Apa yang dimaksud dengan Risk Breakdown Structure ?

Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang memiliki dampak pada tujuan yang diukur dalam hal konsekuensi dan probabilitas.

Apa yang dimaksud dengan Risk Breakdown Structure ?

Risk Breakdown Structure (RBS) digunakan terutama dalam upaya melakukan kategorisasi masing-masing risiko.

Risk Breakdown Structure (RBS) adalah pengelompokan risiko dalam suatu komposisi hirarkis risiko organisasi yang logis, sistematis, dan terstruktur secara alami sesuai dengan struktur organisasi atau proyek. Sasaran penerapan RBS adalah kejelasan pemangku risiko atau peningkatan pemahaman risiko organisasi atau proyek dalam konteks kerangka kerja yang logis serta sistematis.

Risk Breakdown Structure (RBS) telah diakui sebagai alat yang berguna untuk penataan proses risiko, dan telah dimasukkan dalam standar beberapa risiko dan pedoman (misalnya, Asosiasi Manajemen Proyek, 2004; Project Management Institute, 2004). Definisi RBS dalam hal ini mirip dengan Work Breakdown Structure (WBS), sebagai sebuah sumber menentukan eksposur risiko total proyek. Oleh karena itu RBS merupakan sebuah struktur hirarki sumber potensi risiko, yang dapat membantu untuk memahami risiko yang dihadapi oleh proyek.

RBS digunakan terutama dalam upaya melakukan kategorisasi masing-masing risiko. RBS adalah pengelompokan risiko dalam suatu komposisi hirarkis risiko organisasi yang logis, sistematis, dan terstruktur secara alami sesuai dengan struktur organisasi atau proyek. Sasaran penerapan RBS adalah kejelasan pemangku risiko atau peningkatan pemahaman risiko organisasi atau proyek dalam konteks kerangka kerja yang logis serta sistematis.

Risk Breakdown Structure
Gambar Risk Breakdown Structure

RBS terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan pengembangan RBS dan tahap penerapannya.

  • Tahap pengembangan meliputi penyusunan hirarki yang didasarkan pada struktur organisasi atau struktur proyek yang ada, atau berdasarkan pengalaman yang lalu. Bila terjadi perubahan struktur organisasi atau struktur pekerjaan proyek (works breakdown structure) maka RBS perlu disusun ulang untuk disesuaikan dengan struktur yang baru.

    Hasil pengembangan RBS pada tahap pertama akan berfungsi sebagai sumber informasi pada tahap berikutnya untuk proses identifikasi risiko, analisis risiko, dan pelaporan risiko. Secara keseluruhan, RBS ini mirip dengan aplikasi dari pengembangan risk taxonomy, hanya lebih mengacu pada struktur organisasi yang ada atau WBS yang telah dikembangkan.

  • Tahapan Pelaksanaan RBS
    Bila RBS akan diterapkan pada proyek maka proses pengembangan RBS menggunakan dasar WBS (works breakdown structure). WBS adalah suatu struktur pembagian proyek secara hirarkis yang khusus dikembangkan untuk keperluan proyek tersebut. Pada penerapan untuk organisasi, selain proses bisnis juga didasarkan pada struktur organisasi yang ada. Sebagai input untuk proses penyusunan RBS adalah risiko-risiko yang pernah dialami dan hampir selalu berulang. Begitupula dengan sumber-sumber risiko bagi organisasi dan seringkali mempunyai tampilan seperti bagan organisasi.

Proses pengembangan RBS merupakan suatu kegiatan yang sangat berguna untuk melakukan tinjauan terhadap area-area yang menjadi perhatian dan potensi keterkaitan diantara area-area tersebut. Pelaksanaan pengembangan RBS ini dapat dilakukan dengan pendekatan top-down atau bottom-up, sama seperti pengembangan works breakdown structure. Perhatikan tentang perlunya pemahaman yang cukup mengenai peringkat dari sumber-sumber risiko yang terdapat dalam organisasi.

Tahapan utama dalam menyusun RBS dengan pendekatan top-down adalah sebagai berikut :

  • Mengidentifikasi kelompok-kelompok besar sumber risiko. Cara termudah adalah dengan memperhatikan struktur organisasi yang ada.

  • Menjabarkan kelompok besar sumber risiko tadi menjadi tingkatan risiko yang lebih kecil lagi. Misalnya, untuk risiko manufacturing, kita pecah lagi menjadi risiko mutu (quality risk), risiko proses produksi (process production risk), risiko kerusakan peralatan (maintenance risk), risiko supply utilitas (listrik, air, angin bertekanan, oli, dsb.), risiko bahan baku (kelangsungan pasokan, keajegan mutu, dll), risiko bahan pendukung, risiko pencemaran lingkungan, dan lain-lain.

  • Hasil penjabaran diatas juga masih harus dijabarkan lagi menjadi sub- kelompok yang lebih kecil dan dilakukan secara berulang hingga proses dekomposisi ini mencapai tahapan yang memungkinkan penanganan risiko dalam tataran yang memuaskan. Artinya, dapat diketahui dengan jelas pemangku risikonya (risk owner) dan dapat dirumuskan perlakuan terhadap potensi risiko yang ada pada level yang cukup rendah.

Proses ini juga dapat dilakukan secara terbalik (bottom-up). Artinya dimulai dengan mengidentifikasi secara acak terlebih dahulu, baru dikelompokkan menjadi kelompok kecil, kemudian dikelompokkan lagi menjadi kelompok besar. Secara ringkas, tahapan pelaksanaan secara bottom up ini dilaksanakan sebagai berikut :

  • Mengumpulkan potensi risiko sebanyak mungkin secara acak. Menggunakan metode brainstorming atau metode lainnya untuk menggali kemungkinan potensi risiko yang ada. Apabila dampak dan kemungkinan potensi risiko sudah diketahui maka ada baiknya informasi ini disertakan.

  • Melakukan penyortiran risiko. Potensi risiko yang ditemukan disortir dan dikelompokkkan menjadi kelompok-kelompok risiko yang sejenis dan terkait. Kelompok-kelompok kecil potensi risiko yang terkait ini digabungkan menjadi kelompok yang lebih besar dan dalam kaitan yang lebih luas sesuai dengan struktur organisasi. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh suatu hirarki kelompok risiko yang logis, sistematis, dan terstruktur sesuai dengan struktur organisasi.

  • Meninjau ulang hasil pengelompokan, apakah pengelompokan yang terjadi memang sudah sesuai dengan dengan area potensi risiko dalam struktur organisasi, apakah semua potensi risiko sudah tercakup. Bila belum, proses tadi harus diulang hingga semua potensi risiko tercakup.

  • Dalam hal ini, nilai dampak dan kemungkinan juga ditampilkan sehingga informasi ini dapat membantu mengidentifikasi kelompok mana yang mempunyai potensi risiko dengan nilai yang besar dan memerlukan perhatian serta sumber daya lebih. Untuk tingkat seluruh organisasi, dapat diketahui total risiko yang dihadapi organisasi dan ada kemungkinan untuk menyusun prioritas penanganan risiko berdasarkan tingkat kegawatan yang diperoleh.