Apa yang Dimaksud dengan Spiritualitas?

Spiritualitas berasal dari kata ‘spirit’ yang berarti jiwa. Spiritualitas adalah pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas.

Apa yang dimaksud dengan spiritualitas ?

Berikut adalah definisi spiritualitas menurut beberapa ahli :

  • Parks menggambarkan spiritualitas sebagai sebuah pencarian personal untuk menjadi berarti, transenden, menyadari keseluruhan jiwa, mencari tujuan, dan memahami spirit sebagai yang menghidupkan esensi pada hidup.

  • Dewit-Weaver (dalam McEwen, 2004) mendefinisikan spiritualitas sebagai bagaian dari dalam diri individu (core of individuals) yang tidak terlihat (unseen, invisible) yang berkontribusi terhadap keunikan serta dapat menyatu dengan nilai-nilai transendental (suatu kekuatan yang maha tinggi/high power dengan Tuhan/God) yang memberikan makna, tujuan, dan keterhubungan.

  • Spiritualitas juga didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk membuat dan mencari makna melalui rasa keterhubungan pada dimensi yang melebihi diri sendiri (Reed, dalam McEwen, 2004).

  • Definisi lain menyatakan bahwa spiritualitas adalah prinsip hidup seseorang untuk menemukan makna dan tujuan hidup serta hubungan dan rasa keterikatan dengan sesuatu yang misteri, maha tinggi, Tuhan, atau sesuatu yang universal (Burkhardt, dalam McEwen 2004).

  • Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip dengan suatu cara yang berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.

  • Larson (2003) menyatakan bahwa spiritualitas mengacu kepada orientasi seseorang terhadap pengalaman-pengalaman transedensi atau karakteristik hakiki dari kehidupan, seperti makna, arah dan tujuan hidup, serta keterkaitannya. Kadang-kadang spiritualitas mengacu pada pencarian hal-hal suci dalam kehidupan.

  • Spiritualitas merupakan sebuah bentuk multidimensi dan dinamis. Emmons (2003) mengatakan bahwa sangatlah terlalu sederhana untuk menganggap spiritualitas sebagai tingkah laku yang pasif dan statis yang dimiliki seseorang, atau perilaku yang terikat di dalamnya, seperti ritual- ritual.

  • Friedman et al mendefenisikan spritualitas sebagai proses aktif dan positif yang melibatkan pencarian aktivitas-aktivitas yang mengembalikan seseorang kepada rasa keterpaduan (coherence), menuju kualitas keutuhan dan kedamaian dalam diri.

  • Beberapa ahli menyamakan konsep spiritualitas dengan agama atau praktik-praktik keagamaan (Emblen & Halstead, 1993; dalam Smith, 1994). Menurut mereka, spiritualitas tidak bertentangan dengan agama, tetapi spiritualitas merupakan fenomena yang lebih inklusif. Bagi beberapa individu, spiritualitas bisa dihubungkan serta diungkapkan melalui agama formal, sedangkan bagi sebagian individu yang lain, spiritualitas dianggap tidak berkaitan dengan keyakinan-keyakinan keagamaan ataupun afiliasi keagamaan yang lainnya (Elkins, et al. 1998, dalam Smith 1994).

  • Secara eksplisit, Piedmont (2001) memandang spiritualitas sebagai rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional umum yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku individu. Lebih jauh, Piedmont (2001) mendefinisikan spiritualitas sebagai usaha individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi dalam konteks kehidupan setelah mati (eschatological).

  • Elkins, dkk (dalam Smith, 1994) mendeskripsikan spiritualitas dari perspektif humanis dan eksistensial dengan menciptakan definisi dari tulisan- tulisan Maslow, Dewey, dan Frankl tentang potensi-potensi positif manusia. Elkins, dkk. kemudian memandang spiritualitas sebagai suatu fenomena yang secara potensial berada di dalam diri setiap manusia. Menurut mereka, spiritualitas dapat diartikan sebagai jalan untuk menjadi serta mengalami kesadaran spiritual yang diperoleh melalui kesadaran dimensi transendental yang ditandai oleh nilai-nilai yang mampu diidentifikasi baik yang datang dari diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan maupun nilai-nilai yang mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan puncak (Ultimate).

