Apa yang dimaksud dengan Rekrutmen Politik ?

Rekrutmen Politik

Salah satu fungsi dari partai politik adalah melakukan rekrutmen politik. Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik.

Apa yang dimaksud dengan Rekrutmen Politik dan bagaimana metode rekrutmen politik yang baik ?

Setiap organisasi tidak akan pernah terbentuk apabila tidak memiliki anggota, karena anggota merupakan pengerak roda setiap organisasi. Begitu pula dengan partai politik. Partai politik dituntut harus mampu melahirkan anggota- anggota legislatif yang berkualitas dan mengerti akan segala aspirasi masyarakat. Untuk menciptakan kader-kader yang berkualitas tersebut, partai politik harus menjalankan fungsinya dengan baik, terutama fungsi rekrutmen politik.

Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga- lembaga politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang- orang yang akan menjalankan kekuasaan politik (Suharno, 2004). Sedangkan menurut Cholisin, rekrutmen politik adalah seleksi dan pengangkatan seseorang atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya (Cholisin, 2007).

Secara sederhana, Miriam Budiardjo (2004) mendefinisikan rekruitmen politik sebagai seleksi kepemimpinan (seletion or leadership), mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Dalam hal lembaga kegiatan politik, rekruitmen politik merupakan fungsi dari partai, yakni rangkaian perluasan lingkup partisipasi politik. Di antara caranya adalah melalui kontak pribadi, persuasi, dan lain-lain.

Rush dan Althoff (2003), mendefinisikan rekruitmen politik sebagai proses yang individu-individunya menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan . Rekruitmen atau perekrutan ini merupakan proses dua arah, dan sifatnya bisa formal maupun tidak formal. Dikatakan dua arah, dikarenakan individu-individunya mungkin mampu mendapatkan kesempatan, atau mungkin didekati oleh orang lain kemudian menjabat posisi-posisi tertentu. Kemudian disebut sebagai informal manakala para individunya direkrut secara prive (sendirian) atau “di bawah tangan” tanpa melalui atau sedikit sekali melalui cara institusional.

Menurut Fadillah Putra dalam bukunya yang berjudul “Partai Politik dan Kebijakan Publik”, rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekruitmen anggota-anggota kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi maupun politik.

Hal ini sependapat dengan Ramlan Surbakti dalam Bukunya “Memahami Ilmu Politik” yang mendefinisikan rekrutmen politik, yaitu: Rekrutmen politik biasanya mencakup pemilihan, seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. (Surbakti,1992).

Agus Pramono dalam bukunya yang berjudul “Elit Politik: yang Loyo dan Harapan Masa Depan” berpendapat bahwa rekrutmen politik yaitu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk memiliki kelompoknya dalam jabatan administrasi maupun politik. (Pramono,2005)

Gabriel Almond ikut berbicara bahwa : “Rekrutmen politik adalah merupakan fungsi penseleksi rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan tujuan.” (Mas’oed, 1986).

Menurut Drs. Fautisno Cardoso Gomes (1995) menyatakan bahwa “rekruitmen merupakan proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar untuk di pekerjakan dalam suatu organisasi.” Jika kita lihat definisi tersebut mungkin semua partai politik sangat serius dalam merekrut calon anggota kedalam partai. Tapi masing masing partai politik memiliki cara yang berbeda dalam masalah prekrutan calon.

Mekanisme Rekrutmen Politik


Elit politik yang ada seharusnya dapat melakukan mekanisme rekrutmen politik yang dapat menghasilkan pelaku-pelaku politik yang berkualitas di masyarakat, karena salah satu tugas dalam rekrutmen politik adalah bagaimana elit politik yang ada dapat menyediakan kader-kader partai politik yang berkualitas untuk duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Mekanisme Rekrutmen Politik adalah bentuk, cara dan proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik, termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik. Dalam pengertian lain, Ada dua macam mekanisme rekrutmen politik, yaitu rekrutmen yang terbuka dan tertutup. Menurut Haryanto dalam bukunya “Sistem Politik : Suatu Pengantar” terdapat beberapa mekanisme rekrutmen politik antara lain.

