Apa yang dimaksud dengan Self Presentation?

image

Presentasi diri adalah Pengelolaan kesan yang dibuat seseorang terhadap orang lain dengan cara memberlakukan peran yang dapat diidentifikasi sehingga orang lain akan melihatnya dengan cara yang dia inginkan untuk dipikirkan oleh individu atau kelompok yang berinteraksi dengannya. Ini sering digunakan sebagai penjelasan untuk pengamatan bahwa setiap perilaku individu berubah ketika berinteraksi dengan orang yang berbeda.

Sumber
  • The Cambridge Dictionary of Psychology (2009)

Presentasi diri atau sering juga disebut menejemen impressi (impression management) adalah sebuah tindakan menampilkan diri yang dilakukan oleh setiap individu untuk mencapai sebuah citra diri yang diharapkan.Presentasi diri bisa dilakukan oleh individu atau bisa juga dilakukan oleh kelompok individu/tim/kelompok. Jadi presentasi diri adalah usaha membentuk kesan di mata orang lain tentang diri.

Goffman dalam bukunya yang berjudul “The presentation of self in everyday life” menyamakan istilah self presentation (presentasi diri) dengan impression management (menejemen kesan). Menurutnya, dunia sama dengan panggung sandiwara. Setiap manusia mengatur hal-hal yang dia lakukan ketika berinteraksi dengan orang lain. Menurutnya, dalam pementasan terdapat front stage (panggung depan), back stage (panggung belakang), team of performance (kelompok atau tim yang terliabat dan mendukung pementasan), dan audience (masyarakat). Goffman menyebutnya sebagai dramaturgi . Individu dapat menyajikan suatu pertunjukkan (show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) yang diperoleh khalayak terhadap pertunjukkan itu bisa berbeda-beda. Berdasarkan pandangan dramaturgi , seseorang cenderung menyembunyikan fakta atau motif yang tidak sesuai dengan citra dirinya. Bagian dari sosok diri yang diidealisasikan melahirkan kecenderungan si pelaku untuk memperkuat kesan bahwa pertunjukkan rutin yang dilakukan serta hubungan dengan penonton memiliki sesuatu yang istimewa sekaligus unik.

Goffman memperkenalkan manajemen kesan sebagai kebutuhan individu dalam mempresentasikan dirinya sebagai seseorang yang bisa diterima oleh orang lain. Dia menjelaskan bawa diri sebagai penampil ( self as performer ), bukan semata- mata sebuah produk sosial, tapi juga memiliki dasar motivasi. Misalnya seorang mahasiswa memakai kacamata padahal matanya tidak mengalami masalah. Hal ini kemungkina ia lakukan untuk menunjukkan bahwa ia merupakan mahasiswa yang cerdas dikarenakan orang berkacamata biasanya memiliki image cerdas.

Strategi Presentasi Diri


Strategi presentasi diri adalah suatu upaya pembentukan kesan tertentu yang secara sadar dan disengaja dibentuk oleh orang lain untuk mencapai suatu tujuan tersembunyi. Mengutip dari Delamater dan Myers, strategi presentasi diri merupakan kondisi tertentu yang membuat orang menghadirkan diri mereka sebagai seseorang yang dibuat-buat atau kesan yang bukan sesungguhnya dirinya, membesar-besarkan, ataupun membuat kesan yang menyesatkan tentang dirinya di mata orang lain menyukai kita daripada diri mereka yang sesungguhnya (ingratitation), untuk membuat orang merasa takut kepada dirinya (intimidation), agar dihormati kemampuannya (self promotion) , untuk menghormati akhlaknya (exemplification) ,atau untuk merasa kasihan pada dirinya (supplification).

Setiap orang bisa menggunakan strategi presentasi diri yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Berikut ini strategi-strategi presentasi diri menurut Goffman :

  • Mengambil hati ( ingratitation )
    Strategi ini bertujuan untuk membuat orang lain memiliki persepsi bahwa kita adalah orang yang menyenangkan atau menarik. Taktik yang umum dari startegi ini meliputi sanjungan atau pujian agar disukai oleh orang lain, menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan hal-hal yang memberi keuntungan pada orang lain dan menyesuaikan diri dalam sikap dan perilakunya.