Karakteristik & Dimensi Spiritualitas

Beberapa karakteristik spiritualitas yang dikemukakan oleh Hamid (2000) adalah sebagai berikut :

1. Hubungan dengan diri sendiri

  • Pengetahuan mengenai diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
  • Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri)

2. Hubungan dengan alam

  • Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim.
  • Berkomuikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki) mengabadikan dan melindungi alam.

3. Hubungan dengan orang lain

  • Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik.
  • Mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit.
  • Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dll).

4. Hubungan dengan orang lain yang tidak harmonis :

  • Konflik dengan orang lain
  • Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

5. Hubungan dengan Ketuhanan

  • Sembahyang/berdoa/meditasi.
  • Perlengkapan keagaamaan
  • Bersatu dengan alam

Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu :

  • Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan.
  • Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan.
  • Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta.
  • Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
  • Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
  • Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

Dimensi Spiritualitas


Elkins, dkk (dalam Smith, 1994) menjelaskan adanya sembilan dimensi dalam spiritualitas yang berdasarkan studi literatur yang telah dilakukannya adalah sebagai berikut :

  1. Dimensi transenden
    Orang spiritual memiliki kepercayaan/belief berdasarkan eksperensial bahwa ada dimensi transenden dalam hidup. Kepercayaan/belief disini dapat berupa perspektif tradisional/agama mengenai Tuhan sampai perspektif psikologis bahwa dimensi transenden adalah eksistensi alamiah dari kesadaran diri dari wilayah ketidaksadaran atau greater self. Orang spiritual memiliki pengalaman transenden atau dalam istilah Maslow “peak experience”. Individu melihat apa yang dilihat tidak hanya apa yang terlihat secara kasat mata, tetapi juga dunia yang tidak dapat terlihat.

  2. Dimensi Makna dan Tujuan hidup.
    Orang spiritual akan memiliki makna hidup dan tujuan hidup yang timbul dari keyakinan bahwa hidup itu penuh makna dan orang akan memiliki eksistensi jika memiliki tujuan hidup. Secara aktual, makna dan tujuan hidup setiap orang berbeda‐beda atau bervariasi, tetapi secara umum mereka mampu mengisi “exixtential vacuum” dengan authentic sense bahwa hidup itu penuh makna dan tujuan.

  3. Dimensi Misi Hidup.
    Orang spiritual merasa bahwa dirinya harus bertanggung jawab terhadap hidup. Orang spiritual termotivasi oleh metamotivasi, yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.

  4. Dimensi Kesucian Hidup.
    Orang spiritual percaya bahwa hidup diinfus oleh kesucian dan sering mengalami perasaan khidmad, takzim, dan kagum meskipun dalam setting nonreligius. Dia tidak melakukan dikotomi dalam hidup (suci dan sekuler; akhirat dan duniawi), tetapi percaya bahwa seluruh kehidupannya adalah akhirat dan bahwa kesucian adalah sebuah keharusan. Orang spiritual dapat sacralize atau religionize dalam seluruh kehidupannya.

  5. Dimensi nilai-nilai material/material values.
    Orang spiritual dapat mengapresiasi material good seperti uang dan kedudukan, tetapi tidak melihat kepuasan tertinggi terletak pada uang atau jabatan dan tidak mengunakan uang dan jabatan untuk menggantikan kebutuhan spiritual. Orang spiritual tidak akan menemukan kepuasan dalam materi tetapi kepuasan diperoleh dari spiritual.

  6. Dimensi Altruisme.
    Orang spiritual memahami bahwa semua orang bersaudara dan tersentuh oleh penderitaan orang lain. Dia memiliki perasaan/sense kuat mengenai keadilan sosial dan komitmen terhadap cinta dan perilaku altrusitik.

  7. Dimensi Idealisme.
    Orang spiritual adalah orang yang visioner, memiliki komitmen untuk membuat dunia menjadi lebih baik lagi. Mereka berkomitmen pada idealisme yang tinggi dan mengaktualisasikan potensinya untuk seluruh aspek kehidupan.

  8. Dimensi Kesadaran Akan Adanya Penderitaan.
    Orang spiritual benar‐benar menyadari adanya penderitaan dan kematian. Kesadaran ini membuat dirinya serius terhadap kehidupan karena penderitaan dianggap sebagai ujian. Meskipun demikian, kesadaran ini meningkatkan kegembiraan, apresiasi dan penilaian individu terhadap hidup.

