Apa yang dimaksud dengan Sosiologi ekonomi?

Sosiologi ekonomi

Sosiologi ekonomi merupakan studi tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa langka, dengan menggunakan pendekatan sosiologi

Sosiologi Ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumen barang dan jasa yang bersifat langka dalam masyarakat. Yang fokus pada kegiatan Ekonomi, dan mengenai hubungan antara variable-variabel sosiologi yang terlibat dalam konteks non-Ekonomis.

1 Like

Sosiologi ekonomi merupakan aplikasi perspektif sosiologis pada fenomena ekonomi. Bidang kajian ini juga dikenal dengan sosiologi mengenai kehidupan ekonomi atau sosiologi mengenai ekonomi. Etzioni (1988) menyebutnya dengan sosial ekonomi dalam arti aspek sosial dari kegiatan ekonomi.

Dalam versi yang lebih luas, sosiologi ekonomi adalah aplikasi kerangka berpikir, variabel-variabel dan model-model penjelasan sosiologi pada berbagai kegiatan yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi atas barang dan jasa. Kadang terminologi ―sosiologi ekonomi juga digunakan untuk aplikasi perspektif pilihan rasional pada perilaku sosial pada umumnya (Beker, 1990).

Seiring dengan perkembangan sosiologi pada umumnya dan sosiologi ekonomi pada khususnya, perspektif khusus dari jaringan sosial, gender, dan konteks budaya, juga menjadi pusat perhatian sosiologi ekonomi. Selain itu, dimensi internasional dari kehidupan ekonomi juga menjadi pembahasan sosiologi ekonomi.

Sementara itu, pentingnya faktor alam dalam pembahasan sosiologi, khususnya sosiologi ekonomi, juga dikemukakan oleh Arthur L. Stinchcombe (1982). Stinchcombe melakukan telaah atas penelitian Dyson-Hudson tentang ekologi peternakan pada masyarakat primitif Karimojong Uganda. Kemudian membandingkannya dengan ekologi pertanian pada masyarakat Perancis Abad XVIII dan juga masyarakat ekonomi industri modern di Amerika Serikat. Salah satu kesimpulannya adalah bahwa setiap mode produksi merupakan sebuah transaksi dengan alam. Prinsip ekologi berlaku untuk setiap kegiatan ekonomi, yaitu

  1. struktur ekonomi dan organisasi sosial-ekonomi bervariasi sesuai dengan kondisi alam setempat;

  2. batas-batas alami dapat ditanggulangi melalui kemajuan teknologi (transportasi); dan

  3. kegiatan ekonomi di satu tempat akan menjadi input penting bagi kegiatan ekonomi di sekitarnya sebagai ekonomi eksternal dan merupakan jaringan interdependensi.

Perbedaan dan Persamaan Sosiologi Ekonomi dan Ilmu Ekonomi

Perbedaan teoritis antara sosiologi ekonomi dan ilmu ekonomi akan dijelaskan berikut ini

Konsep aktor

Titik tolak analisis ekonomi adalah individu. Titik tolak analisis sosiologi ekonomi adalah kelompok, institusi, dan masyarakat. Dalam mikroekonomi, pendekatan individualistik ini bersumber dari utilitarianisme awal Inggris dan ekonomi politik. Oleh Schumpeter pendekatan ini disebut sebagai individualisme metodologis karena membahas transaksi ekonomi dimulai dengan individu (Schumpeter, 1908). Akan tetapi, para sosiolog ketika mendiskusikan individu, mereka memfokuskan pada aktor sebagai entitas yang dikonstruksikan secara sosial, sebagai ―aktor dalam interaksi ( actor-in-interaction ) atau aktor dalam masyarakat― ( actor-in-society ). Selain itu, para sosiolog juga sering menganggap kelompok dan tingkat sosial-struktural sebagai fenomena sui generis .

Individualisme metodologis tidak sejalan dengan pendekatan sosiologis sebagaimana ditunjukkan Max Weber. Dalam Economy and Society , Weber mengkonstruksi sosiologinya atas dasar tindakan individu. Namun, tindakan ini baru menjadi perhatian sosiolog sepanjang tindakan tersebut adalah tindakan sosial, atau dalam kata-katanya, ―tindakan tersebut menjelaskan perilaku individu lain dan karena itu diorientasikan pada tujuannya‖ (Weber, 1922).

Formulasi ini menggarisbawahi perbedaan antara mikroekonomi dan sosiologi ekonomi. Pertama mengasumsikan bahwa aktor tidak berhubungan dengan aktor lain, sedangkan yang terakhir mengasumsikan bahwa aktor berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh aktor lainnya.

Konsep tindakan ekonomi

Dalam mikroekonomi, aktor diasumsikan mempunyai seperangkat preferensi dan pilihan yang telah tersedia dan stabil. Hal ini menjadi alternatif tindakan aktor untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) atau keuntungan (perusahaan). Dalam teori ekonomi, tindakan ini merupakan tindakan rasional secara ekonomi. Sebaliknya, sosiologi memberikan beberapa tipe kemungkinan tindakan ekonomi. Menurut Weber, tindakan ekonomi bisa bersifat rasional, tradisional, atau spekulatif-irrasional. Para ekonom tidak memberikan tempat bagi tindakan ekonomi tradisional.

Perbedaan lainnya antara mikroekonomi dan sosiologi ekonomi dalam konteks ini berhubungan dengan jangkauan tindakan rasional. Ekonom mengidentifikasi tindakan rasional dengan penggunaan sumber daya langka yang efisien. Pandangan sosiolog lebih luas. Weber mengidentifikasi tindakan rasional dengan maksimalisasi pemanfaatan dalam kondisi kelangkaan dan secara kuantitatif disebut sebagai rasionalitas formal. Di samping itu, Weber juga mengidentifikasi rasionalitas substantif. Rasionalitas ini mengacu pada prinsip-prinsip seperti loyalitas komunal atau nilai-nilai sakral. Perbedaan selanjutnya, terletak pada kenyataan bahwa para ekonom memandang rasionalitas sebagai sebuah asumsi, sedangkan para sosiolog memandangnya sebagai suatu variabel (Stinchcombe, 1986). Seiring dengan itu, para sosiolog cenderung memandang rasionalitas sebagai suatu fenomena yang perlu dijelaskan, bukan diasumsikan.

Perbedaan selanjutnya muncul dalam status makna dalam tindakan ekonomi. Para ekonom cenderung memandang makna tindakan ekonomi diperoleh dari hubungan antara selera yang ada di satu sisi dan harga serta kuantitas barang dan jasa di sisi lain. Dalam sosiologi, ―Definisi tindakan ekonomi harus mengemukakan fakta bahwa semua proses dan objek ekonomi― ditandai sepenuhnya dengan makna yang mereka miliki untuk tindakan manusia (Weber, 1922).

Menurut pandangan ini, makna dikonstruksi secara historis dan harus diselidiki secara empiris, serta sama sekali tidak bersumber dari asumsi dan kondisi eksternal.

Hambatan pada tindakan ekonomi

Dalam ilmu ekonomi, tindakan dibatasi oleh selera dan kelangkaan sumber daya, termasuk teknologi. Pengaruh aktif dari orang dan kelompok lain, dan juga pengaruh struktur institusional dikesampingkan. Sebaliknya, para sosiolog mengingatkan akan pengaruh tersebut dalam analisis atas tindakan ekonomi. Aktor-aktor lain bisa memudahkan, menghambat, atau membatasi tindakan individu dalam pasar. Misalnya, persahabatan yang sudah berlangsung lama antara pembeli dan penjual bisa mencegah pembeli meninggalkan penjual hanya karena barang dijual dengan harga lebih rendah di tempat lain di pasar (Dore, 1983). Makna kultural juga memengaruhi pilihan yang pada gilirannya bisa dianggap rasional.

Di Amerika Serikat, misalnya sulit membujuk orang untuk membeli kucing dan anjing untuk makanan sekalipun dagingnya bergizi dan lebih murah ketimbang jenis lainnya. Selain itu, posisi seseorang dalam struktur sosial juga mengkondisikan aktivitas ekonominya.

Hubungan ekonomi dengan masyarakat

Fokus utama para ekonom adalah pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi. Hingga tingkat tertentu, masyarakat yang ada dipandang di luar itu (Arrow, 1990). Selanjutnya, asumsi-asumsi ekonomi sering mengandaikan parameter kemasyarakatan yang stabil. Misalnya, asumsi yang sudah lama berkembang bahwa analisis ekonomi berurusan dengan transaksi- transaksi yang damai dan sah menurut hukum serta tidak berurusan dengan kekuatan dan kecurangan. Sebaliknya, sosiologi ekonomi selalu memandang proses ekonomi sebagai sebuah bagian organik dari masyarakat, terus- menerus berinteraksi dengan kekuatan-kekuatan lainnya.