  • Mengancam atau menakut-nakuti ( intimidation)
    Strategi ini biasanya digunakan untuk memperoleh kekuasaan dengan usaha menimbulkan rasa takut dan meyakinkan pada seseorang bahwa dirinya adalah orang yang berbahaya.

  • Promosi diri (self promotion)
    Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperlihatkan kompetensi yang dimiliki agar dipandang sebagai ahli di mata orang lain. Seseorang yang menggunakan strategi ini akan menggambarkan kekuatan-kekuatan dan berusaha untuk memberi kesan prestasi mereka.

  • Pemberian contoh/teladan (exemplification)
    Strategi ini digunakan ketika seseorang memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Orang yang menggunakan strategi ini akan mempresentasikan diri sebagai orang yang jujur, baik hati, dan dermawan.

  • Permohonan (supplification)
    Seseorang yang menggunakan strategi ini akan memperlihatkan kelemahan dan ketergantungan dirinya untuk mendapatkan pertolongan atau simpati. Cara yang umum dilakukan dalam strategi ini biasanya adalam memberi kritik pada diri sendiri. Meskipun pelaku strategi ini canderung menerima dukungan dari orang lain, namun mereka akan dipersepsi sebagai individu yang kurang berfungsi.

  • Hambatan diri (self handicapping)
    Strategi ini digunakan ketika individu merasa egonya terancam karena kelihatan tidak mampu. Ketika seseorang merasa khawatir bahwa pencapaian sebelumnya adalah dikarenakan nasib baik, mereka takut gagal dalam melaksanakan tugas sehingga mereka berpura-pura mendapatkan suatu hambatan (rintangan) sebelum atau selama kejadian-kejadian yang mengancam egonya.

Presentasi diri ( Self Presentation ) adalah sebuah proses yang dilalui dimana kita berusaha mengontrol impresi orang lain terhadap kita. Presentasi diri adalah proses yang didasarkan pada penggunaan sejumlah strategi spesifik yang dirancang untuk membentuk suatu tampilan diri sesuai yang dipikirkan atau diharapkan orang lain (Reber, 2010).

Presentasi diri mengacu pada bagaimana individu berusaha menyajikan dirinya untuk mengendalikan atau membentuk pandangan orang lain terhadap dirinya (Baumeister, 2007). Presentasi diri adalah suatu proses dimana individu menyeleksi dan mengontrol perilaku mereka sesuai dengan situasi dimana perilaku itu dihadirkan serta memproyeksikan pada orang lain sesuai image yang diinginkannya (Dayakisni & Hudaniah, 2012).

Goffman (1956) dalam bukunya menyatakan bahwa individu disebut sebagai aktor, mempresentasikan dirinya secara verbal maupun non-verbal kepada orang lain yang berinteraksi dengannya. Tedeschi (1981) menyatakan bahwa presentasi diri dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk mempengaruhi persepsi orang lain terhadap dirinya. Schlenker (1980) mengungkapkan bahwa presentasi diri merupakan upaya untuk mempengaruhi orang lain dalam membayangkan atau secara nyata merasakan ciri kepribadian, kemampuan, niat, perilaku, sikap, nilai, karakteristik fisik, karakteristik sosial, keluarga, teman, pekerjaan, dan harta benda (Delamater, 2006).

Sebagian besar ahli teori sepakat bahwa tujuan utama presentasi diri adalah berkenaan dengan pengaruh sosial, di mana presentasi diri individu ditujukan memengaruhi cara orang lain memandang mereka dan bersikap terhadap mereka. Perspektif ini konsisten dengan pandangan Leary (2002) yang menggambarkan public self sebagai perilaku yang dapat diamati yang digunakan target untuk membentuk kesan dan membuat pandangan tentang karakteristik, sikap, motif, dan atribusi individu yang muncul. Leary dan Kowalski (1990) menangkap tujuan ini dalam karakterisasi presentasi diri yang merupakan "semua upaya perilaku untuk menciptakan kesan dalam pikiran orang lain ” (Maddux, 2018).

