Apa yang Dimaksud dengan Repositori Institusi?


Saat ini teknologi sudah menjadi keseharian dan meliputi seluruh kegiatan manusia. Pengelolaan kearsipan dan administrasi dalam universitas juga menggunakan teknologi dalam mempermudah prosesnya mulai dari sistem hingga teknis pelaksanaan. Salah satu contoh pada bidang tersebut adalah pembuatan repositori institusi. Apa yang dimaksud dengan repositori institusi?

3 Likes

Pengertian Institutional Repository

Secara etimologi, repository dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan (archiving). Sedangkan institutional bermakna kelembagaan atau yang dimiliki oleh lembaga (seperti universitas atau lembaga lainnya). Salah satu definisi Institutional Repository yang banyak dikutip adalah yang dikemukakan oleh Lynch.

“ … institutional repository is a set of services that a university offers to the members of its community for the management and dissemination of digital materials created by the institution and its community members.”

Dalam definisi tersebut, Lynch menekankan bahwa Institutional Repository itu merupakan serangkaian layanan (a set of services) yang dikembangkan oleh suatu universitas (institusi) berupa pengelolaan (management) dan penyebarluasan (dissemination) berbagai hasil kegiatan ilmiah sivitas akademika dalam bentuk digital material.

Untuk mengembangkan layanan sebagaimana dikemukakan dalam definisi tersebut di atas, universitas perlu membangun infrastruktur yang mendayagunakan teknologi informasi dengan spesifikasi tertentu. Definisi yang dikemukakan Ware menjelaskan spesifikasi infrastruktur yang diperlukan tersebut sebagai berikut,

“An institutional repository (IR) is defined to be a web-based database (repository) of scholarly material which is institutionally defined (as opposed to a subject-based repository); cumulative and perpetual (a collection of record); open and interoperable; and thus collects, stores and disseminates (is part of the process of scholarly communication). In addition, most would include long-term preservation of digital materials as a key function of IRs.”

Dalam definisinya, Ware memandang IR sebagai sebuah infrastruktur komunikasi ilmiah (scholarly communication) yang harus memenuhi ketentuan antara lain:

  1. Infrastruktur IR itu merupakan sebuah database atau repository berbasis Web (online) untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarluaskan berbagai jenis karya ilmiah (scholarly material) yang dihasilkan oleh suatu institusi (perguruan tinggi).

  2. Dapat menyimpan data secara cumulative (dalam jumlah yang terus meningkat), dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan jangka panjang (long-term preservation) dan perpetual atau dapat diakses secara terus menerus secara open (terbuka).

Dua definisi tersebut di atas dapat saling melengkapi, bahwa IR tidak lain adalah sebuah upaya perguruan tinggi untuk membuat inovasi dan terobosan dalam membangun sarana atau infrastruktur komunikasi ilmiah yang reliable dan sustainable dengan mendayagunakan teknologi informasi.


Sumber: chronicle.com

Pengelolaan Institutional Repository

Repositori institusi akan menghasilkan banyak manfaat bagi institusi itu sendiri. Adapun manfaat Repositori Institusi adalah sebagai berikut:

  • Untuk mengumpulkan karya ilmiah-intelektual sivitas akademika dalam satu lokasi agar mudah ditemukan kembali

  • Untuk menyediakan akses terbuka terhadap karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas akademika dan menjangkau khalayak lebih luas lagi dengan tempat dan waktu yang tak terbatas

  • Untuk meningkatkan dampak dari karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas akademika

  • Untuk mempromosikan karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan oleh sivitas akademika

  • Sebagai etalase dan tempat penyimpan yang aman untuk hasil penelitian sivitas akademika

  • Untuk menyediakan URL jangka panjang bagi karya ilmiah-intelektual hasil penelitian sivitas akademika.

  • Apabila terjadi plagiasi terhadap karya ilmiah-intelektual yang dipublish di Repositori Institusi akan mudah diketahui dan ditemukan

  • Untuk menghubungkan publikasi sivitas akademika/peneliti dari halaman web mereka (web personal dosen/peneliti).

Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pengelolaan dan pengembangan Repositori adalah:

Benchmarking

Tujuan dari benchmarking adalah agar kita dapat mengetahui kondisi Repositori Institusi yang dimiliki oleh pihak lain (eksternal). Selanjutnya kita perlu juga mengetahui kondisi internal Repositori Institusi kita. Dalam manajemen tindakan, mempelajari situasi eksternal dan internal dikenal sebagai analisis SWOT. Sasaran benchmarking adalah Perpustakaan yang telah mempunyai Repositori Institusi yang sudah mapan. Bisa dilakukan dengan jalan berkunjung ke Perpustakaan yang Repositorinya sudah eksis atau dengan jalan mempelajari portalnya melalui akses online. Dari hasil benchmarking dan analisis SWOT akan dapat ditentukan strategi perencanaan seperti apa yang akan diambil untuk membangun dan mengembangkan Repositori yang dicita-citakan.

Sumber Daya Manusia

Mengelola dan mengembangkan Repositori Institusi diperlukan tenaga yang berkompeten baik di bidang IT dan kepustakawanan, serta terampil secara teknis dan non teknis. Untuk mengelola dan mengembangkan sistem repositori perlu sumber daya manusia dengan kualifikasi sebagai berikut:

  1. Pustakawan

Tenaga pustakawan sebagai tenaga yang mampu mendeskripsikan, menganalisis subjek dokumen, mengklasifikasikan, dan lain sebagainya untuk keperluan temu kembali dokumen yang tersimpan di Repositori Institusi. Pustakawan juga bisa bertindak sebagai analis sistem. Kualifikasi pendidikan yang diperlukan D3 dan S1 bidang ilmu perpustakaan.

  1. Tenaga teknis untuk pemrosesan data

Tenaga yang mampu untuk melakukan alih bentuk/media serta pengolahan data lanjutan pasca alih media (seperti watermark, viewer, dan proteksi) dan melakukan entry data serta unggah karya ilmiah-intelektual ke dalam sistem. Dengan kata lain, tenaga teknis lebih terfokus pada pekerjaan yang sifatnya teknis dalam pengolahan bahan yang akan diunggah dan di terbitkan (publish) ke dalam sistem. Kualifikasi tidak harus pustakawan, namun tenaga administrasi, D1 komputer, atau siswa/mahasiswa yang magang kerja dan tenaga praktek kerja.

  1. Tenaga Teknologi Informasi (IT)

Tenaga teknologi informasi yang dimaksud disini adalah tenaga yang mempunyai kemampuan tentang hardware dan software (pemrograman), tidak harus sarjana bidang komputer, namun mempunyai kemampuan di bidang hardware dan software. Tugasnya adalah untuk mengelola dan mengembangkan sistem sesuai kebutuhan Repositori Institusi.

Perangkat Keras dan Lunak (hardware dan software)

Membangun sistem Repositori Institusi tidak akan terlepas dari kebutuhan yang disebut perangkat keras dan lunak. Kebutuhan minimal akan perangkat keras dan lunak yang harus tersedia untuk membangun, mengelola dan mengembangkan Repositori Institusi sebagai berikut:

  • Komputer Server

Seperti diketahui komputer merupakan alat utama untuk melakukan pemrosesan data. Pada implementasi diperlukan sebuah komputer yang berfungsi sebagai server Repositori Institusi. Di dalam server inilah di install perangkat lunak Repositori Institusi dan sekaligus sebagai tempat menyimpan informasi muatan lokal yang sudah dialih bentuk/mediakan. Oleh karenanya komputer server harus mempunyai spesifikasi yang bagus dan handal, sehingga ketika diakses oleh pemustaka tidak menimbulkan masalah. Adapun kualitas server yang perlu diperhatikan menurut Hasan (2012) meliputi: Processor (Merupakan otak atau bagian inti yang menjadi tumpuan selama proses komputasi di dalam sistem), Memory (Merupakan media penyimpanan sementara data-data selama proses komputasi berlangsung), Hardisk (media penyimpan).