  9. Hasil dari spiritualitas
    Spiritualitas yang dimiliki oleh seseorang akan mewarnai kehidupannya. Spiritualitas yang benar akan berdampak pada hubungan individu dengan dirinya sendiri, orang lain, alam, kehidupan dan apapun yang menurut individu akan membawa pada Ultimate.

Kemudian Smith (1994) merangkum sembilan aspek spiritualitas yang diungkapkan oleh Elkins, dkk. tersebut menjadi empat aspek sebagaimana berikut:

  1. Merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna. Hal ini mencakup rasa memiliki misi dalam hidup.

  2. Memiliki sebuah komitmen terhadap aktualisasi potensi-potensi positif dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran bahwa nilai-nilai spiritual menawarkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai material, serta spiritualitas memiliki hubungan integral dengan seseorang, diri sendiri, dan semua orang.

  3. Menyadari akan keterkaitan dalam kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran akan musibah dalam kehidupan dan tersentuh oleh penderitaan orang lain.

  4. Meyakini bahwa berhubungan dengan dimensi transendensi adalah menguntungkan. Hal ini mencakup perasaan bahwa segala hal dalam hidup adalah suci.

Sementara itu, Piedmont (2001) mengembangkan sebuah konsep spiritualitas yang disebutnya sebagai Spiritual Transcendence, yaitu kemampuan individu untuk berada di luar pemahaman dirinya akan waktu dan tempat, serta untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas dan objektif. Perpektif transendensi tersebut merupakan suatu perspektif di mana seseorang melihat satu kesatuan fundamental yang mendasari beragam kesimpulan akan alam semesta. Konsep ini terdiri atas tiga aspek, yaitu:

  1. Prayer Fulfillment (pengamalan ibadah), yaitu sebuah perasaan gembira dan bahagia yang disebabkan oleh keterlibatan diri dengan realitas transenden.

  2. Universality (universalitas), yaitu sebuah keyakinan akan kesatuan kehidupan alam semesta (nature of life) dengan dirinya.

  3. Connectedness (keterkaitan), yaitu sebuah keyakinan bahwa seseorang merupakan bagian dari realitas manusia yang lebih besar yang melampaui generasi dan kelompok tertentu.

Manusia adalah makhluk yang sadar, yang berarti bahwa ia sadar terhadap semua alasan tingkah lakunya, sadar inferioritasnya, mampu membimbing tingkah lakunya, dan menyadari sepenuhnya arti dari segala perbuatan untuk kemudian dapat mengaktualisasikan dirinya.

Spiritualitas diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara eksistensial untuk manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu berharga, namun juga fokus pada mengapa hidup berharga.

Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (Hasan, 2006)

Carl Gustav Jung mengatakan,

“Dari sekian banyak pasien yang saya hadapi, tak satupun dari mereka yang problem utamanya bukan karena pandangan religius, dengan kata lain mereka sakit karena tidak ada rasa beragama dalam diri mereka, apalagi semuanya sembuh setelah bertekuk lutut di hadapan agama.”

Menurut Fontana & Davic, definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendefinisikan agama atau religion , dibanding dengan kata religion , para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spiritual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai faktor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi.

Secara terminologis, spiritualitas berasal dari kata “ spirit ”. Dalam literatur agama dan spiritualitas, istilah spirit memiliki dua makna substansial, yaitu:

Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan, serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang merupakan dasar utama dari keyakinan spiritual. “ Spirit ” merupakan bagian terdalam dari jiwa, dan sebagai alat komunikasi atau sarana yang memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.

image

Spirit ” mengacu pada konsep bahwa semua “spirit” yang saling berkaitan merupakan bagian dari sebuah kesatuan (consciousness and intellect) yang lebih besar.

Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin „ Spiritus ” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “ Spirare ” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.

Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib.