Oleh karena itu, sosiologi ekonomi memusatkan perhatian pada tiga garis analisis utama, yaitu :

  1. analisis sosiologis atas proses ekonomi;
  2. analisis atas hubungan dan interaksi antara ekonomi dan masyarakat; dan
  3. studi tentang perubahan parameter institusional dan kultural yang merupakan konteks kemasyarakatan ekonomi.

Tujuan analisis

Sebagai ilmuwan sosial, baik para ekonom maupun sosiolog secara profesional memiliki minat terhadap penjelasan sistematis tentang fenomena. Akan tetapi, di dalam peminatan bersama ini, muncul perhatian yang berbeda. Para ekonom cenderung bersikap kritis terhadap analisis yang terlalu deskriptif dan teoretis. Malahan mereka menekankan pentingnya prediksi. Sebaliknya, para sosiolog kurang memberikan prediksi. Sebagai akibat dari perbedaan tersebut, para sosiolog sering mengkritik para ekonom karena menghasilkan model-model formal dan abstrak serta mengabaikan data empiris. Para ekonom mencela para sosiolog karena ketidakmampuan mereka membuat prediksi dan kecenderungan mereka terhadap interpretasi sosiologis post factum (Merton, 1968).

Metode yang digunakan

Penekanan pada prediksi menjadi salah satu alasan mengapa ekonomi menempatkan nilai tinggi prediksi tersebut dengan menyampaikan hipotesis dan modelnya dalam bentuk matematis. Namun, para ekonom sendiri mengkritik. Misalnya, dalam pidato presidensialnya untuk American Economic Association pada 1970, Wisely Leontief mengkritik entusiasme profesinya yang tidak kritis terhadap formulasi matematis. Bahkan ia menyatakan bahwa lebih dari separoh artikel di American Economic Review terdiri dari model-model matematis yang tidak berhubungan dengan data apa pun (Leontief, 1982).

Ketika para ekonom menoleh ke data empiris, mereka cenderung mengandalkan data yang dihasilkannya lewat proses ekonomi itu sendiri (misalnya, agregasi perilaku pasar, transaksi bursa efek, dan statistik ekonomi resmi yang dikumpulkan lembaga-lembaga pemerintah). Kadang-kadang survei sampel digunakan, khususnya dalam ekonomi konsumsi; data arsip jarang diperiksa, kecuali oleh sejarawan ekonomi; dan tidak ada karya etnografis. Sebaliknya, para sosiolog sangat mengandalkan berbagai macam metode, termasuk analisis atas data sensus, analisis survei independen, observasi partisipan dan studi lapangan, serta analisis atas data historis kualitatif dan komparatif.

Hirsch, Michaels, dan Friedman (1990) mencirikan dua model metodologis itu sebagai clean models bagi para ekonom dan dirty hands bagi para sosiolog.

Tradisi Intelektual

Para ekonom dan sosiolog tidak hanya bersandar pada tradisi intelektual yang berbeda, melainkan juga mereka menganggap tradisi tersebut secara berbeda (Karloff, 1990). Dipengaruhi oleh model ilmu alam tentang akumulasi sistematis pengetahuan, para ekonom kurang menunjukkan minat terhadap studi tentang dan penafsiran atas model klasik mereka dibandingkan para sosiolog (kecuali beberapa tokoh seperti Adam Smith dan David Ricardo). Karena itu, para ekonom memperlihatkan perbedaan yang tajam antara teori ekonomi belakangan dan sejarah pemikiran ekonomi. Dalam sosiologi dua aspek tersebut berkaitan erat. Bahkan model klasik diminati dan menjadi bacaan wajib.

Secara ringkas, perbandingan antara Sosiologi Ekonomi dan Ilmu Ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel Perbandingan antara Sosiologi Ekonomi dan Ilmu Ekonomi

Sosiologi Ekonomi Ilmu Ekonomi
Konsep Aktor Aktor dipengaruhi oleh aktor lain dan bagian dari kelompok dan masyarakat Aktor tidak dipengaruhi oleh aktor lain (individualisme metodologis)
Tindakan Ekonomi Banyak tipe tindakan ekonomi yang berbeda, antara lain rasional; rasionalitas sebagai variable Semua tindakan ekonomi diasumsikan rasional; rasionalitas sebagai asumsi
Hambatan pada tindakan ekonomi Tindakan ekonomi dibatasi oleh kelangkaan sumber daya, selera, struktur sosial, dan struktur makna Tindakan ekonomi dibatasi oleh kelangkaan sumber daya termasuk teknologi
Hubungan ekonomi dengan masyarakat Ekonomi dilihat sebagai bagian integral masyarakat; masyarakat selalu acuan dasar Pasar dan ekonomi acuan dasar; masyarakat sesuatu yg telah ada (“given”)
Tujuan analisis Deskripsi dan eksplanasi; jarang prediksi Prediksi & eksplanasi; jarang deskripsi
Metode yang digunakan Banyak metode berbeda yang digunakan, antara lain: historis dan komparatif; data sering diproduksi lewat analisis ( dirty hands ) Formal, khususnya bangunan model matematis tidak ada data; data resmi sering digunakan ( clean models )
Tradisi Intelektual Marx-Weber-Durkheim- Schumpeter-Polanyi- Parsons/Smelser model klasik; terus direinterpretasi dan diajarkan Smith-Ricardo-Mill- Marshall- Keynes-Samuelson; model klasik; termasuk masa lalu; perhatian pada teori belakangan dan hasil
Sumber : Knight (1921;1985); Quirk (1976); Baugh (1980); Swedberg (1986); Winter (1987); dan Hirsch Michaels, dan Friedman (1990).

Pemikiran-pemikiran Sosiologis tentang Ekonomi


Alexis de Tocqueville

Alexis de Tocqueville (1805–59) merupakan penyumbang pertama bagi sosiologi ekonomi. Karya-karya paling penting berkaitan dengan analisisnya tentang ekonomi adalah Democracy in America (1835–40) dan The Old Regime and the French Revolution (1856).

Democracy in America penting bagi sosiologi ekonomi terutama karena analisisnya tentang budaya ekonomi Amerika pada awal Abad XIX dan upayanya mengontraskan masyarakat aristokratis dan demokratis, dalam dimensi politik dan juga dimensi ekonominya. Dalam suatu diskusi panjang tentang apa yang disebut “prinsip kepentingan diri sendiri yang dipahami dengan benar”.

Tocqueville mengemukakan bahwa orang-orang Amerika menganggap dalam proses melayani kepentingan diri sendiri mereka itulah terbentuk perilaku yang bermoral dan sesuai dengan agama –dan hal ini mengajarkan mereka kesabaran dan juga membuat mereka bersikap metodis dan efisien dalam urusan-urusan ekonomi: “Diyakini sebagai suatu kebenaran bahwa orang melayani dirinya sendiri untuk melayani rekan-rekannya dan bahwa kepentingan pribadi untuk melakukan yang benar” (1835–40; 1945, 2:129). Ia juga mengemukakan bahwa keluarga adalah unit kunci dalam masyarakat aristokratis, sedangkan dalam masyarakat demokratis adalah individu dengan kepentingan-kepentingannya.

Tocqueville sangat terpesona dengan peran yang dimainkan organisasi- organisasi di Amerika. Di mana-mana ia menemukan organisasi-organisasi keagamaan, organisasi politik, organisasi ekonomi, dan sebagainya. Tocqueville percaya bahwa organisasi bisa memainkan peran penting dalam memperbaiki masyarakat demokratis, dengan memediasi antara individu yang terasing dan negara. Ia juga mengamati bahwa dengan ikut serta dalam berbagai organisasi sukarela, orang-orang Amerika mendapatkan pengetahuan yang berguna yang kemudian dapat digunakan ketika mereka ingin memulai organisasi ekonominya sendiri. Pada titik ini Tocqueville erat dengan beberapa argumen sekarang tentang kapital sosial.