  • Alat bantu alih media

Koleksi dalam bentuk tercetak dialihkan dalam bentuk digital, untuk itu diperlukan perangkat bantu berupa hardware dan software. Minimal perangkat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

No Hardware Software
1 Scanner untuk memindai dokumen tercetak ke dalam bentuk digital. Aplikasi pengolah dokumen Adobe Acrobat PDF/Office atau sejenisnya sesuai dengan format koleksi.
2 Audio/Video Converter untuk mengkonversi dokumen dalam bentuk AV (kaset, tape, audio CD) ke dalam bentuk multimedia seperti mp3, mp4, mpeg dan lainnya. Aplikasi pengolah gambar atau foto Adobe Photoshop atau lainnya.
3 Microfilm Converter untuk mengkonversi dokumen dalam bentuk microfilm, microfiche, slide ke dalam bentuk digital. Aplikasi pengolah audio dan video (Hasan, Nur: 2012).
  • Jaringan Internet

Komputer server Repositori Institusi harus senantiasa terhubung dengan jaringan internet sepanjang 24 jam. Harus stabil terutama terhadap pasokan listrik untuk menjamin pengakses informasi yang disimpan di Repositori Institusi. Repositori Institusi juga harus dilengkapi dengan security system agar tidak mudah diganggu atau bahkan dibobol pihak pihak yang tidak bertanggungjawab yang berniat buruk terhadap keberadaan Repositori Institusi. Pasokan kebutuhan bandwith koneksi harus mencukupi sesuai dengan jumlah pengakses setiap harinya. Hal ini juga terkait dengan bentuk dokumen digital yang rata rata memiliki ukuran besar, akan dapat menghabiskan bandwith jika jumlah pengunjungnya banyak. Oleh karena itu dalam kondisi seperti ini bila Perpustakaan bertindak sebagai pengelola Repositori Institusi harus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Komputer atau lembaga sejenis.

  • Software Repository
    Untuk menjalankan Repositori Institusi diperlukan software atau perangkat lunak. Pilihan perangkat lunak tergantung kebutuhan dan ada 3 jalur yang bisa ditempuh yaitu membangun sendiri, membeli produk yang sudah jadi dan memanfaatkan aplikasi open source. Membangun sendiri berarti harus mempunyai staf yang mempunyai pengetahuan tentang pemrograman atau menyewa tenaga outsourcing dan mempunyai tenaga pustakawan yang bertindak sebagai analis sistem. Sementara itu bisa juga menggunakan paket perangkat lunak (software) yang tersedia gratis untuk menjalankan repository yaitu: Dspace (dikembangkan MIT US), Eprints (University of Southampton UK), Fedora, Inveno, Sobek CM dan GDL KMRG-ITB. Pemilihan penggunaan perangkat lunak yang tepat akan sangat membantu mempermudah pustakawan untuk mengorganisasi informasi muatan lokal yang akan di publish atau diterbitkan.

Lisensi dalam Institutional Repository

Secara umum, lisensi ada dua, yaitu lisensi eksklusif dan non-eksklusif. Lisensi eksklusif adalah izin untuk menggunakan karya cipta yang diberikan kepada satu orang dengan batasan-batasan tertentu ketika diberikan kepada orang lain. Sedangkan, lisensi non-eksklusif adalah izin untuk menggunakan karya cipta yang diberikan kepada satu orang tanpa adanya batasan-batasan tertentu ketika diberikan kepada orang lain. Biasanya lisensi eksklusif biayanya lebih besar dari pada lisensi non-eksklusif (Wilson, 2005:138).
Berikut ini aspek-aspek lisensi menurut UUHC No.28 Tahun 2014.Hukum hak cipta memang menjadi acuan utama dalam pengaturan legalitas pengelolaan dan pelayanan informasi perpustakaan digital terutama dalam repositori institusi ini. Sebagaimana pendapat Wilson (2005:87); Dolen (2013); Fishman (2011:54-60); Cummings and Gunnells (2003:714), bahwa selama perpustakaan mengelola informasi digital secara wajar dan tidak melanggar substansi hukum hak cipta (hak moral dan hak ekonomi) maka itu legal, dan kewajaran tersebut dianggap sebagai fair use. Terdapat empat faktor yang harus diperhatikan perpustakaan ketika akan menerapkan ketentuan fair use di lembaganya, yaitu: 1) tujuan dan karakter penggunaan, termasuk penggunaan karya/publikasi yang bersifat komersial dan/atau tujuan pendidikan; 2) sifat dari karya cipta; 3) jumlah dan substansi dari bagian ciptaan yang digunakan terkait dengan hukum hak cipta secara keseluruhan; 4) pengaruh penggunaan karya cipta terhadap pasar potensial atau nilai dari hak cipta.

