Apa yang dimaksud dengan Sinusitis atau rhinosinusitis?

Sinusitis, dikenal juga sebagai rhinosinusitis, adalah pembengkakan dari sinus (terdapat 6 sinus, 3 di kiri dan 3 di kanan). Dapat disebabkan oleh infeksi, alergi, atau masalah-masalah auto imunitas. Jika disebabkan oleh virus, biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari.

Apa yang dimaksud dengan Sinusitis atau Rinosinusitis ?

Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung. Dokter di pelayanan kesehatan primer harus memiliki keterampilan yang memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari dokter di pelayanan kesehatan primer dapat meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi durasi dan frekuensi absen kerja.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

  1. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria pada tabel …di halaman …

  2. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
    a. Akut : < 12 minggu
    b. Kronis : ≥ 12 minggu

  3. Khusus untuk sinusitis dentogenik:
    a. Salah satu rongga hidung berbau busuk
    b. Dari hidung dapat keluar ingus kental atau tidak beringus
    c. Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak

Tabel Kriteria diagnosis rinosinusitis menurut American Academy of Otolaryngology
image

Faktor Risiko

Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik, penting untuk digali. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti deviasi septum
  2. Rinitis alergi
  3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa
  4. Polip hidung
  5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan
  6. Asma bronkial
  7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering berulang
  8. Kebiasaan merokok
  9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari
  10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS
  11. Riwayat penggunaan kokain

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

  1. Suhu dapat meningkat

  2. Pemeriksaan rongga mulut
    Dapat ditemukan karies profunda pada gigi rahang atas.

  3. Rinoskopi anterior
    Rinoskopi anterior dapat dilakukan dengan atau tanpa dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut dapat ditemukan:

    • Edema dan / atau obstruksi mukosa di meatus medius
    • Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada meatus medius, kemungkinan sinus yang terlibat adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, dapat pula tidak beringus.
    • Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau hipertrofi konka.
  4. Rinoskopi posterior
    Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan sekret purulen pada nasofaring. Bila sekret terdapat di depan muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian anterior (maksila, frontal, etmoid anterior), sedangkan bila sekret mengalir di belakang muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).

  5. Otoskopi
    Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada telinga, misalnya tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi, ruptur).

  6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.
    Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid. Temuan yang menunjang diagnosis rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan, mengingat diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis.

  7. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Rinosinusitis Akut (RSA)
Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Akut (RSA)
image
image

Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi:

  1. Rinosinusitis akut viral (common cold): Bila durasi gejala < 10 hari

  2. Rinosinusitis akut pasca-viral:
    a. Bila terjadi peningkatan intensitas gejala setelah 5 hari, atau
    b. Bila gejala persisten > 10 hari namun masih < 12 minggu

  3. Rinosinusitis akut bakterial:
    Bila terdapat sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini:
    a. Sekret berwarna atau purulen dari rongga hidung
    b. Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada wajah
    c. Demam, suhu > 38oC
    d. Peningkatan LED / CRP
    e. Double sickening, yaitu perburukan setelah terjadi perbaikan sebelumnya

Rinosinusitis Kronis (RSK)
Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Kronik (RSK)
image

Diagnosis Banding

Berikut ini adalah diagnosis banding dari rinosinusitis akut dan kronis:

Tabel Diagnosis banding Rinosinusitis Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK)
image

Komplikasi

  1. Kelainan orbita
    Penyebaran infeksi ke orbita paling sering terjadi pada sinusitis etmoid, frontal, dan maksila. Gejala dan tanda yang patut dicurigai sebagai infeksi orbita adalah: edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri berat pada mata. Kelainan dapat mengenai satu mata atau menyebar ke kedua mata.

  2. Kelainan intrakranial
    Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menimbulkan meningitis, abses ekstradural, dan trombosis sinus kavernosus. Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adalah: sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), paresis nervus kranial, dan perubahan status mental pada tahap lanjut.

  3. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis kronik, dapat berupa: osteomielitis sinus maksila, abses subperiosteal, bronkitis kronik, bronkiektasis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Rinosinusitis Akut (RSA)

Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar Algoritma tatalaksana RSA berikut ini.


