Apa yang dimaksud dengan Regulasi Emosi?

Regulasi emosi

Regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku, dan nada suara).

Apa yang dimaksud dengan Regulasi Emosi?

Regulasi emosi ialah cara yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif (Gross, 2007).

Sedangkan menurut Gottman dan Katz (dalam Wilson, 1999) regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.

Thompson (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie, 2000) mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor, mengevaluasi, dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku, dan nada suara).

Strategi Regulasi Emosi


Menurut Gross (2014), terdapat 5 strategi regulasi emosi yang disebut dengan process model of emotion regulation. Adapun strategi regulasi emosi tersebut adalah:
1. Situation selection
Situation selection merupakan tindakan yang menentukan individu untuk mendapatkan situasi yang diharapkan, sehingga menyebabkan emosi yang di harapkan baik itu menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Strategi ini terkait dengan tindakan mendekati/menghindari orang lain (hubungan interpersonal) atau situasi berdasarkan dampak emosional yang muncul. Contohnya menghindar dari kemarahan orang lain, mencari tempat untuk menangis, atau memilih nonton dengan teman daripada belajar pada malam sebelum ujian untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan.

2. Situation modification
Situation modification mengacu pada usaha untuk mengubah situasi secara langsung sehingga dapat mengubah dampak emosional atau menjadi teralihkan. Situation modificaton berhubungan dengan proses modifikasi lingkungan eksternal dan fisik. Contohnya seseorang yang mengatakan kepada temannya bahwa ia tidak mau membicarakan kegagalan yang dialaminya agar tidak bertambah sedih ketika temannya sedang membahas kegagalan yang dialaminya.

3. Attention deployment
Attentional deployment mengarahkan perhatian dalam situasi tertentu untuk mempengaruhi dan mengatur emosi yang muncul. Salah satu bentuk umum dari Attentional deployment adalah distraksi dan konsentrasi. Distraksi yaitu cara dengan memfokuskan perhatian pada aspek-aspek lain dari situasi secara bersamaan. Contohnya individu mengalihkan pada ingatan yang menyenangkan ketika menghadapi emosi yang negatif. Berbeda dengan distraksi, konsentrasi yaitu menarik perhatian pada aspek-aspek yang berhubungan dengan situasi. Contohnya individu memfokuskan atau melibatkan ingatannya mengenai suatu situasi yang memunculkan emosi.

4. Cognitive change
Cognitive change merupakan cara individu menilai situasi tertentu sehingga dapat mengubah makna emosional, baik itu dengan mengubah cara berpikir mengenai situasi atau kemampuan seseorang untuk mengelola atau mengatur tuntutan. Salah satu bentuk sangat baik yang dipelajari dari Cognitive change adalah reappraisal, bentuk Cognitive change sering digunakan untuk mengurangi emosi negatif tetapi dapat juga untuk meningkatkan atau menurunkan emosi positif dan negatif. Contohnya, seseorang yang berpikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu tantangan daripada suatu ancaman.

5. Response modulation
Response modulation terjadi diakhir proses emosi yaitu setelah kecenderungan respon dimulai atau sudah terjadi dan mempengaruhi secara langsung experiential, behavioral, atau komponen physiological respon emosi. Salah satu contoh dari Response modulation adalah expressive suppression, yaitu individu mencoba untuk mencegah secara terus-menerus perilaku emotion expressive negatif atau positif.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Regulasi Emosi


Menurut Sheppes (dalam Gross, 2014), terdapat tiga faktor penentu utama yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi, yaitu;

  1. Intensitas emosional merupakan dimensi utama variasi di konteks emosional. Pada situasi dengan intensi rendah dan emosi yang negatif, individu akan lebih memilih untuk melakukan penilaian kembali. Sedangkan individu dalam situasi intensitas tinggi dengan emosi negatif cenderung memilih untuk memblokir informasi emosional atau dengan menghindari situasi yang menimbulkan emosi sebelum mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi situasi.

  2. Kompleksitas kognitif dapat menghasilkan sebuah strategi regulasi emosi. Hal ini dapat dilihat dengan melibatkan proses kognitif yang berurutan yaitu generasi, implementasi dan pemeliharaan. Generasi melibatan untuk menemukan opsi pengaturan yang memadai sehingga dapat menggantikan pegolahan infomasi emosional. Implementasi melibatkan untuk mengaktifkan strategi regulasi emosi dan pemeliharaan memegang peran dalam mempertahankan regulasi emosi selama yang diperlukan

  3. Tujuan motivasi yaitu mengevaluasi stimulus emosional akan ditemui dalam sekali atau beberapa kali. Stimulus emosional yang dihadapi beberapa kali dapat lebih baik dalam melakukan regulasi emosi.

Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan individu untuk memelihara, menaikkan, dan atau menurunkan perasaan, perilaku, dan respon fisiologis secara sadar maupun tidak sadar (Pontier & Treur, 2007 dalam Fitri, 2012). Regulasi emosi ini dilakukan untuk mencapai keinginan sosial dan respon fisik serta psikologis yang tepat terhadap permintaan instrinsik dan ekstrinsik (Hwang, 2006 dalam Fitri, 2012).

Thompson (Kostiuk dan Gregory, 2002 dalam Nurhera) menggambarkan regulasi emosi sebagai kemampuan merespon proses– proses ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Jika seseorang telah mampu mengelola emosi–emosinya secara efektif dan baik dalam menghadapi sebuah masalah yang sedang dialaminya, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah tersebut.

Regulasi emosi sendiri tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Sebab adanya sebuah kesadaran atau proses kognitif yang membantu individu untuk mengatur emosi-emosi atau perasaan-perasaan tersebut. Bahkan menjaga emosi tersebut agar tidak terluapkan secara berlebihan di depan orang lain yang melihatnya, misalnya setelah atau sedang mengalami stres yang benar-benar membuat kehidupa yang sebelumnya mereka anggap normal namun sekarang berubah 180 derajat.

Menurut Gross (dalam muhammad yusuf;moordiningsih, 2015) ada lima proses dalam regulasi emosi yaitu pemilihan situasi, modifikasi keadaan, penyebaran perhatian, perubahan kognitif, perubahan respon.

  • Situation Selection (Pemilihan Situasi)
    Situation selection yaitu suatu tindakan untuk memungkinkan kita berada dalam situasi yang kita harapkan dan menimbulkan emosi yang kita inginkan. Dengan kata lain strategi ini dapat berupa mendekati atau menghindar dari seseorang, tempat, atau objek berdasarkan dampak emosi yang muncul.

  • Situation Modification (Modifikasi Keadaan)
    Ini adalah usaha untuk memodifikasi satu keadaan secara langsung untuk mendatangkan suatu keadaan baru. Modifikasi situasi yang dimaksud di sini dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan fisik eksternal maupun internal. Gross (2007) menganggap bahwa upaya memodifikasi “internal” lingkungan yaitu pada bagian perubahan kognitif. Misalkan jika salah satu pasangan tampak sedih, maka dapat menghentikan interaksi marah kemudian mengungkapkan dengan keprihatinan, meminta maaf, atau memberikankan dukungan.

  • Attentional Deployment (Penyebaran Perhatian)
    Attentional deployment dapat dianggap sebagai versi intenal dari seleksi situasi. Dua strategi atensional yang utama adalah distraksi dan konsentrasi. Distraksi memfokuskan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dari situasi yang dihadapi, atau memindahkan perhatian dari situasi itu ke situasi lain, misalnya ketika seorang bayi mengalihkan pandangannya dari stimulus yang membangkitkan emosi untuk mengurangi stimulasi. Attentional deployment bisa memiliki banyak bentuk, termasuk pengalihan perhatian secara fisik (misalnya menutup mata atau telinga), pengubahan arah perhatian secara internal (misalnya melalui distraksi atau konsentrasi), dan merespon pengalihan.merespon pengalihan.

  • Cognitive Change (Perubahan Kognitif)
    Perubahan penilaian yang dibuat dan termasuk di sini adalah pertahanan psikologis dan pembuatan pembandingan sosial dengan yang ada di bawahnya (keadaannya lebih buruk daripada saya). Pada umumnya, hal ini merupakan transformasi kognisi untuk mengubah pengaruh kuat emosi dari situasi. Perubahan kognitif mengacu pada mengubah cara kita menilai situasi di mana kita terlibat di dalamnya untuk mengubah signifikansi emosionalnya, dengan mengubah bagaimana kita memikirkan tentang situasinya atau tentang kapasitas kita untuk menangani tuntutan-tuntutannya.

  • Response Modulation (Perubahan Respon)
    Modulasi respon mengacu pada mempengaruhi respon fisiologis, pengalaman, atau perilaku selangsung mungkin. Olahraga dan relaksasi juga dapat digunakan untuk mengurangi aspek-aspek fisiologis dan pengalaman emosi negatif, dan, alkohol, rokok, obat, dan bahkan makanan, juga dapat dipakai untuk memodifikasi pengalaman emosi.

