Apa yang dimaksud dengan Efikasi Diri atau Self Efficacy?

Self Efficacy

Self Efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat secara efektif dan berhasil mengejar tindakan tertentu dan bahwa self-efficacy tumbuh dengan pencapaian yang diperoleh dengan susah payah.

Self-efficacy merupakan hal yang penting karena banyak penelitian telah mengaitkan self-efficacy yang tinggi dengan kesuksesan entrepreneurial.

Referensi : Louise Kelly & Chris Booth, 2004, Dictionary of Strategy: Strategic Management, SAGE Publications, Inc.

Self Efficacy merupakan persepsi seseorang bahwa seseorang tersebut mampu untuk melakukan sesuatu yang penting untuk mencapai tujuannya. Hal ini mencakup perasaan mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga secara emosional mampu untuk melakukannya. Woolfolk (2004) menambahkan bahwa Self Efficacy adalah penilaian spesifik yang berkaitan dengan kompetensi untuk mengerjakan sebuah tugas yang spesifik, sedangkan Bandura (1997) menyatakan bahwa Self Efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuan akan memengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi dan kondisi tertentu.

Self Efficacy adalah kemampuan dan keyakinan individu dalam mencapai keberhasilan dalam segala bidang.

Dimensi Self Efficacy


Corsini (1994) menyatakan bahwa Self-Efficacy terdiri dari empat dimensi sebagai berikut:

  • Kognitif, merupakan kemampuan seseorang dalam memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Motivasi, merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri melalui pikirannya dalam melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Afeksi, merupakan kemampuan dalam mengatasi emosi yang mungkin timbul pada diri individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Seleksi, merupakan kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Sedangkan menurut Bandura (1997), Self-Efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:

  • Tingkat ( level )

    Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki Self-Efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki Self-Efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.

  • Keluasan ( generality )

    Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki Self-Efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan Self-Efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki Self Efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.

  • Kekuatan ( strength )

    Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self Efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self Efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.

Peran Self Efficacy


Menurut Bandura (1997), Self Efficacy atau efikasi diri akan memengaruhi bagaimana individu merasakan, berpikir, memotivasi diri sendiri, dan bertingkah laku. Berikut ini merupakan peran efikasi diri bagi tiap-tiap individu:

  • Tindakan individu
    Efikasi diri menentukan kesiapan individu dalam merencanakan apa yang harus dilakukanya.

  • Usaha
    Efikasi diri mencerminkan seberapa besar upaya yang dikeluarkan individu untuk mencapai tujuanya.

  • Daya tahan individu dalam menghadapi rintangan atau kegagalan
    Individu dengan efikasi diri tinggi mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi rintangan atau kegagalan serta dengan mudah dapat mengembalikan rasa percaya diri setelah mengalami kegagalan.

  • Ketahanan individu dalam keadaan tidak nyaman
    Individu dengan efikasi diri menganggap keaadaan tidak nyaman sebagai suatu tantangan, dan bukan sebagai sesuatu yang harus dihindari.

  • Pola pikir
    Pola pikir individu dengan efikasi diri tinggi tidak akan mudah terpengaruh dengan situasi lingkungan.

  • Stress dan Depresi
    Individu dengan efikasi diri tinggi tidak akan mudah mengalami stress atau depresi.

  • Tingkat pencapaian yang akan terealisasi
    Individu dengan efikasi diri tinggi dapat membuat tujuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Jeanne Ellis Ormrod menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Menurut Albert Bandura, self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Sedangkan menurut Robert A. Baron & Donn Byrne self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan atau mengatasi sebuah hambatan.

Judge dalam Nur Ghufron & Rini Risnawita, menganggap bahwa efikasi diri adalah indikator positif dari core self evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi indifidu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Alwisol, dalam bukunya yang berjudul psikologi kepribadian disebutkan bahwa efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Dengan bahasa yang berbeda Juntika Nurihsan dan Syamsu yusuf mengemukakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang diharapkan.

Self efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dia mampu melakukan sesuatu untuk mencapai sebuah tujuan dan mengatasi hambatan.

Sumber -sumber self efficacy


Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi ( performance accomplishment ), pengalaman vikarius ( vicarious experience ), persuasi sosial ( social persuation ) dan pembangkitan emosi ( emotional physiological states ).

  • Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) performansi yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :

    • Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.

    • Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.

    • Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang sudah merasa berusaha sebaik mungkin.

    • Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.

    • Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.

    • Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

  • Pengalaman vikarius, diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kira-kira kemampuannya sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

  • Persuasi sosial. Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

  • Keadaan emosi. Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi yang tidak berlebihan dapat meningkatkan efikasi diri.

Selain itu menurut Bandura, terdapat 4 sumber ekspektasi efikasi-diri : mastery experience, physiological and emotional arousal, vocarious experiences, dan sosial persuation.

  • Mastery experience adalah pengalaman langsung kita merupakan sumber informasi efikasi yang paling kuat. Kesuksesan menaikkan keyakinan efikasi, sementara kegagalan menurunkan efikasi.

