Dalam al-Qur’an, kata “Syaitān” baik mengambil bentuk jamak maupun tunggal disebut sebanyak 87 kali dalam 36 surat.
Para ulama berbeda pendapat tentang asal kata “Syaitān” dalam dua pendapat. Pertama; kata “Syaitān” berasal dari kata شطن yang berarti jauh, karena setan jauh dari kebenaran atau jauh dari rahmat Allah. Kedua; kata “Syaitān” berasal dari kata يشيط – شاط yang berarti binasa dan terbakar.
Al-Qurtubi sepakat dengan pendapat yang pertama, yaitu bahwa kata setan berasal dari kata syatana yang berarti jauh dari kebaikan atau kebenaran. Setan disebut jauh dari kebenaran karena kesombongan dan kedurhakaannya. Dengan demikian setiap makhluk yang sombong dan durhaka baik dari kalangan jin dan manusia disebut dengan setan.
Di dalam al-Qur’an, sebutan setan mempunyai beberapa pengertian. Namun pada dasarnya semua makna setan yang terkandung dalam al-Qur’an adalah kembali kepada karakter atau sifat yang melekat pada diri seseorang, yaitu karakter buruk, jahat atau kafir.
Beberapa arti setan dalam al-Qur’an tersebut, diantaranya adalah:
1. Pertama, setan berarti Tāghūt* . Yaitu segala sesuatu yang memalingkan dan menghalangi seseorang dari pengabdiannya kepada Allah dan rasul-Nya. Perkataan taghut ini jelas sekali berarti prinsip kejahatan dan kekafiran. Sebagaimana firman Allah swt.
Dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 60, yang artinya:
“Tidaklah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi merekab masih menginginkan ketetapan hukum kepada Taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Taghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.”
Dan juga dalam ayat 76:
“Orang-orang yang beriman, mereka berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Taghut, maka perangilah kawan- kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.”
Ayat di atas menunjukkan setan yang berarti Tāgut, yaitu pemimpin orang-orang kafir atau sindikat kejahatan. Menurut Fazlur Rahman, Tagut adalah sebuah prinsip kejahatan atau kekafiran. Pada periode Madinah perkataan iblis dan setan dalam bentuk jamaknya sudah tidak disebutkan lagi. Yang lebih sering dipakai kemudian adalah perkataan Tagut.
Dengan demikian Tagut atau setan adalah merupakan sebuah prinsip kekafiran yang obyektif dari pada yang person. Tetapi ketika berhubungan atau mempengaruhi seseorang atau individu, maka ia mengalami personalisasi menjadi setan.
2. Kedua, setan berarti para pemimpin kejahatan atau kekafiran. Di dalam al-Qur’an orang yang menjadi tokoh jahat disebut setan. Bahkan mereka yang mengikutinya pun disebut juga setan.
Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah: 14, yang artinya:
“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.”
Dalam rangkaian ayat tersebut, diterangkan bahwa orang- orang munafik menyelinap ke dalam pengikut Nabi. Mereka membuat kerusakan di dalam tatanan kehidupan masyarakat. Meski jelas kejahatan yang mereka lakukan, tapi mereka senantiasa menyatakan diri sebagai orang-orang yang beriman.
Sedangkan ketika mereka kembali kepada para pemimpin kafir, mereka mengatakan bahwa mereka tetap sependirian dengan para pemimpin tersebut, dan ucapan, “kami beriman” itu hanyalah mengolok-olok mereka orang- orang yang beriman.
3. Ketiga, setan berarti setiap mahluk yang mempunyai karakter buruk yang menyebabkan manusia jauh dari kebenaran dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Yaitu kejahatan, kedurhakaan, kekufuran dan karakter buruk lainnya yang menyesatkan manusia. Setan dalam pengertian inilah yang disebut-sebut sebagai setan dari jenis jin dan manusia.