Pada penelitian-penelitian awal, baik spiritualitas maupun agama sering dilihat sebagai dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas dan apa yang dimaksud dengan agama sering dianggap sama dan kadang membingungkan. Namun kemudian, spiritualitas telah dianggap sebagai karakter khusus ( connotations ) dari keyakinan seseorang yang lebih pribadi, tidak terlalu dogmatis, lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru dan beragam pengaruh, serta lebih pluralistik dibandingkan dengan keyakinan yang dimaknai atau didasarkan pada agama-agama formal.

Dalam penelitian Piedmont selalu menggunakan konsep pengukuran spiritualitas yang dilandaskan pada kepribadian seseorang sebagai bukti perbedaan karakter individu. Piedmont mengadopsi konsep kepribadian Five-Factor Model (FFM). Model tersebut telah dikembangkan secara empiris, dan berisi dimensi Neuroticism, Extraversion, Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness. Variasi dimensi-dimensi tersebut telah ditemukan turun temurun. Kelima dimensi tersebut bukanlah penggambaran ringkas perilaku akan tetapi pengelompokkan kecenderungan individu dalam berpikir, berperilaku, dan merasakan dalam cara yang konsisten. Kelima hal itu telah ditunjukkan mendekati stabil diantara orang dewasa normal, dan memprediksi jarak yang lebih lebar atas akibat kehidupan relevan, termasuk kesejahteraan dan kemampuan coping . (Piedmont, 1999)

Akhirnya, jika konstruk spiritualitas menemukan penerimaan sampai ilmu sosial yang lebih luas, peneliti akan membutuhkan pengumpulan dokumen tambahan dan nilai empiris begitu dimensi terlengkapi. (Piedmont, 1999)

Menurut perspektif Piedmont (1999), sebagai manusia erat menyadari kefanaan diri sendiri. Dengan demikian, kita berusaha untuk membangun hasrat terhadap tujuan dan makna bagi memimpin kehidupan kita. Piedmont mempertanyakan tujuan eksistensi manusia dan nilai hidup yang diterapkan di dunia yang ditinggali. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi manusia membantu kita untuk merajut "benang‟ bagi kehidupan kita yang beragam bagi lebih berarti dampaknya yang memberikan kemauan dalam diri dan hidup produktif. Jawaban-jawaban ini juga menuntun kita untuk mengembangkan rasa transendensi spiritual, atau kapasitas individu untuk berdiri dari waktu dan tempat diluar yang mereka rasakan secara langsung, untuk melihat kehidupan dari yang lebih besar , perspektif yang lebih obyektif. Perspektif transenden ini adalah salah satu di mana orang melihat kesatuan fundamental yang mendasari aspirasi beragam alam.

Secara eksplisit, Piedmont memandang spiritualitas sebagai rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional umum yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku individu. (Piedmont, 2001)

Lebih jauh, Piedmont mendefinisikan spiritualitas sebagai usaha individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi dalam konteks kehidupan setelah mati (eschatological). Hal ini berarti bahwa sebagai manusia, kita sepenuhnya sadar akan kematian ( mortality ). Dengan demikian, kita akan mencoba sekuat tenaga untuk membangun beberapa pemahaman akan tujuan dan pemaknaan akan hidup yang sedang kita jalani. (Piedmont, 2001)

Spiritualitas merupakan dimensi yang berbeda dari perbedaan individu. Sebagai dimensi yang berbeda, spiritualitas membuka pintu untuk memperluas pemahaman kita tentang motivasi manusia dan tujuan kita, sebagai makhluk, mengejar dan berusaha untuk memuaskan diri. Kita tidak harus menjadi terlalu antusias tentang kemampuan spiritualitas untuk memberikan jawaban akhir untuk pertanyaan kami tentang kondisi manusia. (Piedmont, 2001)

Dengan landasan pengembangan ukuran spiritualitas dalam taksonomi berbasis sifat, secara eksplisit, Piedmont (2001) melihat spiritualitas sebagai sifat motivasi, adanya kekuatan afektif nonspesifik yang mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku.(Piedmont, 2001)

Transendensi spiritual merefleksikan kemampuan individu berdiri tegak dalam rasa terhadap waktu dan tempat dan memandang hidup dari pandangan lebih jamak, perspektif yang berbeda.ini merefleksikan sebuah realiasasi bahwa ada makna lebih dalam dan tujuan hidup yang termasuk dalam sebuah hubungan lebih abadi atau lama, hubungan dengan yang di atas. (Piedmont, 2009)

Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi transendental terhadap kehidupan di atas diri seseorang… (Hasan, 2006)

Sedangkan, menurut Wigglesworth, spiritualitas memiliki dua komponen yaitu vertikal dan horizontal:

  • Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

  • Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan.