  • Tingkat arousal mempengaruhi efikasi-diri, tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan. Pada saat anda menghadapi tugas tertentu, apakah anda merasa cemas dan khawatir (menurunka efikasi) atau bergairah " psyched" (menaikkan efikasi).

  • Dalam vocarious experience (pengalaman orang lain), seseorang memberikan contoh penyelesaian. Semakin dekat siswa mengidentifikasi dengan model, akan besar pula dampaknya pada efikasi-diri. Bila sang model bekerja dengan baik, efikasi siswa meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, ekspektasi efikasi siswa menurun.

  • Persuasi sosial dapat berupa “*pep talk” atau umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sosial sendiri dapat membuat siswa mengerahkan usaha, mengupayakan strategi-strategi baru, atau berusaha cukupkeras untuk mencapai kesuksesan.

Klasifikasi self efficacy


Self efficacy dibagi menjadi 2 yaitu self efficacy tinggi dan rendah. menurut Robert Kreitner & Angelo Kinicki, ada beberapa perbedaan pola perilaku antara seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi dan rendah, yang dapat dilihat pada diagram berikut :

image

Dari diagaram diatas dijelaskan perbedaan pola perilaku (behavioral pattern) antara seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi dengan seseorang yang mempunyai self efficacy rendah sebagai berikut :

Self efficacy tinggi :

  • Aktif memilih peluang terbaik
  • Mampu mengelola situasi, menghindari atau menetralisir hambatan
  • Menetapkan tujuan, menetapkan standart
  • Membuat Rencana, persiapan dan praktek
  • Bekerja keras
  • Kreativ dalam memecahkan masalah
  • Belajar dari kegagalan
  • Memvisualisasikan keberhasilan
  • Membatasi stres

Self efficacy rendah :

  • Pasif
  • Menghindari tugas yang sulit
  • Aspirasi lemah dan komitmen rendah
  • Fokus pada kekurangan pribadi
  • Tidak melakukan upaya apapun
  • Berkecil hati karena kegagalan
  • Menganggap kegagalan adalah karena kurangnya kemampuan atau nasib buruk
  • Mudah khawatir, stress dan menjadi depresi
  • Memikirkan alasan untuk gagal

Dimensi - dimensi self efficacy


Konsep self efficacy memasukkan 3 dimensi yaitu besarnya, kekuatan dan generalitas.

  • Besarnya merujuk pada tingkat kesulitan yang diyakini dapat ditangani oleh individu. Sebagai contoh jim mungkin yakin dia dapat menempatkan panah ditarget sebanyak 6 kali dari 10 kali percobaan. Sara mungkin merasa bahwa dia dapat mengenai target 8 kali. Oleh karena itu, sara mempunyai self efficacy yang lebih besar mengenai tugas ini dari pada jim.

  • Kekuatan merujuk pada apakah keyakinan berkenaan dengan self efficacy kuat atau lemah. Jika pada contoh sebelumnya jim merasa cukup yakin dia dapat mengenani target 6 kali, sementara sara sangat positif dia dapat mengenai target 8 kali, sara menunjukkan self efficacy yang lebih kuat dari pada jim.

  • Generalitas menunjukkan seberapa luas dimana keyakinan terhadap kemampuan tersebut berlaku. Jika jim berpikir dia dapat mengenai target sama dengan sebuah pistol dan senapan, dan sara tidak berpikiran bahwa dia mampu, jim menunjukkan generalitas yang lebih luas daripada sara.

Referensi

  • Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan (Jakarta : ERLANGGA, 2008).
  • Robert A. Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial (Jakarta : ERLANGGA, 2003).
  • Nur Gufron & Rini Risna Wita, Teori-teori Psikologi (Yogyakarta : Aruzz Media, 2012).
  • Alwisol, Psikologi Kepribadian edisi revisi ( Malang : UMM Press, 2009 ).
  • Syamsu yusuf & Juntika Nurihsan, Teori kepribadian ( Bandung : PT REMAJA ROSDA KARYA, 2008 ).
  • Robert kreitner & Angelo kinicki. 1989. Organizational Behavior Second Edition. Boston : Von Hofman press.
  • John M. Ivancevich dkk, Perilaku Dan Manajemen Organisasi (Jakarta : Erlangga, 2006)

Efikasi diri atau self-efficacy merupakan “keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya” (Bandura (2001).

Sedangkan apabila self-efficacy diaplikasikan ke dalam dunia kerja, maka menurut Stajkovic & Luthans (1998), self-efficacy dapat didefinisikan sebagai “keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, sumber daya kognitif dan tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan tugas dan dalam konteks tertentu”.

Keyakinan efficacy dikatakan mempengaruhi bagaimana seseorang melihat dan menginterpretasi suatu kejadian. Mereka yang memiliki self-efficacy yang rendah dengan mudah yakin bahwa usaha yang mereka lakukan dalam menghadapi tantangan yang sulit akan sia-sia, sehingga mereka cenderung untuk mengalami gejala negatif dari stres. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan cenderung untuk melihat tantangan sebagai sesuatu yang dapat diatasi yang diberikan oleh kompetensi dan upaya yang cukup (Bandura dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).