Menurut Garnefski, et al. (2001), regulasi emosi secara kognisi berhubungan dengan kehidupan manusia, dan membantu individu mengelola, mengatur emosi atau perasaan, dan mengendalikan emosi agar tidak berlebihan. Menurut Gross dan Thompson (2007 dalam Putri) regulasi emosi adalah serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan bahwa regulasi emosi yang dilakukan individu merupakan usaha individu untuk memberikan pengaruh terhadap emosi yang muncul dengan cara mengatur bagaimana individu merasakan dan mengekspresikan emosinya agar tetap dapat bersikap tenang dan berfikir jernih.

Ciri-ciri Regulasi Emosi


Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Kemampuan regulasi emosi dapat dilihat jika memenuhi lima dari tujuh kecakapan yang dikemukakan oleh goleman (2004) yaitu :

  • Kendali diri, dalam arti mampu mengolah emosi dan impuls yang merusak dengan efektif
  • Memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain
  • Memiliki sikap hati-hati
  • Memiliki keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan
  • Toleransi yang tinggi terhadap frustasi
  • Memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan lingkungannya
  • Lebih sering merasakan emosi positif dan negatif

Strategi-strategi Regulasi Emosi

Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi. Menurut gross (2003) ada sembilan strategi dalam regulasi emosi, yaitu:

  • Seld blame adalah mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri Blamming others adalah mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa drinya

  • Acceptance adalah mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya

  • Refocus on planning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam menghadapi perisitiwa negatif yang dialami

  • Positive refocusing adalah kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi.

  • Rumination or focus on thought adalah apabila individu cenderung selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi

  • Positive reappraisai adalah kecenderungan individu untuk mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi

  • Putting into perspective adalah individu cenderung untuk bertingkah acuh (tidak peduli) atau meremehkan suatu keadaan

  • Catastrophizing adalah kecenderungan individu untuk menganggap bahwa dirinyalah yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi.

Aspek-aspek Regulasi Emosi


Menurut Goleman (2004) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu:

  • Stategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemmapuan untuk menemukan sautu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

  • Enganging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berfikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

  • Control emotional responses (impulse) ialah kemmapuan individu untuk dapat mengontrol emosis yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berelbihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

  • Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Emosi


Emosi setiap individu dipengaruhi oleh berbagai faktor dan harus mengatur kondisi emosinya. Faktor-faktor tersebut antara lain (Widiyastuti, 2014):

  • Faktor lingkungan
    Lingkungan tempat individu berada termasuk lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat yang akan mempengaruhi perkembangan emosi

  • Faktor pengalaman
    Pengalaman yang diperoleh individu selama hidup akan mempengaruhi perkembangan emosinya,. Pengalaman selama hidup dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan akan menjadi refrensi bagi individu dalam menampilkan emosinya.

  • Pola asuh orang tua
    Pola asuh ada yang otoriter, memanjakan, acuh tak acuh, dan ada juga yang penuh kasih sayang. Bentuk pola asuh itu akan mempengaruhi pola emosi yang di kembangan individu

  • Pengalaman traumatik
    Kejadian masa lalu akan memberikan kesan traumatis akan mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Akibat rasa takut dan juga sikap terlalu waspada yang berlebihan akan mempengaruhi kondisi emosionalnya

  • Jenis kelamin

Keadaan hormonal dan kondisi fisiologis pada laki-laki dan perempuan menyebabkan perbedaan karakteristik emosi antara keduanya. Wanita harus mengontrol perilaku agresif dan asertifnya. Hal ini menyebabkan timbulnya kecemasankecemasan dalam dirinya. Sehingga secara otomatis perbedaan emosional antara pria dan wanita berbeda

  • Usia
    Kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang. Semakin bertambah usia, kadar hormonal seseorang menurun sehingga menggakibatkan penurunan pengaruh emosionall seseorang

  • Perubahan jasmani
    Perubahan jasmani adalah perubahan hormon-hormon yang mulai berfungsi sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing

  • Perubahan pandangan luar
    Perubahan pandangan luar dapat menimbulkan konflik dalam emosi seseorang.

  • Religiusitas
    Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah (Krause dalam Coon, 2005, dalam Anggreiny. 2014).

Aspek – Aspek Regulasi Emosi


Menurut Gross (2007), aspek- aspek regulasi emosi dibagi menjadi empat yaitu:

  1. Strategies to emotion regulation ( strategies ) Adalah keyakinan individu untuk dapat mengtasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif, dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yaang berlebihan.

