Apa yang dimaksud dengan Strategic Partnership atau Kemitraan Strategis?

Strategic partnership sudah menjadi hal umum dalam menjalankan sebuah perusahaan, baik itu perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Hal itu dikarenakan strategic partnership merupakan cara efektif untuk berbagi keahlian, mendapatkan modal, dan sumber daya. Sebagai perusahaan kecil atau sebuah start-up, terutama masih dalam tahap pengembangan dan penelitian, anda sangat membutuhkan modal untuk survive. Tentunya modal tersebut didapatkan dari investor dan mitra kerja.

Hal yang sangat menantang dalam membentuk strategic partnership adalah perlu melakukan negosiasi dengan mitra kerja dan investor yang mana harus mempertimbangkan setiap perspektif untuk mendapatkan keuntungan penuh dari sebuah kemitraan.

Untuk menghindari kesalahan umum dalam kemitraan, anda perlu melihat berdasarkan sudut pandang dari setiap mitra yang terlibat agar memastikan bahwa kebutuhan setiap orang akan terpenuhi. Perlu diingat kesepakatan hanya akan didapatkan jika kedua belah pihak mempunyai kesempatan untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu tujuan perusahaan anda dalam membentuk kemitraan harus mencakup :

1. Pastikan anda akan mendapatkan dana dan sumber daya yang saat ini masih belum dimiliki.

Perusahaan besar biasanya bergantung pada teknologi inovatif yang dimiliki perusahaan kecil. Sebagai gantinya perusahaan besar tersebut memberikan modal dan sumber daya untuk menutupi kekurangan perusahaan kecil agar dapat mengembangkan teknologinya.

2. Minimalisir resiko

Investor menanamkan modal terhadap sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan kembali keuntungan balik yang dihasilkan perusahaan tersebut. Oleh karena itu setiap kemitraan yang layak harus mempunyai potensi yang kuat untuk memberikan keuntungan balik terhadap investor dari apa yang diinvestasikannnya dan memperkecil resiko yang dapat membuat investor mengalami kerugian.

3. Buatlah sebuah exit strategy yang memungkinan.

Investor menginginkan mitra kerjanya mempunyai exit strategy yang menjanjikan sehingga mereka merasa aman terhadap apa yang diinvestasikannya.

4. Dapat mempersingkat waktu pengerjaan

Perusahaan yang menjadi mitra kerja harus dapat membuat product perusahaan anda menjadi cepat dikembangkan, diterima, dan dipasarkan lebih cepat dari pada anda produksi sendiri.

5. Dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan

Sebuah strategic partnership dengan perusahaan mitra yang baik dapat meningkatkan secara signifikan kredibilitas perusahaan. Jika perusahaan yang mendukung merupakan perusahaan terkenal maka, perusahaan anda dan produk yang dihasilkan akan mempunyai kredibilitas yang semakin baik. Jadi pastikan perusahaan anda dan produk yang anda hasilkan memberikan nilai guna untuk jangka panjang agar sesuai dengan arah strategi dari calon mitra kerja anda.

Membentuk strategic partnership bisa memberikan keuntungan dan pengalaman positif jika dilakukan dengan baik. Pihak yang terlibat harus mendapatkan keuntungan, termasuk investor. Dan meskipun motivasi anda dibalik kesepakatan itu berbeda, pastikan anda menentukan visi bersama untuk menyelaraskan tujuan sebagaimana sebuah tim.

Referensi

Strategic Partbership atau biasa disebut Aliansi strategis adalah hubungan formal antara dua atau lebih kelompok untuk mencapai satu tujuan yang disepakati bersama ataupun memenuhi bisnis kritis tertentu yang dibutuhkan masing-masing organisasi secara independen. Aliansi strategis pada umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang melakukan aliansi bukanlah pesaing langsung, namun memiliki kesamaan produk atau layanan yang ditujukan untuk target yang sama.

Aliansi strategis adalah kerjasama (partnerships) antara dua atau lebih perusahaan atau unit bisnis yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang signifikan secara strategis yang saling menguntungkan (Elmuti dan Kathawala, 2001). Bentuk hubungan simbiosis mutualistis yang dilakukan oleh perusahaan ini untuk memperoleh teknologi guna mendapat akses dalam pasar yang spesifik, untuk menurunkan resiko keuangan, menurunkan resiko politik, serta untuk mencapai atau menjamin keunggulan persaingan (Wheelen dan Hunger, 2000 dalam Elmuti dan Kathawala, 2001).