The Old Regime and the French Revolution juga banyak menarik perhatian sosiologi ekonomi, khususnya karena analisisnya tentang perpajakan dan physiocrat. Selama berabad-abad negara Perancis selalu meninjau pendapatan baru dan memperlihatkan banyak kecerdikan dalam pencapaian ini. Hasilnya adalah banyak pajak dan biaya yang berbeda, dikumpulkan khususnya untuk strata yang tidak punya hak istimewa. Konsekuensi penting dan tidak terantisipasi dalam membebaskan aristokrasi dari pajak dan beban tertentu, catat Tocqueville adalah kemarahan, khususnya di kalangan para petani; dan biasanya sistem perpajakan mengatur kelas-kelas yang berbeda terhadap satu sama lain. Tocqueville juga mencatat bahwa pajak dan pinjaman adalah alternatif fungsional bagi penguasa. Terakhir, gambarannya tentang physiocrat, banyak membicarakan cita-cita politik pemimpinnya, Quesnay, dan koleganya ketimbang ide-ide ekonominya. physiocrat sangat mengagumi birokrasi Cina dan pada dasarnya ingin menciptakan suatu negara yang sentralistik.

Karl Marx

Titik awal Karl Marx adalah membahas yang terkait dengan kerja dan produksi. Orang harus bekerja untuk hidup, dan ini adalah suatu kenyataan bagi semua masyarakat. Kerja, dalam bukunya yang berjudul Capital , adalah suatu kondisi yang niscaya, bebas dari semua bentuk masyarakat, demi eksistensi manusia (Marx, 1867; 1906:50). Kepentingan material bersifat universal; dan kerja bersifat sosial bukan individual karena orang harus bekerja sama satu sama lain untuk bertahan hidup.

Marx mengkritik para ekonom karena menggunakan individu yang terasing dalam analisis mereka; dan terkadang ia berbicara tentang individu sosial untuk menjelaskan bahwa individu selalu berhubungan dengan orang lain (Marx, 1857–58; 1973:84–85). Menurut Marx, kepentingan paling penting adalah bersifat kolektif, apa yang ia sebut "kepentingan kelas. Akan tetapi, kepentingan tersebut baru akan efektif apabila orang mengakui dirinya sendiri termasuk kelas tertentu. Misalnya, Marx memperlihatkan dalam bukunya The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte bahwa selama abad medio ke-19 para petani tidak mampu memperkuat kepentingan kelas mereka . . . . Identitas kepentingan mereka tidak bersatu. . . mereka tidak membentuk kelas (1852; 1950: 109).

Marx mengkritik ide Adam Smith bahwa kepentingan ekonomi individu muncul secara bersamaan, selanjutnya kepentingan umum masyarakat, sebagai sebuah invisible hand. Menurut Marx, ini merupakan pertarungan kelas antara satu dengan yang lain karena sejarah tercatat dengan lumuran darah dan pergolakan (1867; 1906: 786).

Dalam karya-karyanya seperti The Manifesto of the Communist Party (1848; ditulis bersama dengan Friedrich Engels), Grundrisse (1857–58), A Contribution to the Critique of Political Economy (1859), dan Capital (1867), Marx melacak sejarah perjuangan kelas, sejak masa awal hingga masa yang akan datang. Dalam formulasinya yang terkenal sejak 1850-an, Marx menyatakan bahwa pada tahapan tertentu hubungan produksi menimbulkan konflik dengan kekuatan produksi dan hasilnya adalah revolusi serta melahirkan mode produksi baru (1859; 1970: 21).

Max Weber

Karya Weber tentang sosiologi ekonomi bisa ditemukan pada dua karya, yaitu Economy and Society (1922) dan Collected Essays in the Sociology of Religion (1920–21). Yang terakhir memuat The Protestant Ethic (dalam suatu versi yang telah direvisi dari 1920), The Protestant Sects and the Spirit of Capitalism (1906; rev. 1919– 20), dan tulisan-tulisan tentang etika ekonomi agama-agama dunia, termasuk The Religion of China (1920; 1951), The Religion of India (1921; 1958), Ancient Judaism (1921; 1952), dan beberapa teks lainnya (Weber, 1920; 1958; 1915; 1946a; 1915; 1946b). Materi dalam Collected Essays utamanya menyangkut sosiologi agama namun juga menarik bagi sosiologi ekonomi. Satu studi paling penting, tak diragukan lagi adalah The Protestant Ethic .

Dalam Collected Essays in the Sociology of Religion , Weber memberikan perhatian terhadap bagaimana ide dan kepentingan material menggerakkan tindakan orang serta cara bagaimana ia menggunakan konsep kepentingan untuk memahami agama. The Protestant Ethic, misalnya, memusatkan perhatian pada analisis kepentingan macam ini, dan inilah yang memperlihatkan ciri khas studinya. Menurut Weber, penganut Protestantisme asketik didorong oleh keinginan untuk selamat (kepentingan keagamaan) dan bertindak sesuai dengan itu. Maka dari itu, ia mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh pandangan dunia agamanya. Untuk berbagai alasan individu akhirnya percaya bahwa kerja yang bersifat duniawi, yang dilakukan secara metodis, menjadi sarana untuk keselamatan –dan ketika hal ini terjadi, kepentingan keagamaannya menyatu dengan kepentingan ekonomi.

Ketika menulis The Protestant Ethic , Weber menerbitkan esei yang meringkaskan secara bagus pendirian teoretisnya dalam analisis awalnya tentang ekonomi, yaitu Objectivity‘ in Social Science and Social Policy ([1904] 1949). Beberapa konsep dan ide yang diperkenalkan dalam esei ini masih sangat berguna sekarang ini, seperti ide bahwa ilmu ekonomi harus bersifat luas dan memayungi semuanya (Sozial- ¨okonomik; 64–65). Menurut pandangan ini, ―Ekonomi Sosial‖, tidak hanya memasukkan teori ekonomi melainkan juga sejarah ekonomi dan sosiologi ekonomi.

Weber mengemukakan bahwa analisis ekonomi tidak hanya menyingkap fenomena ekonomi melainkan juga fenomena yang relevan secara ekonomi dan fenomena yang dikondisikan secara ekonomi.

  • Fenomena ekonomi terdiri dari norma-norma dan institusi-institusi ekonomi, yang sering diciptakan untuk tujuan-tujuan ekonomi dan penting sekali bagi orang karena aspek ekonominya, misalnya korporasi, bank, dan bursa saham.

  • Fenomena yang relevan secara ekonomi adalah fenomena nonekonomi yang bisa jadi memiliki dampak terhadap fenomena ekonomi, misalnya institusi-institusi agama atau politik.

  • Fenomena yang dikondisikan secara ekonomi, misalnya fenomena yang hingga tingkat tertentu dipengaruhi oleh fenomena ekonomi. Misalnya, Protestantisme asketik, sebagaimana dianalisis dalam The Protestant Ethic .

Menurut Weber, sementara teori ekonomi hanya dapat menangani fenomena ekonomi (dalam versi rasionalnya), sejarah ekonomi dan sosiologi ekonomi bisa menguraikan fenomena yang dikondisikan secara ekonomi dan fenomena yang relevan secara ekonomi.

image
Gambar Bidang Subjek Ekonomi Sosial menurut Weber. Sumber : Max Weber, “„Objectivity‟ in Social Science and Social Policy,” h. 64–65 dalam Essays in the Methodology of the Social Sciences (New York: Free Press, 1949).

Dalam Economy and Society (1922; 1978), khususnya pada bab kuncinya (63–211) Weber berupaya mengembangkan suatu pendekatan baru dan kokoh dalam sosiologi; dan khususnya dua konsep yang ia diskusikan: tindakan sosial dan order.

  • Tindakan sosial terdiri dari tindakan, yang didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki makna, dan sosial, yang berarti tindakan diorientasikan kepada beberapa aktor lain.

  • Order terbentuk ketika tindakan-tindakan sosial berulang-ulang dari waktu ke waktu dan dipandang objektif. Order juga sering dilingkupi oleh berbagai sanksi, yang memberikannya stabilitas.

Menurut Weber, para ekonom mengkaji tindakan ekonomi murni, sebuah tindakan yang semata-mata didorong oleh kepentingan-kepentingan ekonomi atau hasrat untuk pemanfaatan ([1922] 1978: 63). Sosiolog ekonomi mengkaji tindakan ekonomi sosial atau tindakan yang didorong oleh kepentingan-kepentingan ekonomi dan diorientasikan kepada aktor-aktor lain. Tindakan-tindakan ekonomi sosial tidak hanya didorong oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, melainkan juga oleh tradisi dan emosi.

