Apa yang dimaksud dengan Resistensi atau resistance didalam konseling?

Resistensi (resistance) adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya sikap ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.

Apa yang dimaksud dengan Resistensi atau Penolakan (resistance) didalam konseling ?

Resistensi merupakan suatu sistem pertahanan klien yang berlawanan dengan tujuan konseling atau terapi (Brammer dan Shostrom, 1982).

Pada umumnya konselor melihat resistensi sebagi suatu hal yang berlawanan dengan kemajuan dalam pemecahan masalah dan oleh karena itu konselor harus berusaha menguranginya sebanyak mungkin. Namun, konselor melihat resistensi sebagai suatu gejala yang penting untuk dianalisa secara intensif. Dengan demikian pada dasarnya resistensi merupakan gejala normal dalam proses konseling.

Sumber munculnya resistensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu resistensi internal dan resistensi yang bersifat eksternal. Resistensi internal datang dari kepribadian klien sendiri, dan resistensi eksternal timbul sebagai hasil konseling misalnya pengaruh teknik yang digunakan oleh konselor atau sikap kontratransparasi konselor.

Fungsi positif dari resistensi dalam proses konseling adalah:

  • Memberikan indikasi kemajuan wawancara pada umumnya dan dasar untuk rumusan diagnostik dan prognostik
  • Memberikan informasi kepada konselor, bahwa ada struktur pertahanan dari klien, sehingga konselor harus mempertimbangkan proses selanjutnya.
  • Sebagai mekanisme protektif (perlindungan dari ancaman) bagi diri klien melalui sistem pertahanannya.

Menurut Bugental (1952) dalam Brammer dan Shostrom (1982) mengemukakan lima tingkatan intensitas gejala resistensi mulai dari yang paling rendah sampai ke paling tinggi intensitasnya yaitu:

  1. Bersikap lamban (lagging)
    Klien menghindari tanggung jawab, responya tidak bersemangat, distractible, dan lebih ke arah intelektualisasi daripada konten emosi

  2. Kaku (inertia)
    Menjawab dengan kata-kata pendek, tidak memperhatikan pengarahan konselor dan tampak lelah.

  3. Tentatif resistensi
    Termasuk indikasi bahwa klien tidak mau melanjutkan ketegangan fisik, menahan rasa marah, perasaan berdosa, cemas.

  4. Resistensi sebenarnya
    Menunjukkan intensifikasi tentatf seperti diam, menanyakan kompetensi konselor, atau mempergunakan kata-kata kasar.

  5. Penolakan.
    Tindakan klien sangat ekstrim misalnya dengan mengakhiri konseling, melawan konselor.

Ada beberapa langkah untuk mengatasi sikap resistensi dari klien yaitu

  1. Menghiraukan gejala-gejala resistensi klien tetapi tetap waspada peningkatan resistensi. Dengan kata lain bila terjadi resistensi itu adalah hal normal, namun konselor berusaha memahami karakteristik atau gaya pertahanan diri klien

  2. Menggunakan teknik adaptasi minor, yaitu melakukan tindakan mengurangi resistensi dengan cara mengurangi pengaruh emosional, mengubah langkah (mengurangi bertanya, mengeser postur lebih rileks), menggunakan humor, dan memberikan dorongan dan penerimaan.

  3. Mengarahkan kembali isi wawancara pada hal-hal yang dapat mengurangi resistensi

  4. Teknik penanganan langsung dengan cara: interpretasi resistensi, refleksi perasaan resistensi, teknik referal, dan ancaman.