Presentasi diri merupakan perilaku yang melibatkan proses mengendalikan bagaimana seseorang dipersepsikan oleh orang lain. Meskipun presentasi diri terkadang dilakukan secara sadar dan disengaja, presentasi diri sering terjadi tanpa niat sadar untuk membuat kesan pada orang lain. Banyak perilaku presentasi diri menjadi rutin atau kebisaaan dan dengan demikian dapat beroperasi tanpa disadari oleh orang yang mengelola kesan tersebut (Leary, dkk. 2011).

Leary, dkk. (2011) menyatakan bahwa komponen dominan dari presentasi diri sering digambarkan sebagai perilaku yang disengaja, didasarkan pada keyakinan implisit atau eksplisit yang merupakan upaya sadar yang dimaksudkan secara eksplisit untuk memengaruhi kesan orang lain. Dari perspektif ini, presentasi diri ditandai secara sempit sebagian besar terjadi hanya dalam situasi terbatas di mana orang sengaja (secara sadar) mencoba menyampaikan citra diri yang baik kepada orang lain (Maddux, 2018). Schlenker (2003) mengungkapkan perspektif yang lebih luas bahwa presentasi diri melibatkan ketidaksadaran, upaya otomatis, dan berkelanjutan untuk mengelola ekspresi publik mereka di mata orang lain. Hal ini bisaanya memerlukan pengaturan pengungkapan informasi berkenaan dengan informasi diri. Terdapat pandangan bahwa orang-orang sangat termotivasi dengan cara penilaian orang lain, karena mereka mengerti bahwa kesan yang dimiliki orang lain memengaruhi diri mereka dalam mencapai berbagai hasil kehidupan yang diinginkan seperti persahabatan, hubungan romantis, dan mencapai tujuan yang membutuhkan kerja sama orang lain (Maddux, 2018). Miller (2002) mengambil kesimpulan bahwa, untuk memenuhi tujuan ini, orang menunjukkan dan/atau mengungkapkan karakteristik dan sifat-sifat pribadi yang dapat membangun, meningkatkan, atau mempertahankan nilai relasional mereka dengan tujuan agar dapat diterima (Maddux, 2018:359).

Dari berbagai macam definisi tentang presentasi diri diatas, maka dapat disimpulkan bahwa presentasi diri adalah upaya individu untuk mengelola perilaku dengan tujuan mengontrol persepsi orang lain terhadap individu tersebut yang dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar.

Motivasi Presentasi Diri


Brown (2007) menyebutkan bahwa presentasi diri terjadi ketika orang dengan hati-hati memantau, mengelola, dan menghadirkan diri tertentu dengan niat untuk mempertahankan citra diri sendiri kepada orang lain (Attrill, 2015). Schlenker (1980) menyatakan bahwa motif yang paling umum dalam presentasi diri adalah untuk membuat kesan yang baik (Taylor 1994).

Leary (1995) mengungkapkan bahwa presentasi diri terjadi ketika orang dengan hati-hati memantau, mengelola, dan menghadirkan diri menggunakan cara tertentu dengan niat untuk mempertahankan citra diri sendiri kepada orang lain (Attrill, 2015). Subrahmanyam & Greenfield (2008) menyebutkan bahwa presentasi yang dimanipulasi ini dalam gilirannya mempengaruhi bagaimana orang membuat gambar mereka sendiri tentang diri mereka sendiri (Attrill, 2015). Menurut Brigham (1991), terdapat 3 motivasi presentasi diri, diantaranya:

  • Untuk memperoleh ganjaran sosial atau materi.
    Konteks dalam hal motivasi ini adalah mengenai persetujuan, persahabatan, kekuasaan, status, dan uang.

  • Untuk mempertahankan atau meningkatkan harga diri
    Konteks dalam hal mempertahankan dan meningkatkan harga diri adalah mengenai pujian dan perasaan kesan baik.

  • Untuk menciptakan dan mengukuhkan identitas diri
    Konteks dalam hal menciptakan dan mengukuhkan identitas diri terjadi apabila individu ingin menciptakan, mengukuhkan, dan/atau memperbaiki pandangan negatif orang lain terhadap dirinya.

Argyle (1994) mengungkapkan tiga motivasi primer dalam presentasi diri, diantaranya:

  • Keinginan untuk mendapatkan imbalan materi atau sosial

  • Untuk mempertahankan atau meningkatkan harga diri

  • Untuk mempermudah pengembangan identitas diri

Bagian Dalam Presentasi Diri


Menurut Goffman (1956), individu mempresentasikan dirinya dalam 2 bagian yang berbeda yaitu bagian front stage (bagian depan) dan back stage (bagian belakang).

