Apa yang dimaksud dengan Sosiologi Produksi?

Sosiologi Produksi

Sosiologi Produksi merupakan salah satu bagian dari Sosiologi Ekonomi, dimana sosiologi ekonomi adalah penggabungan kerangka berpikir, variabel-variabel dan model-model penjelas dari sosiologi dalam kegiatan yang menyeluruh yang meliputi produksi, distribusi pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bersifat langka. Lalu, Apa yang dimaksud dengan Sosiologi Produksi?

Kegiatan produksi merupakan bagian dari proses ekonomi. Dalam ekonomi, terutama tradisi neoklasik, produksi dipandang hanya sebagai konstruksi teknis yang terdiri dari input (modal dan tenaga kerja) dan output (produk).

Sosiologi produksi sebagai sub dari sosiologi ekonomi memandang produksi sebagai proses sosial yang kompleks dan bukan hanya bersifat teknis semata. Argumen yang mendasarinya ialah bahwa agen-agen yang terlibat dalam produksi adalah manusia. Oleh karena itu, kegiatan produksi sebagai proses ekonomi melibatkan hubungan antara manusia dan bukan hanya hubungan antara input , ouput , dan kuantitas lainnya.

Dengan kata lain, produksi juga menjadi domain tindakan sosial, seperangkat hubungan antara agen-agen manusia yang berbeda dari hubungan antara input dan output . Terdapat pendekatan yang berbeda dalam memandang produksi. Karena itu, mari kita pelajari beberapa pendekatan dalam produksi dan memahami cara produktif dan nonproduktif dalam kegiatan produksi serta signifikansi empirik sosiologi produksi.

PENDEKATAN PLURALIS DAN SATU FAKTOR ( SINGLE FACTOR ) DALAM PRODUKSI

Pendekatan pluralis pada dasarnya bersumber dari kerangka acuan sosiologi ekonomi sebagai sebuah disiplin interdisipliner yang dipahami sebagai suatu perspektif sosiologis tentang fenomena ekonomi, termasuk produksi. Sebagai perspektif sosiologis, pendekatan pluralis memandang produksi sebagai suatu fenomena sosial yang ada dan beroperasi di dalam lingkungan masyarakat, bukan hanya sebagai suatu proses pasar ( market process ). Karena itu, pendekatan ini memfokuskan pada multipleksitas variabel-variabel sosial dalam produksi dan memperhatikan sosialnya, termasuk institusi, jalan pemikiran, dan aransemennya (Zafirovski, 2002).

Berbeda dengan pendekatan pluralis, pendekatan satu faktor dalam produksi yang dikenal dengan pendekatan ekonomi murni didasarkan pada konsepsi single factor yang hanya memasukkan satu kelas variabel, seraya mengabaikan kategori-kategori lainnya. Artinya, pendekatan ini tidak memandang penting faktor-faktor extra-economic sebagai variabel penjelas dalam produksi meskipun hal tersebut bisa jadi juga penting. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak berupaya mendeskripsikan dan menjelaskan variasi dalam produksi dan ekonomi secara menyeluruh; malah menitikberatkan pada preskripsi normatif atau resep teknologis mengenai apa yang harus dilakukan [misalnya menghasilkan output yang telah ditentukan dari input dengan spesifikasi yang telah ditentukan] dan bukannya deskripsi mengenai apa yang sesungguhnya atau mungkin terjadi [misalnya variabel output yang menghasilkan input mengenai spesifikasi yang telah ditentukan atau spesifikasi variabel] (Zafirovski, 2002).

Aplikasi pendekatan sosiologis terhadap produksi dapat digambarkan dengan mengacu pada perspektif Weberian dalam menganalisis produksi untuk memperoleh keuntungan atau profit-seeking (mencari keuntungan). Menurut Weber, mencari keuntungan adalah aktivitas yang diorientasikan untuk memperoleh kesempatan dalam mencari kekuatan-kekuatan kontrol baru atas barang-barang ( goods ). Mencari keuntungan bersifat ekonomi manakala diorientasikan ke perolehan ( acquisition ) dengan cara-cara damai ( peaceful methods ) atau eksploitasi atas situasi pasar. Sebaliknya, bersifat ekstra-ekonomi manakala menggunakan cara-cara yang berbeda, termasuk kekuatan dan kekerasan. Jadi, produksi untuk memperoleh keuntungan diorientasikan ke situasi pasar dengan tujuan meningkatkan apa yang disebut Weber (1933) kontrol atas barang-barang, terutama faktor-faktor produktif, dan bukan hanya menjamin sarana-sarana konsumsi.