Pada prinsipnya, aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk saling berbagi biaya, resiko dan manfaat. Alasan rasional ditempuhnya aliansi strategi adalah untuk memanfaatkan keunggulan sesuatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang dimiliki partnernya (Kuncoro, 1994). Dengan demikian, masing-masing pihak yang beraliansi saling memberikan kontribusi dalam pengembangan satu atau lebih strategi kunci dalam bidang usaha yang dialiansikan. Jadi, apapun bentuk serta lingkup kegiatan yang dilakukan, semua pihak menghendaki suatu keuntungan serta manfaat bersama yang diciptakan melalui interaksi terpadu.

Wujud konkrit yang dapat diharapkan dari aliansi strategis adalah pengembangan produk (product development) dan pengembangan pasar (market development) untuk satu atau kelompok produk tertentu, tanpa harus menghilangkan sepenuhnya ciri khas yang dimiliki perusahaan sebelumnya (Utomo, 1994).

Aliansi strategis merupakan suatu proses belajar dalam suatu organisasi. Hal ini berarti, kesediaan untuk menerima dan memberi adalah prakondisi yang harus tercipta sebelum aliansi itu terbentuk (Utomo, 1994). Pembelajaran melalui aliansi strategis tersebut, menurut Li dan Chen (1999) meliputi 3 area fungsi yaitu technology, manufacturing, dan marketing.

Pengkategorian ini dilakukan karena pengertian aliansi strategis yang sangat luas dalam lintas aktifitas fungsinya.

  1. Technological Capabilities

    Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan memerlukan upaya untuk menghadapi pesaing yang selalu berkejar-kejaran untuk melakukan inovasi- inovasi, baik yang menyangkut teknologi yang digunakan untuk proses produksi maupun inovasi terhadap produk itu sendiri (Kotabe, 1990).

    Dalam dunia bisnis yang sangat kompetitif, perusahaan tidak bisa bersaing dengan teknologi dan standar yang sudah lampau (baca: ketinggalan jaman) untuk memenangkan persaingan hari ini, lebih-lebih untuk persaingan mendatang (Kandampully dan Duddy, 1999). Hal ini berarti perusahaan harus melakukan upaya-upaya serius untuk meningkatkan teknologi dan standar yang mereka pergunakan sehingga mampu untuk bersaing bukan hanya untuk saat ini, tetapi sudah berorientasi masa depan. Sehingga tidak salah kalau Pilzer (Kandampully dan Duddy, 1999) menyatakan bahwa prinsip bisnis modern sekarang adalah bukan lagi “find a need and fill it” tetapi sudah berubah menjadi “imagine a need and fill it”.

    Salah satu fungsi dan tujuan aliansi strategis adalah untuk membangun dan mengembangkan fungsi operasi, fasilitas dan proses, dan membuka peluang pada kemampuan dan pemahaman baru, pengetahuan baru serta teknologi baru (Mokler, 2001). Kemampuan teknologi yang dibangun dalam aliansi strategis meliputi kerjasama dalam aktivitas rantai nilai seperti research and development (R&D) dan permesinan (engeneering) (Das, Sen dan Sengupta, 1998) dalam hubungan aliansi strategis, terdapat pengaruh yang kuat pada perencanaan research and development (R&D Plans) dan pengenalan produk baru.

    Hal tersebut diatas mengarahkan pada pengertian bahwa kemampuan teknologi yang dibangun dalam aliansi strategis dapat membantu perusahaan dalam mengembangkan produk. Setidaknya ada 3 alasan yang mendukung hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Li dan Chen (1999) yaitu:

    1. Terdapat banyak keuntungan dari pola menanggung biaya Research and Development (R&D) secara bersama-sama, artinya biaya yang seharusnya ditanggung satu perusahaan, dalam aliansi strategis, biaya ini menjadi tanggungan bersama oleh perusahaan peserta aliansi.

    2. Terdapat kemungkinan bahwa perusahaan akan memperoleh pengetahuan dan sumber daya yang mungkin tidak tersedia secara internal apabila perusahaan bergerak sendiri (tidak melakukan aliansi).