Ahli lain menyebutkan definisi lain terkait spiritualitas, yakni spiritualitas merupakan pencarian terhadap sesuatu yang bermakna ( a search of the sacred ). (Synder&Lopez,2005)

Spiritualitas merupakan terjemahan dari kata ruhaniyah . Ruhaniyah itu sendiri secara kebahasaan berasal dari kata ruh. Al Qur‟an menginformasikan bahwa ruh manusia ditiupkan langsung oleh Allah setelah fisik terbentuk dalam rahim. (Aman, 2013)

Menurut Aman (2013), Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan ekspresi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat inderawi.

Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indera, perasaan, dan pikiran.

Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan, kedua proses ke bawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,

image

Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius ?

Spiritualitas adalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan dan nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti agama tertentu, namun memiliki spiritualitas. Orang-orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama.

Menurut Rosito (2010), spiritualitas meliputi upaya pencarian, menemukan dan memelihara sesuatu yang bermakna dalam kehidupannya. Pemahaman akan makna ini akan mendorong emosi positif baik dalam proses mencarinya, menemukannya dan mempertahankannya. Upaya yang kuat untuk mencarinya akan menghadirkan dorongan (courage) yang meliputi kemauan untuk mencapai tujuan walaupun menghadapi rintangan, dari luar maupun dari dalam. Pada dorongan itu tercakup kekuatan karakter keberanian (bravery), kegigihan (persistence), semangat (zest). Apabila sesuatu yang bermakna tersebut ditemukan, maka karakter itu akan semakin kuat di dalam diri seseorang, terutama dalam proses menjaga dan mempertahankannya. Semakin seseorang memiliki makna akan hidupnya, semakin bahagia dan semakin efektif dalam menjalani kehidupannya.

Spiritualitas telah dianggap sebagai karakter khusus (connotations) dari keyakinan seseorang yang lebih pribadi, tidak terlalu dogmatis, lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru dan beragam pengaruh, serta lebih pluralistic dibandingkan dengan keyakinan yang dimaknai atau didasarkan pada agama-agama formal.

Spiritualitas berhubungan erat dengan pengalaman pribadi yang bersifat transendental dan individual dalam hubungan individu dengan sesuatu yang dianggapnya bermakna. (Rosito, 2010)

Aspek-aspek Spiritualitas


Aspek spiritualitas terdiri dari tiga aspek, yang termanifestasi melalui suatu alat ukur spiritualitas yang dikembangkan Piedmont (1999) yaitu Spiritual Transcendence Scale (STS), dimana spiritalitas memiliki beberapa indikator dan deskripsi perilaku spiritual, yaitu:

  • Pengamalan ibadah, sebuah pengalaman perasaan berbahagia dan bersukacita serta keterlibatan diri yang dialami prayer. Prayer memiliki rasa kekuatan pribadi. Prayer mengambil manfaat atas ibadah yang dilakukan.

  • Universalitas, suatu keyakinan terhadap kesatuan dan tujuan hidup, sebuah perasaan bahwa kehidupan saling berhubungan dan hasrat berbagi tanggungjawab pada makhluk ciptaan lainnya.

  • Keterkaitan, suatu hasrat tanggungjawab pribadi terhadap yang lain yang meliputi hubungan vertikal, komitmen antar generasi, dan hubungan horizontal serta komitmen terhadap kelompoknya.

Menurut Piedmont (1999), ketiga aspek atau dimensi transedensi spiritual diatas telah dievaluasi, dan terdapat perkiraan terhadap bidang itu. Bagaimanapun juga, ada beberapa segi lain yang butuh dieksplorasi yang terdiri atas :

  1. Tolerance of paradoxes, yakni kemampuan untuk hidup dengan tidak menetap dan berlawanan dengan kehidupan sendiri, berpikir hal-hal secara terminologi “both-and” daripada “either-or”.