Emile Durkheim

Durkheim memberikan sumbangan bagi perkembangan pemikiran sosiologi ekonomi lewat studinya tentang The Division of Labor in Society (1893; 1984). Argumen pokoknya ialah bahwa masyarakat Barat telah berkembang dari masyarakat yang tidak terdiferensiasi ke masyarakat yang memiliki pembagian kerja yang sudah maju. Para ekonom seperti Adam Smith, kata Durkheim, memandang pembagian kerja semata-mata sebagai sebuah fenomena ekonomi. Padahal ia memiliki dimensi sosial, yaitu bagaimana ia membantu mengintegrasikan masyarakat dan membuatnya kohesif, dengan menciptakan banyak ketergantungan.

Perhatian utama Durkheim dalam The Division of Labor in Society ialah bahwa kemajuan ekonomi di negara-negara Barat seperti Perancis selama Abad XIX akhir dapat merusak masyarakat dengan membiarkan ketamakan individu lepas. Isu ini sering muncul dalam kaitannya dengan kepentingan pribadi versus kepentingan umum. Misalnya, dikemukakan bahwa

subordinasi kepentingan khusus ke kepentingan umum merupakan mata air dari seluruh aktivitas moral (1893; 1984: xliii).

Dalam Suicide, Durkheim juga mencatat bahwa hasilnya adalah anomi ekonomi kecuali kalau negara atau beberapa agen lainnya yang merepresentasikan kepentingan umum dapat turun tangan dan mengatur kehidupan ekonomi (1897; 1951:246, 259). Orang-orang membutuhkan aturan dan norma untuk menuntun tindakan- tindakan ekonomi mereka, dan mereka bereaksi sangat negatif terhadap situasi anomi atau anarki. Misalnya, bunuh diri, tidak hanya meningkat ketika ekonomi tiba-tiba mengalami penurunan, melainkan juga ketika mengalami peningkatan.

George Simmel

Simmel juga memberikan sumbangan bagi perkembangan pemikiran sosiologi ekonomi. Karya utama Simmel, Soziologie (1908), memuat analisis penting tentang kepentingan. Dalam bab teoretis utama volume ini Simmel membicarakan tentang masalah apa yang seharusnya menjadi analisis kepentingan sosiologis dan mengapa analisis tentang kepentingan sangat diperlukan oleh sosiologi. Dua proposisi paling pokok ialah bahwa kepentingan mendorong orang untuk membentuk relasi sosial dan hanya lewat relasi sosial kepentingan dapat dinyatakan.

Soziologie juga memuat sejumlah analisis tentang fenomena ekonomi, termasuk kompetisi. Dalam suatu bab tentang peran sejumlah aktor dalam kehidupan sosial, misalnya Simmel mengemukakan bahwa kompetisi dapat mengambil bentuk tertius gaudens (―orang ketiga yang beruntung‖). Dalam situasi ini, yang melibatkan tiga aktor, aktor A mengeksploitasi fakta bahwa aktor B dan C sedang berkompetisi untuk merebut kebaikan hatinya –untuk membeli atau menjual sesuatu misalnya. Konsekuensinya, kompetisi bukanlah sesuatu yang berkenaan hanya dengan para kompetitor (aktor B and C); melainkan juga berkaitan dengan aktor A, target kompetisi.

Dalam analisisnya itu Simmel juga mengontraskan kompetisi dengan konflik. Menurut dia, konflik secara tipikal berarti konfrontasi berhadap- hadapan antara dua aktor, sedangkan kompetisi menunjukkan upaya-upaya sejajar, yang berarti bahwa masyarakat dapat memperoleh keuntungan dari tindakan-tindakan kedua aktor. Dalam kompetisi seseorang mencoba untuk melakukan secara tepat apa yang dilakukan kompetitornya. Simmel menggarisbawahi bahwa kompetitor yang cakap selalu mencoba untuk memperhitungkan apa yang diinginkan pelanggan.

Karya sosiologis utama kedua Simmel adalah The Philosophy of Money (1900). Ia memuat banyak refleksi yang mengandung wawasan mendalam tentang hubungan antara uang dengan otoritas, uang dengan emosi, dan uang dengan kepercayaan.

Tokoh-tokoh Modern


Joseph Schumpeter

Dalam History of Economic Analysis, Schumpeter mengungkapkan bahwa analisis ekonomi menguraikan persoalan bagaimana orang berperilaku pada suatu waktu tertentu dan efek ekonomi apa yang dihasilkan dari perilaku itu; sedangkan sosiologi ekonomi menguraikan persoalan bagaimana mereka berperilaku sebagaimana mereka lakukan. Schumpeter (1954) mendefinisikan perilaku ekonomi cukup luas meliputi tidak hanya tindakan dan motivasi serta kecenderungan melainkan juga institusi-institusi sosial yang relevan dengan perilaku ekonomi seperti pemerintah, properti, dan kontrak.

Schumpeter menghasilkan tiga studi utama dalam sosiologi.

  • Studi pertama Schumpeter adalah artikel tentang kelas sosial. Ia mengontraskan penggunaan ekonom tentang konsep kelas dengan para sosiolog (1927; 1991). Menurut Schumpeter, para ekonom memandang kelas terutama sebagai kategori formal, sedangkan para sosiolog memandangnya sebagai realitas yang hidup. Inilah satu-satunya bagian dalam karya Schumpeter di mana ia secara langsung mengaitkan teori ekonomi dengan analisis sosiologis. Schumpeter melakukan ini dengan menggunakan teori entrepreneur -nya untuk menjelaskan pasang surut keluarga borjuis.

  • Studi kedua Schumpeter adalah artikel tentang sifat imperialisme (1919; 1991). Ide dasarnya ialah bahwa imperialisme bersifat prekapitalistik dan sangat irasional, serta merupakan sebuah ekspresi dari kelas atau stratum serdadu yang merasa harus terus-menerus menaklukkan area-area baru atau sebaliknya akan mundur dan kehilangan kekuasaan. Imperialisme apa pun yang ada sekarang ini, kata Schumpeter, adalah sisa dari zaman feodal.

  • Studi ketiga Schumpeter adalah ―The Crisis of the Tax State‖ (1918). Ini menganalisis peran negara dalam ekonomi. Schumpeter sendiri menggolongkan artikel ini sebagai suatu studi dalam ―sosiologi fiskal‖ ( finanzsoziologie ). Tesis utamanya ialah bahwa keuangan negara merepresentasikan posisi yang mempunyai hak-hak istimewa yang dari situ dianalisis tindakan-tindakannya.

Sementara itu, Capitalism, Socialism and Democracy (1942) tidak dipandang sebagai suatu karya sosiologi oleh Schumpeter sendiri, namun tesis utamanya sangat bersifat sosiologis walaupun mesin kapitalisme masih utuh, struktur institusionalnya lemah dan rusak, yang membuatnya rentan dan kemungkinannya akan digantikan oleh sosialisme. Pada poin akhir ini – kemenangan sosialisme atas kapitalisme—jelas salah. Karya ini merupakan upaya serius dengan pengamatan sosiologis yang tajam tentang kompetisi, monopoli, dan tentu saja topik kunci dari seluruh studinya: perubahan ekonomi.

Karl Polanyi

Karya Polanyi paling terkenal adalah The Great Transformation (1944). Tesis utamanya adalah bahwa upaya revolusioner telah dilakukan di Inggris pada Abad XIX untuk mengintrodusir tipe baru ekonomi, di mana segala sesuatu berkisar sekitar pasar. Tidak ada otoritas di luar, baik politik maupun agama, memiliki kekuasaan apa pun dalam urusan- urusan ekonomi; segala sesuatu ditentukan oleh pasar (pasar mengatur dirinya sendiri).

Sementara itu, kritik Polanyi terhadap teori ekonomi dan konsepsinya tentang keterlekatan ( embeddedness ) serta prinsip-prinsip perilaku‖ (kemudian berubah ke ―bentuk-bentuk integrasi) terdapat dalam Trade and Market in the Early Empires (1957), khususnya dalam eseinya The Economy as Instituted Process. Polanyi mengkritik teori ekonomi karena bersifat formal semata-mata memfokuskan pada pilihan, hubungan sarana-tujuan, dan kelangkaan barang. Juga kecenderungan dalam ekonomi menyamakan ekonomi semata-mata dengan pasar (1944; 1957: 270).