Seperti pertukaran, distribusi, dan konsumsi, produksi untuk memperoleh keuntungan dalam kerangka Weberian dapat berupa aktivitas tradisional atau konvensional hingga nonrasional dalam kerangka ekonomi dan juga berupa tindakan rasional secara ekonomi dalam tujuan dan hasilnya. Oleh karena itu, aktivitas produksi sering dilakukan untuk merealisasikan peluang keuntungan ( profit opportunities) atau memperoleh kekayaan. Akan tetapi, sebagaimana diamati Weber (1933), hal tersebut juga bisa diorientasikan untuk tujuan-tujuan nonproduktif, antara lain konsumsi status, posisi atau barang mewah, dan dalam hal ini bisa irasional.

Weber juga (1933) memahami produksi sebagai suatu proses yang dilandasi oleh rasionalitas instrumental atau formal dan rasionalitas nilai atau substantif. Rasionalitas instrumental atau formal dalam produksi dan tindakan ekonomi lainnya menunjukkan tingkat spekulasi kuantitatif atau perhitungan yang secara teknis dapat dikerjakan dengan mudah dan secara faktual dapat diimplementasikan.

Dalam pengertian ini, produksi untuk memperoleh keuntungan merepresentasikan apa yang disebut Weber (1933) tindakan rasional-instrumental. Sebaliknya, rasionalitas nilai atau substantif dalam produksi merepresentasikan sejauh mana objek-objek yang bernilai dari tindakan ekonomi dilakukan menurut kriteria akhir tertentu, termasuk nilai-nilai moral dan keagamaan. Dalam hal ini, produksi menjadi tindakan rasional-nilai yang pada dasarnya bersifat irasional dalam kerangka ekonomi. Oleh karena itu, menurut Weber, produksi dan perilaku ekonomi tidak hanya dapat bersifat rasional melainkan juga bersifat nonproduktif secara ekonomi atau nonrasional, namun memiliki justifikasi sosial. Misalnya, industri barang mewah di Perancis dan Eropa pada akhir feodalisme dan awal kapitalisme yang diproduksi untuk konsumsi kemewahan ( luxury consumption ).

Selain itu, bentuk-bentuk produksi irasional juga didasarkan pada tradisi, adat istiadat, dan konvensi (Zafirovski, 2002). Menurut Weber (1933), kasus- kasus produksi tradisional nonrasional, antara lain menghasilkan barang- barang yang dipertukarkan sebagai kado antara teman, pahlawan, pemimpin, dan pangeran pada masyarakat-masyarakat pra-kapitalis.

Sementara itu, produksi yang dicirikan oleh interpenetrasi tujuan-tujuan ekonomi dan ekstra-ekonomi ditunjukkan ketika produsen, manajer dan agen-agen lainnya mengejar tujuan-tujuan material dalam interaksi mereka dengan yang lainnya, yang dikombinasikan --misalnya-- dengan usaha untuk status, dan juga kekuasaan (Granovetter, 1992). Mengenai yang terakhir ini, misalnya, para peneliti seperti McClelland dan Burnham (1995) menemukan bahwa kekuasaan adalah motivator besar dalam perilaku manajerial dan ekonomi terkait. Lebih lanjut, mereka mengamati bahwa dalam kerangka motivasi para manajer yang sukses (khususnya) di organisasi-organisasi besar yang sentralistik mempunyai kebutuhan lebih besar untuk kekuasaan yang didefinisikan sebagai suatu upaya untuk memengaruhi orang ketimbang suatu kebutuhan untuk kesuksesan (achievement) .

Kekuasaan atau pengaruh merupakan motivator paling besar dalam perilaku manajerial menunjukkan bahwa produksi dan aktivitas-aktivitas terkait dikondisikan juga oleh faktor-faktor ekstra-ekonomi. Sederhananya, para manajer dan aktor-aktor ekonomi lainnya yang terlibat dalam aktivitas proses seperti itu tidak semata-mata untuk uang. Jadi, mencari keuntungan ( gain ) tidak mesti merupakan tujuan di dalam dirinya sendiri, melainkan juga merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan lainnya dari karakter nonekonomi. Misalnya, patriotisme Jepang modern berkenaan dengan pencarian keuntungan dalam produksi dan pasar ekspor menunjukkan peran nilai-nilai dan norma-norma budaya dalam ekonomi (Dore, 1992).

Produksi bisa diorientasikan untuk memperoleh keuntungan sebagai sebuah insentif ekstrinsik dan merepresentasikan tindakan instrumental yang mengekspresikan rasionalitas ekonomi formal. Akan tetapi, ia juga bisa didorong oleh motivasi ekstrinsik, termasuk nilai-nilai absolut atau transendental di mana pencarian keuntungan berperan sebagai sarana atau tujuan antara.