    3. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memperluas wilayah pasar produknya.

  2. Manufacturing Capabilities

    Manufacturing (pabrikan) eksternal membantu pengembangan produk. Suksesnya produk baru membutuhkan kualitas pabrikan yang tinggi dan biaya pabrikan yang rendah. Pengetahuan pabrikan baru yang didapatkan melalui aliansi strategis membantu perusahaan untuk mencapai cita-cita pabrikan tersebut.

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dataquest pada tahun 1990 (Das, Sen dan Sengupta, 1998) dalam industri semi konduktor, banyak perusahaan yang memilih spesialisasi pada pengembangan produk dan aktifitas teknologi. Mereka mempercayai aliansi strategis untuk memperoleh sumber daya pabrik. Secara keseluruhan, tampak nyata bahwa perolehan kemampuan pabrikan secara langsung maupun tidak langsung akan membantu upaya pengembangan produk.

  3. Marketing Capabilities

    Pengembangan produk banyak dipengaruhi faktor eksternal perusahaan, diantaranya kemampuan pemasaran (marketing capabilities). Kemampuan komunikasi dengan pihak luar atau kemampuan berinteraksi dengan sumber daya di luar perusahaan akan membantu dalam pengembangan produk. Selain itu, penting bagi perusahaan untuk mengetahui pengetahuan dan preferensi konsumen dalam pengembangan produk. Pengetahuan pemasaran akan membantu mengidentifikasi permintaan baru konsumen dan memperkirakan permintaan konsumen di masa datang akan produk baru serta melihat kesempatan yang ada di pasar (Li dan Chen).

    Aliansi pemasaran berbeda dengan aliansi strategis dalam cakupan dan manfaatnya. Dalam aliansi pemasaran, sumber utama manfaatnya adalah rangsangan dari permintaan (stimulation of demand). Bentuk yang mungkin dilakukan dalam kerjasama aliansi adalah penjualan silang produk dan pembagian nama merek, periklanan atau promosi, saluran distribusi, tenaga penjualan atau kantor penjualan, dan jaringan kerja dari pemasaran dan pelayanan (Das, Sen dan Sengupta, 1998, p. 29; Kuncoro, 1994, p. 30). Seperti dalam aliansi, suatu kekhususan dengan distributor atau pelengkap pabrik produk, dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk memasuki pasar dalam geografi yang baru.

Dussauge dan Garrette (1998) mendefinisikan aliansi sebagai proyek bersama (collaborative projects) yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Hal ini sejalan dengan pendangan Chan dan Heide (1993) yang menyatakan aliansi strategik sebagai persetujuan kontrak antar perusahaan untuk bekerjasama mencapai tujuan tanpa tergantung pada bentuk aliansi yang akan diambil oleh perusahaan.

Para peneliti tentang hubungan antar perusahaan (interfirms relationships) sepakat bahwa keberadaan aliansi dipandang sebagai hal yang sentral bagi suatu perusahaan untuk menghadapi persaingan global dan untuk memasuki pasar baru (Vyas dkk, 1995).

Dengan melakukan aliansi, maka pihak-pihak yang terkait haruslah menghasilkan sesuatu yang lebih baik melalui sebuah transaksi. Rekanan dalam aliansi dapat memberikan peran dalam aliansi strategis dengan sumber daya seperti produk, saluran distribusi, kapabilitas manufaktur, pendanaan proyek, pengetahuan, keahlian ataupun kekayaan intelektual. Dengan aliansi maka terjadi kooperasi atau kolaborasi dengan tujuan muncul sinergi. Dengan aliansi, perusahaan dapat saling berbagi kemampuan transfer teknologi, risiko, dan pendanaan. Aliansi strategis terkait pula dengan konsep seperti koalisi internasional, jaringan strategis, joint venture.

Keuntungan Aliansi Strategis


Dalam era ekonomi dewasa ini, aliansi strategis memungkinkan korporasi meningkatkan keunggulan bersaing bisnisnya melalui akses kepada sumber daya partner atau rekanan. Akses ini dapat mencakup pasar, teknologi, kapital dan sumber daya manusia. Pembentukan tim dengan korporasi lain akan menambahkan sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi (komplementer), sehingga korporasi mampu untuk tumbuh dan memperluas secara lebih cepat dan efisien. Khususnya pada korporasi yang tumbuh dengan pesat, relatif akan berat untuk memperluas sumber daya teknis dan operasional.