Konsep paling terkenal yang berhubungan dengan karya Polanyi adalah keterlekatan. Konsep ini digunakan dengan cara yang berbeda (cf. Barber, 1995). Menurut penggunaan sekarang, sebuah tindakan ekonomi pada prinsipnya selalu melekat dalam beberapa bentuk atau lainnya dari struktur sosial. Sedangkan menurut Polanyi, tindakan-tindakan ekonomi menjadi destruktif ketika hal tersebut disembedded, atau tidak ditata oleh otoritas sosial atau nonekonomi. Masalah riil dengan kapitalisme ialah bahwa alih-alih masyarakat menentukan ekonomi, ekonomi yang menentukan masyarakat; alih-alih sistem ekonomi melekat dalam hubungan sosial, hubungan tersebut kini melekat dalam sistem ekonomi (1947; 1971: 70). Untuk menata orang-orang dengan benar, Polanyi berkesimpulan ekonomi harus dilekatkan kembali ( reembedded )‖ dan kontrol politik atas ekonomi dibangun kembali.

Berkenaan dengan bentuk-bentuk integrasi, Polanyi mengatakan ada tiga bentuk integrasi atau jalan untuk menstabilkan ekonomi dan memberikannya kesatuan yang dibutuhkan: resiprositas, yang terjadi di dalam kelompok-kelompok simetris, seperti keluarga, kelompok kekerabatan, dan lingkungan; redistribusi, alokasi barang-barang dari pusat dalam komunitas, seperti negara bagian; dan pertukaran, distribusi barang-barang lewat pasar yang menciptakan harga (1957; 1971). Menurut Polanyi, di tiap- tiap ekonomi, biasanya ada campuran dari tiga bentuk tersebut dan institusi- institusi yang berhubungan: keluarga, negara, dan pasar (cf. Granovetter dan Yakubovich, 2000). Harga dan perdagangan juga bisa berbeda-beda, tergantung pada bentuk integrasi mana yang terlibat.

Mengorganisir Ekonomi, menurut Polanyi
Gambar Jalan Berbeda dalam Mengorganisir Ekonomi, menurut Polanyi. Sumber : Karl Polanyi, “The Economy as Instituted Process,” h. 243–69 dalam Trade and Market in Early Empires (Chicago: Karl Polanyi, Conrad Arensberg, and Harry Pearson Regnery, [1957] 1971).

Ekonomi hanya dapat diorganisir dengan beberapa jalan fundamental yang semuanya bertanggung jawab terhadap institusi-institusi khusus: resiprositas, redistribusi, dan pertukaran.

Talcott Parsons

Pada 1930-an, Parsons mengembangkan ide bahwa ekonomi menguraikan hubungan sarana-tujuan dalam tindakan sosial, sedangkan sosiologi menguraikan aspek nilainya. Pada 1950-an Parsons menuangkan kembali idenya tentang hubungan ekonomi dengan sosiologi dalam suatu karya yang ditulis bersama dengan Neil Smelser, Economy and Society (1956). Karya ini merupakan kontribusi utama Parsons bagi sosiologi ekonomi, meskipun ia menghasilkan beberapa karya lainnya yang relevan dengan bidang ini (Camic 1987; Swedberg, 1991b). Juga penting dicatat bahwa Parsons-lah yang menerjemahkan banyak karya Weber tentang topik-topik ekonomi ke dalam bahasa Inggris; ia juga memelopori esei penting tentang sosiologi ekonomi teoretis Weber dalam The Theory of Social and Economic Organization (Parsons 1947).

Dalam Economy and Society (1956), Parsons dan Smelser mencatat bahwa dua disiplin ekonomi dan sosiologi sangat jauh satu sama lain, dan ini merupakan situasi yang perlu diperbaiki. Mereka mengemukakan bahwa sosiologi dan ekonomi harus direkonseptualisasikan sebagai bagian dari teori umum sistem sosial. Menurut mereka, ekonomi dapat dipahami sebagai sebuah subsistem, yang berinteraksi dengan tiga subsistem lainnya (pemerintahan, subsistem integratif, dan subsistem motivasional-kultural). Ide ekonomi sebagai sebuah subsistem, yang dapat ditemukan dalam karya Parsons and Smelser itu, mengingatkan kita kepada ide Weber tentang ranah ekonomi. Terakhir mengacu pada nilai, sedangkan subsistem ekonomi memiliki fungsi adaptif dan struktur institusional yang berbeda.

Definisi Sosiologi Ekonomi


Secara sederhana sosiologi ekonomi dapat didefinisikan sebagai aplikasi perspektif sosiologis pada fenomena ekonomi. Etzioni (1988) menyebutnya dengan sosial ekonomi dalam arti aspek sosial dari kegiatan ekonomi. Dalam versi yang lebih luas, sosiologi ekonomi adalah aplikasi kerangka berpikir, variabel-variabel dan model-model penjelasan sosiologi pada berbagai kegiatan yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi atas barang dan jasa. Kadang terminologi ―sosiologi ekonomi‖ juga digunakan untuk aplikasi perspektif pilihan rasional pada perilaku sosial pada umumnya (Beker, 1990).

Sosiologi ekonomi adalah studi tentang bagaimana cara orang atau masyarakt memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa langka dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Ilmu ini mempelajari berbagai macam klegiatan yang sifatnya kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang/jasa yang sifatnya langka dalam masyarakat. Fokus pada kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan variabel-variabel sosiologi yang terlibat dalam konteks non-ekonomis.

Sekarang mari kita lihat perbandingan antara sosiologi ekonomi dengan ilmu ekonomi sebagai suatu cara untuk memahami karakteristik perspektif sosiologis tentang ekonomi. Dalam ilmu ekonomi, dikenal tradisi klasik dan neoklasik. Ilmu ekonomi neoklasik sebagaimana dikemukakan Knight (1985) bersandar pada premis: aktor memiliki informasi yang lengkap dan informasi itu bebas. Dari situlah ilmu ekonomi mengembangkan tradisi analisis yang didasarkan pada asumsi-asumsi risiko (risk) dan ketidakmenentuan (uncertainty) serta informasi sebagai biaya (cost). Ditambah lagi, banyak versi mengenai rasionalitas ekonomi, misalnya Herbert Simon menekankan konsep ―satisfying‖ dan ―bounded rationality‖ (Miner, 2006).

Dalam sosiologi ada banyak pendekatan dan aliran yang berbeda. Kondisi ini memengaruhi sosiologi ekonomi. Misalnya, Weber skeptis terhadap gagasan tentang ―sistem‖ sosial yang diterapkan pada ekonomi atau masyarakat. Parsons memandang masyarakat sebagai suatu sistem dan ekonomi sebagai salah satu subsistemnya. Namun, mereka memfokuskan pada macam-macam perilaku ekonomi yang berbeda. Bahkan sebagian mereka mengemukakan bahwa sosiologi harus berkonsentrasi pada institusi-institusi dan problem-problem inti ekonomi (Granovetter, 1990). Gambaran singkat di atas menggarisbawahi perbandingan antara ilmu ekonomi dengan sosiologi ekonomi yang akan membantu menjernihkan pemahaman kita mengenai karakteristik khusus perspektif sosiologis.

Perbedaan dan Persamaan Sosiologi Ekonomi dan Ilmu Ekonomi


Perbedaan teoritis antara sosiologi ekonomi dan ilmu ekonomi akan dijelaskan berikut ini.

  1. Konsep aktor
    Titik tolak analisis ekonomi adalah individu. Titik tolak analisis sosiologi ekonomi adalah kelompok, institusi, dan masyarakat. Dalam mikroekonomi, pendekatan individualistik ini bersumber dari utilitarianisme awal Inggris dan ekonomi politik. Oleh Schumpeter pendekatan ini disebut sebagai ―individualisme metodologis‖ karena membahas transaksi ekonomi dimulai dengan individu (Schumpeter, 1908). Akan tetapi, para sosiolog ketika mendiskusikan individu, mereka memfokuskan pada aktor sebagai entitas yang dikonstruksikan secara sosial, sebagai ―aktor dalam interaksi‖ (actor-in-interaction) atau ―aktor dalam masyarakat‖ (actor-in-society). Selain itu, para sosiolog juga sering menganggap kelompok dan tingkat sosial-struktural sebagai fenomena sui generis.

  2. Konsep tindakan ekonomi
    Dalam mikroekonomi, aktor diasumsikan mempunyai seperangkat preferensi dan pilihan yang telah tersedia dan stabil. Hal ini menjadi alternatif tindakan aktor untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) atau
    keuntungan (perusahaan). Dalam teori ekonomi, tindakan ini merupakan tindakan rasional secara ekonomi. Sebaliknya, sosiologi memberikan beberapa tipe kemungkinan tindakan ekonomi. Menurut Weber, tindakan ekonomi bisa bersifat rasional, tradisional, atau spekulatif-irrasional. Para ekonom tidak memberikan tempat bagi tindakan ekonomi tradisional.