CARA PRODUKTIF DAN NONPRODUKTIF DALAM KEGIATAN PRODUKSI

Terdapat dua cara dalam mencari keuntungan ( gain-seeking ): produktif dan nonproduktif. Mencari keuntungan atau akumulasi kekayaan bersifat ekonomi manakala diperoleh dengan cara produktif atau cara-cara damai ( peaceful methods ), yakni apa yang disebut Weber (1933) eksploitasi peluang pasar. Kasus dalam hal ini adalah produksi berbasis pasar atau appropriasi barang-barang ( appropriation of goods ) lewat pertukaran rasional yang bebas secara ekonomi. Cara nonproduktif ditunjukkan dengan mencari keuntungan atau akumulasi kekayaan lewat kekerasan, kekuatan, dan sejenisnya. Dalam pandangan Weber (1933), perolehan dengan kekuatan berbeda dari yang diorientasikan untuk memperoleh keuntungan dari pertukaran dan produksi. Kasus dalam hal ini adalah apa yang disebut Weber sebagai perampok ( robber ) atau kapitalisme berorientasi politik, dengan cara-cara nonproduktifnya atau ekstra-ekonomi dalam mencari keuntungan, yang berlawanan dengan kapitalisme modern yang mengambil jalan produksi. Menurut Weber (1933), struktur dan spirit kapitalisme penyamun/perampok secara radikal berbeda dari manajemen rasional dalam perusahaan kapitalis yang biasanya berskala besar.

Pandangan ini memposisikan pemisahan radikal antara dua mode dalam mencari keuntungan. Namun, hal itu dapat dipandang dalam kerangka analitik atau tipe ideal ( ideal type ). Artinya, manajemen rasional dalam suatu perusahaan kapitalis atau perolehan ( acquisition ) dengan produksi dan kapitalisme penyamun atau perolehan dengan kekuatan menjadi tipe ideal murni, abstraksi atau konstruk analitik. Karena dalam kenyataan dua bentuk perolehan ( acquisition ) itu sering berjalin satu sama lain dalam masyarakat- masyarakat tradisional dan kontemporer. Dalam hal ini, perbedaan antara kapitalisme penyamun dan perusahaan kapitalis yang rasional tampaknya cenderung melupakan peran kekuatan, kekerasan, dan faktor-faktor terkait seperti dominasi dan konflik dalam perolehan dengan produksi dan pertukaran dalam perusahaan kapitalis yang rasional (Zafirovski, 2002).

Ada fenomena kapitalisme monopoli atau imperialisme, termasuk variasi-variasi kontemporernya, sebagai kematangan atau tahap akhir ekonomi kapitalis. Kasus ini didasarkan pada –sebagaimana diuraikan Habermas (1975), struktur pasar oligopolistik yang memerlukan beberapa kombinasi antara diperoleh melalui produksi (acquisition by production) dan diperoleh melalui kekuatan ( acquisition by force ) dan bukan hanya dengan cara yang pertama. Secara umum, hal ini dicirikan dengan –dalam kerangka Weber (1933)-- campuran dominasi dengan menggunakan konstelasi kepentingan atau kekuatan ekonomi dan dominasi dengan menggunakan otoritas atau kekuatan politik. Contoh yang menarik antara lain sejumlah praktik monopolistik oleh perusahaan-perusahaan besar di Amerika, sebagaimana tercermin dengan seringnya mengambil jalan kekuatan, ancaman, intimidasi, pemerasan, dan cara-cara terkait.

SIGNIFIKANSI EMPIRIK SOSIOLOGI PRODUKSI

Saudara mahasiswa, signifikansi empirik sosiologi produksi dapat ditunjukkan dengan beberapa studi empiris dan historis yang menemukan efek signifikan pluralitas variabel sosial terhadap produksi dan juga pasar serta ekonomi. Variabel-variabel tersebut antara lain kekuasaan, institusi-institusi, dan budaya. Misalnya, melihat peran variabel-variabel tersebut dalam perilaku ekonomi secara komparatif beberapa analis mendeskripsikan organisasi-organisasi ekonomi sebagai aransemen-aransemen institusional dan budaya yang terkait dengan relasi-relasi kekuasaan. Riset empiris menekankan peran variabel politik dan institusional berkenaan dengan maksimalisasi pemanfaatan ( utility maximization ) individu dalam organisasi ekonomi dan perkembangan produksi dalam ekonomi pasar, seperti Inggris dan Jepang. Secara khusus, pembelahan kelas dan perebutan kekuasaan di antara kelompok untuk kontrol atas produksi dan pasar, dan bukannya optimalisasi pemanfaatan individu adalah variabel yang menentukan dalam perkembangan ekonomi di masyarakat tersebut.

