Apa yang dimaksud dengan status gizi?

Apa yang dimaksud dengan status gizi?

Status Gizi


Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.

Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).

Apa yang dimaksud dengan status gizi ?

3 Likes

Berikut adalah definisi status gizi menurut para ahli :

  • Status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengindentifikasi populasi atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk ( Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, 2007 ).

  • Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan pengguanan zat-zat gizi dalam tubuh. Tubuh yang memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan mencapai status gizi yang optimal. Defisiensi zat mikro seperti vitamin dan mineral memberi dampak pada penurunan status gizi dalam waktu yang lama (Almatsier, 2002).

  • Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktivitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh (Depkes RI, 2008).

Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal.

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita.

Menurut WHO, pemeliharan status gizi anak sebaiknya :

  • Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.

  • Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.

  • Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.

  • Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2012). Menurut Sediaoetama (2010), status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dan utilisasinya. Menurut Arisman (2010), status gizi dapat ditentukan dengan cara penilaian langsung atau tidak langsung, meliputi pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan survey asupan makanan.

Sedangkan menurut Almatsier (2011), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efesien maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Menurut Notoatmodjo (2012), kelompok umur yang rentan terhadap penyakitpenyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita.

Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2012), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

  • Penilaian status gizi secara langsung
    Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2012).

  • Penilaian status gizi secara tidak langsung
    Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

    Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
    Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

    Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.

Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Daly Davis dan Robertson (1979) dalam buku Supriasa (2002) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu, konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi model Daly dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

image

Status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu (Supariasa, 2002):

  1. Antopometri
    Secara umum antopometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antopometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

    Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertmbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

  2. Klinis
    Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel ( superficial epithelial tissues ) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat ( rapid clinical surveys ). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

  3. Biokimia
    Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

  4. Biofisik
    Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik ( epidemic of night blindness ). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode menurut Supariasa akan diuraikan sebagai berikut (Supariasa, 2002):

  1. Survei konsumsi makanan
    Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

  2. Statistik Vital
    Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator penilaian tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

  3. Faktor Ekologi
    Pengukuran status gizi yang didasarkan atas ketersedianya makanan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi. Tujuannya untuk mengetahui penyebab malnutrisi masyarakat. Supariasa (2002) mengungkapakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.

Berbagai contoh penggunaan penilaian status gizi, seperti antopometri, digunakan untuk mengukur karakteristik seseorang dan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan. Pemeriksaan klinis dan biokima biasanya dilakukan untuk melihat atau mengukur satu aspek dari status gizi seperti kadar mineral atau vitamin.

Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur
proses-proses kehidupan dalam tubuh. Kata gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ghidza
yang berarti makanan.

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dari fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan malnutrisi adalah keadaaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi antara lain undernutrition yaitu kekurangan konsumsi pangan untuk periode tertentu, specific defisiency yaitu kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe dan lain-lain, overnutrition yaitu kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu dan imbalance yaitu akibat disporsisi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena ketidakseimbangannya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).

Referensi

Munandar, hijrah. 2014. Pengaruh Kondisi Gigi Lengkap Terhadap Status Gizi Manula Di Kota Makassar. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Mc.Laren menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat -zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya5 . Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan kualitas hidup. Untuk itu program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat.

Status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:

  1. Antropometri Secara umum antopometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak otot dan jumlah air dalam tubuh.

  2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubaban-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit mata, rambut, dan mukosa oral atau pada orga-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk su rvei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

  3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

  4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

    • Survei konsumsi makanan (Semi Quantitatife Food Frequency Questionare) Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. Kuesioner SQ- FFQ memuat daftar bahan makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan energi dan zat-zat gizi penduduk. Responden menyatakan berapa kali sehari, seminggu, sebulan, atau setahun ia mengkonsumsi makanan tersebut. Kuesioner ini biasanya menggunakan ukuran standar porsi ( jumlah yang umumnya dimakan per porsi untuk berbagai golongan umur/gender) yang diperoleh dari data populasi. Kuesioner hendaknya tidak berbentuk isian tetapi berupa checklist dengan memberi tanda pada kolom jawaban yang dipilih. Metode SQ-FFQ ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah ketepatannya tergantung pada daya ingat responden, sementara kelebihan metode ini mudah dilaksanakan serta tidak terlalu membebani responden, biaya relatif murah, cepat dan dapat mencakup banyak responden, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf, dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

    • Statitik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator penilaian tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

    • Faktor Ekologi Pengukuran status gizi yang didasarkan atas ketersediaan makanan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi. Tujuannya untuk mengetahui penyebab malnutrisi masyarakat.

Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Apriadji, 1986).

Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Penilaian Langsung

  • Antropometri. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).

  • Klinis. Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

  • Biokimia. Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).

  • Biofisik. Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2001).

2. Penilaian Tidak Langsung

  • Survei Konsumsi Makanan. Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).

  • Statistik Vital. Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

  • Faktor Ekologi. Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001).

Indeks Antropometri

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001).

IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun.

Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri dari :

  1. Berat Badan. Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan tinggi badan (Gibson, 2005).

  2. Tinggi Badan. Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005).

IMT = Berat Badan (kg) : (Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m))

Kategori Indeks Massa Tubuh

Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel dibawah yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.

Tabel Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia

Kategori IMT (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat β‰₯ 27,0

Sumber : Depkes, 2003b

Pada tabel dibawah, dapat dilihat kategori IMT berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan oleh WHO.

Tabel Kategori IMT berdasarkan WHO (2000)

Kategori IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Normal 18,5 – 24,99
Overweight β‰₯ 25,00
Preobese 25,00 – 29,99
Obesitas tingkat 1 30,00 – 34,99
Obesitas tingkat 2 35,00 – 39,9
Obesitas tingkat 3 β‰₯ 40,0

Sumber : WHO (2000) dalam Gibson (2005)

Masalah Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan (Sampoerno, 1992). Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2001).

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo, 1998).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 1986).

Masalah Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993).

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah β‰₯ 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak- anak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 1986).

Metode Pengukuran Konsumsi Makanan

Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan data konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran konsumsi makanan, yaitu sebagai berikut :

  1. Recall 24 jam (24 Hour Recall). Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall dilakukan pada saat wawancara dilakukan dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Wawancara menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas yang telah terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa, 2001).

    Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat individu, sehingga sebaiknya responden memiliki ingatan yang baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang sebenarnya tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak cocok bila dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun dan di atas 70 tahun. Recall dapat menimbulkan the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan responden untuk melaporkan konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi lebih sedikit, sehingga kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak yang sebenarnya (Supariasa, 2001).

  2. Food Record. Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah makanan dan minuman dalam satu periode waktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan dapat dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (estimated food record) atau menimbang (weighed food record) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

  3. Food Frequency Questionnaire (FFQ). FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensi seseorang dalam mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat dilakukan selama periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman (Supariasa, 2001).

  4. Penimbangan makanan (Food Weighing). Metode penimbangan makanan dilakukan dengan cara menimbang makanan disertai dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi responden selama satu hari. Persiapan pembuatan makanan, penjelasan mengenai bahan-bahan yang digunakan dan merk makanan (jika ada) sebaiknya harus diketahui (Gibson, 2005).

  5. Metode Riwayat Makan. Metode riwayat makan dilakukan untuk menghitung asupan makanan yang selalu dimakan dan pola makan seseorang dalam waktu yang relatif lama, misalnya satu minggu, satu bulan, maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3 komponen, yaitu wawancara recall 24 jam, memeriksa kebenaran recall 24 jam dengan menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi konsumsi sejumlah makanan, dan konsumsi makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan (Gibson, 2005).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Berikut adalah beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi seseorang, antara lain:

1. Umur

Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang lebih semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan energi maka produktivitas kerja seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih lamban. Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik (Apriadji, 1986).

2. Frekuensi Makan

Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak makanan yang dikonsumsi seseorang. Menurut Hui (1985), sebagian besar remaja melewatkan satu atau lebih waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling banyak dilewatkan, disusul oleh makan siang. Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka sedang dalam keadaan terburu-buru, menghemat waktu, tidak lapar, menjaga berat badan dan tidak tersedianya makanan yang akan dimakan. Melewatkan waktu makan dapat menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain (Brown et al, 2005).

Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan bangsa dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang banyak (Suyono, 1986).

3. Asupan Energi

Energi merupakan asupan utama yang sangant diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik (Krummel & Etherton, 1996).

Energi yang diperlukan oleh tubuh berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/ gram (Baliwati, 2004).