No Aspek Pasal Keterangan
1 Dasar Hukum 80-86 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta BAB XI
2 Kewajiban 80 (1) Mematuhi perjanjian tertulis yang telah disepakati
3 Masa Berlaku 80 (2) Selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait
4 Royalti 80 (3) Penerima lisensi berkewajiban memberikan royalti kepada pemilik hak cipta
5 Royalti 80 (5) Berdasarkan kelaziman praktik dan adil
6 Larangan 82 (1-3) Merugikan perekonomian negara; bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menghilangkan atau mengambil alih seluruh hak pencipta atas Ciptaannya.
7 Lisensi Wajib 84 Lisensi untuk melaksanakan penerjemahan dan/ atau penggandaan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra yang diberikan berdasarkan keputusan menteri atas dasar permohonan untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan.

Jenis Koleksi dalam Institutional Repository

Jenis-jenis koleksi yang potensial untuk disimpan dalam institutional repository dapat beragam tergantung kebutuhan lembaga atau universitas. Scholarly Publishing and Academic Research Coalition (SPARC) menegaskan bahwa sedapat mungkin institutional repository menyimpan dan mengelola beragam jenis hasil komunikasi ilmiah baik yang dilakukan melalui saluran-saluran formal maupun informal. Jenis koleksi institutional repository sebaiknya tidak hanya merupakan duplikat atau sama dengan jenis penerbitan ilmiah pada umumnya. Berikut ini beberapa jenis koleksi yang direkomendasikan oleh SPARC:

Eprints (preprints dan postprint). Dalam konteks penerbitan ilmiah, merupakan versi elektronik dari suatu naskah ilmiah (artikel jurnal, buku, bab buku, makalah konferensi, dan lain-lain) baik yang belum di-review (pre-print) maupun yang sudah tuntas di-review (post-print).

  • Working papers

  • Theses and dissertations; Etheses (electronic theses), juga dikenal dengan istilah ETD (electronic theses and dissertations) merupakan koleksi tesis dan disertasi dalam bentuk elektronik, umumnya berformat PDF.

  • Research and technical reports (laporan penelitian)

  • Conference proceedings; yaitu kumpulan makalah yang sudah dipresentasikan dalam sebuah konferensi.

  • Departmental and research center newsletters and bulletins;

  • Papers in support of grant applications (naskah yang diajukan untuk mendapatkan grant)

  • Status reports to funding agencies;

  • Committee reports and memoranda (laporan kepanitiaan kegiatan akademik)

  • Statistical reports (laporan statistik)

  • Technical documentation

  • Surveys

Referensi

Ringkasan

Bafadal. 2005. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Doiron. 2002. An Administrator’s Guide to Collection Development. School
Libraries in Canada. Ontario: 2002. Vol. 21, Edisi 4; pg. 18, 4 pgs

Darmono. 2004. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Cetakan ke2. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Darmono. 2007. ”Pengembangan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber
Belajar”. Jurnal Perpustakaan Sekolah. Tahun 1. Nomor 1 April 2007 ISSN 1978-9548. Pgs. 1-10.

1 Like

Memilih Perangkat Lunak untuk Repositori Institusi

Repositori institusi dapat menjadi bentuk yang efektif apabila pustakawan piawai memilih perangkat lunak yang sesuai dengan kebutuhan institusinya. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih perangkat lunak repositori yaitu:

Format Metadata

Seperti diketahui metadata merupakan struktur data yang berisi hal-hal yang menjelaskan tentang sebuah file, informasi bibliografi atau data itu sendiri seperti: judul, pengarang, abstrak dan lainnya. Jenis metadata yang tersedia juga cukup banyak dan bervariasi. Pertimbangan yang dipakai dalam memilih format metadata adalah memiliki kompatibilitas dengan sistem yang lain, untuk itu sebaiknya pilih format metadata yang standar yang sudah banyak dipakai oleh berbagai sistem repositori. Dengan memiliki metadata koleksi yang sama, maka sebuah sistem repositori akan mudah melakukan proses interoperability dengan sistem yang lain. Salah satu jenis metadata standar yang populer digunakan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia adalah Dublin Core Metadata http://www.dublincore.org (Hasan, Nur: 2012).