  • Rekrutmen Terbuka

    Semua warga Negara yang memenuhi syarat tertentu (seperti kemampuan, kecakapan, umur, keadaan fisik) mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga negara / pemerintah. Suasana kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi, sehingga orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar sebagai jawara. Ujian tersebut biasanya menyangkut visinya tentang keadaan masyarakat atau yang di kenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang melekat dalam dirinya termasuk integritasnya.

  • Rekrutmen Tertutup

    Kesempatan tersebut hanyalah dinikmati oleh sekelompok kecil orang. Ujian oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya sangat jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elite itu sendiri (Haryanto, 1982).

Rekrutmen politik atau representasi politik memegang peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Hal ini dikarenakan proses ini menentukan siapa sajakah yang akan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara itu melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, tercapai tidaknya tujuan suatu sistem politik yang baik tergantung pada kualitas rekrutmen politik.

Kehadiran suatu partai politik dapat dilihat dari kemampuan partai tersebut melaksanakan fungsinya. Salah satu fungsi yang terpenting yang dimiliki partai politik adalah fungsi rekrutmen politik. Seperti yang diungkapkan oleh pakar politik Ramlan Surbakti, bahwa rekrutmen politik mencakup pemilihan, seleksi, dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Untuk itu partai politik memiliki cara tersendiri dalam melakukan pengrekrutan terutama dalam pelaksanaan sistem dan prosedural pengrekrutan yang dilakukan partai politik tersebut. Tak hanya itu proses rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak orang-orang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara menempuh berbagai proses penjaringan.

Pada referensi yang lain, kita bisa menemukan definisi atau pengertian rekrutmen politik yang lebih memperhatikan sudut pandang fungsionalnya, yaitu “The process by which citizens are selected for involvement in politics”.

Metode Rekrutmen Politik


Michael Rush dan Philip Althof (2000) mengatakan bahwa sistem rekrutmen politik yang digunakan oleh oleh suatu sistem politik adalah :

  1. Seleksi pemilihan melalui ujian dan pelatihan

    Bentuk ini merupakan bentuk yang paling umum digunakan, biasanya di lakukan untuk mengisi jabatan – jabatan birokrasi dan administrasi.

  2. Seleksi melalui penyortiran

    Salah satu metode tertua yang diperguakan untuk memperkokoh kedudukan pemimpin politik adalah dengan penyortiran atau penarikan undian.

  3. Seleksi melalui rotasi atau giliran

    Suatau metode yang sama , yang di buat untuk mencegah dominasi jabatan dan posisi – posisi berkuasa oleh orang atau kelompok individu tertentu.

  4. Seleksi melalui perebutan kekuasaan

    Umumnya terdapat pada sistem politik adalah perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau mengancamkan kekerasan.

  5. Seleksi dengan cara patronage

    Merupakan dari suatu sistem penyuapan dan sistem korupsi yang rumit, yang memasuki banyak bidang kehidupan masyarakat misalkan di Inggris.

  6. Seleksi dengan memunculkan pemimpin-pemimmpin alamiah

    Berlawanan dengan patronage, peristiwa ini lebih merupakan pembenaran kasar terhadap kekuasaan aristokratis.

  7. Seleksi melalui koopsi

    Suatu metode yang lebih terbatas di mana pemimpin yang ada dapat membantu pelaksanaan perekrutan tipe – tipe pemimpin tertentu.

Fungsi Rekrutmen Politik


Fungsi rekrutmen selain memiliki hubungan dengan cara partai politik menjaring seseorang atau sekelompok orang sebagai kader partai, fungsi rekrutmen politik dianggap juga berhubungan dengan bagaimana seseorang, baik dari in-group maupun dari out-group menjadi pimpinan partai atau pimpinan nasional (presiden atau wakil presiden). Dengan fungsi ini, menurut Miriam Budiardjo, partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota atau kader partai. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik yang dilakukan dengan cara kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Selain itu, juga diusahakan menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang dimasa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).

Senada dengan hal itu Ramlan Surbakti, berpendapat bahwa rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter atau manakala partai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat yang berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi.

Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekrutmen politik samgat penting bagi kelansuangan sistem politik, sebab tanpa elit yang mampu melasanakan perananya, kelansungan hidup sistem politik akan terancam (Ramlan Surbakti, 1992).