Gambar Algoritma Tatalaksana Rinosinusitis Akut (RSA)

Catatan
.* KS = Kortikosteroid
** Tanda infeksi bakteri: sekret purulen, nyeri wajah berat, suhu > 38oC, peningkatan LED / CRP, double sickening

Konseling dan Edukasi :

  1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.

  2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat kesembuhan, misalnya:

    • Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran (metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).

    • Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin kerja selama simtom masih ada.

    • Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.

    • Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan garam isotonis (salin).

Rencana Tindak Lanjut

  1. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari pengobatan. Bila tidak membaik, maka diagnosis menjadi RSA pasca viral dan dokter menambahkan kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.

  2. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.

  3. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.

Kriteria Rujukan

Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:

  1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema / eritema periorbital, perubahan posisi bola mata, Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat, pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal
  2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA bakterial).

Rinosinusitis Kronis

Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian KS intranasal atau oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma tatalaksana RSK.

Algoritma Tatalaksana Rinosinusitis Kronis (RSK)
Gambar Algoritma Tatalaksana Rinosinusitis Kronis (RSK)

Terapi Rinosinusitis

image
image
image
image

Konseling dan Edukasi

  1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang mendasari atau mencetuskan rinosinusitis kronik pada pasien beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.
  2. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara dokter dengan pasien.

Kriteria Rujukan

Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:

  1. Pasien imunodefisien
  2. Terdapat dugaan infeksi jamur
  3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
  4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat setelah 4 minggu.
  5. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.

Sinusitis Dentogenik

  1. Eradikasi fokus infeksi, misal: ekstraksi gigi
  2. Irigasi sinus maksila
  3. Antibiotik

Prognosis

Rinosinusitis Akut

  1. Ad vitam : Bonam
  2. Ad functionam : Bonam
  3. Ad sanationam : Bonam

Rinosinusitis Kronis

  1. Ad vitam : Bonam
  2. Ad functionam : Dubia ad bonam
  3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

Sinusitis Dentogenik

  1. Ad vitam : Bonam
  2. Ad functionam : Bonam
  3. Ad sanationam : Bonam

Peralatan

  1. Termometer
  2. Spekulum hidung
  3. Kaca rinoskop posterior
  4. Kassa steril
  5. Lampu kepala
  6. Lampu Bunsen / spiritus dan korek api
  7. Otoskop
  8. Suction
  9. Lampu baca x-ray
  10. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi
  11. Formulir rujukan

Sumber :
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer

Referensi
  1. Fokkens, W et.al, 2012. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinol Suppl, 23, pp.1-298. Available at: http://www.rhinologyjournal.com [Accessed June 24, 2014]. (Fokkens, 2012)
  2. Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala – Leher FKUI / RSCM. Panduan Pelayanan Medis Rinosinusitis.
  3. Desrosiers, M et.al, 2011. Canadian Clinical Practice Guidelines for Acute and Chronic Rhinosinusitis. Allergy, Asthma, & Clinical Immunology, 71, pp.1-38. Available at: Canadian clinical practice guidelines for acute and chronic rhinosinusitis | Allergy, Asthma & Clinical Immunology | Full Text [Accessed June 6, 2014]. (Desrosier et.al, 2011)
  4. Hwang, PH & Getz, A, 2014. Acute Sinusitis and Rhinosinusitis in Adults: Treatment. UpToDate Wolters Kluwer Health. Available at: www.uptodate.com [Accessed June 6, 2014]. (Hwang & Getz, 2014)
  5. Chow, AW et.al, 2012. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical Infectious Diseases, pp.e1-e41. Available at: http://cid.oxfordjournals.org/ [Accessed June 6, 2014]. (Chow et.al, 2012)
  6. Fagnan, LJ, 1998. Acute Sinusitis: A Cost-Effective Approach to Diagnosis and Treatment. American Family Physician, 58(8), pp.1795-1802. Available at: http://www.aafp.org/afp/1998/1115/p1795.html [Accessed June 6, 2014]. (Fagnan, 1998)

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sekarang disebut rinosinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih tepat dengan alasan :

  1. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
  2. Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
  3. Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun rinosinusitis.

Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis biasanya disertai dua atau lebih dari gejala berupa hidung tersumbat, sekret hidung (anterior maupun posterior nasal drip) dan dapat disertai:

  1. ± Nyeri fasial
  2. ± Hiposmia

Atau dengan endoskopi dapat ditemukan:

  1. Polip nasi
  2. Sekret mukopurulen terutama dari meatus nasi medius dan/ atau
  3. Oedem atau obstruksi mukosa terutama meatus nasi medius

Atau dapat disertai dengan hasil pemeriksaan CT scan berupa: Perubahan mukosa kompleks ostiomeatal dan/ atau sinus parasanal.10 Berdasarkan derajat berat ringannya penyakit, rinosinusitis diklasifikasikan menjadi Mild, Moderate, dan Severe. Klasifikasi ini ditentukan mengacu pada total severity visual analogue scale (VAS) score (0-10)

  • Mild : VAS 0-3
  • Moderate : VAS > 3-7
  • Severe : VAS > 7-10

Untuk menilai derajat keparahan total, pasien ditanya agar dapat menunjukkan nilai dari VASnya. VAS > 5 akan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis diklasifikasikan menjadi akut (kurang dari 12 minggu) dan kronik (lebih dari 12 minggu).

Sebelumnya, beberapa literatur juga mengklasifikasikan rinosinusitis ke dalam grup sub akut, yang menunjukkan keadaan diantara akut dan kronik. Namun EPOS menganggap tidak perlu menambahkan grup ”sub akut” dikarenakan jumlah penderita sinusitis akut dengan gejala memanjang cukup jarang dan belum ada rekomendasi evidence based untuk penatalaksanaan grup tersebut.

Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, dan yang paling jarang terkena adalah sinus sfenoid. Sinus maksila disebut juga antrum highmore.

Rinosinusitis dentogen disebabkan karena adanya fokal infeksi dari gigi. Biasanya terjadi pada sinus maksila. Infeksi gigi mudah menyebar ke sinus maksila karena letaknya dekat akar gigi rahang atas. Rinosinusitis dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial serta meningkatkan serangan asma yang sulit diobati.

Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa etiologi dan faktor predisposisi rinosinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti septum deviasi atau hipertrofi konka, konka bulosa, konka media paradoksal, sumbatan kompleks osteo-meatal (KOM), infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab rinosinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada rinosinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Hemophylus influenza (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%).

Pada anak, Moraxella catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam peninjauan terhadap kasus – kasus rinosinusitis akut, Babar-Craig et al. melaporkan bahwa 69% pasien terkena selama musim dingin antara bulan November hingga April pola yang sama juga terjadi pada kasus – kasus eksaserbasi akut rinosinusitis kronik.

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucocilliary clearance) di dalam kompleks ostiomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat- zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Organ – organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Sumbatan di ostium sinus dapat diakibatkan edema yang terjadi sekunder karena adanya inflamasi traktus respiratorius atas (hidung).

Akibatnya terjadi penurunan aerasi sinus, penurunan tekanan O2 dalam sinus, hipooksigenasi dan akhirnya terjadi vasodilatasi kapiler sebagai mekanisme kompensasi. Proses ini memicu terjadinya transudasi. Sebagian cairan transudat akan masuk ke sub mukosa sehingga menyebabkan edema, sebagian lagi menuju ekstra vaskuler, menembus epitel hingga masuk ke rongga sinus. Akibatnya akan terdapat cairan transudat di rongga sinus yang mula – mula serous.

Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen yang berwarna kuning kehijauan. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.

Keadaan sinus yang hipooksigen juga dapat mengganggu gerakan silia sehingga mekanisme klirens mukosiliar terganggu. Akibatnya cairan transudat tidak dapat didrainase dan semakin tertimbun di dalam sinus. Keadaan ini membuat pH sinus menjadi asam dan mendukung aktivitas multiplikasi bakteri. Jika proses ini berlanjut, mukosa semakin bengkak dan menjadi siklus yang terus berputar hingga perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.