Dalam pembuatan metadata diperlukan skema metadata yang berfungsi untuk mendeskripsikan suatu elemen dalam suatu metadata tertentu, seperti misalnya elemen title digunakan untuk apa dan bagaimana sintaks penulisannya. Jadi skema metadata juga berfungsi sebagai validator suatu metada. Kebanyakan metadata yang terdapat sekarang ini berupa bahasa XML. Terdapat berbagai skema metadata seperti misalnya Dublin Core metadata, The Text Encoding Initiative (TEI), Metadata Encoding and Transmission Standard (METS), dan Metadata Objects Description Schema (MODS).

  • Dublin Core

Metadata Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang sangat terkenal dan dipakai sangat luas di berbagai bidang ilmu termasuk di repositori institusi. Metadata ini muncul sejak tahun 1995 dengan dukungan dari OCLC dan NCSA (National Information Standards Organization). Metadata ini bertujuan untuk mendeskripsikan kumpulan elemen yang dibuat suatu pembuat informasi di Internet (berbasis web). Awalnya metadata ini dibuat dalam 13 elemen, namun dalam perkembangannya elemennya bertambah menjadi 15 elemen, yaitu Title (judul), Creator (pembuat/penulis), Subject (kata kunci/topik), Description (deskripsi seperti abstrak, daftar isi), Publisher (penerbit/penanggungjawab), Contributor (penulis/penyumbang/bukan penulis utama), Date (tanggal dipublikasikan, atau bisa juga diciptakannya), Type (jenis data seperti image, document, sound, video), Format (bentuk fisik data, seperti image/gif, audio/mp3), Identifier (link permanen yang tidak ambigu sumber dari data), Source (keterangan darimana sumber berasal, seperti nomor halaman, atau judul jurnal), Language (bahasa), Relation (relasi dengan sumber data seperti isVersionOf, IsPartOf, Requires, dan lain-lain), dan Coverage (cakupan/skop dari sumber), dan Rights (hak cipta).


Sumber: Lexisnexis.com

  • Oai-Pmh (Open Archive Initiative-Protocol For Metadata Harvester)

OAI-PMH merupakan suatu protokol yang dibuat oleh Open Archive Initiatives yang digunakan untuk mengambil semua metadata secara otomatis dari suatu repositori sehingga sistem dapat mengumpulkan metadata-metadata dari berbagai sumber secara terintegrasi. Menurut Lagoze dan Sompel (2001), OAI PMH merupakan protokol yang dibangun dengan basis dari elemen-elemen Dublin Core dengan beberapa penambahan fitur. Selain tujuan di atas, protokol ini memungkinkan tukar menukar metadata antar dua atau lebih sistem yang berlainan bahkan berbeda platform. Untuk melakukan pertukaran data, OAI-PMH menggunakan protokol HTTP sebagai dasarnya, dan memiliki 6 verbs atau service, yaitu:

Nama Alat Fungsi
Identity digunakan untuk mengambil informasi tentang suatu repositori. Elemen yang diambil adalah nama repositori, URL, versi protokol, tanggal, deleted records, satuan waktu, dan email administrator.
List Metadata Formats digunakan untuk mengambil format metadata yang digunakan dan tersedia di repositori.
List Identifier digunakan bersamaan dengan List Records, yang akan mengambil informasi header saja berdasarkan identifier format yang disebutkan.
List Sets digunakan untuk mengambil semua struktur himpunan data dari repositori. Sangat berguna jika ingin mengambil beberapa kumpulan data saja.
List Records digunakan untuk mengambil semua informasi record dari repositori.
GetRecords digunakan untuk mengambil suatu record dengan id tertentu saja sesuai dengan identifier tertentu pada suatu repositori.

Kemampuan dalam Interoperabilitas

Software harus mempunyai kemampuan dalam interoperabilitas, maksudnya kemampuan untuk bertukar data dengan sistem yang lain. Pertukaran data dilakukan melalui jalur protokol standar tertentu.

Referensi
  1. Basuki, Sulistyo. 2000. “Metadata Indonesia INDOMARC”. Visi Pustaka Buletin Jaringan Informasi Antarperpustakaan, Volume 1 No. 2, Maret 2000.
  2. Greenberg, Jane. 2010. “Dublin Core: History, Key Concepts, and Evolving Context”. Paper presented at the International Conference on Dublin Core and Metadata Applications, October 20, Pittsburgh, PA.
  3. Hadi, Martinus Sutanto. Strategi pengembangan institutional repository. 6 November 2015.http://www.tabletperpustakaan.com/2015/11/06/strategipengembangan-institusional-repositori/
1 Like