4. Asupan Protein

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001). Fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh. Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan protein seseorang (Baliwati, 2004).

Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein berasal dari bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1999, menunjukkan secara nasional konsumsi protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah 48,7 gram sehari (Almatsier, 2001). Anjuran asupan protein berkisar antara 10 – 15% dari total energi (WKNPG, 2004).

5. Asupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah (Djunaedi, 2001). Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang- kacangan dan gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras, singkong, ubi, jagung, taslas, dan sagu (Almatsier, 2001).

Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka kecukupan karbohidrat sebesar 50-65% dari total energi. (WKNPG, 2004). WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka protein akan tetap berfungsi sebagai zat pembangun (Almatsier, 2001).

6. Asupan Lemak

Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh. Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi terhadap kesehataan tubuh manusia (WKNPG, 2004). Konsumsi lemak paling sedikit adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak relatif lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan, maka akan mengurangi konsumsi makanan lain. Berdasarkan PUGS, anjuran konsumsi lemak tidak melebihi 25% dari total energi dalam makanan sehari- hari. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, seperti minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, jagung, dan sebagainya. Sumber lemak utama lainnya berasal dari mentega, margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2001).

7. Tingkat Pendidikan

Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang tingggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mengurangi bahkan mencegah dari timbulnya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan (Apriadji, 1986).

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, akan mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi gizi, sehingga diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang sesuai dengan informasi yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WKNPG, 2004).

Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan status gizi seseorang. Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu rumah tangga masih rendah (tamat SD dan tamat SMP). Pendidikan yang rendah sejalan dengan pengetahuan yang rendah, karena dengan pendidikan rendah akan membuat seseorang sulit dalam menerima informasi mengenai hal-hal baru di lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan gizi. Pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi sangat diperlukan oleh pembantu rumah tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi yang diperoleh dapat dipraktekkan dalam pekerjaan yang mereka lakukan.

8. Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi, Pembantu rumah tangga mendapatkan gaji (pendapatan) yang masih di bawah UMR (Gunanti, 2005). Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang (Apriadji, 1986).

Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan dengan pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya (Gesissler, 2005).

Meningkatnya pendapatan perorangan juga dapat menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Kebiasaan makan seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan seseorang (Suhardjo, 1989). Meningkatnya pendapatan seseorang merupakan cerminan dari suatu kemakmuran. Orang yang sudah meningkat pendapatannya, cenderung untuk berkehidupan serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi seseorang dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak mengonsumsi makanan berkalori tinggi dapat menimbulkan kelebihan energi yang disimpan tubuh dalam bentuk lemak. Semakin banyak lemak yang disimpan di dalam tubuh dapat mengakibatkan kegemukan (Suyono, 1986).

9. Pengetahuan

Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuannya akan gizi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD, tentu memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan tamat SMA atau Sarjana. Tetapi, sebaliknya, seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang mendapatkan informasi mengenai gizi, baik melalui media iklan, penyuluhan, dan lain sebagainya. Tetapi, perlu diingat bahwa rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga, pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya (Apriadji, 1986).

Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka. Zat gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan. Pengetahuan gizi dapat memberikan perbaikan gizi pada individu maupun masyarakat (Suhardjo, 1986).

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran keckupan rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuiakan dengan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi (Depkes, 2005b).

Angka Kecukupan Energi (AKE) merupakan rata-rata tingkat konsumsi energi dengan pangan yang seimbang yang disesuaikan dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik. Angka Kecukupan Protein (AKP) merupakan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein agar tercapai semua populasi orang sehat disesuaikan dengan kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas fisik. Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola pangan yang baik berkisar antara 50-65% total energi, sedangkan kecukupan lemak berkisar antara 20-30% total energi (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Tabel Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Per Orang Per Hari)

No. Jenis Kelamin Umur Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Energi (kkal) Protein (gram)
1. Wanita 10 – 12 tahun 37,0 145 2050 50
2. 13 – 15 tahun 49,0 153 2350 57
3. 16 – 18 tahun 50,0 154 2200 50
4. 19 – 29 tahun 52,0 156 1900 50
5. 30 – 49 tahun 55,0 156 1800 50
6. 50 – 64 tahun 55,0 156 1750 50
7. 65 tahun ke atas 55,0 156 1600 50