Pandangan Hughes, Ginnett & Curphy (2009) melihat self-efficacy terdiri dari dua jenis; Positive self-efficacy dan Negative self-efficacy .

  • Self-efficacy dikatakan positif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa ia percaya mempunyai kuasa untuk menciptakan apa yang ia inginkan atau harapkan.

  • Self-efficacy dikatakan negatif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang membuat dirinya lemah atau melemahkan dirinya sendiri.

Penelitian mengungkapkan bahwa orang yang secara sederhana percaya bahwa ia dapat menyelesaikan suatu tugas tertentu dengan baik, seringkali mengerahkan usaha yang cukup untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya, orang yang memiliki self-efficacy yang negatif seringkali menyerah dalam menghadapi kesulitan.

Menurut Feist & Feist (2008), manusia dapat memiliki self-efficacy yang tinggi di satu situasi namun rendah di situasi lain. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor yang membentuk self-efficacy pada satu pribadi. Self-efficacy pribadi itu didapatkan, dikembangkan atau diturunkan melalui satu atau lebih dari kombinasi empat sumber berikut (Bandura, 1997): (1) pengalaman-pengalaman tentang penguasaan ( mastery experiences ), (2) pemodelan sosial ( social modeling ), (3) persuasi sosial ( social persuasion ), (4) kondisi fisik dan emosi ( physical and emotional states ) (dalam Feist & Feist, 2008).

  • Mastery Experiences

    Sumber yang paling kuat atau berpengaruh bagi self-efficacy adalah pengalaman-pengalaman tentang penguasaan ( mastery experiences ), yaitu kinerja yang sudah dilakukan di masa lalu (Bandura dalam Feist & Feist, 2008). Biasanya, kesuksesan suatu kinerja akan membangkitkan harapan terhadap kemampuan diri untuk mempengaruhi hasil yang diharapkan, sedangkan kegagalan cenderung merendahkannya (Feist & Feist, 2008).

    Dalam pekerjaan, menurut Gist & Mitchell (dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009) keberhasilan dalam melakukan suatu tugas (performa/kinerja) sebelumnya akan meningkatkan self-efficacy mengenai tugas tersebut, dan kesalahan yang berulang saat melakukan suatu tugas maka membuat ekspetasinya menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kinerja seseorang dalam melakukan suatu tugas akan sangat mempengaruhi self-efficacy .

  • Social Modeling

    Social modeling atau pemodelan sosial, yaitu berbicara mengenai pengalaman-pengalaman tak terduga ( vicarious experiences ) yang disediakan atau dilakukan oleh orang lain. Self-efficacy akan meningkat ketika seseorang mengamati pencapaian orang lain yang setara kompetensinya, tetapi akan menurun ketika melihat kegagalan seorang rekan kerja (Feist & Feist, 2008).

    Menurut Bandura (1977); Gist & Mitchell (1992), social modeling adalah pemodelan perilaku orang lain yang telah berhasil menyelesaikan suatu tugas. Dengan mengamati atau mengobservasi orang lain yang berhasil menyelesaikan tugasnya, observer dapat meningkatkan atau memperbaiki performance mereka (dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).

  • Social Persuasion

    Menurut Bandura (1997), self-efficacy dapat juga diraih atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Efek persuasi sosial agak terbatas, namun apabila dalam kondisi yang tepat akan sangat berdampak dalam meningkatkan atau menurunkan self-efficacy . Kondisi yang dimaksud ialah seseorang harus percaya kepada sang ‘pembicara’ ( persuader ). Bandura (1986) berhipotesis bahwa efek sebuah nasihat bagi self-efficacy berkaitan erat dengan status dan otoritas dari pemberi nasihat (dalam Feist & Feist, 2008).

    Social persuasion terjadi ketika seseorang memberitahu kepada seorang individu bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. Bentuk umum dari social persuasion yaitu; dorongan verbal , coaching dan menyediakan performance feedback (Bandura dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).

  • Physical and Emotion States

    Sumber terakhir dari self-efficacy adalah kondisi fisik dan emosi (Bandura, 1997). Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat performa/kinerja seseorang. Ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi, seseorang akan memiliki self-efficacy yang rendah. Bagi beberapa psikoterapis sudah lama menyadari bahwa pereduksian/pengurangan rasa cemas atau peningkatan relaksasi fisik dapat meningkatkan kinerja (dalam Feist & Feist, 2008).

Keempat sumber self-efficacy tersebut digunakan untuk menentukan apakah seseorang dikatakan kompeten atau mampu melakukan perilaku tertentu (Friedman & Schustack, 2008). Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa melalui keempat sumber self-efficacy tersebut seorang karyawan baru dikatakan dapat berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja baru atau dengan kata lain keempat informasi tersebut menjadi indikator dalam menggambarkan self-efficacy seorang karyawan baru.