Kajian mengenai rekrutmen politik merupakan suatu studi yang luas dan banyak faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Rekrutmen politik berlangsung dalam suatu tatanan yang jelas membutuhkan keberlangsungan secara terus menerus dalam suatu lembaga. Istilah rekrutmen lebih dikenal dalam bahasa perpolitikan, dan kemudian diadopsi oleh partai politik seiring dengan kebutuhan partai akan dukungan kekuasaan dari rakyat, dengan cara mengajak dan turut serta dalam keanggotaan partai tersebut. Rekrutmen sendiri memiliki acuan waktu dalam prosesnya, seperti dalam momentum pemilu ataupun regenerasi kepengurusan partai politik.

Menurut Ramlan Surbakti (1992), rekrutmen politik sebagai seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem-sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Menurut fungsi ini semakin besar fungsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik otoriter, atau partai mayoritas dalam badan permusyawaratan rakyat sehingga berwenang untuk membentuk pemerintahan dalam sistem politik yang demokratis. Fungsi rekrutmen merupakan fungsi dari mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi keberlangsungan partai politik.

Meninjau dari pendapat tersebut, dalam rekrutmen politik pada hakekatnya dapat diartikan sebagai penyeleksian terhadap individu ataupun sekelompok orang dalam penempatan jabatan politik dalam sistem politik suatu negara. Fungsi rekrutmen tersebut dalam pengaplikasiannya diterapkan oleh partai politik disesuaikan dengan mekanisme masing- masing. Selain hal tersebut rekrutmen politik tidak hanya untuk mengisi jabatan politik semata tetapi kekuasaan yang lainnya. Dalam kaitannya terhadap partai politik, fungsi rekrutmen merupakan bagian yang sangat vital. Hal tersebut dikarenakan jika gagal melakukan fungsi rekrutmen politik, partai politik terancam keberlangsungan. Oleh sebab itu, partai politik memerlukan penyegaran keanggotaan untuk dapat bertahan dalam mempertahankan kekuasaan politiknya di mata masyarakat.

Menurut Afan Gaffar (1999), Rekrutmen Politik merupakan proses pengisian jabatan politik dalam sebuah negara, agar sistem politik dapat memfungsikan dirinya dengan sebaik-baiknya, guna memberikan pelayanan dan perlindungan masyarakat. Sedangkan menurut Czudnowski (Sigit Pamungkas, 2011) mengartikan rekrutmen politik sebagai proses dimana idividu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif. Lebih jauh, Gabriel Almond (Lily Romli, 2005) mengartikan fungsi rekrutmen politik sebagai penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.

Dari pernyataan di atas, tujuan dari rekutmen politik adalah pengisian jabatan politik dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan politik. Rekrutmen politik juga diharapkan mampu menciptakan suatu sistem politik yang dapat memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat. Untuk memperoleh hal tersebut, aktor-aktor yang berkecimpung di dalam tersebut harus memiliki kualitas yang mumpuni serta melalui proses seleksi yang didasarakan pada latar belakang yang jelas. Tujuannya adalah agar rekrutmen yang dihasilkan untuk mengisi jabatan politik mampu menjadi pelayan dan pelindung masyarakat. Artinya artikulasi kepentingan masyarakat dapat diperjuangkan.

Rekruitmen Politik dalam Konteks Indonesia


Dalam konteks di Indonesia, sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik pasal 29, dijelaskan bahwa partai politik melakukan rekrutmen politik bagi warga negara Indoenesia untuk pengisian jabtan politik seperti anggota partai politik, calon anggota dewan perwakilan rakyat tingkat pusat maupun daerah, calon presiden dan wakil presiden, serta bakal calon kepala daerah. Kemudian dalam perekrutan tersebut harus dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD/ART partai politik tersebut.

