Abric (dalam Deaux dan Philogene, 2001) representasi sosial merupakan suatu pandangan fungsional yang memungkinkan individu atau kelompok memberikan makna dan arti terhadap tindakan yang dilakukannya untuk mengerti suatu realita kehidupan sesuai dengan referensi yang mereka miliki dan untuk beradaptasi terhadap realitas tersebut. Representasi sosial ini sebagai cara berpikir rasional yang praktis melalui hubungan sosial dengan menggunakan gaya dan logikanya sendiri, yang kemudian didistribusikan kepada anggota suatu kelompok yang sama melalui komunikasi sehari-hari.
Representasi Sosial merupakan sebuah sistem nilai, gagasan dan perbuatan, yang memiliki fungsi ganda. Fungsi yang dimaksudkan ialah untuk membangun sebuah tata aturan bagi setiap individu untuk menyesuaikan diri dan memahami serta menguasai lingkungan fisik ataupun lingkungan sosialnya (Moscovici, dalam Bergman, 1998).
Representasi sosial dapat mengubah suatu hal yang tidak lazim atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali. Representasi sosial merupakan hasil dari pemaknaan individu terhadap nilai, gagasan dan perbuatan, namun disamping itu representasi sosial juga merupakan penghasil dari berbagai macam nilai, gagasan dan perbuatan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa representasi sosial adalah pandangan masyarakat dalam memandang sesuatu hal atau objek yang kemudian didistribusikan kepada orang lain disekitarnya melalui komunikasi sehari–hari baik secara disadari ataupun tidak, secara terus menerus dan akhirnya representasi sosial tersebut akan cenderung mempengaruhi perilaku mereka.
Fungsi Representasi Sosial
Representasi sosial berperan sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan antara individu dengan dunia sosialnya (Deaux dan Philogene, 2001). Representasi sosial memiliki dua buah fungsi sekaligus (Moscovici, dalam Adriana 2009), antara lain:
-
Representasi sosial dapat berfungsi sebagai tata aturan bagi individu untuk menyesuaikan diri dan memahami (serta menguasai keadaan) pada lingkungan fisik ataupun lingkungan sosialnya.
-
Selain itu, representasi sosial juga dapat memungkinkan terjadinya aktivitas berkomunikasi antar anggota komunitas dengan adanya sandi untuk aktivitas pertukaran sosial mereka, dan sebagai kode untuk menamai serta mengklasifikasikan dengan jelas berbagai macam aspek pada lingkungan, kesejarahan individu dan kesejarahan kelompoknya.
Teori representasi sosial terlihat pada pemikiran subjektif seorang individu yang menciptakan sebuah kenyataan dari kenyataan yang tidak diketahui sebelumnya. Oleh sebab itu, representasi sosial memiliki fungsi sebagai alat untuk memberikan arti bagi setiap istilah yang asing atau abstrak bagi mereka (Bergman, 1998). Terdapat lima fungsi dari representasi sosial (Josh dan Ignatow, 2001) yaitu:
-
Group Coordination
Representasi sosial berfungsi untuk menyelaraskan (coordinating) aktivitas kelompok dan memudahkan kerjasama antar anggotanya.
-
Rational Argumentation
Representasi sosial juga mungkin mempunyai sebuah fungsi penting lainnya dalam kehidupan negara yang liberal (kondisi yang terbuka dan adanya demokrasi) yaitu memudahkan seseorang untuk mengeluarkan argumentasi/bantahan yang masuk akal bagi nya. Hal ini terkait dengan konsep ideal Ruang Publik yang digagas oleh Habermas.
-
Symbolic Copying
Representasi sosial juga dapat berfungsi untuk merubah suatu hal yang tidak dikenal menjadi hal yang dapat dikenal dengan menggambarkan hal yang baru tersebut kepada sesuatu yang sudah ada pada pengalaman sebelumnya.
-
Environmental Compensation
Representasi sosial berfungsi untuk menggambarkan atau membandingkan hal yang tabu menjadi hal yang dapat dengan mudah dikenali oleh masyarakat atau sebuah kelompok dengan menggunakan perumpamaan yang berasal dari lingkungan yang memiliki sedikit persamaan dengan hal yang digambarkan tersebut. Fungsi ini merupakan pelengkap dari proses pembentukan representasi sosial tahap anchoring yang dikemukakan oleh Moscovici.
