Apa yang dimaksud dengan riba dalam Ekonomi Islam?

image

Dalam aktivitas ekonomi, di islam terdapat istilah Riba. Lalu, apa yang dimaksud dengan riba dalam Ekonomi Islam?

2 Likes

Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.

Riba, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan bahwa,

“Rasulullah mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang menatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim).

Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.

Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat:

  1. Sama timbangan ukurannya; atau
  2. Dilakukan serah terima saat itu juga,
  3. Tunai.

Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap harus secara tunai dan diserahterimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.
Penjual

Referensi

Mustahdi, dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

رَبَا di dalam bahasa Indonesia berarti “bertambah” atau “tumbuh”. Dalam kamus bahasa Arab ada beberapa kata yang berakar dari susunan huruf ا, ب, ر yang mempunyai arti yang berbeda tetapi menggambarkan arti dasar yang sama, yaitu “lebih” dan akan digambarkan oleh tiga buah kata sebagai contoh.

Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam atau yang bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat di atas, Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam Ahkam al-Qur’an menjelaskan, “pengertian riba secara bahasa adalah tambahan namun yang dimaksud riba dalamal-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”, yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek.

Menurut terminologi fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu.

Riba sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “Usury” dengan arti tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara’, baik dengan jumlah tambahan yang sedikit ataupun dengan jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan “bunga” uang karena mempunyai arti yang sama, yaitu sama-sama bunga maka hukumnya sama, yakni haram.

Referensi
  • Chair, Wasilul. 2014. Riba dalam Perspektif Islam dan Sejarah. Artikel Ilmiah. Universitas Madura (UNIRA).

  • Maulida, Lilis. 2008. Studi Komparatif Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Riba Dalam Tafsir Al-Manar Dan Tafsir Ibnu Katsir. Skripsi. Prodi Tafsir-Hadits Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pengertian riba secara etimologis adalah kelebihan, penambahan, peningkatan atau surplus . Kata riba dalam bahasa Inggris disebut usury, yang diartikan bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan. Zuhaili menyebutkan bahwa arti riba secara etimologi adalah tambahan. Imam Sarkhasi (bermazhab Hanafi) mendefinisikan riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi jual beli tanpa adanya iwadh (padanan). Al-Askalani menyatakan bahwa riba pada esensinya adalah kelebihan, apakah itu berupa barang ataupun uang. Kemudian menurut Afzalurrahman, pada dasarnya, riba adalah pembayaran yang dikenakan terhadap pinjaman pokok sebagai imbalan terhadap pinjaman pokok sebagai imbalan terhadap masa pinjaman itu berlaku. Al-Maududi dan para Sarjana Muslim Arab menyatakan, riba adalah tambahan yang melebihi dari pokok pinjaman walaupun tambahan tersebut sedikit.

Secara redaksional, ulama mendefinisikan riba berbedabeda, namun secara substansinya sama, yaitu suatu kelebihan dengan tanpa suatu imbalan (pengganti) yang disyaratkan oleh salah satu dari dua orang yang melakukan transaksi (utang-piutang), atau dengan kata lain, riba dikenal sebagai kelebihan keuntungan (harta) dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli dan atau pertukaran barang yang sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut. Ekonom muslim menyatakan riba adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaski jual beli maupun dalam pinjam meminjam. Dalam ilmu ekonomi riba berarti kelebihan pendapatan yang diterima oleh pemberi pinjaman yang diberikan oleh peminjam sebagai upah atas
dicairkannya sebagian harta dalam waktu yang telah
ditentukan.

Macam-macam Riba

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang piutang dan riba jual beli. Para fuqaha, Mazhab Hanafiyyah, Malikiyah dan Hanabilah membagi riba menjadi dua, yaitu riba an-nasi’ah dan riba al-fadl. Riba an-nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba an-nasi’ah dapat muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan diserahkan kemudian. Riba Fadl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau tukaran yang berbeda. Sedangkan menurut Fuqaha Syafi’iyyah, riba dibagi menjadi tiga macam, yaitu riba annasi’ah, riba al-fadl dan riba al-yad.