    Perbedaan lainnya antara mikroekonomi dan sosiologi ekonomi dalam konteks ini berhubungan dengan jangkauan tindakan rasional. Ekonom mengidentifikasi tindakan rasional dengan penggunaan sumber daya langka yang efisien. Pandangan sosiolog lebih luas. Weber mengidentifikasi tindakan rasional dengan maksimalisasi pemanfaatan dalam kondisi kelangkaan dan secara kuantitatif disebut sebagai ―rasionalitas formal‖. Di samping itu, Weber juga mengidentifikasi ―rasionalitas substantif‖. Rasionalitas ini mengacu pada prinsip-prinsip seperti loyalitas komunal atau nilai-nilai sakral. Perbedaan selanjutnya, terletak pada kenyataan bahwa para ekonom memandang rasionalitas sebagai sebuah asumsi, sedangkan para sosiolog memandangnya sebagai suatu variabel (Stinchcombe, 1986). Seiring dengan itu, para sosiolog cenderung memandang rasionalitas sebagai suatu fenomena yang perlu dijelaskan, bukan diasumsikan.

    Perbedaan selanjutnya muncul dalam status makna dalam tindakan ekonomi. Para ekonom cenderung memandang makna tindakan ekonomi diperoleh dari hubungan antara selera yang ada di satu sisi dan harga serta kuantitas barang dan jasa di sisi lain. Dalam sosiologi, ―Definisi tindakan ekonomi harus mengemukakan fakta bahwa semua proses dan objek ―ekonomi‖ ditandai sepenuhnya dengan makna yang mereka miliki untuk tindakan manusia‖ (Weber, 1922). Menurut pandangan ini, makna dikonstruksi secara historis dan harus diselidiki secara empiris, serta sama sekali tidak bersumber dari asumsi dan kondisi eksternal.

  3. Hambatan pada tindakan ekonomi
    Dalam ilmu ekonomi, tindakan dibatasi oleh selera dan kelangkaan sumberdaya, termasuk teknologi. Pengaruh aktif dari orang dan kelompok lain, dan juga pengaruh struktur institusional dikesampingkan. Sebaliknya, para sosiolog mengingatkan akan pengaruh tersebut dalam analisis atas tindakan ekonomi. Aktor-aktor lain bisa memudahkan, menghambat, atau membatasi tindakan individu dalam pasar. Misalnya, persahabatan yang sudah berlangsung lama antara pembeli dan penjual bisa mencegah pembeli meninggalkan penjual hanya karena barang dijual dengan harga lebih rendah di tempat lain di pasar (Dore, 1983). Makna kultural juga memengaruhi pilihan yang pada gilirannya bisa dianggap ―rasional‖. Di Amerika Serikat, misalnya sulit membujuk orang untuk membeli kucing dan anjing untuk makanan sekalipun dagingnya bergizi dan lebih murah ketimbang jenis lainnya. Selain itu, posisi seseorang dalam struktur sosial juga mengkondisikan aktivitas ekonominya.

  4. Hubungan ekonomi dengan masyarakat
    Fokus utama para ekonom adalah pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi. Hingga tingkat tertentu, masyarakat yang ada dipandang ―di luar itu‖ (Arrow, 1990). Selanjutnya, asumsi-asumsi ekonomi sering mengandaikan parameter kemasyarakatan yang stabil. Misalnya, asumsi yang sudah lama berkembang bahwa analisis ekonomi berurusan dengan transaksi-transaksi yang damai dan sah menurut hukum serta tidak berurusan dengan kekuatan dan kecurangan. Sebaliknya, sosiologi ekonomi selalu memandang proses ekonomi sebagai sebuah bagian organik dari masyarakat, terusmenerus berinteraksi dengan kekuatan-kekuatan lainnya. Oleh karena itu, sosiologi ekonomi memusatkan perhatian pada tiga garis analisis utama, yaitu (1) analisis sosiologis atas proses ekonomi; (2) analisis atas hubungan dan interaksi antara ekonomi dan masyarakat; dan (3) studi tentang perubahan parameter institusional dan kultural yang merupakan konteks kemasyarakatan ekonomi.

  5. Tujuan analisis
    Sebagai ilmuwan sosial, baik para ekonom maupun sosiolog secara profesional memiliki minat terhadap penjelasan sistematis tentang fenomena. Akan tetapi, di dalam peminatan bersama ini, muncul perhatian yang berbeda. Para ekonom cenderung bersikap kritis terhadap analisis yang terlalu deskriptif dan teoretis. Malahan mereka menekankan pentingnya prediksi. Sebaliknya, para sosiolog kurang memberikan prediksi. Sebagai akibat dari perbedaan tersebut, para sosiolog sering mengkritik para ekonom karena menghasilkan model-model formal dan abstrak serta mengabaikan data empiris. Para ekonom mencela para sosiolog karena ketidakmampuan mereka membuat prediksi dan kecenderungan mereka terhadap ―interpretasi sosiologis post factum‖ (Merton, 1968).

  6. Metode yang digunakan
    Penekanan pada prediksi menjadi salah satu alasan mengapa ekonomi menempatkan nilai tinggi prediksi tersebut dengan menyampaikan hipotesis dan modelnya dalam bentuk matematis. Namun, para ekonom sendiri mengkritik. Misalnya, dalam pidato presidensialnya untuk American Economic Association pada 1970, Wisely Leontief mengkritik ―entusiasme profesinya yang tidak kritis terhadap formulasi matematis.‖ Bahkan ia menyatakan bahwa lebih dari separoh artikel di American Economic Review terdiri dari model-model matematis yang tidak berhubungan dengan data apa pun (Leontief, 1982).

  7. Tradisi intelektual
    Para ekonom dan sosiolog tidak hanya bersandar pada tradisi intelektual yang berbeda, melainkan juga mereka menganggap tradisi tersebut secara berbeda (Karloff, 1990). Dipengaruhi oleh model ilmu alam tentang akumulasi sistematis pengetahuan, para ekonom kurang menunjukkan minat terhadap studi tentang dan penafsiran atas model klasik mereka dibandingkan para sosiolog (kecuali beberapa tokoh seperti Adam Smith dan David Ricardo). Karena itu, para ekonom memperlihatkan perbedaan yang tajam antara teori ekonomi belakangan dan sejarah pemikiran ekonomi. Dalam sosiologi dua aspek tersebut berkaitan erat. Bahkan model klasik diminati dan menjadi bacaan wajib

    Meskipun ada perbedaan antara tradisi ekonomi dan sosiologi ekonomi, beberapa bukti sintesis dapat diidentifikasi. Para teoretisi besar seperti Alfred Marshall, Vilfredo Pareto, dan Talcott Parsons telah mengupayakan sintesis teoretis. Tokoh-tokoh tertentu lainnya, seperti Weber dan Schumpeter, telah membangkitkan minat di kalangan ekonom dan sosiolog. Selain itu, beberapa ekonom dan sosiolog juga sering melakukan kerja sama dalam masalah spesifik seperti kemiskinan.

Referensi

http://repository.ut.ac.id/4617/1/SOSI4403-M1.pdf

Sosiologi Ekonomi merupakan perspektif sosiologis yang menjelaskan fenomena ekonomi, terutama terkait dengan aspek produksi, distribusi, pertukaran, konsumsi barang, jasa, dan sumber daya, yang bermuara pada bagaimana masyarakat mencapai kesejahteraan.

Sosiologi Ekonomi menunjukkan perkembangan yang eksplosif sejalan dengan berbagai permasalah sosial ekonomi masyarakat, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang yang sedang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui berbagai kebijakan pembangunan.

Perkembangan pemikiran Sosiologi Ekonomi antara lain ditandai oleh berkembangnya pemikiran dan teori tentang ekonomi, yang melihat cara kerja sistem ekonomi dengan menekankan pula pada aspek nonekonomi.

Pada beberapa dekade belakangan ini, perkembangan studi Sosiologi Ekonomi semakin tumbuh dan berkembang sejalan dengan fenomena ekonomi yang tentunya tidak terlepas dari cakupan aspek sosiologis yang melingkupinya.

Pada sisi lain, persoalan ekonomi setiap waktu semakin kompleks dan merambah segi kehidupan non ekonomi. Pada sisi lain, kecendrungan sosiolog memperluas fokus analisis pada bidang yang menjadi tradisi kajian ekonomi melahirkan sub disiplin Sosiologi Ekonomi.

