Apa yang dimaksud dengan Sistem Sosial yang Mengasingkan Karl Marx?

image
Salah satu hasil pemikiran Karl Marx adalah sistem sosial yang mengasingkan.

Apa yang dimaksud dengan sistem sosial yang megasingkan Karl Marx?

Marx tidak berangkat dari hal yang abstrak dalam menggambarkan keterasingan manusia di era kapitalisme . Ia berangkat dari tesis-tesis ekonomi-politik. Keterasingan dikonseptualisasikan dari analisisnya tentang kepemilikan pribadi, pemisahan antara buruh, modal dan tanah, juga upah, keuntungan dan penyewaan, pembagian kerja, kompetisi, nilai tukar, dan lain-lain.

Keterasingan sosial, bersamaan dengan bertumpuknya kekuasaan di tangan pemilik modal, menjelaskan keterasingan manusia yang dapat ditelusuri dalam hubungan kerja antara buruh dan majikan, yaitu buruh diisap. Kata Marx:

“Alienasi manusia, dan di atas semua itu, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, pertama diwujudkan dan diungkapkan dalam hubungan antara setiap manusia dan orang lain. Maka, dalam hubungannya dengan buruh yang terasing, setiap manusia menghargai sesamanya sesuai norma dan hubungan di mana ia menemukan dirinya sebagai seorang pekerja… *

Setiap alienasi (keterasingan) diri manusia, dari dirinya sendiri dan dari alam, tampak dalam hubungan yang dengannya dia memostulasikan antara orang lain, dirinya, dan alam… di dunia nyata alienasi ini hanya dapat terungkap dalam hubungan nyata dan praktis antara manusia dan sesamanya.”

Makna alienasi kerja, menurut Marx, adalah kerja bersifat eksternal bagi pekerja, bahwa kerja bukan bagian dari wataknya; dan bahwa, sebagai akibatnya, dia tidak bisa memenuhi dirinya dalam kerja. Beberapa uraian ini mungkin dapat memberikan penjelasan tentang terjadinya alienasi (keterasingan) yang dimaksudkannya:

  • Kerja buruh dalam kapitalisme adalah sebuah komoditas yang lebih murah dibandingkan barang dagangan yang diciptakannya, yaitu buruh terasing dengan hasil ciptaannya sendiri! Saat nilai barang (produk) meningkat, nilai kemanusiaan justru menurun (devaluasi kemanusiaan).
  • Buruh harus dipandang sebagai kelompok orang yang bukan hanya menciptakan barang-barang, melainkan juga menciptakan dirinya dan pekerja sebagai komoditas (barang dagangan). Tindakan kerja, oleh ekonomi politik (kapitalis) dilihat sebagai pelemahan kerja:

“Semua ini berasal dari fakta bahwa pekerja berhubungan dengan hasil kerjanya sebagaimana dengan objek asing… Keterasingan yang dialami pekerja dari hasil kerjanya bukan hanya berarti bahwa kerjanya menjadi objek, yang mengasumsikan sebuah eksistensi eksternal, melainkan juga bahwa objek itu berdiri sendiri, di luar dirinya dan asing baginya…hidup yang telah diberikannya pada objek menyebabkan objek itu bertentangan dengan dirinya sendiri sebagai kekuatan yang asing dan bermusuhan.”

  • Keterasingan itu tak ada bedanya dengan orang yang cacat yang terasing karena keterbatasan indranya:

“Buruh pasti menghasilkan intan permata bagi orang-orang kaya, tetapi hanya menciptakan kemelaratan untuk dirinya sendiri. Buruh membangunkan istana, tetapi gubuk untuk dirinya. Buruh menghasilkan kecantikan, tetapi cacat yang diterimanya.”

  • Jadi, makna keterasingan (alienasi ) itu adalah: (1) kerja bersifat eksternal bagi pekerja, bahwa kerja bukan lagi merupakan bagian dari wataknya; (2) konsekuensinya: dia tidak memenuhi dirinya dalam kerja, tetapi menolak dirinya; (3) pekerja lebih menderita daripada makhluk yang baik; dan (4) pekerja tidak mengembangkan energi mental dan fi siknya secara bebas, tetapi justru lelah secara fi sik dan mentalnya turun.