Antara self-efficacy dan performance atau kinerja kerja seseorang dikatakan saling menguntungkan atau mempengaruhi satu sama lain. Self-efficacy memimpin atau mengarahkan seseorang ke performance kerja yang lebih baik, dan sebaliknya performance kerja yang baik akan meningkatkan self-efficacy seseorang (Larsen & Buss, 2008).

Pengertian Self Efficacy


Self Efficacy adalah keyakinan seseorang pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian di lingkungannya.Konsep Self Efficacy atau keberhasilan diri merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat berprestasi baik dalam situasi tertentu.

Dimensi Self Efficacy ada tiga yaitu tingginya tingkat kesulitan tugas seseorang yang diyakini masih dapat dicapai, keyakinan pada kekuatan, dan harapan dari sesuatu yang telah dilakukan. Self Efficacy adalah keyakinan individu dalam mengendalikan diri untuk mengatasi masalah dan meraih prestasi yang baik dalam situasi tertentu. Self Efficacy dapat menggambarkan penilaian kemampuan diri bahwa seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu.

Self Efficacy memiliki peran utama dalam pengaturan melalui motivasi individu dan pencapaian kerja yang ditetapkan. Seseorang yang memiliki Self Efficacy yang kuat akan menggunakan usaha terbaiknya untuk mengatasi hambatan sedangkan, seseorang dengan Self Efficacy yang rendah akan cenderung untuk mengurangi usahanya atau lari dari hambatan yang ada.

Dimensi Self Efficacy


Dimensi Self Efficacy dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

  1. Magnitude, berhubungan dengan kesulitan tugas dimana individu akan memilih tugas berdasarkan tingkat kesulitan.

  2. Generality, berhubungan dengan keyakinan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik dimana tugas-tugas tersebut berbeda dengan individu lainnya.

  3. Strenght, berhubungan dengan sejauhmana individu yakin dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

Klasifikasi Self Efficacy


Self Efficacy dibagi menjadi dua bentuk yaitu Self Efficacy tinggi dan Self Efficacy rendah.

  1. Self Efficacy tinggi
    Individu yang memiliki Self Efficacy tinggi akan cenderung memilih terlibat langsung dalam penyelesaian masalah, meskipun masalah yang dihadapi sulit. Mereka tidak akan memandang masalah sebagai ancaman yang harus dihindari. Individu dengan Self Efficacy tinggi akan mengembangkan minat dan ketertarikan terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan, dan berkomitmen dalam mencapai tujuan tersebut. Individu dengan Self Efficacy tinggi yang mengalami suatu kegagalan dengan cepat akan mendapatkan Self Efficacy karena mereka menganggap bahwa kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha. Ciri-ciri individu yang memiliki Self Efficacy tinggi yaitu : mampu menangani masalah secara efektif; yakin terhadap kesuksesan dalam menghadapi masalah; masalah dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi; gigih dalam usahanya menyelesaikan masalah, percaya pada kemampuan yang dimiliki; cepat bangkit dari kegagalan yang dihadapi; dan suka mencari situasi yang baru.

  2. Self Efficacy rendah
    Individu yang memiliki Self Efficacy rendah cenderung ragu akan kemampuannya dan menjauhi masalah yang sulit karena mereka menganggap masalah sebagai sebuah ancaman. Individu dengan Self Efficacy rendah akan menghindari masalah, sibuk memikirkan kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, dan tidak berpikir tentang cara menghadapi masalah. Mereka juga cenderung lamban dalam mendapatkan kembali Self Efficacy ketika mengalami kegagalan.Ciri-ciri individu yang memiliki Self Efficacy rendah yaitu lamban dalam mendapatkan Self Efficacy kembali ketika mengalami kegagalan; tidak yakin dapat menghadapi masalahnya; menghindari masalah yang sulit; mengurangi usaha dan cepat menyerah; ragu pada kemampuan yang dimilikinya; tidak suka mencari situasi yang baru; aspirasi dan komitmen pada tugas lemah.

Tahap Perkembangan Self Efficacy


Self Efficacy mulai berkembang sejak individu bayi hingga melalui masa lanjut usia. Tahapan Self Efficacy pada masa bayi yaitu sebagai usahan melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Self Efficacy pada masa bayi hingga usia anak dipusatkan pada orangtua yang dipengaruhi oleh anggota keluarga yang lain seperti saudara kandung, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Pada masa dewasa Self Efficacy dikembangkan sebagai penyesuaian pada masalah perkawinan dan peningkatan karir. Pada masa lanjut usia, Self Efficacy sulit terbentuk karena terjadi penurunan mental dan fisik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Self Efficacy pada diri individu antara lain :

  1. Budaya
    Budaya dapat mempengaruhi Self Efficacy melalui nilai (values), kepercayaan (belief), proses pengaturan diri (selfregulatory process) yang berfungsi sebagai sumber penilaian Self Efficacy dan konsekuensi dari keyakinan akan Self Efficacy .

