Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sekarang disebut rinosinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih tepat dengan alasan :
- Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
- Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
- Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun rinosinusitis.
Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis biasanya disertai dua atau lebih dari gejala berupa hidung tersumbat, sekret hidung (anterior maupun posterior nasal drip) dan dapat disertai:
- ± Nyeri fasial
- ± Hiposmia
Atau dengan endoskopi dapat ditemukan:
- Polip nasi
- Sekret mukopurulen terutama dari meatus nasi medius dan/ atau
- Oedem atau obstruksi mukosa terutama meatus nasi medius
Atau dapat disertai dengan hasil pemeriksaan CT scan berupa: Perubahan mukosa kompleks ostiomeatal dan/ atau sinus parasanal.10 Berdasarkan derajat berat ringannya penyakit, rinosinusitis diklasifikasikan menjadi Mild, Moderate, dan Severe. Klasifikasi ini ditentukan mengacu pada total severity visual analogue scale (VAS) score (0-10)
- Mild : VAS 0-3
- Moderate : VAS > 3-7
- Severe : VAS > 7-10
Untuk menilai derajat keparahan total, pasien ditanya agar dapat menunjukkan nilai dari VASnya. VAS > 5 akan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis diklasifikasikan menjadi akut (kurang dari 12 minggu) dan kronik (lebih dari 12 minggu).
Sebelumnya, beberapa literatur juga mengklasifikasikan rinosinusitis ke dalam grup sub akut, yang menunjukkan keadaan diantara akut dan kronik. Namun EPOS menganggap tidak perlu menambahkan grup ”sub akut” dikarenakan jumlah penderita sinusitis akut dengan gejala memanjang cukup jarang dan belum ada rekomendasi evidence based untuk penatalaksanaan grup tersebut.
Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, dan yang paling jarang terkena adalah sinus sfenoid. Sinus maksila disebut juga antrum highmore.
Rinosinusitis dentogen disebabkan karena adanya fokal infeksi dari gigi. Biasanya terjadi pada sinus maksila. Infeksi gigi mudah menyebar ke sinus maksila karena letaknya dekat akar gigi rahang atas. Rinosinusitis dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial serta meningkatkan serangan asma yang sulit diobati.
Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi rinosinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti septum deviasi atau hipertrofi konka, konka bulosa, konka media paradoksal, sumbatan kompleks osteo-meatal (KOM), infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab rinosinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada rinosinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Hemophylus influenza (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%).
Pada anak, Moraxella catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam peninjauan terhadap kasus – kasus rinosinusitis akut, Babar-Craig et al. melaporkan bahwa 69% pasien terkena selama musim dingin antara bulan November hingga April pola yang sama juga terjadi pada kasus – kasus eksaserbasi akut rinosinusitis kronik.
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucocilliary clearance) di dalam kompleks ostiomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat- zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ – organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Sumbatan di ostium sinus dapat diakibatkan edema yang terjadi sekunder karena adanya inflamasi traktus respiratorius atas (hidung).
Akibatnya terjadi penurunan aerasi sinus, penurunan tekanan O2 dalam sinus, hipooksigenasi dan akhirnya terjadi vasodilatasi kapiler sebagai mekanisme kompensasi. Proses ini memicu terjadinya transudasi. Sebagian cairan transudat akan masuk ke sub mukosa sehingga menyebabkan edema, sebagian lagi menuju ekstra vaskuler, menembus epitel hingga masuk ke rongga sinus. Akibatnya akan terdapat cairan transudat di rongga sinus yang mula – mula serous.
Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen yang berwarna kuning kehijauan. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.
Keadaan sinus yang hipooksigen juga dapat mengganggu gerakan silia sehingga mekanisme klirens mukosiliar terganggu. Akibatnya cairan transudat tidak dapat didrainase dan semakin tertimbun di dalam sinus. Keadaan ini membuat pH sinus menjadi asam dan mendukung aktivitas multiplikasi bakteri. Jika proses ini berlanjut, mukosa semakin bengkak dan menjadi siklus yang terus berputar hingga perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.