  2. Nonjudgementality, yakni sebuah kemampuan untuk menerima hidup dan lainnya dalam masanya sendiri, menghindari membuat nilai keputusan, sensitifitas terhadap kebutuhan dan kesusahan hidup lainnya.

  3. Existentiality, yakni sebuah hasrat hidup sesaat dan mencakup pengalaman-pengalaman bahwa kehidupan menghadapi kita dengan sebuah kesempatan tumbuh dan bahagia.

  4. Gratefulness, yakni sebuah rasa bawaan agar hebat dan bersyukur atas semua rejeki atau anugrah dan keutamaan langka dalam kehidupan.

Spiritualitas menggambarkan bidang terorganisir bertingkat atas fungsi psikologis. Pada tingkat lebih global memberikan indeks keseluruhan dari tingkat individu yang berkomitmen pada realita yang dapat diraba, dan derajat pengalaman dukungan emosi selanjutnya. Sebuah analisis beberapa segi mengijinkan untuk mengevaluasi lebh bagaimana individu bernegosiasi pada pencarian atau pemaknaan dirinya sendiri. (Piedmont, 1997)

image

Menurut Smith (1994), spiritualitas dibagi kedalam menjadi empat aspek sebagaimana berikut:

  • Merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna. Hal ini mencakup rasa memiliki misi dalam hidup.

  • Memiliki sebuah komitmen aktualisasi potensi-potensi positif dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran bahwa nilai-nilai spiritual menawarkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai material, serta spiritualitas memiliki hubungan integral dengan seseorang, diri sendiri, dan semua orang.

  • Menyadari akan keterkaitan dan tersentuh oleh penderitaan orang lain.

  • Meyakini bahwa berhubungan dengan dimensi transedensi adalah menguntungkan. Hal ini mencakup perasaan bahwa segala hal dalam hidup adalah suci.

Pendapat di atas senada dengan pendapat Kozier (2004) mengungkapkan bahwa dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia.

Menurut Hawari (2002), spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensi dan dimensi agama, dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntuk kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan oranglain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut.

Menurut Holt, dkk (dalam Adami, 2006), sedikitnya ada dua bentuk dimensi dari spiritualitas, yaitu:

  • Dimensi keimanan (the beliefs dimension) yang melibatkan keyakinan spiritual dari aktifitas yang tak kasat mata. Misalnya, merasakan hubungan yang dekat dengan Tuhan.

  • Dimensi perilaku atau amal (the behavioral dimension) yang dicirikan dengan aktifitas-aktifitas spiritual yang bisa diamati serta melibatkan materi-materi religius atau menghadiri peribadatan agama.

Spiritual merupakan ajaran yang berkaitan dengan jati diri, etika dan moral. Suatu keadaan yang menyelaraskan diri dengan nilai dasar dari semua ajaran mulia, dan membicarakan tentang eksistensi jati diri dan eksistensi Tuhan (Kim, 2009; Sangkan, 2008). Ajaran-ajaran tersebut meliputi:

  • Kesatuan dengan eksistensi alam semesta
  • Unsur terpenting yang tersembunyi
  • Perwujudan pikiran,
  • Daya untuk mengubah kehidupan
  • Kekuatan dalam kesadaran kolektif (Kim, 2009).

Studi empiris menggambarkan spiritual sebagai moralitas, iman, etik dukungan, ketulusan, kebenaran, dan kejujuran (Kumpikaite, 2009).

Spiritualitas didefinisikan secara beragam dalam literatur. Beberapa penulis menjelaskan spiritualitas sebagai suatu kecerdasan/inteligensi (Zohar & Marshall, 2000), tahap perkembangan, sikap, dan pengalaman internal (Kumpikaite, 2009). Keragaman definisi ini juga mempengaruhi bentuk-bentuk penelitian dan berkaitan dengan pengertian tersebut. Spiritualitas juga banyak dibicarakan secara bersama-sama dengan agama/religi.