  2. Gender
    Gender dapat mempengaruhi Self Efficacy pada diri individu. Wanita memiliki Self Efficacy yang lebih tinggi dalam perannya di kehidupan sehari-hari. Wanita yang memiliki peran sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir akan berpengaruh pada tingkat Self Efficacy yang tinggi dibandingkan pria yang bekerja.

  3. Sifat dari tugas yang dihadapi
    Kesulitan masalah yang dialami individu mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu yang dihadapkan pada permasalahan yang sulit akan semakin rendah penilaian terhadap kemampuannya. Pada individu yang dihadapkan masalah yang mudah akan semakin tinggi penilaian terhadap kemampuannya.

  4. Insentif eksternal
    Hal lain yang dapat mempengaruhi Self Efficacy individu yaitu Insentif eksternal, yaitu insentif yang diberikan orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang.

  5. Status atau peran individu dalam lingkungan
    Individu yang memiliki status atau peran yang tinggi akan mendapatkan derajat kontrol yang besar sehingga mempengaruhi Self Efficacy yang tinggi. Individu dengan status atau peran yang rendah akan memiliki derajat kontrol yang kecil sehingga Self Efficacy yang dimiliki juga rendah.

  6. Informasi tentang kemampuan diri
    Informasi yang didapatkan individu mempengaruhi Self Efficacy dimana individu akan memiliki Self Efficacy tinggi jika mendapatkan informasi positif mengenai kemampuan dirinya sedangkan, individu akan memiliki Self Efficacy rendah jika mendapatkan informasi negatif.

Sumber Self Efficacy


Sumber Self Efficacy dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

  1. Pengalaman masa lalu
    Penilaian terhadap keberhasilan yang pernah diraih akan meningkatkan keyakinan atas kemampuan individu menghadapi masalah berikutnya. Penilaian atas keberhasilan individu dapat meningkatkan Self Efficacy pada diri individu.

  2. Pengamatan terhadap pengalaman orang lain
    Penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki orang lain dalam menyelesaikan masalah akan memotivasi diri sendiri untuk yakin pada diri sendiri dalam melakukan hal yang sama. Kesuksesan yang dicapai orang lain merupakan salah satu hal yang dapat menstimulus individu untuk menyelesaikan masalah.

  3. Persuasi verbal
    Individu diberikan arahan melalui sugesti maupun bujukan untuk percaya terhadap kemampuan diri bahwa mereka dapat mengatasi masalah-masalah dimasa yang akan datang. Keyakinan yang positif akan meningkatkan Self Efficacy pada individu dan sebaliknya.

  4. Reaksi emosional
    Reaksi emosional yang kuat dapat menurunkan tingkat performa individu dan mempengaruhi Self Efficacy . Pada situasi tertentu ketika individu mengalami gejolak fisiologis seperti rasa takut, cemas, dan stres yang tinggi maka performa akan mulai melumpuh dan mereka akan mendapatkan Self Efficacy yang rendah.

Proses Self Efficacy


Self Efficacy mempengaruhi tindakan dan perilaku individu yang melalui empat proses yaitu :

  1. Proses Kognitif
    Individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku dalam menghadapi permasalahan sehingga dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi kognitif memungkinkan untuk memprediksi kejadian yang akan berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan individu menganalisis dan berlatih mengungkapkan ide maka akan mendukung tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

  2. Proses Motivasional
    Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan dan merencanakan tindakan yang akan direalisasikan.

  3. Proses Afektif
    Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri individu untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu atas kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi masalah yang sulit atau mengancam.

  4. Proses Seleksi
    Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku menyebabkan individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit.

1 Like

Menurut Bandura (1986, 1995), prediksi mengenai hasil yang mungkin terjadi dari sebuah tingkah laku merupakan sumber penting dari motivasi. Akankan saya sukses atau gagal? Akankah saya disukai atau ditertawakan? Prediksi ini dipengaruhi oleh self-efficacy , yakni kepercayaan yang dimiliki seseorang mengenai kompetensi atau efektivitasnya dalam area tertentu (Woolfolk, 2004).

Menurut Bandura (1995), self-efficacy merupakan kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan memutuskan tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tertentu. Secara umum self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu (Woolfolk, 1993). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan tingkat keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya dalam mengerjakan tugas untuk mencapai hasil tertentu.

Ada beberapa ciri dari self-efficacy, yaitu:

  • berorientasi pada masa depan (Pajares, 1997)

  • penilaian pada konteks spesifik mengenai kompetensi untuk menampilkan tugas tertentu (Pajares, 1997)

  • fokus pada kemampuan kita untuk menyelesaikan tugas tertentu tanpa kebutuhan untuk dibandingkan dengan orang lain (Marsh, Walker & Debus, 1991, dalam Tschannen-Moran, 1998).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy


Tinggi rendahnya self-efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Ini disebabkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura (1986), tingkat self-efficacy seseorang dipengaruhi oleh:

  • Sifat dari tugas yang dihadapi individu
    Sifat tugas dalam hal ini meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas dari tugas yang dihadapi. Semakin sedikit jenis tugas yang dapat dikerjakan dan tingkat kesulitan tugas yang relatif mudah, maka makin besar kecenderungan individu untuk menilai rendah kemampuannya sehingga akan menurunkan self-efficacy -nya. Namun apabila seseorang tersebut mampu menyelesaikan berbagai macam tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda, maka individu akan menilai dirinya mempunyai kemampuan sehingga akan meningkatkan self efficacy -nya.

