Apa yang Dimaksud dengan Psikologis Perempuan dalam Prespektif Islam?


Perempuan dalam Islam memiliki perhatian yang cukup besar, salah satunya adalah perkara psikologi perempuan.

Apa yang dimaksud dengan psikologis perempuan dalam prespektif Islam?

Islam memandang sama kepada perempuan dan laki-laki dari segi kemanusiaannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang diberikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya, kecuali terdapat dalil syara yang memberi tuntutan dan tuntunan khusus untuk perempuan dan laki-laki, yang jumlahnya sangat sedikit, dan kebanyakan dalil syara tidak diciptakan khusus untuk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan (QS. Al-Hujurat [49]:13; QS Al-Najm [53]:45; QS Al-Qiyamah [75]:39 ).

Perempuan dan laki-laki telah diberi potensi yang sama untuk dapat berkiprah dan beramal secara sinergis dalam asas kemitraan, kerja sama, saling tolong menolong, saling mendukung, saling memberi penguatan dalam suatu kehidupan di masyarakat (QS.Al- Nisa [4]: 7, 32-34,155). Pola kehidupan sinergis itu sudah menjadi sunnatullah dalam setiap komunitas, kurun, dan generasi manusia karena Allah menciptakan kemanusiaan manusia yang saling bergantung (interdependency), saling berhubungan (interconnection), dan saling melengkapi (intercomplementary). Tidak ada seorang manusiapun yang sempurna, lahir, dan dapat hidup sendiri, tanpa kehadiran manusia lain (QS Al-Nisa [4]:1; QS Al-A’raf [7]:189 ).

Allah telah merencanakan bahwa antara perempuan dan lakilaki terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan. Apabila Allah telah menciptakan berbagai organ yang berbeda dalam satu tubuh manusia, seperti telinga, mata, mulut, tangan, kaki, dan lainlain dalam bentuk dan fungsi yang berbeda, bukankah berarti bahwa Allah telah mengutamakan satu organ dari organ lainnya. Seperti saat mata difungsikan, tidak berarti mengutamakan mata dari organ tubuh lainnya dan boleh memperlakukan semena-mena terhadap organ tubuh lainnya, karena semua organ tubuh yang berbeda itu berfungsi sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, dan masingmasing organ tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan untuk melahirkan kehidupan. Dengan demikian, setiap organ yang berbeda itu harus bersinergi untuk menopang kehidupan dan memenuhi hajat manusia. Analogi tersebut digunakan untuk memahami eksistensi perbedaan yang ada pada manusia, perempuan dan laki-laki. Perbedaan yang terdapat pada eksistensi perempuan dan laki-laki sama sekali tidak mengindikasikan yang satu menduduki posisi lebih unggul dan penting, dan boleh memperlakukan dengan kejam terhadap yang lain. Kesempuraan eksistensi manusia “hanya” terjadi pada perpaduan sinergis antara perempuan dan laki-laki dalam relasi yang harmonis.

Dalam al-Qur’an, “tidak ada satu ayatpun” yang menunjukkan bahwa Allah telah menciptakan perempuan dari bahan yang lebih rendah daripada bahan untuk laki-laki. Dalam al-Qur’an juga “tidak ada satu ayatpun” yang menunjukkan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan itu parasit dan lebih rendah daripada laki-laki. Di samping itu, “tidak ada satu ayatpun” anggapan yang meremehkan perempuan berkaitan dengan perbedaan watak dan struktur fisiologisnya.

Al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dari laki-laki dari zat atau entiti yang sama dengan lakilaki. Mengenai penciptaan Adam, Allah berfirman: “Tuhanmu telah menciptakan kamu dari satu jiwa, dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya”. Untuk penciptaan seluruh umat manusia, Allah berfirman: “Allah menciptakan pasanganmu dari jenismu sendiri” (QS.Al-Nisa [4]:1).

Ada pandangan yang dikembangkan sampai saat ini bahwa perempuan sumber segala dosa; perempuan diciptakan dari iblis; Iblis menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam yang menyeretnya dari surga; serta pandangan menghina lainnya untuk merendahkan perempuan. Al-Qur’an telah menceriterakan kisah Adam di surga, tetapi sama sekali tidak ada jejak yang menyatakan iblis atau ular menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam. Al-Qur’an tidak menggambarkan bahwa Hawa sebagai terdakwa, tidak pula membela kesuciannya dari dosa (QS.Al-A’raf [7]:9). Beberapa ayat yang terkandung dalam al-Qur’an yang memaparkan kisah Adam dan Hawa yang dideportasi dari surga “selalu” menggunakan kata ganti ganda (mutsanna) yang menunjukkan dua orang yang terlibat, yaitu Adam dan Hawa (QS.Al-Araf [7]:22).