-
System Justification
Representasi sosial yang timbul dalam sebuah kelompok merupakan usaha untuk mempengaruhi orang lain agar turut menggunakan representasi sosial tersebut sehingga tujuan sosial dan politik dapat tercapai.
Proses Pembentukan Representasi
Sosial Representasi Sosial dapat merubah suatu hal yang tidak lazim dan atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali, melalui dua proses pembentukan. Proses pembentukan representasi sosial tersebut terjadi dalam dua tahapan (Deaux dan Philogene, 2001):
-
Anchoring merupakan proses yang mengacu pada proses pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam fikiran individu. Pada proses ini, informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya.
-
Objectifications merupakan proses penerjemahan ide–ide yang abstrak dari suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau mengaitkan abstraksi tersebut dengan objek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode–kode yang merupakan bagian dari proses kognitif atau afek dari komunikasi serta pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.
Representasi sosial mengalami transformasi dan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya hal tersebut ialah:
- Keterlibatan tinggi dalam kelompok.
- Perubahan keadaan eksternal (keadaan fisik, ekonomi, lingkungan sosial yang berhubungan langsung dengan objek representasi) yang mengganggu grup.
- Tantangan terhadap nilai tradisional dalam grup yang tidak dapat dihindari. (Guimelli, 1993).
Elemen Representasi Sosial
Representasi sosial terdiri atas elemen informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu objek (Abric, dalam Deaux dan Philogene, 2001). Elemen pengetahuan ialah segala informasi yang diketahui oleh anggota suatu komunitas mengenai suatu objek tertentu, pendapat ialah hasil pemikiran mereka, keyakinan ialah segala sesuatu hal yang dipercayai dan diyakini (Adriana, 2009), dan sikap ialah kecendrungan respon suka atau tidak suka, penilaian, pengaruh atau penolakan, serta kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek tersebut (Sarwono, 2006).
Bagian–bagian tersebut akan terorganisir, terstruktur dan kemudian menjadi sistem kognisi sosial seseorang. Struktur representasi sosial terdiri dari central core dan peripheral core.
Central core tersusun atas sejumlah elemen yang terorganisir yang mengatur seluruh representasi dengan menentukan maknanya, sehingga seluruh hal yang penting dapat menjadi stabil. Bagian lainnya di sekeliling struktur tersebut ialah peripheral core yang memiliki sifat konkret dan merupakan elemen yang dapat diakses secara langsung, serta bersifat lebih fleksibel bila dibandingkan dengan central core (Abric, dalam Deaux dan Philogene, 2001).
Hubungan Representasi Sosial dengan Perilaku
Menurut Campbell (dalam Bergman, 1998), dinyatakan bahwa representasi sosial, sikap dan nilai dapat dipertimbangkan sebagai kecenderungan untuk bertingkah laku (behavioural dispositions). Disposisi perilaku ini merupakan suatu kekuatan yang menyalurkan manusia dalam mempersepsikan, mengkategorisasikan, mengorganisasikan atau memilih, namun memiliki beberapa konsekuensi. Kecenderungan berperilaku yang diperoleh, hampir seluruhnya adalah kecenderungan berperilaku yang disosialisasikan (antar anggota kelompok).
Pada hasil penelitian Adriana (2009) diketahui bahwa perbedaan representasi sosial terlihat mempunyai pengaruh terhadap perbedaan perilaku. Selanjutnya dari hasil penelitian Gunawan (2003) terbukti bahwa reprtesentasi sosial dapat mempengaruhi perilaku, khususnya performa kerja, sehingga representasi sosial yang berbeda-beda menyebabkan perilaku kerja yang muncul juga memiliki perbedaan.
Representasi sosial juga dikembangkan dalam bentuk lain menjadi representasi professional. Representasi tersebut terbentuk dalam aksi dan interaksi profesional, yang memberikannya suatu konteks. Representasi profesional dipengaruhi oleh konteks, yang dalam hal ini bukan hanya situasi fisik tetapi juga pola interaksi diantara subjek yang berinteraksi. Mengenai hubungan antara representasi profesional dengan praktek (tindakan/perilaku) terdapat beberapa tipe hubungan, namun diantaranya ialah representasi tidak memiliki hubungan dengan perilaku jika adanya pengaruh paksaan dari luar (Blin, dalam Pandjaitan, 1998).
Referensi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44806/Chapter%20II.pdf;sequence=4