Kerja seperti itu tidak berdasarkan kebebasannya sebagai spesies, tetapi telah tereduksi demi aktivitas yang tertukar dengan uang. Pekerja tidak menjadi subjek atas dunianya, tetapi menjadi objek atas dunianya, bukan untuk pemenuhan dan ungkapan individualnya yang sejati, melainkan untuk wilayah eksternalnya, mungkin untuk orang lain yang membayarnya. Aktivitas yang bukan dari (dan demi) dirinya adalah aktivitas yang teralienasi. Marx menganggap alienasi aktivitas praktis manusia, yaitu kerja, berasal dari dua aspek:

  1. Hubungan pekerja dengan produknya sebagai objek asing yang menguasainya Hubungan ini pada saat bersamaan merupakan hubungan dengan dunia eksternal, dengan benda-benda alam, sebagai dunia yang asing dan memusuhi;
  2. Hubungan kerja dengan tindakan produksi dalam kerja Hubungan ini merupakan hubungan kerja dengan aktivitasnya sebagai sesuatu yang asing dan tidak menjadi miliknya, aktivitas yang menderita (pasivitas), kekuatan sebagai ketidakberdayaan, penciptaan sebagai pengebirian, energi fi sik dan mental pekerja, kehidupan pribadinya (apa itu hidup kalau bukan aktivitas?) sebagai sebuah aktivitas yang ditujukan untuk melawan dirinya, independen darinya dan tidak menjadi miliknya.

Dalam hubungan mengasingkan yang paling nyata dan dasar itulah, kita melihat interaksi antara sesama manusia di zaman yang kian kapitalistis ini tidak menunjukkan kontak sosial yang bersifat positif (kerja sama), tetapi negatif yang diwarnai konfl ik dan kekerasan.

Jika Soerjono Soekanto memberikan contoh keterasingan yang disebabkan oleh kasta (yang merupakan karakter pada zaman penindasan dan ketimpangan pada masyarakat lama), perlu diingat bahwa di era modern sekarang ini, keterasingan yang disebabkan oleh pelapisan/stratifi kasi sosial itu juga masih terjadi. Dalam era kapitalisme modern, pelapisan sosial yang dimaksud adalah ketimpangan berbasis kelas antara pemiliki modal yang kaya (penguasa alat-alat produksi) dan kebanyakan orang miskin, terutama yang tak memiliki alat-alat produksi.

Kedua kelas inilah yang saling terasing. Ketimpangan kelas era kuno pada zaman kerajaan (yang berbasis pada corak produksi tanah atau feodal) yang terasing itu dapat digambarkan seperti ini: raja dan keluarganya tinggal dalam istananya yang dikelilingi benteng dan jauh atau eksklusif dari massa mayoritas, di dalamnya ada taman bermain sendiri, ada kolam, ada tempat berburu, juga ada wanitawanita yang dipilihnya dengan puting-puting susu menjuntai; dan sekali lagi semuanya dibatasi oleh tembok tinggi untuk raja dan keluarganya. Apa pun keinginannya hampir semua terpenuhi.

Interaksi sosial sekarang juga masih diwarnai dengan keterasingan akibat ketimpangan. Para konglomerat juga tinggal di rumah yang mewah dan dijaga satpam, di dalamnya juga terdapat berbagai macam kemewahan, saat keluar juga naik mobil, tak berinteraksi dengan rakyat jelata (kecuali hanya sebentar untuk diambil gambarnya demi politik pencitraan saat ia ingin maju merebut jabatan politik); ada yang tinggal di apartemen besar dan mewah, sedangkan rakyat jelata tinggal di belakang gedung di perkampungan kumuh, tetapi tak kelihatan.
Keterasingan juga didasari oleh kepentingan yang berbeda dan tidak “ketemu”: kapitalis mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, yang dilakukan adalah membayar semurah mungkin gaji buruh dan pekerja, membeli bahan baku (hasil pertanian dari kaum tani) semurah mungkin, sedangkan buruh juga ingin sejahtera dengan mendapatkan upah layak atau cukup atau tinggi, tani juga ingin hasil panennya mahal—biaya sarana produksi (saprodi), seperti pupuk, benih, dan teknologi kalau bisa murah; tetapi kapitalis (pengusaha) pupuk, teknologi pertanian, dan lain-lain juga cenderung menaikkan harga agar keuntungannya bertambah banyak.

Jadi, itulah keterasingan yang dilembagakan secara sistematis oleh struktur sosial kapitalisme . Ini menunjukkan adanya interaksi yang tidak sehat, buktinya kian menindas kapitalis, kian muncul pula masalah-masalah kemanusiaan. Maka, lahirlah kontak-kontak negatif berupa kekerasan atas nama agama (paham kelompokisme agama kian menguat), terorisme meluas, dan perkembangan kemanusiaan juga terhambat.