Apa yang dimaksud dengan seksisme?

Seksisme adalah diskriminasi dan/atau kebencian terhadap seseorang yang bergantung terhadap seks, tetapi juga dapat merujuk pada semua sistem diferensiasi pada seks individu.

Seksisme dapat merujuk pada kepercayaan atau sikap yang berbeda: Kepercayaan bahwa satu jenis kelamin atau seks lebih berharga dari yang lain.

Natasha Walter menulis mengenai seksisme dalam bukunya yang berjudul Living Dolls: The Return Of Sexism. Natasha mendefinisikan seksisme sebagai “diskriminasi yang dilakukan terhadap orang lain berdasarkan jenis kelaminnya, sebagian besar perempuan” (Walter, 2013).

Seksisme berisi serangkaian asumsi dan tindakan yang digunakan laki-laki untuk menguasai perempuan. Paham ini lahir dari sebuah masyarakat yang patriarkal. Saat ini, sikap seksis seolah dianggap wajar. Bahkan banyak perempuan pun justru mengamini asumsi seksisme ini sekalipun itu menyudutkan.

Menurut Watson, seksisme dapat digolongkan menjadi:

  1. Old Fashioned Sexism
    Asumsi yang berkembang di sini adalah asumsi kuno mengenai perempuan atau laki-laki yang sudah ada sejak zaman dulu. Contohnya bahwa laki-laki lebih pintar dari perempuan, pemimpin harus berasal dari laki-laki, dan 70 perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi karena pada akhirnya akan berakhir di dapur.

  2. Modern Sexism
    Modern sexism muncul dari anggapan bahwa perempuan dan laki-laki sudah setara dan sejajar dalam masyarakat. Karena itu, muncul pandangan bahwa seksisme bukan lagi masalah dan hal-hal yang dilakukan untuk memudahkan perempuan tidak lagi diperlukan. Seksisme modern mengabarkan fakta bahwa masih ada kasus diskriminasi gender misalkan dalam hal gaji, atau jumlah perempuan yang menjadi wakil di wilayah politik.

  3. Ambivalent Sexism

Ada dua tipe seksisme ini yakni hostile dan benevolent. Hostile didasari oleh rasa benci terhadap jenis kelamin tertentu. Sementara benevolent sexism menganggap bahwa perempuan memiliki moral yang lebih baik dari kaum lakilaki karena itu harus dilindungi dengan baik.

Seksisme dapat diwujudkan dalam berbagai sikap atau kepercayaan, seperti:

  • Kepercayaan bahwa satu jenis kelamin/gender lebih berharga dari yang lain

  • Chauvinisme laki-laki atau perempuan

  • Sifat misogini (ketakutan terhadap kesetaraan perempuan) atau misandria (kebencian terhadap laki-laki)

  • Ketidak percayaan kepada orang yang memiliki jenis gender berbeda.

Menurut Peter Sterns, dulu, dalam masyarakat pra-agrikultur (sebelum tahun 1750), perempuan memegang posisi yang setara dengan laki-laki. Namun, itu kemudian berubah ketika telah terjadi adopsi pertanian yang menetap, dan kemudian budaya laki-laki mulai melembagakan konsep bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki Contoh yang nyata tentang seksisme dalam masyarakat kuno adalah adanya hukum tertulis yang mencegah perempuan berpartisipasi dalam proses politik (misalnya: wanita Romawi tidak boleh mengikuti Pemilu atau memegang jabatan politik) (Frier, 2004).

Istilah seksisme dikenal secara luas saat terjadi Gerakan Pembebasan Perempuan (Women’s Liberation Movement) pada tahun 1960. Ketika itu, para penganut teori feminis menyebutkan bahwa tekanan terhadap perempuan telah menyebar dan terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat, sehingga mereka mulai bersuara lebih lantang tentang paham seksisme daripada paham male chauvinism. Pembela paham male chauvinists biasanya adalah lakilaki yang meyakini bahwa mereka lebih hebat daripada perempuan. Paham seksisme merujuk pada perilaku kolektif yang merefleksikan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.

Seksisme (sexism) merupakan suatu bentuk prasangka atau diskriminasi kepada kelompok lain hanya karena perbedaan jender atau jenis kelamin. Dalam hal ini, biasanya wanita cenderung dianggap lemah. Tindakan seksisme, kemungkinan, bisa bersumber dari stereotipe terhadap peran jender (Nakdiem, 1984) dan keyakinan bahwa pada jenis kelamin tertentu memiliki posisi yang lebih baik dan superior dibanding yang lainnya (Doob, 2013). Seksisme bisa merujuk pada seseorang yang melakukan diskriminasi, baik yang diekspresikan melalui tindakan, perkataan, maupun hanya berbentuk suatu keyakinan/kepercayaan. Seksisme terkadang bisa juga terjadi tanpa disadari oleh si pelaku, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti yang pernah dilaporkan oleh The Smithsonian American Art Museum.

Seksisme, meskipun berbentuk kebencian terhadap orang lain yang bergantung pada perbedaan jenis kelamin, tetapi dapat juga merujuk pada semua sistem diferensiasi pada seks individu. Seksisme dapat diwujudkan dengan berbagai kepercayaan atau sikap, seperti:

  • Kepercayaan bahwa satu jenis kelamin/gender lebih berharga dari yang lain.
  • Chauvinisme pria atau wanita.
  • Sifat misogini (kebencian terhadap wanita) atau misandria (kebencian terhadap laki-laki).
  • Ketidakpercayaan kepada orang yang memiliki jenis jender yang berbeda.

Seksisme merupakan suatu paham atau sistem kepercayaan yang mempercayai adanya fenomena yang masih menganggap jenis kelamin tertentu (laki-laki) lebih unggul dari jenis kelamin lainnya (perempuan). Hal tersebut terlihat dari bentuk bahasa yang dipakai oleh laki-laki dalam berkomunikasi atau dari monolog seorang laki-laki tentang perempuan, mengandaikan perempuan dengan binatang yang jelek atau dengan benda-benda yang secara pragmatis dan metaforis mengandung nilai-nilai negatif tentang perempuan (Cobuild English Dictionary, 1997).

Seksisme tidak hanya terbatas pada paham tetapi juga pada praktek-praktek yang meneguhkan dominasi dan diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu, yaitu kaum laki-laki terhadap kaum perempuan atau bisa juga kaum perempuan sendiri yang melakukannya terhadap kaumnya sendiri atau sesamanya (Cameron dalam Nababan, 2004).

Seksisme memandang bahwa ketidaksetaraan kaum laki-laki dan perempuan tidak saja terjadi dalam berbagai aktivitas kehidupan, namun juga terlihat melalui bahasa baik secara verbal maupun nonverbal (Persing dalam Nababan, 2004). Seksisme dalam berbahasa menjadi instrumen yang merekam asumsi-asumsi yang diyakini oleh masyarakatnya mengenai bagaimana seharusnya seorang laki-laki atau perempuan memandang, bertindak dan berpikir.