Definisi spiritualitas berkaitan dengan nilai personal yang mendalam yang merentang dari pengertian kesadaran paling sederhana sampai yang kompleks. Spiritualitas berisi satu unsur kunci yang umum yaitu nilai (value) (Kolodinsky, dkk., 2008; Moore, 2005) keyakinan, sikap atau emosi yang mempengaruhi seseorang (Moore, 2005). Schneiders (1989; dalam Kolodinsky, dkk., 2008), menggambarkan spiritualitas sebagai kesadaran berusaha kerasuntuk mengintegrasikan kehidupan dalam suatu proses self- transcendence menuju nilai paling puncak yang dipersepsikan (Kolodinsky, dkk., 2008). Nilai spiritualitas setiap orang berbeda, tetapi dalam semua kasus melibatkan nilai-nilai yang dipegang secara mendalam (Milliman, dkk., 1999), pedoman hidup dan pekerjaan (Butts, 1999).

Spiritual secara bahasa berasal dari kata spirit yang berarti semangat, jiwa, sukma, ruh. Sedangkan spiritual diartikan sebagai hal yang berhubungan atau bersifat kejiwaan (rohani batin). Spiritual merupakan kegiatan yang mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang non material, seperti kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian dan cinta, rohani, kejiwaan dan intelektual.

Spiritual merupakan kata sifat dari kata benda spirit yang diambil dari kata latin spiritus yang artinya bernapas. Dalam bentuk kata sifat, spiritual mengandung arti “yang berhubungan dengan spirit, yang berhubungan dengan yang suci, yang berhubungan dengan fenomena atau makhluk supernatural.

Dalam bahasa Arab dan Parsi, istilah yang digunakan untuk istilah spiritual adalah ruhaniyah (Arab) dan ma’nawiyah (Parsi). Istilah pertama diambil dari kata ruh, sedangkan istilah kedua diambil dari kata ma’na, yang mengandung konotasi kebatinan, (yang hakiki) sebagai lawan dari (yang kasat mata). Kedua istilah tersebut berkaitan dengan tataran realitas lebih tinggi daripada yang materi dan kejiwaan.

spiritual

Dari beberapa arti literal, meurut Hendrawan terdapat tiga hal dari pengetian spiritual ini, yaitu :

  • Pertama, menghidupkan, tanpa spiritual organisme mati secara jasadiah ataupun kejiwaan.

  • Kedua, memiliki status suci ( sacred ), jadi statusnya lebih tinggi daripada yang materil ( profane ).

  • Ketiga, terkait dengan Tuhan sebagai causa prima kehidupan.

Dengan demikian maka secara bahasa spiritual berasal dari kata sifat spirit diambil dari bahasa latin spiritus yang berarti semangat, sukma, roh. bersifat kejiwaan (rohani batin). berhubungan dengan yang non material, seperti kebenaran, kebaikan, keindahan, cinta, dan intelektual, yang berhubungan dengan yang suci, yang berhubungan dengan fenomena atau makhluk supernatural.

Sedangkan secara istilah, spiritual adalah merupakan pola pikir secara tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah. Adanya spiritual, maka seseorang akan lebih memperhatikan sesuatu ke dalam dirinya yang begitu mendalam dan sangat penting, bahkan seseorang dapat memohon semacam koneksi dengan realita keagamaan.

Pusat dari spiritual manusia adalah hati ( al - qalb ). Hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan oleh Tuhan dalam diri setiap manusia. Menurut Imam Ghazali dalam kitab ihya’ nya, jiwa manusia seperti cermin ( al - mir’ah ). Cermin yang mengkilap bisa saja pekat jika tertutup oleh noda dosa yang diperbuat manusia. Maka jika seseorang selalu menjaga kebersihan jiwanya, titik-titik noda itu akan hilang, sehinga cermin ( qalb ) akan kembali bersinar menerima pantualan dan pancaran nur ilahi , bahkan akan lebih kuat serta luar biasa sinar yang di pantulkan ke sekitarnya.

Maka secara langsung hati dapat bereaksi atas setiap pikiran dan tindakan, karena hati bagaikan pemimpin yang ditaati oleh anggota tubuh lainnya, adalah perumpamaan rakyatnya. Jadi bersumber dari aktivitas manusia yang mencerminkan baik dan buruknya perilaku ditentukan oleh hati. Apabila hati semakin kotor, maka akan sulit menerima cahaya kebenaran, sehinga perilaku akan menyimpang dari ajaran-ajaran agama.