Menurut Smelser dan Swedberg (2005) sosiologi ekonomi memfokuskan perhatian tentang fenomena ekonomi, terutama yang terkait dengan aspek produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa sebagai sumber daya yang terbatas. Perspektif itu meliputi interaksi personal, kelompok (grup), struktur sosial, kelembagaan, dan kontrol sosial termasuk sanksi, norma, dan nilai.

Dalam perkembangan selanjutnya, kontribusi sub disiplin Sosiologi Ekonomi menunjukkan perkembangan yang eksplosif sejalan dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat, baik di negara maju maupun di negara berkembang yang sedang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui berbagai kebijakan pembangunan.

Keterkaitan Ekonomi dan Sosiologi


Smelser dan Swedberg (2005) mengemukakan definisi sosiologi ekonomi dengan mengadopsi pendapat Weber maupun Durkheim, bahwa sosiologi ekonomi merupakan sub disiplin sosiologi yang memfokuskan bidang studi pada bagaimana aktor atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

“Economic sociology can be defined as the sosciological perspective applied to economic phenomena. A similar but more elaborate version is the application of the frames of reference, variables, and explanatory models of sociology to that complex of activities which is concerned with the production, distribution, exchange, and consumption of scarce good and services”.

Definisi di atas, menjelaskan dua terminologi tentang fenomena ekonomi, dan pendekatan sosiologis. Fenomena ekonomi yang menjadi fokus perhatian adalah mengenai cara aktor memenuhi kebutuhan, dan di dalamnya terkandung aspek produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi sumberdaya yang pada dasarnya bermuara pada kesejahteraan aktor.

Sedangkan pendekatan sosiologisnya meliputi kerangka acuan, variabel dan indikator, serta model-model yang digunakan sosiolog dalam memahami ataupun menjelaskan fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Dalam kerangka ini, terdapat perbedaan pendekatan ataupun cara pandang dari sudut ekonomi dan sosiologi ekonomi terutama dalam memandang aspek produksi, distribusi dan pertukaran, serta konsumsi sebagai komponen kegiatan ekonomi masyarakat.

Konsep Aktor


Pada dasarnya starting point analisis ekonomi didasari individu. Hal ini dilandasi paham utilatirianisme dan ekonomi politik yang dalam menjelaskan transaksi ekonomi semuanya dilandasi individualisme. Hal ini juga didasari pemikiran dari Adam Smith dalam karyanya “An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations” yang ditulis pada tahun 1776.

Gagasan mengenai prinsip individualisme dikemukakan dengan berpandangan bahwa motif manusia melakukan kegiatan ekonomi didasari oleh interes pribadi. Motif kepentingan individu yang didorong aliran pemikiran liberalisme akhirnya melahirkan sistem ekonomi pasar bebas yang berkembang menjadi sistem ekonomi kapitalis.

Konsep utama dari Smith adalah “laissez faier”, yakni kurangnya intervensi pemerintah (negara) dalam sistem ekonomi masyarakat yang menciptakan adanya individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi. Muara dari keseluruhan pemikiran itu adalah terciptanya individu manusia ekonomis (homo economicus) yang mengutamakan kepentingan individu dan sangat mengedepankan rasionalitas penuh (Heilbroner, 1986). Sementara, utilatirianisme (rasionalitas utilatirianisme) itu sendiri menurut Lawang (2005) adalah prinsip utama dari ekonomi.

Tindakan Ekonomi


Ekonomi mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki pilihan-pilihan ataupun preferensi tertentu. Tindakan individu bertujuan untuk memaksimalkan utilitas dan keuntungan yang selanjutnya dalam ekonomi disebut prinsip rasionalitas. Akan tetapi pandangan tersebut berbeda dari sudut pandang sosiologi, yakni seperti yang dikemukakan Weber mengenai tindakan yang dalam sosiologi dibedakan menjadi tindakan rasional dan tindakan tradisional (afektual).

Para ekonom cenderung menganggap bahwa tindakan ekonomi dapat ditarik dari hubungan antara preferensi selera dengan harga ataupun jasa pada sisi lainya. Sementara pandangan sosiolog memberi makna tindakan aktor yang dikonstruksi secara historis. Mengenai tindakan ekonomi, para ekonomi relatif tidak memperhatikan aspek power atau kekuasaan karena menurut sudut pandang ekonomi tindakan ekonomi dianggap sebagai pertukaran diantara yang sederajat.

Sedangkan menurut sosiologi tidaklah demikian, melainkan power ataupun kekuasaan dipandang sebagai salah satu dimensi yang penting dalam menentukan tindakan ekonomi (Smelser dan Swedberg, 2005).

Hambatan Tindakan Ekonomi


Masih menurut Smelser dan Swedberg, 2005), hal yang sangat mendasar bagi ekonomi dalam memandang hambatan tindakan ekonomi seseorang adalah selera dan adanya kelangkaan sumber daya, termasuk keterbatasan dalam penguasaan teknologi.

Dalam kerangka ini, ekonom mudah untuk melakukan prediksi atas tindakan ekonomi yang didasari prinsip memaksimalkan pemanfaatan (utilitas) dan keuntungan. Sementara sosiologi lebih luas dari itu, yakni hambatan aktor dalam melakukan tindakan ekonomi juga dibatasi oleh beberapa faktor seperti hubungan antar aktor, selain terbatasnya sumber daya.

Hubungan Ekonomi dan Masyarakat


Fokus perhatian utama dari ekonom adalah aspek pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi. Sementara masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang berada di luar itu dan dipandang sudah ada. Hal itu berbeda dari sudut pandang sosiolog, yakni memandang masyarakat sebagai suatu sistem sosial dan ekonomi merupakan bagian integral dari sistem masyarakat.

Oleh karena itu, Smelser dan Swedberg (2005) mengemukakan bahwa sosiologi ekonomi lebih banyak memfokuskan perhatian pada: (i) analisis sosiologis tentang proses-proses ekonomi, antara lain seperti terbentuknya harga (kesepakatan) antara pelaku atau aktor ekonomi; (ii) analisis hubungan interaksi antara ekonomi dan institusi lain dalam masyarakat, antara lain dapat kita analisis hubungan antara ekonomi dan agama, ataupun politik, birokrasi, dan institusi lainnya; (iii) analisis mengenai dinamika kelembagaan dan parameter budaya yang menjadi landasan ekonomi masyarakat.

Beberapa Aliran Pemikiran yang Mempengaruhi Sosiologi Ekonomi Saat Kini


Studi mengenai tindakan aktor dalam fenomena ekonomi pada dasarnya cenderung terfokus untuk menganalisis bagaimana masyarakat bertahan hidup melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Secara historis perkembangan Sosiologi Ekonomi diawali dengan perkembangan kehidupan ekonomi modern dengan ciri berkembangnya masyarakat industri pasca masyarakat agraris yang mengandalkan kegiatan pertanian sebagai dasar kegiatan perekonomian masyarakat.

Pasca pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh sosiologi klasik khususnya Sosiologi Ekonomi, sejak dekade 1980-an muncullah aliran pemikiran baru dalam sosiologi ekonomi (Smelser dan Swedberg, 2005). Aliran pemikiran baru antara lain terangkum dalam teori Granovetter (1985) mengenai keterlekatan (embeddedness) meletakkan jaringan sosial (network) sebagai titik sentral pemikirannya.

Lebih jauh dan yang relatif terbaru dari Granovetter (2005) adalah gagasan mengenai pengaruh struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan sosial (network), terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Kemudian, Semelser dan Swedberg (2005) juga lebih detail menjelaskan peranan penting dari aliran pemikiran sosiologi struktural bagi studi-studi Sosiologi Ekonomi.

Proposisi utama dari aliran itu adalah bahwa relasi aktor dan posisi aktor dalam struktur sosial merupakan hal yang krusial dalam proses-proses sosialnya. Kemudian berkembang lebih jauh studi-studi jaringan sosial di pertengahan tahun 1970-an hingga tahun 1990-an yang banyak memfokuskan perhatian pada jaringan kerja korporasi dan sektor industri yang erat pertaliannya dengan teoriteori organisasi dengan memfokuskan perhatian pada keterkaitan antara korporasi dengan lingkungan sosialnya.