Dalam proses, korporasi membutuhkan penghematan waktu dan peningkatan produktivitas dengan tanpa mengembangkan secara individual, hal ini agar korporasi dapat tetap fokus pada inovasi dan bisnis inti organisasi. Korporasi yang tumbuh pesat dipastikan harus melakukan aliansi strategik untuk memperoleh benefit dari saluran distribusi, pemasaran, reputasi merek dari para pemain bisnis yang lebih baik.

Dengan melakukan aliansi strategik, beberapa keuntungan adalah :

  1. memungkinkan partner untuk konsentrasi pada aktivitas terbaik yang sesuai dengan kapabilitasnya,

  2. pembelajaran dari partner dan pengembangan kompetensi yang mungkin untuk memperluas akses pasar,

  3. memperoleh kecukupan sumber daya dan kompetensi yang sesuai agar organisasi dapat hidup.

Lebih lanjut Pits dan Lei (1996) menyatakan ada empat keuntungan bagi perusahaan bila perusahaan tersebut membangun aliansi dengan perusahaan-perusahaan lain. Keempat keuntungan tersebut adalah :

  1. aliansi dapat menghalangi masuknya para pendatang baru,

  2. aliansi dapat mengurangi dampak perubahan evolusi industri,

  3. aliansi dapat meningkatkan pembelajaran tentang penggunaan teknologi baru, dan

  4. aliansi dapat memperkuat lini produk (produk line).

Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur variabel kesuksesan aliansi seperti yang tampak pada Gambar berikut ini mengacu pada penelitian Saxton (1997) dan Dussauge dan Garrette (1998, hlm. 109) yaitu kelanjutan aliansi, peningkatan kualitas, dan kemampuan berkompetisi.

  1. Kelanjutan aliansi merupakan keberhasilan perusahaan dalam memelihara kerjasama yang telah terjalin baik.

  2. Peningkatan kualitas merupakan peningkatan kualitas pelayanan perusahaan setelah menjalin kerjasama dengan mitranya.

  3. Kemampuan berkompetisi merupakan peningkatan kemampuan perusahaan dalam berkompetisi dengan para pesaingnya.

image
Gambar Indikator Variabel Kesuksesan Aliansi. Sumber : Saxton (1997) ; Dussauge dan Garrette (1998)

Penggunaan Aliansi Strategis

Aliansi strategis pada umumnya digunakan perusahaan untuk:

  1. Mengurangi biaya melalui skala ekonomi atau pengingkatan pengetahuan Meningkatkan akses pada teknologi baru

  2. Melakukan perbaikan posisi terhadap pesaingMemasuki pasar baru

  3. Mengurangi waktu siklus produk

  4. Memperbaiki usaha-usaha riset dan pengembangan

  5. Memperbaiki kualitas

Perencanaan Aliansi yang Berhasil


Sebelum korporasi melakukan aliansi strategi dengan rakanan, secara internal korporasi harus melakukan beberapa persiapan. Hal ini dilakukan agar aliansi yang dijalankan berhasil sukses. Pemikiran yang mendalam tentang struktur dan rincian bagaimana aliansi akan dikelola perlu mempertimbangkan hal berikut dalam perencanaan proses aliansi.

Korporasi terlebih dahulu mendefinisikan outcome yang diharapkan melalui hubungan aliansi strategik, selain juga menentukan elemen-elemen apa saja yang dapat disediakan oleh masing-masing pihak dan keuntungan yang akan diperoleh. Korporasi juga perlu terlebih dahulu melakukan proteksi atas berbagai hak kekayaan intelektual melalui beberapa kesepakatan dan perjanjian legal agar tidak terjadi proses transfer pengetahuan yang merugikan.