  2. Engaging in goal directed behavior ( goals ) Adalah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negarif yang dirasakannya sehingga dapat berfikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

  3. Control emotional responses ( impulse ) Adalah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakan serta respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan emosi yang tepat.

  4. Acceptance of emotional response (acceptance) Adalah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

Sedangkan Rasyid (2012) mengutip pendapat Thompshon (1994) membagi aspek regulasi emosi sebagai berikut,:

  1. Kemampuan memonitor emosi ( emotions monitoring ) yaitu kemampuan individu dalam menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang dari tindakannya.

  2. Kemampuan mengevaluasi emosi ( emotions evaluating ) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya. Kemampuan untuk mengelola emosi khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam, dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan individu dalam berfikir rasional.

  3. Kemampuan memodifikasi emosi ( emotions modification ), kemampuan individu untuk mengubah emosi sehingga mampu memotivasi diri menjadi lebih baik terutama ketika individu merasa dalam putus asa,cemas, dan marah. Kemampuan ini membuat indivu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya.

Ciri – Ciri Regulasi Emosi


Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika memiliki kendali yang cukup baik terhadap respon yang muncul. Kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dalam lima kecakapan yang dikemukakan oleh Goleman 2004 (dalam Anggreiny), yaitu :

  • Kendali diri, dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak dengan efektif.
  • Memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain.
  • Memiliki sikap hati-hati.
  • Memiliki adaptibilitas, yang artinya luwes dalam menangani perubahan dan tantangan.
  • Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi.
  • Memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan lingkungannya.

Proses Regulasi Emosi


Menurut Gross (2007), regulasi emosi dapat terjadi baik saat stimulus itu muncul ataupun setelah stimulus itu muncul yang meliputi lima hal pokok dan berikut skemanya :

image

  1. Pemilihan Situasi
    Kita dapat mendekati atau menghindari orang, tempat atau objek. Tipe regulasi emosi ini melibatkan mengambil tindakan yang memperbesar atau memperkecil kemungkinan bahwa kita akan sampai pada sebuah situasi perkiraan akan memunculkan emosi yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

  2. Perubahan situasi
    Perubahan situasi merupakan usaha yang secara langsung dilakukan untuk memodifikasi situasi agar efek emosinya teralihkan. Situasi-situasi tersebut Pilihan Situasi Modifikasi Situasi Perubahan Respon Perubahan Kognitif Perubahan Perhatian Perhatian Penilaian adalah situasi yang berpotensi membangkitkan emosi. Modifikasi situasi ini dapat dilakukan oleh pihak eksternal maupun internal. Dari pihak internal yaitu usaha yang dilakukan oleh diri sendiri, sedangkan dari pihak eksternal yaitu usaha dari orang lain untuk menurunkan tekanan emosi. Upaya untuk mengubah situasi secara langsung untuk mengurangi dampak emosionalnya merupakan salah satu bentuk regulasi emosi yang kuat.

  3. Pengalihan perhatian
    Pengalihan perhatian merupakan cara individu mengarahkan perhatiannya di dalam sebuah situasi untuk mengatur emosinya. Terdapat dua strategi pengalihan perhatian yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi merupakan cara pengalihan perhatian dengan memindahkan fokus intrenal dari satu situasi ke situasi lain. Sedangkan konsentrasi cara pengalihan perhatian dengan memfokuskan diri pada ancaman atau kemungkinan terburuk yang akan terjadi dari sebuah situasi, dengan kata lain seseorang akan lebih fokus pada rencana untuk memecahkan masalah.

  4. Perubahan kognitif
    Perubahan kognitif merupakan cara individu dalam menilai situasi ketika berada dalam situasi yang bermasalah untuk mengubah tekanan emosinya. Perubahan kognitif mengacu pada cara kita menilai situasi dimana kita terlibat di dalamnya, dengan mengubah bagaimana kita memikirkan tentang situasi atau kapasitas menangani resiko dari emosi tersebut.

  5. Perubahan respon
    Ini terjadi pada bagian akhir, termasuk disini penggunaan obat, alkohol, terapi, makanan atau tekanan. Modifikasi respon mempengaruhi fisiologis dan pengalaman. Upaya untuk meregulasi aspek fisologis dan pengalaman emosi adalah hal yang lazim dilakukan. Obat digunakan mentarget respon fisiologis, olahraga dan relaksasi juga digunakan untuk mengurangi aspek fisiologis dan pengalaman emosi negatif.

