi Manajemen Stres Kerja


Secara umum strategi manajemen stress kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Munandar, 2001)

1) Strategi Penanganan Individual

Strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

  • Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif
  • Melakukan relaksasi dan meditasi
  • Melakukan diet dan fitness

2) Strategi Penanganan Organisasional

Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan:

  • Menciptakan iklim organisasional yang mendukung
  • Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan
  • Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional

3) Strategi Dukungan Sosial

Ada empat pendekatan terhadap stres kerja menurut pendapat Davis & Newstrom (1989), yaitu :

  1. Pendekatan Dukungan Sosial
    Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya : bermain game, dan bercanda.

  2. Pendekatan melalui meditasi
    Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi kea lam pikiran, mengondorkan kerja otot, dan menenangkan emosi.

  3. Pendekatan Biofeed Back
    Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.

  4. Pendekatan kesehatan pribadi
    Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam perusahaan. Suatu organisasi dalam melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu adanya manajemen yang baik terutama sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan modal utama dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan serta menggerakkan faktorfaktor yang ada dalam suatu organisasi. Berdasarkan hakekat kesetaraan dan keadilan gender terdapat kesamaan kondisi bagi pria maupun wanita untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam segala kegiatan pembangunan (Heryawan, 2009). Hal ini berarti termasuk melaksanakan peran dan tanggungjawab sebagai karyawan perusahaan sesuai dengan keadilan struktural di dalam organisasi.

Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada motivasi dan kepuasan kerjanya sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, karyawan dapat mengalami stres, yang dapat berkembang menjadikan karyawan sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Munandar, 2008).

Stres kerja dapat berakibat positif ( eustress ) yang diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi, namun pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan (Munandar, 2008). Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku (Robbins, 2007). Gejala fisiologis mengarah pada perubahan metabolisme, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung sebagai akibat dari stres. Ditinjau dari gejala psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan, karena itulah

“dampak psikologis yang paling sederhana dan paling jelas”

dari stres itu. Namun, stres muncul dalam keadaan psikologis lain, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda. Terbukti bahwa bila orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkonflik atau di tempat yang tidak ada kejelasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggungjawab pemikul pekerjaan, stres dan ketidakpuasan akan meningkat. Sama halnya, makin sedikit kendali yang dipegang orang atas kecepatan kerja mereka, makin besar stres dan ketidakpuasan. Walaupun diperlukan lebih banyak riset untuk memperjelas hubungan itu, bukti mengemukakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang memberikan keragaman, nilai penting, otonomi, umpan balik, dan identitas pada tingkat yang rendah ke pemangku pekerjaan akan menciptakan stres dan mengurangi kepuasan serta keterlibatan dalam pekerjaan itu. Sedangkan gejala perilaku mencakup perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, juga perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.

Stres kerja merupakan fenomena yang mempengaruhi karyawan secara berbeda, di dalam konteks kerja yang berbeda. Mempelajari stres kerja di konteks yang berbeda akan memberikan pengertian yang mendalam terhadap fenomena tersebut sebagai suatu keseluruhan dan bagaimana untuk meminimalisir pengaruh negatif terhadap produktivitas karyawan, kepuasan, dan komitmen kerja karyawan (Michael, 2009). Menurut penelitian Hawthorne, 1981 dalam Leila, (2002), kepuasan kerja akan mengarahkan pekerja ke arah tampilan kerja yang lebih produktif. Pekerja yang puas dengan pekerjaannya akan memiliki loyalitas yang tinggi kepada perusahaan.

Konsep Stres Kerja

Peran Individu dalam Organisasi

  1. Self role distance, yaitu ketika peran yang ditugaskan kepada seseorang bertentangan dengan konsep diri orang tersebut.

  2. Role expectation conflict, yaitu adanya stres karena harapan yang berbeda dari orang lain seperti atasan, rekan sekerja, atau bawahan terhadap peran yang dimiliki.

  3. Ambiguitas Peran, yaitu karyawan merasa tidak adanya kejelasan harapan berkaitan dengan peran yang ditugaskan kepadanya.

Tuntutan Tugas :

  1. Role Overload, yaitu karyawan merasa bahwa terlalu banyak harapan (dari pihak lain) terhadap peran dalam dirinya.

  2. Personal Inadequacy, yaitu ketika seseorang merasa bahwa dia tidak memiliki ketrampilan atau keahlian yang baik untuk melaksanakan fungsi peran yang diharapkan kepada dirinya.

  3. Resource Inadequacy, yaitu stres yang terjadi karena karyawan merasa tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan peran yang ditugaskan kepada dirinya.

Hubungan dalam Organisasi :

  1. Role Isolation, yaitu stres yang terjadi karena adanya jarak psikologis antara peran seorang karyawan dengan peran karyawan lainnya dalam suatu peran tertentu yang sama.

  2. Role Erotion, yaitu stres yang terjadi karena karyawan merasa bahwa beberapa fungsi peran yang seharusnya dimiliki olehnya tetapi diberikan kepada orang lain, atau dilakukan oleh orang lain.