Pola Rekruitmen Politik


Menurut Syamsuddin Haris (2005), Perekrutan anggota legislatif oleh partai politik secara umum mencakup tiga tahap penting yakni mencakup :

  1. Penjaringan calon, dimana dalam tahapan ini mencakup interaksi antara elite partai di tingkat des/kelurahan atau ranting partai dengan elite partai di tingkat atasnya atau anak cabang

  2. Penyaringan dan seleksi calon yang telah dijaring. Tahapan ini meliputi interaksi antara elit tingkat anak cabang dan elite tingkat kabupaten/kota atau cabang/daerah

  3. Penetapan calon berikut nomor urutnya. Tahapan ini melibatkan interaksi antara elit tingkat cabang/daerah, terutama pengurus harian partai tingkat cabang/daerah dengan tim kecil yang dibentuk dan diberikan wewenang menetapkan calon legislatif.

Czudnowski (Fadillah Putra, 2007) mengemukakan model yang digunakan partai politik dalam rekrutmen politik antara lain :

  1. Rekrutmen terbuka, syarat dan prosedur untuk menampilkan seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para elit.

  2. Rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya.

Adapun beberapa pola kecenderungan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik terhadap calonnya yakni sebagai berikut (Lily Romli, 2005) :

  1. Partisan
    Pendukung yang kuat, loyalitas tinggi terhadap partai sehingga bisa direkrut untuk menduduki jabatan strategis biasanya kader internal partai

  2. Compartmentalization
    Proses rekrutmen yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalaman organisasi atau kegiatan sosial politik seseorang

  3. Immediate Survival
    Proses rekrutmen dilakukan oleh otoritas pemimpin partai tanpa memperhatikan kemampuan orang-orang yang direkrut

  4. Civil Service Reform
    Proses rekrutmen berdasarkan kemampuan dan loyalitas seorang calon sehingga bisa mendapatkan kedudukan lebih tinggi atau penting contoh non kader namun mempunyai kedekatan dengan partai.

Menurut Haryanto (1982) terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya adalah :

  1. Pengalaman Organisasi
    Pengalaman ini baik selama ia mejadi anggota partai maupun sebelum menjadi anggota partai, karena ini merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh seorang calon anggota parlemen dalam menjalankan roda organisasi nantinya.

  2. Tingkat Pendidikan
    Ditingkat pendidikan baik formal maupun informal, tingkat pendidikan berkaitan erat dengan wawasan seseorang dalam menghadapi sesuatu masalah dan prilaku organisasi. Akan tetapi dalam AD/RT partai manapun tidak dicantumkan kriteria tingkat pendidikan sebagai persyaratan.

  3. Pelatihan Kader atau Keterampilan Organisasi
    Dimana hal ini merupakan pelatihan untuk memberikan keterampilan dan kemampuan seorang calon anggota didalam mengelola organisasi nantinya.

Sedangkan menurut Leijennar dan Niemaler (Pippa Norris, 1995), terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh partai politik dalam menentukan calon legislatifnya yakni :

  1. Karakteristik kemampuan yang meliputi: Pembicara yang baik, mempunyai keahlian khusus, memiliki semangat dan antusias tinggi serta mempunyai pengetahuan yang dalam terhadap isu- isu politik

  2. Karakteristik yang melekat meliputi: jenis kelamin, usia, etnis dan penampilan

  3. Tingkat orientasi lokal meliputi: komitmen pada daerah pilihan, popularitas ditingkat lokal, dukungan massa partai politik dan organisasi kemasyarakatan

  4. Agama, norma dan nilai meliputi: ketaatan beragama,kepedulian, dan kestabilan dalam kehidupan rumah tangga

  5. Pengalaman politik meliputi: pengalaman politik dan pengalaman sebagai pekerja partai.

Referensi

Amal, Ichlasul, ed., Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: TWC,
1996)

Ashiagbor, Sefakor, Political Parties and Democracy in Theoretical and Practical
Perspectives NDI and USAID, 2008

Budiardjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998).

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi),( Jakarta: PT Gramedia, 2008).

Rekrutmen politik berasal dari dua kata, yaitu rekrutmen dan politik. Rekrutmen berarti penyeleksian dan politik berarti urusan negara. Jadi, rekrutmen politik adalah penyeleksian rakyat untuk melaksanakan urusan negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rekrutmen politik adalah pemilihan dan pengangkatan orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem sosial berdasarkan sifat dan status (kedudukan), seperti suku, kelahiran, kedudukan sosial dan prestasi atau kombinasi dari semuanya.