Gross (2002) mengemukakan bahwa regulasi emosi adalah suatu proses individu memengaruhi emosinya, ketika individu memiliki emosi tersebut dan bagaimana suatu emosi dialami dan diekspresikan. Tice dan Bratslavsky (Gallo, Keil, McCulloch, Rockstoh & Gollwitzer, 2009) menuliskan bahwa regulasi emosi bisa berbentuk penghindaran respon dengan melakukan sekumpulan tindakan untuk memunculkan emosi yang berlawanan, seperti bersantai untuk menghilangkan perasaan cemas.

Gross dan Thompson (Lane, Bucknall, Davis, & Beedie, 2012) mengemukakan bahwa regulasi emosi adalah strategi yang digunakan dengan sengaja maupun otomatis untuk memulai, mempertahankan, dan menampilkan emosi. Gross dan Levenson (1993) mendefinisikan regulasi emosi sebagai manipulasi yang dilakukan dalam diri untuk memengaruhi emosi atau reaksi fisiologis, atau komponen perilaku yang dapat menimbulkan respon emosional.

Strategi Regulasi Emosi

Gross (2002) dalam penelitiannya menyajikan model strategi regulasi emosi yang bisa dilakukan, diantaranya adalah antecedent focused strategies dan response focused strategies . Antecedent focused strategies adalah hal-hal yang dilakukan individu sebelum merespon secara penuh suatu tekanan kemudian merubah perilaku dan emosinya. Response focused strategies merupakan halhal yang dilakukan setelah emosi muncul.

Berikut ini terdapat lima tahap atau poin dalam proses emosi generatif :

1. Situation selection (pemilihan situasi)

Pemilihan situasi mengacu pada memilih untuk mendekati atau menghindari orang-orang, tempat, atau hal-hal tertentu untuk mengatur atau meregulasi emosi. Misalnya, seorang individu memilih makan malam bersama seorang teman yang dapat membuat individu tersebut selalu tertawa pada malam sebelum ujian akhir, daripada pergi untuk bergabung pada sesi belajar terakhir bersama teman-teman yang gugup.

2 . Situation modification

Setelah dipilih, situasi dapat disesuaikan untuk dimodifikasi yang memiliki dampak emosional. Contoh, seorang individu yang akan menghadapi ujian akhir, pada malam harinya seorang teman menanyakan apakah individu tersebut telah siap menghadapi ujian. Maka individu tersebut dapat membuat percakapan itu berakhir dengan jelas dengan cara membicarakan tentang hal lain.

3. Attentional deployment

Setiap situasi memiliki aspek-aspek yang berbeda, dan penyebaran atensi digunakan untuk memilih pada banyaknya aspek-aspek dari situasi yang individu fokuskan. Sebagai contoh individu yang terganggu oleh percakapan yang membingungkan. Penyebaran atensi juga termasuk usaha untuk berkonsentrasi secara intensif pada suatu keterangan topik atau tugas tertentu, atau memecahkan akar masalah dengan merenungkannya.

4. Cognitive change

Perubahan kognitif mengacu pada pemilihan dari banyaknya kemungkinan berarti yang individu akan ambil sebagai aspek. Sebagai contoh, individu mungkin akan mengingatkan dirinya bahwa, “ini hanyalah sebuah tes” daripada memandang bahwa ujian adalah pengukuran dari nilai kehidupan seseorang.

5. Response modulation

Modulasi respon mengacu pada usaha individu untuk memengaruhi tendensi respon emosi yang siap untuk dimunculkan. Pada contoh tentang ujian, modulasi respon mungkin diambil sebagai bentuk pukulan terhadap rasa malu setelah melalui kegagalan ujian yang menyedihkan.

Aspek-aspek Regulasi Emosi

Thompson (Hasanah, 2010) membagi aspek-aspek regulasi emosi ke dalam tiga aspek, yaitu:

1. Emotions Monitoring

Kemampuan untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, perasaan, pikiran dan latar belakang dari tindakan yang dilakukan oleh individu.

2. Emotions Evaluating

Kemampuan untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialami oleh individu. Kemampuan untuk mengelola emosi seperti emosi negatif.

3. Emotions Modification

Kemampuan untuk merubah emosi sehingga mampu memotivasi diri ketika individu berada dalam kondisi putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu dapat bertahan dalam masalah yang sedang dihadapi.

Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku.
Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.

Sementara Shaffer (2005) menjelaskan bahwa regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi.