  • Front Stage (Bagian Depan)
    Area ini dapat dianggap sebagai “peralatan ekspresif dari jenis standar yang sengaja atau tidak disadari digunakan oleh individu selama penampilannya”. Bagian depan ini terdiri dari dua bagian utama: setting (pengaturan) dan personal front (bagian depan pribadi). Pengaturan ini terdiri dari semua elemen latar belakang yang membantu audiens (target presentasi diri dari individu) untuk memahami konteks pertunjukan, sementara bagian depan pribadi adalah karakteristik pemain. Misalnya, usia, jenis kelamin, dan penampilan fisik adalah semua karakteristik dari personal front dan banyak dari karakteristik ini tidak berubah. Penonton menggunakan pengaturan dan personal front untuk memahami kinerja aktor (individu yang memainkan peran).

  • Back Stage (Bagian Belakang)
    Backstage ini adalah area yang bisaanya tidak terlihat oleh penonton, itu adalah area di mana pemain “dapat bersantai; ia dapat melepaskan bagian depannya, melupakan garis bicaranya, dan keluar dari karakter”. Area ini bisaanya terlarang bagi penonton, karena itu ada sebagai area dimana pemain dapat menjadi dirinya sendiri, tanpa diamati oleh audiens .

Strategi Dalam Presentasi Diri


Arkin (1981) mengusulkan bahwa ada dua mode, atau strategi presentasi diri yang dapat digunakan untuk memanipulasi dan melaksanakan kinerja kehidupan yang diusulkan oleh Goffman, yaitu:

  • Presentasi diri yang akuisisi, digunakan untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain melalui presentasi diri yang positif.

  • Presentasi diri pelindung, digunakan untuk menghindari ketidaksetujuan dari orang lain melalui penggunaan presentasi diri yang netral dan sederhana.

Menanggapi kurangnya kerangka teoritis untuk mempelajari presentasi diri, Jones dan Pittman mengembangkan taksonomi yang mengidentifikasi strategi presentasi diri. Taksonomi ini mengidentifikasi lima strategi presentasi diri yang dapat digunakan individu ketika terlibat dalam manajemen kesan. Kelima strategi tersebut meliputi: ingratiation , intimidation , self-promotion , exemplification, dan supplication (Cunningham, 2013).

  • Ingratiation
    Ingratiation dicatat sebagai "fenomena presentasi diri yang paling ada di mana-mana”. Strategi ini berkaitan, pertama dan terutama, dengan gagasan bahwa orang lain menyukai kita atau memiliki kesan baik terhadap kita. Dengan kata lain, seorang individu (aktor) yang menerapkan strategi ingratiation akan terlibat dalam presentasi diri yang akan membuat orang lain mengaitkan gagasan menjadi disukai oleh aktor.

  • Intimidation
    Intimidasi, hampir kebalikan dari ingratiation. Dengan strategi intimidasi, aktor “mencoba meyakinkan orang yang menjadi target bahwa dia berbahaya”. Intimidator bisaanya meremehkan minat nyata untuk disukai; ia ingin ditakuti, dipercayai. Pada intinya, sementara strategi ingratiation bertujuan agar individu disukai oleh orang lain, strategi intimidasi bertujuan agar individu dianggap berbahaya atau ditakuti oleh orang lain.

  • Self-Promotion
    Self-Promotion merupakan strategi presentasi diri ketiga yang diidentifikasi oleh Jones dan Pittman. Menurut para sarjana ini “kita menyebut aktor melakukan ’ Self-Promoting ’ ketika dia mencari atribusi kompetensi, baik dengan mengacu pada tingkat kemampuan umum (kecerdasan, kemampuan atletik) atau keterampilan tertentu (mengetik keunggulan, kemampuan bermain seruling)”. Meskipun promosi diri terkait dengan dua strategi pertama, penulis mencatat bahwa promosi diri masih merupakan strategi yang unik. Berkenaan dengan ingratiation , self-promotion lebih peduli dengan orang lain yang mengaitkan konsep kompetensi dengan kita, alih-alih disukai. Sekali lagi dengan intimidasi, promosi diri difokuskan pada kompetensi dan, seperti yang dicatat oleh Jones dan Pittman, “kita dapat meyakinkan orang lain tentang kompetensi kita tanpa mengancam mereka atau menimbulkan ketakutan di hati mereka”.