Tujuan Rekrutmen Politik


Rekrutmen politik adalah proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif ataupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang rekrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik.

Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus (litsus), yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara.

Tujuan rekrutmen politik adalah terpilihnya penyelenggara politik (pemimpin pemerintahan negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah (lurah/desa) yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dan/atau yang ditentukan melalui konvensi (hukum tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat (rakyat) Indone sia.

Objek Rekrutmen Politik


Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban menjadi objek dalam rekrutmen politik adalah seluruh masyarakat Indonesia yang sah sebagai warga negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan kata lain, setiap WNI, baik pria maupun wanita tanpa membedakan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lainnya, memiliki kedudukan yang sama untuk memperoleh kesempatan mengikuti rekrutmen politik di seluruh tingkatan (hierarki) atau struktur politik yang ada.

Tentu saja seluruh WNI terlebih dahulu harus memenuhi kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan oleh UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 27, ayat 2, yang menyatakan bahva “Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan”.

Mekanisme Rekrutmen Politik


Mekanisme dalam melaksanakan rekrutmen politik ini dapat dibagi dalam beberapa cara berikut.

  1. Pemilihan Umum merupakan salah satu pola rekrutmen politik yang khusus dilakukan bagi setiap warga negara yang memiliki hak politik (political right) serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh UUD 1945 dan Peraturan perundangundangan lainnya. Peraturan perudang-undangan lainnya yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan bidang politik yang meliputi:

    • Undang-Undang No. 12 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD;
    • Undang-Undang No. 31 tahun 2002, tentang Partai Politik;
    • Undang-Undang No. 23 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
    • Undang-Undang No. tahun 2004, tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.

    Pola rekrutmen ini dilakukan oleh pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum yang ditujukan untuk menghasilkan pemimpin politik di seluruh tingkatan (hierarki) pemerintahan negara dalam arti yang luas (Legislatif dan Eksekutif). Masa jabatan pemimpin politik dalam negara adalah hanya 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk hanya 1 (satu) periode masa jabatan (UUD 1945) amandemen.

  2. Fit and proper test Pola rekrutmen yang dilakukan oleh legislatif (DPR) melalui mekanisme fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) ditujukan untuk memilih pimpinan eksekutif yang akan memimpin lembaga tertentu. Lembaga tertentu yang dimaksud adalah lembaga tinggi negara serta lembaga yang memiliki otoritas yang luas dan besar bagi kesejahteraan rakyat. Contohnya, BPK, MA, TNI, BUMN, Duta Besar, dan lainnya.

  3. Seleksi CPNS Pola rekrutmen ini adalah pola yang dilakukan oleh Institusi Menteri Pendayagunaan Aparatur negara (MENPAN) RI. Semua peraturan mengenai pelaksanaan tes penerimaan CPNS ditetapkan oleh MENPAN RI, sedangkan Surat Keputusan pengangkatannya dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Penyelenggaraannya dapat dilakukan oleh MENPAN RI ataupun dapat juga dilakukan oleh institusi pemerintahan negara yang membutuhkan Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik di tingkat pusat maupun di daerah. Hasil rekrutmen ini ditujukan untuk mengisi formasi (lowongan) yang ada dalam Birokrasi pemerintahan NKRI. Fungsinya adalah memberi pelayanan kepada masyarakat umum dan memiliki status kepegawaian yang tetap selama kinerja dan perilakunya tidak melanggar peraturan kepegawaian negara.

Menurut Nuri Suseno dalam bukunya yang berjudul Representasi Politik, bahwa perkembangan representasi politik dapat diamati sejauh mana keberadaan Negara dalam pelaksanaan demokrasinya yang sangat dipengaruhi oleh perubahan fenomena politik. Viera dan Runciman mengatakan bahwa semua negara modern saat ini merupakan negara perwakilan. Representasi yang secara sederhana diartikan “menghadirkan yang tidak ada atau yang tidak hadir” berubah untuk memahami praktik politik demokrasi (Nuri Suseno, 2013:16).