Menurut Al-Qarni (2016) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah perasaan dan emosi yang bergejolak dikarenakan kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat, individu yang mampu menguasai emosi dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan juga menggembirakan maka orang tersebut sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Manusia merupakan makhluk yang senang bergembira dan berbangga diri, namun ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir.

Menurut Thompson (dalam Janah, dkk, 2015) menggambarkan regulasi emosi yaitu sebagai kemampuan merespon proses-proses ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosi-emosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah.

Greenberg, dkk (dalam Wahyuni, 2013) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola, dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam rangka mencapai keseimbangan emosional. Oleh karena itu, kemampuan mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Emosi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Emosi sangat membantu menyediakan informasi yang penting mengenai status interaksi individu dengan orang lain, akan tetapi seringkali pengalaman emosi yang kuat membutuhkan untuk dikelola (Janah, dkk, 2015).

Reivich & Shatte (dalam Syahadat, 2013) mengungkapkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas,sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dankonstruktif asalkan dilakukan dengan tepat.

Reivich dan Shatte (dalam Syahadat, 2013) juga mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi, yaitu calming (ketenangan dan fokus). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapatmembantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yangmengganggu dan mengurangi stres.

Selain itu, regulasi emosi berhubungan dengan suasana hati. Konsep regulasi emosi luas dan meliputi kesadaran dan ketidak- sadaran secara psikologis, tingkah laku, dan proses kognitif. Selain itu, regulasi emosi beradaptasi dalam kondisi situasi emosi yang stimulusnya berhubungan dengan lingkungan. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa regulasi emosi berkaitan dengan perasaan tertentu seperti kecemasan (Aprisanadityas & Elfida, 2012).

Regulasi emosi dapat didefinisikan sebagai upaya yang disengaja atau otomatis individu untuk mempengaruhi yang emosi yang mereka miliki, ketika mereka memiliki mereka, dan bagaimana emosi ini berpengalaman atau diekspresikan. regulasi emosi melibatkan perubahan satu atau lebih aspek dari emosi, termasuk memunculkan situasi, perhatian, penilaian, subjektif pengalaman, perilaku, atau fisiologi (Mauss, dkk, 2007).

Aspek-aspek Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena keadaan dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara jelas. Mengendalikan emosi berarti mampu mengenali dan memahami perasaan serta mengelola emosi, bukan saja mengatur dan menguasai emosi diri sendiri tetapi juga emosi orang lain.

Menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu:

  1. Strategi regulasi emosi (strategi)
    Ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

  2. Perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan)
    Ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

  3. Mengontrol respon-respon emosional (impuls)
    Ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

  4. Penerimaan respons emosional
    Ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang memperngaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008), yaitu :

  1. Budaya
    Kepercayaan yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat mempengaruhi cara individu menerima, menilai suatu pengalaman emosi, dan menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal regulasi emosi berarti culturally permissible (apa yang dianggap sesuai) dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi.

  2. Religiusitas
    Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah.

  3. Kemampuan individu/ Tipe Kepribadian
    Kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang dapat individu lakukan dalam meregulasi emosinya. Kemampuan seseorang dalam mengontrol perilaku terutama ketika seseorang lebih memilih untuk menahan dirinya (sabar) merupakan ketrampilan regulasi emosi yang dapat mengatur emosi positif maupun emosi negatif.

  4. Usia
    Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi, dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya semakin bertambahnya umur, individu memiliki kemampuan regulasi emosi yang semakin baik.

  5. Jenis kelamin
    Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan gendernya. Perempuan menunjukkan sifat feminimnya dengan mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin.

    Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi dihubungkan dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya.

    Sedangkan laki-laki lebih mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan dominasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan cemas (Fischer & Coon dalam Anggraeni, 2014).

  6. Kondisi Psikologis
    Kondisi psikologis yang dimiliki oleh masing-masing individu berbeda-beda, tergantung pada permasalahan yang dialami oleh masing-masing individu. Sejatinya, setiap individu memiliki reaksi psikologis pada saat menghadapi sebuah masalah atau cobaan, ada yang sudah mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi, namun ada juga yang tidak mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi (Gross, dalam Lewis, dkk, 2008).

    Menurut Elkind (dalam Papalia, dkk, 2007) bentuk-bentuk ketidakmampuan dari seseorang ini mendasari banyaknya perilaku beresiko dan self-destructive yang dilakukan. Sehingga tidak diragukan lagi memberikan kontribusi peningkatan self-criticism, perasaan terisolasi dan over identification dengan emosi yang dirasakan.