Sumber : Depkes, 2005b

Referensi dan Bahan Bacaan:

  • Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
  • Atmarita. 2005. Nutrition Problems in Indonesia, in Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases. Yogyakarta, 19-20 March. Gajah Mada University, Yogyakarta.
  • Apriadji, W. H. 1986. Gizi Keluarga. P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.
  • Asmayuni. 2007. Faktor-faktor yang Brerhubungan dengan Kegemukan Dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Perempuan Usia 25 - 50 tahun di Kota Padang Panjang Tahun 2007. [Tesis]. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
  • Ariawan, I. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan, FKM UI, Depok.
  • Azwar, A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan, dalam Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. LIPI, Jakarta.
  • Baliwati, Y. F., Ali K., & Caroline M. D. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
  • Bisara, D. Supraptini, & Tin A. 2002. Status Gizi Wanita Usia Subur (WUS) dan Balita di Indonesia Menurut Data SKRT 2001. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  • BPS. 2007. Pekerja Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007, dari www.nakertrans.go.id/pusdatin.html > [03 Juli 2008].
  • Brown, et al. 2005. Nutrition Through The Life Cycle. Second Edition. Wadsworth Inc, USA.
  • Depkes, 2003a. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan Untuk Petugas). Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  • Depkes, 2003b. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  • Depkes, 2005a. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Bangsa Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  • Depkes, 2005b. Gizi dalam Angka. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  • Djunaedi, H. 2001. Gizi Kerja untuk Meningkatkan Produktivitas, dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Tahun XXIX, Nomor 2.
  • Geissler, C. A. & Hilary J. P. 2005. Human Nutrition. Eleventh Edition. Elsevier Inc, UK.
  • Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York.
  • Gunanti, I. R. 2005. Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Pembantu Rumah Tangga (PRT) dalam Pengasuhan Anak serta Hubungannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia 2-5 tahun, dari www.adln.lib.unair.ac.id > [15 Juli 2008].
  • Hardinsyah & Victor. T. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan, dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. LIPI, Jakarta.
  • Hartriyanti, Y., & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  • Hastono, S. P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
  • Hui, Y. H. 1985. Principles & Issues in Nutrition. Wadsworth Inc, California.
  • Jalal, F. & Sumali, M. A. 1998. Gizi Kualitas Hidup : Agenda Perumusan Program Gizi Repelita VII Untuk Mendukung Sumber Daya Manusia yang Berkualitas, dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI, Jakarta.
  • Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
  • Krummel, D. A. & Penny M. K. 1996. Nutrition in Women’s Health. Aspen Publishers Inc, Maryland.
  • Nix, S. 2005. William’s Basic Nutrition & Diet Therapy, Twelfth Edition. Elsevier Mosby Inc, USA.
  • Renur, Y. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi terhadap Tenaga Kerja Wanita di Tiga Sektor Industri Tahun 2006 (Analisis Data Sekunder). [Skripsi]. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
  • Soerjodibroto. W. 1993. Diit dan Exercise dalam Penanggulangan Kegemukan, dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, No.6, Agustus.
  • Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
  • Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
  • Supariasa, I. D. N., Bakhyar, B. & Ibnu F. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
  • Suyono, S. 1986. Hubungan Timbal Balik antara Kegemukan dengan Berbagai Penyakit, dalam Kegemukan : Masalah dan Penanggulangannya. Penerbit Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  • Tanu, M. 2008. Berapa Pasaran Gaji Pembantu Rumah Tangga (PRT) Keluarga Muda Zaman Sekarang ?, dari www.monikatanu.com > [22 Mei 2008].
  • Wardlaw, G.M. & Jeffrey, S. H. 2007. Perspectives in Nutrition. Seventh Edition. Mc Graw Hill Companies Inc, New York.
  • WHO. 1995. Physical Status : The Use and Interpretation of Anthropometry. WHO. Technical Series Report. Geneva.
  • Wibisono, V. A. 2008. Dilema Negeri Babu dari www.kabarindonesia.com > [08 April 2008].
  • Wiryo, H. 2002. Peningkatan Gizi Bayi, Anak, Ibu Hamil, dan Menyusui dengan Bahan Makanan Lokal. Sagung Seto, Jakarta.
  • WKNPG, 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. LIPI, Jakarta.