  • Exemplification
    Strategi keempat yaitu exemplification , mirip dengan strategi self promotion di mana dalam kedua strategi orang itu ingin orang lain untuk menghormati mereka. Namun, perbedaan antara kedua strategi itu memang ada. Jelas banyak orang ingin dilihat sebagai orang yang disukai ( ingratiation ) dan kompeten ( self-promotion ). Namun, Jones dan Pittman berpendapat bahwa exemplification memiliki kualitas strategis yang membuatnya berbeda dari strategi ingratiation atau self-promotion .

  • Supplication
    Strategi terakhir yaitu supplication , ini dapat terjadi ketika seseorang tidak dapat menggunakan atau kekurangan sumber daya yang dibutuhkan untuk empat strategi lainnya. Pada dasarnya, suplication adalah "strategi mengiklankan ketergantungan seseorang untuk meminta bantuan”.

Dayakisni dan Hudaniah (2012) menyebutkan dalam bukunya bahwa terdapat 8 strategi presentasi diri, diantaranya:

  • Mengambil muka/menjilat (Ingratiation)
    Strategi ini bertujuan agar dipersepsi sebagai orang yang menyenangkan atau menarik. Taktik yang umum meliputi memuji orang lain, menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan hal-hal yang memberi keuntungan bagi orang lain dan menyesuaikan diri atau conform dalam sikap dan perilakunya.

  • Mengancam atau menakut-nakuti (Intimidation)
    Strategi ini bertujuan untuk memberikan rasa takut dan memberikan kesan diri yang berbahaya bagi orang lain dengan tujuan memperoleh kekuasan. Berbeda dengan strategi ingratiation yang bertujuan agar disukai, strategi intimidation bertujuan agar ditakuti.

  • Promosi diri (Self Promotion)
    Strategi ini bisaanya digunakan dengan tujuan agar individu terlihat kompeten atau kompeten dalam bidang tertentu. Strategi ini akan digambarkan dalam bentuk gambaran kekuatan-kekuatan dan berusaha memberikan kesan dengan prestasi mereka.

  • Pemberian contoh/teladan (Exemplification)
    Strategi ini dilakukan oleh seseorang yang berusaha memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Strategi ini dilakukan oleh individu dengan mempresentasikan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin, dermawan, dan baik hati.

  • Permohonan (Supplification)
    Strategi ini dilakukan oleh individu dengan cara memperlihatkan kelemahan atau ketergantungan demi mendapatkan pertolongan ataupun simpati dari orang lain. Strategi ini merupakan alternatif strategi terakhir apabila strategi sebelumnya tidak berhasil.

  • Hambatan diri (Self Handicapping)
    Strategi ini digunakan ketika individu merasa egonya terancam karena terlihat tidak mampu. Strategi ini dilakukan ketika seseorang merasa khawatir kesuksesan yang diperoleh sebelumnya hanya merupakan nasib baik, sehingga mereka merasa takut gagal dalam melaksanakan tugas.

  • Aligning Action
    Strategi ini merupakan usaha individu untuk mendefinisikan perilaku mereka yang nampaknya diragukan karena sebenarnya bertentangan dengan norma-norma budaya. Cara-cara yang dilakukan pada strategi ini adalah dengan melakukan taktik disclaimers (penyangkalan) dalam bentuk pernyataan secara verbal dengan tujuan menyangkal implikasi negatif dari tidakan-tindakan yang akan datang dengan mendefinisikan tindakan-tindakan ini tidak relevan dengan identitas sosial yang telah mereka miliki.

  • Altercasting
    Strategi ini menggunakan taktik dengan tujuan untuk memaksakan peran dan identitas pada orang lain. Melalui strategi altercasting, individu menempatakan orang lain dalam identitas situasi dan peran yang menguntungkan individu tersebut. Pada umumnya altercasting melibatkan perlakuan terhadap orang lain seolah-olah mereka telah memiliki identitas dan peran yang ingin dipaksakan.