Studi-studi lain memberikan temuan serupa tentang perkembangan organisasi produksi di Jepang, Korea, dan Taiwan, yang mengemukakan bahwa kekuatan-kekuatan nonekonomi, yang terpenting adalah relasi otoritas, menentukan proses ini. Dikemukakan argumen-argumen keuntungan dan efisiensi terlalu sempit untuk menjelaskan bentuk-bentuk produksi dan organisasi dibandingkan dengan penjelasan kekuasaan.

Kesimpulannya ialah bahwa variabel-variabel utama dalam organisasi produksi mungkin bukan ekonomi, namun institusi dan politik, yakni pola-pola relasi otoritas dalam masyarakat. Misalnya, suatu studi melaporkan dampak signifikan dari institusi-institusi sosial atau logika institusional terhadap berkembangnya industri mobil di Korea Selatan, Taiwan, Spanyol, dan Argentina. Dengan demikian, menguatkan perspektif institusional tentang perkembangan ekonomi. Variabel-variabel institusional dan sosial lainnya menonjol dalam produksi dan proses ekonomi lainnya bahkan di negara industri pertama atau ekonomi kapitalis, Inggris sejak Revolusi Industri (Zafirovski, 2002: 166).

Temuan riset sosiologis tentang produksi ialah bahwa struktur sosial merupakan variabel kunci dalam menjelaskan motivasi dan perilaku organisasi-organisasi produsen. Harga dan kekuasaan, atau pasar diamati beroperasi dalam berbagai kombinasi dalam transaksi intra dan interorganisasi. Hal ini membantah posisi ekonomi yang memandangnya sebagai beroperasi secara terpisah, satu sama lain. Sementara pasar dan otoritas merupakan mekanisme sosial alternatif yang biasanya dipertimbangkan dalam organisasi bagi organisasi produksi atau alokasi sumber daya, transaksi-transaksi inter atau intra perusahaan dapat menggabungkan keduanya. Pemanfaatan aneka ragam cara dalam satu organisasi menandakan bahwa jaringan total produksi internal dan transaksi- transaksi lainnya merupakan jaringan kompleks dari tingkat pasar dan mekanisme hierarkis yang berbeda-beda (Eccles dan White, 1988).

Studi-studi sosiologis tentang produksi dalam suatu ekonomi pasar menunjukkan bahwa kapital atau uang bukan hanya sebagai variabel ekonomi, melainkan juga sebagai kategori sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural dan institusional. Banyak studi-studi empiris dan juga analisis teoretis meragukan perlakuan konvensional terhadap produksi dan pasar-pasar lainnya sebagai mekanisme ekonomi semata. Benang umum dari studi dan analisis tersebut adalah konsep sosial tentang pasar (Arrow, 1994), khususnya pandangan mengenai pasar sebagai struktur sosial (Swedberg, 1994). Hal yang paling penting dalam pembahasan ini, mereka mengemukakan bahwa produksi atau pasar produsen adalah kategori-kategori sosial yang kompleks dan bukannya mekanisme ekonomi. Dengan demikian, sebagaimana diamati para sosiolog ekonomi, pasar produksi merupakan struktur sosial atau struktur peran, di mana produsen itu sendiri mencoba mereproduksi sekumpulan tindakan mereka dengan memonitor tindakan satu sama lain.

Beberapa studi mengidentifikasi properti pasar produksi sebagai status order . Karena itu, pasar dipandang sebagai entitas yang dikonstruksi dan ditopang secara sosial, yakni didefinisikan dalam kaitannya dengan persepsi produsen sebagai partisipan pasar. Jadi, pasar produksi melibatkan produsen yang terdiferensiasi atau terstratifikasi dalam kaitannya dengan status, prestise atau reputasi mereka yang biasanya (namun selalu) berhubungan dengan properti-properti produk mereka yang dipersepsi (misalnya brand name ). Diferensiasi status tersebut tidak terbatas pada pasar untuk barang- barang mewah (misalnya mobil-mobil mewah). Lebih jauh, beberapa studi mengemukakan bahwa status atau reputasi dalam pasar produksi dan konsumsi bukan hanya suatu sarana untuk mendapatkan keuntungan- keuntungan material, melainkan juga sebuah tujuan di dalam dirinya. Diakui, kendatipun dalam teori ekonomi yang ada, kekayaan bernilai karena reward konsumsinya, dalam kenyataan produsen dan aktor-aktor lainnya mendapatkannya karena menghasilkan status sosial juga. Selain itu, studi tersebut juga mengamati bahwa status sosial merupakan variabel penjelas utama dalam beroperasinya beberapa tipe pasar (misalnya pasar bursa, stock- market ) dan formasi harga ( share price ) yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan produksi (Zafirovski, 2002: 169).