Ibn a-Qayyim al-Jauziyyah, dalam Hendi Suhendi (2002), membagi riba menjadi dua, yaitu riba jalli (jelas) dan riba khafi (samar). Riba jalli adalah riba yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah yang sangat memudharatkan terhadap kehidupan mereka dan dilarang secara tegas oleh al-Qur’an, yang dalam istilah lain disebut dengan istilah riba nasiah. Riba nasi’ah adalah riba yang pembayarannya atau penukarannya berlipat ganda karena waktunya diundur. Sedangkan riba khafi adalah riba yang kurang dikenal dan diragukan keberadaannya di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah, yang dalam istilah lain disebut riba al-fadl. Riba fadhl adalah menjual sesuatu dengan alat tukar sejenis dengan adanya penambahan salah satunya tanpa tengang waktu, seperti menjual satu kilo gram gandum dengan dua kilo gram gandum.

Referensi

Marwini. 2017. Kontroversi Riba dalam Perbankan Konvensional dan Dampaknya Terhadap Perekonomian. Az Zarqa’. Vol. 9 (1) : 1-18.

Dalam pengertian bahasa, riba berarti tambahan (azziyadah). Makna tambahan dalam riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi.

Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Pengertian riba di dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam.

Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus. Kata riba dalam bahasa Arab dapat berarti tambahan meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, hingga mencakup sekaligus riba dan bunga.

Riba dalam hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang dalam penggunaan modern berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik. Kamus Lane memberikan makna komprehensif yang mencakup sebagian besar definisi autentik awal dari kata riba.

Menurut Lane, istilah riba bermakna meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman dengan bunga atau yang sejenis, kelebihan atau tambahan, atau tambahan di atas jumlah pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan”.

Riba adalah tambahan tanpa imbalan (عوض بال) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (األجل زيادة ) yang diperjanjikan sebelumnya (اشترط مقدما). Para ahli ekonomi Muslim menyebutkan bahwa setiap transaksi kredit atau tawar menawar, dalam bentuk uang atau lainnya, dianggap sebagai transaksi riba apabila mengandung tiga unsur berikut ini:

  1. Kelebihan atau surplus di atas modal pinjaman;
  2. Penetapan kelebihan ini berhubungan dengan waktu;
  3. Transaksi yang menjadi syarat pembayaran kelebihan tersebut.

Salah satu dasar pemikiran utama yang sering dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim adalah keberadaan riba (bunga) dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusak inti ajaran Islam tentang keadilan sosial. Dalam fiqh muamalah, riba berarti tambahan yang diharamkan yang dapat muncul akibat utang atau pertukaran.

Menurut Wahid Abdus Salam Baly, riba adalah tambahan (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang diisyaratkan. Terjadi perbedaan dalam pendefinisian riba oleh para ulama fiqh. Berikut ini adalah definisi riba oleh para ulama dari 4 golongan madzhab:

  1. Golongan Hanafi. Definisi riba adalah setiap kelebihan tanpa adanya imbalan pada takaran dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar menukar.

  2. Golongan Syafi’i. Riba adalah transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang dipertukarkan salah satunya.

  3. Golongan Maliki. Golongan ini mendefinisikan riba hampir sama dengan definisi golongan Syafi’i, hanya berbeda pada illat-nya. Menurut mereka illat- nya ialah pada transaksi tidak kontan pada bahan makanan yang tahan lama.

  4. Golongan Hambali. Riba menurut syara’ adalah tambahan yang diberikan pada barang tertentu. Barang tertentu tersebut adalah yang dapat ditukar atau ditimbang dengan jumlah yang berbeda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan riba selama dilakukan dengan tidak kontan.

Riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad perekonomian, seperti jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana, baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua. Riba dapat pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu akad perekonomian.

Macam-Macam Riba


Pada dasarnya riba adalah sejumlah uang atau nilai yang dituntut atas uang pokok yang dipinjamkan. Uang tersebut sebagai perhitungan waktu selama uang tersebut dipergunakan. Perhitungan tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu:

  1. Tambahan atas uang pokok.
  2. Tarif tambahan yang sesuai dengan waktu.
  3. Pembayaran sejumlah tambahan yang menjadi syarat dalam tawar menawar.

Pada kelompok utang piutang, riba terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Riba Qard adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang berutang (muqtarid). Riba qard atau riba dalam utang piutang sebenarnya dapat digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba semacam ini dapat dicontohkan dengan meminjamkan uang Rp 100.000,- lalu disyaratkan untuk memberikan keuntungan ketika pengembalian.

    Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan, “para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan atau hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengembalian tambahan tersebut adalah riba.”

  2. Riba Jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Adapun pembagian riba pada kelompok kedua atau riba jual beli juga terdiri atas dua macam, yaitu:

  • Riba Fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang atau komoditi ribawi.

  • Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.