  • Insentif eksternal ( reward ) yang diterima individu dari orang lain.
    Semakin besar insentif atau reward yang diperoleh seseorang dalam penyelesaian tugas, maka semakin tinggi derajat self-efficacy -nya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bandura (1986) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self-efficacy adalah competence contingent incentif , yaitu insentif atau reward yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasai atau melaksanakan tugas tertentu.

  • Status atau peran individu dalam lingkungannya
    Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam lingkungannya atau kelompoknya akan mempunyai derajat kontrol yang lebih besar pula sehingga memiliki self-efficacy yang lebih tinggi.

  • Informasi tentang kemampuan diri.
    Informasi yang disampaikan orang lain secara langsung bahwa seseorang mempunyai kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan diri seseorang sehingga mereka akan mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin. Namun apabila seseorang mendapat informasi kemampuannya rendah maka akan menurunkan self-efficacy sehingga kinerja yang ditampilkan rendah. Menurut Bandura (1986), informasi ini diperoleh melalui empat sumber :

    1. Enactive Attainment (hasil yang dicapai secara nyata)
      Hasil kerja yang ditampilkan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh karena didasarkan pada pengalaman nyata dalam menguasai suatu tugas. Kesuksesan yang sering didapatkan akan meningkatkan kemampuan diri seseorang, sedangkan kegagalan yang sering dialami akan merendahkan persepsi seseorang mengenai kemampuannya.

    2. Vicarious Experiences (pengalaman orang lain)
      Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas tertentu akan meningkatkan keyakinan dalam mengerjakan tugas yang sama. Self-efficacy seseorang dapat meningkat melalui melakukan observasi terhadap orang lain dan meniru perilaku orang tersebut untuk kemudian membandingkan dengan dirinya.

    3. Verbal Persuasion (persuasi verbal)
      Persuasi verbal merupakan perkataan atau dukungan dari orang lain yang menyatakan bahwa ia memiliki kemampuan. Informasi mengenai kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh orang lain yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa mereka cukup mampu dalam melakukan tugas.

    4. Physiological and emotional arousal (kondisi dalam diri seseorang baik fisik maupun emosional)
      Level of arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung pada bagaimana arousal tersebut diinterpretasi. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir ( self efficacy rendah) atau tertarik ( self efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut (Bandura, 1997; Pintrich & Schunk, 2002). Dalam menilai kemampuannya, seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.

Fungsi Self-Efficacy


Teori self-efficacy menyatakan bahwa persepsi mengenai kemampuan seseorang akan mempengaruhi pikiran, perasaan, motivasi, dan tindakannya. Bandura (1995) menjelaskan bahwa ketika perasaan efficacy telah terbentuk, maka akan sulit untuk berubah. Kepercayaan mengenai self-efficacy merupakan penentu yang kuat dari tingkah laku.

Terdapat beberapa fungsi dari self-efficacy, yaitu (Bandura, 1986):

  • Untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Orang cenderung akan melakukan tugas tertentu dimana ia merasa memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia akan lebih memilih mengerjakan tugas tersebut daripada tugas yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa self-efficacy juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.

  • Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan atau pengalaman aversif. Bandura (1986) mengatakan bahwa self-efficacy menentukan berapa lama individu dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Self-efficacy yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan individu. Dalam belajar, orang dengan self-efficacy tinggi cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras daripada orang-orang dengan tingkat self-efficacy yang rendah.

  • Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. Beck (dalam Bandura, 1986) menyatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situasi saat ini maupun dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Orang-orang dengan self-efficacy yang rendah selalu menganggap dirinya kurang mampu menangani situasi yang dihadapinya. Dalam mengantisipasi keadaan, mereka juga cenderung mempersepsikan masalah-masalah yang akan timbul jauh lebih berat daripada yang sesungguhnya. Collins (dalam Bandura, 1986) menyatakan bahwa self-efficacy yang dipersepsikan membentuk cara berpikir kausal seseorang. Dalam mencari pemecahan masalah yang rumit, individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mempersepsikan dirinya sebagai orang yang berkompetensi tinggi. Ia akan merasa tertantang jika dihadapkan pada tugas-tugas dengan derajat kesulitan dan resiko yang tinggi. Sebaliknya, orang dengan self-efficacy yang rendah akan menganggap dirinya tidak kompeten dan menganggap kegagalan akibat dari ketidakmampuannya. Individu seperti ini lebih sering merasa pesimis terhadap hasil yang akan diperoleh, mudah mengalami stres dan mudah putus asa.