Pada awalnya, menurut Hanna Pitkin representasi sepanjang sejarah tidak ada hubungan dengan demokrasi, ahkan tidak identik dengan demokrasi itu sendiri. Demokrasi dipandang sebagai pemerintahan rakyat sedangkan representasi adalah menghadirkan yang tidak hadir. Tentunya ini sangat berlawanan. Demikian pula yang dikatakan Benard Manin dalam The Principles of Representative Government (1997), pemerintahan perwakilan tidak sama dengan demokrasi (Nuri Suseno, 2013:26).

Menurut perspektif Manin dalam melihat state dan civil sebagai representasi politik dari perspektif demokrasi, lembaga yang dipandang sentral didalam pemerintahan perwakilan adalah “ election ” atau pemilihan dengan distinction.Sehingga dari election lahirlah wakil-wakil politik. Menurut Hanna Pitkin, dikatakan layak seseorang wakil dalam perspektif demokrasi adalah (1) authorization (otorisasi), (2) substantive acting for (tindakan mewakili dalam artian sesungguhnya), dan (3) accountability (pertanggungjawaban atau penanggunggugatan). Dari sini, paradigma yang semula menentang antara represtasi dengan demokrasi berbeda dapat menemukan benang merahnya (Nuri Suseno, 2013:30-31)

Repsentasi politik dari perspektif demokrasi cenderung dinamis, sebagaimana yang diungkap oleh Laura Montanaro. Montanaro melihat representasi politik dari intuisi normative demokrasi, bahwa representasi tidak harus dari election (representasi electoral) tetapi adanya self appointed representation yang berasal dari individu, kelompok masyarakat non pemerintahan (lokal, nasional, atau global). Demokrasi yang inklusif memungkinkan representasi politik yang tereklsusikan untuk hadir dan terwakili diarena pengambilan keputusan.

Representasi politik sering dipahami sebagai keterwakilan suatu pihak atas pihak lain. Namun konsep ini bukan berarti menjadi konsep mutlak dari representasi. Seperti yang tercantum dalam kutipan berikut:

…the very notion of representation tells us that the represented is not present. Prevailing conceptual definitions in any period are shaped by its advocates who are themselves formed by their political representation is both contingent and contested, a complex combination of elements that is ill-suited to simple definition or application… (…gagasan representasi menunjukkan bahwa pihak yang direpresentasikan tidak hadir. Definisi-definisi konseptual yang ada dalam suatu periode dibentuk oleh para penganjurnya, mereka sendiri dibentuk oleh konteks dan prioritas politik pada masanya. Makna representasi politik, dengan demikian, [bersifat] sementara dan dapat diperdebatkan, sebuah kombinasi yang kompleks dari unsur-unsur yang kurang cocok bagi definisi atau penerapan yang sederhana…). (Nuri Suseno, 2013:25)

Kutipan diatas menunjukan bahwa konsep dari representasi politik tidak mudah dipahami dan didefinisikan secara universal. Hal ini dikarenakan ada banyak perdebatan mengenai makna dari representasi politik. Representasi politik terlalu kompleks dan terdiri dari unsur-unsur yang sukar untuk didefinisikan. Representasi politik tidak hanya seputar wakil dan pihak yang diwakilinya, namun lebih dari itu.

Menurut Hanna Pitkin, setidaknya ada 4 pandangan berbeda tentang representasi yakni formal, substantif, simbolis dan deskriptif. Pandangan formal dan deskriptif melihat representasi pada way of acting atau acting for. Sedangan pandangan simbolis dan substantive memandang dari way of being atau standing for . Gambaran representasi dari Pitkin sendiri dianggap representasi tradisonal karena fokus yang kuat pada pemilu baik pada gagasan maupun praktik serta fokus yang kuat pada karakter dan penampilan perwakilan dari wakil disatu sisi dan mengabaikan yang diwakili disisi lainnya (Nuri Suseno, 2013:33-34).

Perkembangan representasi dan election haruslah dikaitkan dengan state dan civil serta the people menurut Urbinati. Sehingga diperlukan pembenahan pada institusi- institusi representasi politik. Teori representasi politik ini tidak semata dikaitkan dengan agen-agen atau institusi- institusi pemerintahan tetapi memandang representasi politik sebagai bentuk proses politik yang terstruktur dalam hubungan diantara institusi- institusi dan masyrakat sehingga dengan demikian tidak terbatas hanya pada pemusyawarahan atau pengambilan keputusan didalam majelis.