Korporasi juga harus sejak awal menentukan pada layanan atau produk apa yang akan dijalankan. Untuk keberhasilan pengoperasian layanan ataupun produk, korporasi perlu mengkaji sejauh mana terdapat kompetibilitas budaya perusahaan agar tercipta tingkat kepercayaan yang baik. Setelah beberapa kajian tersebut dilakukan, sesungguhnya proses pembentukan aliansi strategis adalah melalui tahapan berikut:

  1. Pengembangan Strategi. Pada tahap ini akan dilakukan kajian tentang kelayakan aliansi, sasaran dan rasionalisasi, pemilihan fokus isu yang utama dan menantang, pengembangan sumber daya strategi untuk mendukung produksi, teknologi, dan sumber daya manusia. Pada tahapan ini dilakukan penyesuaian sasaran dengan strategi keseluruhan perusahaan/ korporasi.

  2. Penilaian Rekanan. Pada tahap ini dilakukan analisis potensi rekan yang akan dilibatkan, baik kekuatan maupun kelemahan, penciptaan strategi untuk mengakomodasi semua gaya manajemen rekanan, menyiapkan kriteria pemilihan rekanan, memahami motivasi rekanan dalam membangun aliansi dan memperjelas gap kapabilitas sumber daya yang mungkin akan dikeluarkan oleh rekanan.

  3. Negosiasi Kontrak. Tahap ini mencakup penentuan apakah semua pihak memiliki sasaran yang realistis, pembentukan tim negosiasi, pendefinisian kontribusi masing-masing pihak dan pengakuan atas proteksi informasi penting, pasal-pasal terkait pemutusan hubungan, hukuman/ penalti untuk kinerja yang buruk, dan prosedur yang jelas dan dapat dipahami dalam interaksi.

  4. Operasionalisasi Aliansi. Operasionalisasi aliansi mencakup penegasan komitmen manajemen senior masing-masing pihak, penentuan sumber daya yang digunakan untuk aliansi, menghubungkan dan menyesuaian anggaran dan sumber daya dengan prioritas strategik, penegasan kinerja dan hasil dari aktivitas aliansi.

  5. Pemutusan Aliansi. Aliansi dapat dihentikan dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati. Pada umumnya ketika sasaran tidak tercapai, atau ketika partner melakukan perubahan prioritas strategik, atau melakukan realokasi sumberdaya ke tempat yang berbeda.

Tipe Aliansi Strategis


Ada empat tipe aliansi strategi, yaitu joint venture, equity strategic alliance, non- equity strategic alliance, dan global strategic alliances.

  1. Joint venture adalah aliansi strategis dimana dua atau lebih perusahaan menciptakan perusahaan yang independen dan legal untuk saling berbagi sumber daya dan kapabilitas untuk mengembangkan keunggulan bersaing.

  2. Equity strategic alliance adalah aliansi strategis dimana dua atau lebih perusahaan memiliki persentase kepemilikan yang dapat berbeda dalam perusahaan yang dibentuk bersama namun mengkombinasikan semua sumber daya dan kapabilitas untuk mengembangkan keunggulan bersaing.

  3. Nonequity strategic alliance adalah aliansi strategis dimana dua atau lebih perusahaan memiliki hubungan kontraktual untuk menggunakan sebagian sumber daya dan kapabilitas unik untuk mengembangkan keunggulan bersaing.

  4. Global Strategic Alliances adalah kerjasama secara partnerships antara dua atau lebih perusahaan lintas negara dan lintas industri. Terkadang aliansi ini dibentuk antara korporasi (atau beberapa korporasi) dengan pemerintah asing.

Penelitian yang dilakukan oleh Yli-Renko, Autio, and Sapienza (2001) mengukur kualitas aliansi dengan menggunakan tiga indikator. Indikator pertama berkaitan dengan masing-masing anggota aliansi tidak akan melakukan tindakan yang merugikan anggota yang lain. Indikator kedua berkaitan dengan tidak ada keinginan untuk mengambil keuntungan dari pihak lain walaupun ada kesempatan. Indikator ketiga berkaitan dengan perilaku pelanggan. Indikator tersebut menyatakan komitmen pelanggan untuk selalu menepati janji kepada perusahaan dalam aliansi. Indikator-indikator tersebut sangat berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan kepada masing-masing anggota.

Secara grafis dimensionalisasi variabel kualitas aliansi tampak dalam gambar di bawah ini.

image
Gambar Variabel Kualitas Strategi Aliansi & Indikatornya. Sumber: Yli-Renko, Autio, Sapienza (2001)