  • Sebagai peramal tingkah laku selanjutnya.
    Individu dengan self-efficacy tinggi memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan lingkungannya. Demikian juga dalam menghadapi tugas, dimana keyakinan mereka juga tinggi. Mereka tidak mudah putus asa dan menyerah dalam mengatasi kesulitan dan mereka akan menampilkan usaha yang lebih keras lagi. Sebaliknya individu dengan self-efficacy yang rendah cenderung lebih pemalu dan kurang terlibat dalam tugas yang dihadapi. Selain itu mereka lebih banyak pasrah dalam menerima hasil dan situasi yang dihadapi daripada berusaha merubah keadaan.

Jeanne Ellis Ormrod menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Menurut Albert Bandura dalam Robert A. Baron & Donn Byrne, self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.

Sedangkan menurut Robert A. Baron & Donn Byrne self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan atau mengatasi sebuah hambatan.

Judge dalam Nur Ghufron & Rini Risnawita, menganggap bahwa efikasi diri adalah indikator positif dari core self evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi indifidu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Alwisol, dalam bukunya yang berjudul psikologi kepribadian disebutkan bahwa efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.5 Dengan bahasa yang berbeda Juntika Nurihsan dan Syamsu yusuf mengemukakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang diharapkan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dia mampu melakukan sesuatu untuk mencapai sebuah tujuan dan mengatasi hambatan.

Sumber - sumber self efficacy


Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (emotional physiological states).

1. Pengalaman performansi

Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) performansi yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :

  1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
  2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.
  3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang sudah merasa berusaha sebaik mungkin.
  4. Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
  5. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
  6. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

2. Pengalaman vikarius

Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kira-kira kemampuannya sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

3. Persuasi sosial

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

4. Keadaan emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi yang tidak berlebihan dapat meningkatkan efikasi diri.

Selain itu menurut Bandura ada 4 sumber ekspektasi efikasi-diri : mastery experience, physiological and emotional arousal, vocarious experiences, dan sosial persuation. Mastery experience adalah pengalaman langsung kita-sumber informasi efikasi yang paling kuat. Kesuksesan menaikkan keyakinan efikasi, sementara kegagalan menurunkan efikasi. Tingkat arousal mempengaruhi efikasi-diri, tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan.

Pada saat anda menghadapi tugas tertentu, apakah anda merasa cemas dan khawatir (menurunka efikasi) atau bergairah “psyched” (menaikkan efikasi). Dalam vocarious experience (pengalaman orang lain), seseorang memberikan contoh penyelesaian. Semakin dekat siswa mengidentifikasi dengan model, akan besar pula dampaknya pada efikasi-diri. Bila sang model bekerja dengan baik, efikasi siswa meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, ekspektasi efikasi siswa menurun.

Persuasi sosial dapat berupa "pep talk " atau umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sosial sendiri dapat membuat siswa mengerahkan usaha, mengupayakan strategi-strategi baru, atau berusaha cukupkeras untuk mencapai kesuksesan.

Klasifikasi self efficacy


Self efficacy dibagi menjadi 2 yaitu self efficacy tinggi dan rendah. menurut Robert Kreitner & Angelo kinicki ada beberapa perbedaan pola perilaku antara seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi dan rendah, yaitu :

Self efficacy tinggi :

  1. Aktif memilih peluang terbaik
  2. Mampu mengelola situasi, menghindari atau menetralisir hambatan
  3. Menetapkan tujuan, menetapkan standart
  4. Membuat Rencana, persiapan dan praktek
  5. Bekerja keras
  6. Kreatif dalam memecahkan masalah
  7. Belajar dari kegagalan
  8. Memvisualisasikan keberhasilan
  9. Membatasi stres ¾

Self efficacy rendah :

  1. Pasif
  2. Menghindari tugas yang sulit
  3. Aspirasi lemah dan komitmen rendah
  4. Fokus pada kekurangan pribadi
  5. Tidak melakukan upaya apapun
  6. berkecil hati karena kegagalan
  7. Menganggap kegagalan adalah karena kurangnya kemampuan atau nasib buruk
  8. Mudah khawatir, stress dan menjadi depresi
  9. Memikirkan alasan untuk gagal

Dimensi-dimensi self efficacy


Konsep self efficacy memasukkan 3 dimensi yaitu besarnya, kekuatan dan generalitas. Besarnya merujuk pada tingkat kesulitan yang diyakini dapat ditangani oleh individu. Sebagai contoh jim mungkin yakin dia dapat menempatkan panah ditarget sebanyak 6 kali dari 10 kali percobaan. Sara mungkin merasa bahwa dia dapat mengenai target 8 kali. Oleh karena itu, sara mempunyai self efficacy yang lebih besar mengenai tugas ini dari pada jim.

Kekuatan merujuk pada apakah keyakinan berkenaan dengan self efficacy kuat atau lemah. Jika pada contoh sebelumnya jim merasa cukup yakin dia dapat mengenani target 6 kali, sementara sara sangat positif dia dapat mengenai target 8 kali, sara menunjukkan self efficacy yang lebih kuat dari pada jim. Yang terakhir generalitas menunjukkan seberapa luas dimana keyakinan terhadap kemampuan tersebut berlaku. Jika jim berpikir dia dapat mengenai target sama dengan sebuah pistol dan senapan, dan sara tidak berpikiran bahwa dia mampu, jim menunjukkan generalitas yang lebih luas daripada sara.

Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan self Efficacy


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self efficacy, diantaranya keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya, pesan yang disampaikan orang lain, dan keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar.

  1. Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya
    Pembelajar lebih mungkin yakin bahwa mereka lebih berhasil pada suatu tugas ketika mereka telah berhasil pada tugas tersebut atau tugas lain yang mirip di masa lalu.

  2. Pesan dari orang lain
    Terkadang kesuksesan siswa tidak jelas. Dalam situasi-situasi semacama itu, kita dapat meningkatkan self efficacy siswa dengan cara menunjukka secara eksplisit hal-hal yang telah mereka lakukan dengna baik sebelumnya atau hal-hal yang sekarang telah mereka lakukan dengna mahir. Kita juga mampu meningkatkan self efficacy siswa dengan memberi mereka lasan-alasan untuk percaya bahwa mereka dapat sukses dimasa depan.

    Pernyataan-pernyataan seperti " kamu pasti bisa mengerjakan tugas ini jika anda berusaha" atau "Aku kira judy akan bermain denganmu apabila kamu memintanya. Meski demikian, pengaruh prediksi-prediksi optimistik akan cepat hilang, kecuali usahausaha siswa pada suatu tugas benar-benar mendatangkan kesuksesan.

  3. Kesuksesan dan kegagalan orang lain
    Kita sering membentuk opini mengenai kemampuan kita sendiri dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain, secara khusus mereka yang serupa dengan kita.

  4. Kesuksesan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar
    Dalam bab-bab awal kita telah menemukan bahwa pembelajar dapat berpikir secara inteligen dan mendapatkan pemahaman yang lebih kompleks tentang sebuah topik ketika mereka berkolaborasi dengan teman sebaya dalam rangka menguasai dan menerapkan materi di kelas. Kolaborasi dengan teman sebaya memiliki manfaat potensial lain : pembelajar mungkin mempunyai self efficacy yang lebih besar ketika mereka bekerja dalam kelompok alih-alih sendiri.

    Self efficacy kolektif tergantung tidak hanya pada persepsi siswa akan kapabilitasnya sendiri dan orang lain, melainkan juga pada persepsi mereka mengenai bagaimana mereka bekerja bersama-sama secara efektif dan mengkoordinasikan peran dan tanggung jawab mereka (Bandura, 1997, 2000).

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/10358/5/bab%202.pdf

Self-Efficacy atau yang secara umum disebut confidence secara bahasa berarti kepercayaan diri. Stajkovic & Luthans (dalam Luthans, Luthans, & Luthans, 2004) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, sumber kognitif, dan metode kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan dengan sukses sebuah tugas tertentu dalam sebuah konteks yang telah diberikan. Dalam teori sosialnya, Bandura (dalam Malik, 2013) menjelaskan self-efficacy sebagai kepercayaan seseorang terhadap kapabilitas dirinya untuk melakukan suatu tugas yang spesifik. Self-efficacy ini memiliki tiga dimensi, yakni:

  1. Magnitude (ukuran besarnya), terkait level kesulitan tugas yang seseorang percayai dapat merealisasikan;

  2. Strength (kekuatan), mengacu pada apakah keyakinan terhadap magnitude kuat atau lemah; dan Generality (keumuman) menunjukkan atau mengindikasikan bagaimana tingkat pengharapan digeneralisasikan pada berbagai situasi.

Self-efficacy atau kepercayaan diri dapat dikembangkan dengan memperhatikan pendekatan yang disusun Bandura (dalam Luthans, Luthans, & Luthans, 2004) sebagai berikut:

  1. Pengalaman ahli atau pencapaian performa. Hal ini sangat potensial untuk mengembangkan kepercayaan diri karena melibatkan informasi langsung terkait sukses. Bagaimanapun, pencapaian tidak secara langsung membangun kepercayaan diri. Proses situasional, seperti tugas yang kompleks, dan proses kognitif, seperti persepsi terhadap kemampuan seseorang, sama-sama berpengaruh terhadap perkembangan percaya diri.

  2. Pengalaman atas nama orang lain atau memperagakan Jika seseorang melihat orang lain seperti diri mereka berhasil dengan usaha yang dipertahankan, mereka akan mulai percaya bahwa diri mereka juga memiliki kapasitas untuk berhasil.

  3. Persuasi sosial Seorang individu yang kompeten dapat membantu mengembangkan kepercayaan diri orang lain dengan mempersuasi atau meyakinkan.

  4. Rangsangan atau motivasi fisik dan psikis Orang-orang sering kali bergantung pada apa yang mereka rasakan, baik secara fisik maupun psikis, untuk mengukur kapabilitas mereka. Bagaimanapun, kondisi fisik dan mental yang sempurna dapat menyebabkan tumbuhnya kepercayaan diri .