Konsep di atas dapat ditarik sebuah pandangan yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari dua unsur yaitu unsur jasmani dan rohani. Unsur jasmani terdiri atas materi, sedang unsur ruhani berasal dari Tuhan yang bersifat spiritual dan transenden, yang berpusat pada qalb (hati) manusia. karena manusia mempunyai sifat kemanusiaan dan sifat ketuhanan. Dengan penjelasan di atas kiranya jelaslah ranah spiritual yang dimaksud di sini. Maka secara istilah spiritual merupakan kegiatan yang berkaitan dengan tataran realitas lebih tinggi daripada yang materi dan kejiwaan yang berpusat pada hati, yang merupakan pola pikir secara tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah.

spiritual

Referensi :

  • Sanerya Hendrawan, Spiritual Menegement, (Bandung: Mizan Pustaka, 2009)
  • Tyler T. Roberts, Spiritualitas Pos Religius, (Yogyakarta: Qalam, 2002)
  • Robert Frager, Ph.D, Hati, Diri Dan Jiwa, Psikologi Sufi Untuk Transformasi , Terj. Hasiniyah Rouf, (PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003)
  • Muhammad Sholikhin, Tasawuf Aktual Menuju Insan Kamil , (Semarang: Pustaka Nuun, 2004).

Menurut Adler, manusia adalah makhluk yang sadar, yang berarti bahwa ia sadar terhadap semua alasan tingkah lakunya, sadar inferioritasnya, mampu membimbing tingkah lakunya, dan menyadari sepenuhnya arti dari segala perbuatan untuk kemudian dapat mengaktualisasikan dirinya. (dalam Mahpur&Habib,2006)

Spiritualitas diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara eksistensial untuk manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu berharga, namun juga fokus pada mengapa hidup berharga.

Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (Hasan, 2006)

Menurut Fontana&Davic, definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendefinisikan agama atau religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spiritual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai faktor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi, (dalam Tamami,2011)

Secara terminologis, spiritualitas berasal dari kata “spirit”. Dalam literatur agama dan spiritualitas, istilah spirit memiliki dua makna substansial, yaitu:

  1. Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan, serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang merupakan dasar utama dari keyakinan spiritual. “Spirit” merupakan bagian terdalam dari jiwa, dan sebagai alat komunikasi atau sarana yang memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.

  2. “Spirit” mengacu pada konsep bahwa semua “spirit” yang saling berkaitan merupakan bagian dari sebuah kesatuan ( consciousness and intellect ) yang lebih besar.

Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin „Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit.

Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (dalam Tamami, 2011)

Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. (Hasan, 2006)

Lebih jauh, Piedmont mendefinisikan spiritualitas sebagai usaha individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi dalam konteks kehidupan setelah mati ( eschatological ). Hal ini berarti bahwa sebagai manusia, kita sepenuhnya sadar akan kematian ( mortality ). Dengan demikian, kita akan mencoba sekuat tenaga untuk membangun beberapa pemahaman akan tujuan dan pemaknaan akan hidup yang sedang kita jalani. (Piedmont, 2001)

Spiritualitas merupakan dimensi yang berbeda dari perbedaan individu. Sebagai dimensi yang berbeda, spiritualitas membuka pintu untuk memperluas pemahaman kita tentang motivasi manusia dan tujuan kita, sebagai makhluk, mengejar dan berusaha untuk memuaskan diri. Kita tidak harus menjadi terlalu antusias tentang kemampuan spiritualitas untuk memberikan jawaban akhir untuk pertanyaan kami tentang kondisi manusia. (Piedmont, 2001)

Komponen Spiritualitas

Sedangkan, menurut Wigglesworth (dalam Schreurs:2002), spiritualitas memiliki dua komponen yaitu vertikal dan horizontal:

  1. Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

  2. Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan.

Ahli lain menyebutkan definisi lain terkait spiritualitas, yakni spiritualitas merupakan pencarian terhadap sesuatu yang bermakna (a search of the sacred). (Synder&Lopez,2005)

Spiritualitas merupakan terjemahan dari kata ruhaniyah. Ruhaniyah itu sendiri secara kebahasaan berasal dari kata ruh. Al Qur‟an menginformasikan bahwa ruh manusia ditiupkan langsung oleh Allah setelah fisik terbentuk dalam rahim. (Aman, 2013)