Terdapat tiga ranah utama yang menjadi fokus perhatian studi Sosiologi Ekonomi melalui penerapan teori organisasi, yakni dalam ranah ketergantungan terhadap sumberdaya, ekologi kependudukan, dan new institutionlasm. Disamping itu, perkembangan Sosiologi Ekonomi baru saat ini turut dipengaruhi pula oleh penerapan Sosiologi Kultural dan pemikiran-pemikiran komparatif - historis.

Aliran ini berkembang pertama kali saat mencetuskan beberapa proposisi utama yang digagas antara lain oleh Harisson White (dari Harvard University), dan murid-muridnya seperti Garanovetter yang juga didukung Swedberg dan beberapa tokoh pemikir Sosiologi Ekonomoi baru.

Proposisi yang dimaksud adalah: (i) tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial, (ii) tindakan ekonomi disituasikan secara sosial, dan (iii) institusi-institusi ekonomi dikonstruksi secara sosial. Ketiga proposisi tersebut bersumber dari gagasan Weber mengenai tindakan sosial.

Menurut Weber tindakan ekonomi tidak semata-mata dipandang sebagai fenomena stimulus-respon yang sederhana, melainkan lebih kepada hasil dari suatu proses yang dilakukan oleh individu dalam hubungan sosial yang berlangsung (Sukidin, 2009).

Referensi

https://media.neliti.com/media/publications/62113-ID-perspektif-dan-peran-sosiologi-ekonomi-d.pdf

Istilah “sosiologi ekonomi” (economic sociology) pertama kali digunakan oleh William Stanley Jevons pada 1879, yang kemudian diperkaya oleh kerja-kerja intelektual Durkheim, Weber, dan Simmel antara tahun 1890 hingga 1920.42 Sosiologi ekonomi muncul sebagai pendekatan baru terhadap analisis gejala-gejala ekonomi, menekankan pada hubungan kelas dan modernitas sebagai konsep fi lsafat . Hubungan antara kapitalisme dan modernitas sebagai isu yang sangat penting diperkuat oleh jasa Max Weber dalam karyanya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (Die Protestan Ethik Under Giest Des Kapitalis) yang diterbitkan pada 1905 dan karya Goerge Simmel Philosophy of Money (1900).

Dengan tajam, Max Weber menghubungkan Etika Protestan dan Semangat Kapitalis dengan tesis: munculnya Etika Protestan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kapitalis. Ini sangat kontras dengan anggapan bahwa agama tidak dapat menggerakkan semangat kapitalisme . Studi Weber tentang bagaimana kaitan antara doktrin-doktrin agama yang bersifat puritan dan fakta-fakta sosial, terutama dalam perkembangan industri modern telah melahirkan corak dan ragam nilai, yaitu nilai itu menjadi tolak ukur bagi perilaku individu.

Diawali oleh esai etika protestan dan semangat kapitalisme, Weber menyebutkan agama adalah salah satu alasan utama perbedaan antara budaya Barat dan Timur. Ia mengaitkan efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifi kasi sosial dan pemikiran agama, serta pembedaan karakteristik budaya barat. Tujuannya adalah untuk menemukan alasan mengapa budaya Barat dan Timur berkembang dengan jalur yang berbeda.

Weber kemudian menjelaskan temuannya terhadap dampak pemikiran agama puritan (Protestan) memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sistem ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat, namun tentu saja ini ditopang dengan faktor lain di antaranya adalah rasionalitas terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, serta sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi.

Studi agama menurut Weber semata hanyalah meneliti satu emansipasi dari pengaruh magis, yaitu pembebasan dari pesona. Hal ini menjadi sebuah kesimpulan yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang sangat penting dari budaya yang ada di Barat. Dalam setiap agama, menurut Weber, kita akan menemukan bahwa sebuah perubahan dalam strata yang menentukan secara sosial biasanya menjadi sangat penting. Di sisi lain, jenis suatu agama, yang suatu saat ditandai, biasanya didesak pengaruh yang terentang jauh di atas perilaku kehidupan dari strata yang heterogen. Weber mengkritik teori kelas yang dianggapnya terlalu umum dan abstrak terhadap etika keagamaan yang dapat disimpulkan sebagai teori “kebencian”.

Lebih jauh ke belakang, sebenarnya kajian sosiologi ekonomi juga dianggap mulai meluas sejak munculnya karya Alexis de Tocqueville, Democracy in America (1835—1840) dan The Old Regime and the Revolution (1856). Karya Emile Durkheim, The Division of Labour in Society, diterbitkan pada 1922. Sosiologi kadang juga diistilahkan dengan sosio-ekonomi. Dalam banyak hal, ahli sosio-ekonomi memberi perhatian besar pada akibat dari perubahan-perubahan ekonomi yang khusus, seperti dampak sosial dari ditutupnya pabrik, manipulasi pasar, dan lain sebagainya.

Yang tak bisa ditinggalkan dalam kajian sosiologi-ekonomi adalah pemikiran Karl Marx yang menggunakan pendekatan materialisme historis . Yang dominan dalam pendekatan yang dilakukannya adalah pertanyaan: apa yang menentukan—yang menjadi dasar (basis)—dari gerak sejarah, perubahan sosial-budaya itu? Yang menggerakkan masyarakat adalah tenaga produktif. Struktur basis masyarakat adalah ekonomi (dialektika kekuatan produksi dan hubungan produksi ). Inilah yang disebut determinisme ekonomi, ketika gerak sejarah mendasarkan diri pada kerja manusia dalam mengatasi alam, komunikasi manusia demi kebutuhan hidup, dan terciptanya kekuatan/tenaga produktif dalam kerja ekonomibudaya- politik-ideologi-seni sehari-hari.

Marx mengajak kita membuka mata bahwa ada dunia nyata dan material yang bisa dan harus dijelaskan, dan ini tidak bisa disangkal. Apakah kita akan menyangkal bahwa waktu-waktu kita disibukkan dengan realitas material, aktual, dan nyata? Awalnya adalah makan, minum, rumah, pakaian, seks, dan lain-lain. Kemudian, baru seni , politik, budaya, ideologi, dan lain-lain—sebagai super-struktur (struktur atasnya). Marx sangat paham bahwa pada dasarnya yang menyibukkan manusia adalah bagaimana ia menegaskan dunia nyata dan materialnya; bahkan sering aktivitas manusia yang lain (misalnya, politik, budaya, ideologi, seni, bahkan agama) menjadi selubung dan alat basis yang mendasar itu. Oleh karena itulah, yang harus digunakan untuk menjelaskan masyarakat.

Kita sering memahami fenomena itu dalam masyarakat— contohnya, banyak orang alim, kiai, agamawan, orang rajin beribadah, dan lain-lain, tapi dalam pikiran dan aktivitas aktualnya ternyata juga soal ekonomi: bagaimana usaha dagangnya, bagaimana tanahnya yang sangat luas (karena ia tuan tanah), bagaimana ia ingin memiliki istri sampai tiga orang, dan lain sebagainya. Atau, banyak kasus, misalnya:

  1. Pangeran Diponegoro menyerang Belanda (dan orang awam menyebutnya ‘Pahlawan’), padahal memang ada dasar materi yang menggerakkan, yaitu karena tanah makam leluhurnya direbut oleh Belanda;
  2. Sarekat Dagang Islam (SDI) dibentuk dalam rangka reaksi untuk melawan kaum kapitalis Belanda-Eropa dan kaum borjuis (pedagang) kelontong China dan Arab—elite-elite Islam waktu itu bahkan menggunakan fi tnah primordial untuk mengesahkan tindakan kekerasan terhadap golongan “non-pribumi”. Hal yang sama juga terjadi dalam kasus kerusuhan rasial-primordial di Indonesia hingga saat ini;
  3. Elite NU, sebagai kelas tuan tanah pedesaan Jawa, dengan meminjam Banser (milisi bentukannya) telah melakukan pembantaian yang kejam terhadap anggota PKI pada 1966. Hal ini karena pada 1960 program sosialis (PKI) telah mendesak Soekarno untuk melakukan land reform (pembaruan agraria) melalui UUPA yang isinya adalah pembatasan kepemilikan tanah: para kiai sebagai tuan tanah merasa dendam dengan kaum sosialis, mereka pun sebenarnya membagi-bagikan tanah pada saudara-saudara dekat sehingga bisa dikatakan program UUPA tidak berhasil karena berbenturan dengan ulah para elite feodal di pedesaan.

Aspek ekonomi dalam perubahan sosial dan sebagai faktor penyebab terjadinya berbagai macam proses dan interaksi sosial akan tetap menjadi kajian menarik dalam ilmu sosial dan sosiologi. Ia melibatkan kajian makro ataupun mikro.