Adler mengungkapkan bahwa di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya:
-
Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri, dan
-
Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat,
Menurut Adler dorongan keakuan adalah dorongan agresif lebih penting daripada dorongan seksual. Kemudian nafsu agresif itu diganti dengan keinginan berkuasa dan diganti dengan dorongan untuk superior: Yaitu dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna. Superioritas disini bukanlah keadaan yang objektif, seperti kedudukan sosial yang tinggi dan sebagainya, melainkan adalah keadaan subjektif, pengalaman atau perasaan cukup berharga. Ini yang disebut dengan perjuangan ke arah superioritas.
Namun untuk mencapai sebuah superioritas mengalami hambatan, yaitu minder atau rendah diri. Menurut Adler minder atau rendah diri merupakan segala rasa kurang berharga yang timbul karena tidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna.
Rasa rendah diri merupakan perasaan yang timbul karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam bidang penghidupan apa saja. Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan itu timbul lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya.
Adler berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidaknormalan, melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
Menurut Supratiknya, dalam buku Teori-teori Psikodinamik (Klinis), Adler mengatakan bahwa setiap orang pasti memiliki tujuan final, namun kadang tujuan final itu hanya menjadi fiksi yang mana suatu cita- cita yang tidak mungkin direalisasikan. Dalam mencapai tujuan final ada dua dorongan yang menyertainya, yaitu dorongan superioritas dan inferioritas. Adler mengatakan bahwa:
Superioritas bukan pengkotakan sosial, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, tetapi superioritas adalah perjuangan kearah kesempurnaan. Sedangkan inferioritas adalah perasaan-perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis atau sosial yang dirasakan secara subjektif maupun perasaan-perasaan yang muncul dari kelemahan atau cacat tubuh nyata.
Bentuk-bentuk Inferioritas
Menurut Adler inferioritas dimulai dari inferioritas organ. Inferioritas organ adalah kenyataan bahwa setiap memiliki kelemahan, sekaligus kelebihan tertentu, baik secara anatomi maupun fisiologi. Karena setiap manusia ada jyang lahir dengan kondisi jantung yang lemah, atau mengidap kelainan jantung dini, paru-paru lemah, asama atau polio, ada yang mengalami masalah penglihatan, pendengaran atau otot sejak kecil. Dan terkadang ada yang bermasalah dengan berat badan, baik itu gemuk atau kurus.
Adler menyatakan bahwa tidak jarang orang yang dalam menghadapi inferioritas organ semacam ini dengan cara kompensasi. Mereka berusaha menutupi kelemahannya dengan berbagai cara. Kelemahan secara fisik bisa diatasi dengan cara melatihnya bahkan bisa menjadi lebih kuat dibanding yang lain,atau mengkompensasi kelemahan fisiknya secara psikologis karena masalah-masalah fisik bisa mendorong perkembanagn bakat atau gaya kepribadian tertentu.
Namun tidak sedikit pula orang yang gagal dalam mengatasi kesulitan-kesulitan seperti ini, sehingga mereka menjalani hidupnya dengan perasaan tertekan dan menderita.
Menurut Adler, inferiotas organ bukanlah akhir sebuah cerita. Menurut Adler orang-orang lebih banyak mengidap inferioritas psikologis. Seperti: orang yang dilabel bodoh, nakal, lemah atau ketika mengikuti ujian berkali-kali dan memperoleh nilai yang menunjukkan kita berada jauh di bawah teman yang lain.
Dalam kasus seperti ini yang menjadi persoalan bukan lagi inferioritas jasmaniah, karena secara fisik tidak kurang apapun tapi perlahan-lahan mulai membenci diri sendiri. Kemudian orang akan mencari kompensasi dengan cara mencari sisi baik dari kekurangan-kekurangan tadi. Kompensasi itu didapat dengan cara berusaha untuk lebih dibidang yang lain, akan tetapi pada waktu yang sama akan memelihara perasaan inferior tadi. Bahkan ada yang tidak mampu mengembangkan sisi baik apapun dalam keadaan seperti ini.
Adler mengemukakan, bukan hanya inferior pada saat dewasa namun juga inferior pada masa anak-anak. Secara alamiah anak-anak adalah makhluk kecil, lemah, tidak memiliki kemampuan sosial, dan intelektual dibandingkan orang-orang dewasa disekitar mereka.
Adler mengatakan bahwa kalu diperhatikan permainan anak-anak dan fantasi- fantasi mereka, akan terlihat kesamaan yang mereka miliki, yaitu keinginan untuk cepat tumbuh, untuk besar, pendek kata untuk jadi orang dewasa. Kompensasi seperti ini sangat mirip dengan dorongan mencapai kesempurnaan. Sebagian besar anak-anak selalu hidup dengan perasaan bahwa orang lain selalu lebih baik dari mereka.
Tidak samapai disitu saja Adler mengemukakan tentang inferioritas, namun yang paling berpengaruh yaitu komplek inferioritas. Komplek inferioritas adalah neurosis. Artinya masalah inferioritas sama besarnya dengan masalah kehidupan itu sendiri. Orang akan jadi pemalu, penakut, merasa tidak aman, ragi-ragu, pengecut, tertindas. Orang mulai mempercayakan pada orang lain untuk mengatur hidupnya .
Referensi :
- Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004)
- Georgee Booree, Personality Theory: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, (Jogjakarta: Prismasophie, 2010).
- Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Terj.Supratiknya, (Yogyakarta: Kanisius, 1993)