Apa yang dimaksud dengan rabun dekat atau Hipermetropia?

Hipermetropi atau Hiperopia atau rabun dekat

Hipermetropi atau Hiperopia atau rabun dekat adalah kelainan refraksi mata di mana bayangan dari sinar yang masuk ke mata jatuh di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan karena bola mata yang terlalu pendek atau kelengkungan kornea yang kurang.

Penderita kelainan mata ini tidak dapat membaca pada jarak yang normal (30 cm) dan harus menjauhkan bahan bacaannya untuk dapat membaca secara jelas. Penderita juga akan sulit untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan ketelitian tinggi. Perbaikan penglihatan dapat dilakukan dengan memakai kacamata dengan lensa sferis positif (cembung).

Apa yang dimaksud dengan rabun dekat (Hipermetropia) ?

Hipermetropia (rabun dekat)

Hipermetropia (rabun dekat) merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

  1. Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat.
  2. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV dan lain-lain.
  3. Mata sensitif terhadap sinar.
  4. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia. Mata juling dapat terjadi karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

  1. Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart
  2. Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan trial frame

Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan refraksi.

Komplikasi

  1. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi
  2. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata
  3. Ambliopia

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik.

Konseling dan Edukasi
Memberitahu keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan bantuan kaca mata. Karena jika tidak, maka mata akan berakomodasi terus menerus dan menyebabkan komplikasi.

Kriteria rujukan
Rujukan dilakukan jika timbul komplikasi.

Peralatan

  1. Snellen chart
  2. Satu set trial frame dan trial frame

Prognosis

  1. Ad vitam : Bonam
  2. Ad functionam : Bonam
  3. Ad sanationam : Bonam

Referensi

  1. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.
  2. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2008.
  3. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika. 2000

Hiperopia (hipermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hiperopia refraktif), seperti pada afakia. Hiperopia adalah suatu konsep yang lebih sulit dijelaskan daripada miopia.

Istilah “farsighted” berperan dalam menimbulkan kesulitan tersebut, selain juga seringnya terdapat kesalahpahaman di kalangan awam bahwa presbiopia adalah farsightedness dan bahwa seseorang yang melihat jauh dengan baik artinya farsighted (Vanghan & Asbury, 2012). Berdasarkan akomodasi hipermetropia dibedakan secara klinis menjadi hipermetropia manifest, hipermetropia manifest absolute, hipermetropia manifest fakultatif, hipermetropia laten dan hipermetropia total (Perdami, 2014). Hipermetropia dapat dikenali dengan beberapa gejala sebagai berikut :

  1. Biasanya pasien pada usia tua mengeluh pengelihatan jauh kabur.
  2. Pengelihatan dekat lebih cepat buram. Akan lebih terasa pada keadaan kelelahan atau penerangan yang kurang.
  3. Sakit kepala pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat dalam jangka panjang. Jarang terjadi di pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan membaik spontan bila kegiatan melihat dekat dihentikan.
  4. Eyestrain / ketegangan pada mata.
  5. Sensitif terhadap cahaya.
  6. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp. Ciliaris diikuti pengelihatan buram intermiten.

Hipermetropia dapat disebabkan oleh (Ilyas, 2013):

  1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
  2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
  3. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata.

Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori (American Optometric Association, 2008):

  1. Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan oleh panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi.
  2. Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal karena gagal kembang, penyakit mata, atau trauma.
  3. Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi.

Hipermetropia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kelainan refraksinya, yaitu: (American Optometric Association, 2008)

  1. Hipermetropia ringan (≤ +2,00 D)
  2. Hipermetropia sedang (+2,25 - +5,00 D)
  3. Hipermetropia berat (≥+5,00 D)

Hipertropia dikenal dalam bentuk (Ilyas, 2013):

  1. Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal.

  2. Hipermetropia absolut, adalah kelainan refraksi yang tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.

  3. Hipermetropia fakultatif, adalah kelainan hipermetropia yang dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata dan bila diberikan kaca mata positif akan memberikan penglihatan normal, sehingga otot akomodasinya akan beristirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.

  4. Hipermetropia laten, adalah kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hiper metropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.

  5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.