Pandangan yang merendahkan perempuan lainnya yang sering dikembangkan adalah bahwa perempuan tidak secerdik laki-laki; perempuan tidak dapat melewati tahap-tahap pencerahan spiritual seperti laki-laki. Untuk mensucikan al-Qur-an dari tuduhan seperti itu, sejumlah besar ayat mengatakan bahwa pahala kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah tidak ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh amal dan kadar ketaqwaan masing-masing individu, perempuan maupun laki-laki. Al-Qur’an menyebut keshalihan isteri Adam alaihi salam (as), isteri Ibrahim as, ibu Musa as, dan ibu Isa as, dan isteri Fir’aun dengan penghormatan yang sangat besar. Al-Qur’an juga menyebut isteri Nuh as dan isteri Luth as sebagai perempuan yang tidak patut. Hal ini membuktikan bahwa potensi untuk terjerumus ke dalam lembah kejahatan atau terangkat menjadi manusia terhormat di mata Allah tidak bergantung kepada jenis kelamin, tetapi kepada kadar iman dan taqwa masing-masing, dan Allah telah memberikan kedua potensi tersebut untuk perempuan maupun laki-laki.

Sejarah Islam telah mencatat beberapa nama perempuan yang istemewa dan unggul, seperti Khadijah, Aisyah, serta Fatimah, dan hanya sedikit laki-laki yang menyamai kedudukan mereka. Tidak ada laki-laki, kecuali Nabi Muhammad saw dan Ali ra yang mencapai kedudukan al-Zahrah, kecuali Fatimah al-Zahrah yang melebihi putraputranya. Demikian pula ketangguhan Khadijah yang dijuluki “al- Kubra”, dan kecerdikan Aisyah yang telah melahirkan ribuan hadits dibanding misalnya Abi Hurairah ra, seorang sahabat laki-laki yang selalu mengikuti Rasulullah sepanjang hidupnya (Mutahhari, 1986:98) Perbedaan satu-satunya yang secara eksplisit dibuat oleh al-Qur’an adalah mengakui bahwa laki-laki sebagai manusia yang sesuai untuk mengemban misi kenabian.

Islam mengatakan bahwa bumi, langit, dan seisinya diciptakan untuk manusia. Islam tidak pernah mengatakan perempuan diciptakan untuk laki-laki. Tidak ada jejak “satu ayatpun” dalam al-Qur’an yang menyatakan, mendukung, apalagi membenarkan pandangan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan itu lebih rendah daripada laki-laki.
Islam memandang sama kepada perempuan dan laki-laki dari segi kemanusiaannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang diberikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya, kecuali terdapat dalil syara yang memberi tuntutan dan tuntunan khusus untuk perempuan dan laki-laki, yang jumlahnya sangat sedikit, dan kebanyakan dalil syara tidak diciptakan khusus untuk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan (QS. Al-Hujurat [49]:13; QS Al-Najm [53]:45; QS Al-Qiyamah [75]:39 ).

Perempuan dan laki-laki telah diberi potensi yang sama untuk dapat berkiprah dan beramal secara sinergis dalam asas kemitraan, kerja sama, saling tolong menolong, saling mendukung, saling memberi penguatan dalam suatu kehidupan di masyarakat (QS.Al- Nisa [4]: 7, 32-34,155). Pola kehidupan sinergis itu sudah menjadi sunnatullah dalam setiap komunitas, kurun, dan generasi manusia karena Allah menciptakan kemanusiaan manusia yang saling bergantung (interdependency), saling berhubungan (interconnection), dan saling melengkapi (intercomplementary). Tidak ada seorang manusiapun yang sempurna, lahir, dan dapat hidup sendiri, tanpa kehadiran manusia lain (QS Al-Nisa [4]:1; QS Al-A’raf [7]:189 ).

Allah telah merencanakan bahwa antara perempuan dan lakilaki terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan. Apabila Allah telah menciptakan berbagai organ yang berbeda dalam satu tubuh manusia, seperti telinga, mata, mulut, tangan, kaki, dan lainlain dalam bentuk dan fungsi yang berbeda, bukankah berarti bahwa Allah telah mengutamakan satu organ dari organ lainnya. Seperti saat mata difungsikan, tidak berarti mengutamakan mata dari organ tubuh lainnya dan boleh memperlakukan semena-mena terhadap organ tubuh lainnya, karena semua organ tubuh yang berbeda itu berfungsi sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, dan masingmasing organ tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan untuk melahirkan kehidupan. Dengan demikian, setiap organ yang berbeda itu harus bersinergi untuk menopang kehidupan dan memenuhi hajat manusia. Analogi tersebut digunakan untuk memahami eksistensi perbedaan yang ada pada manusia, perempuan dan laki-laki. Perbedaan yang terdapat pada eksistensi perempuan dan laki-laki sama sekali tidak mengindikasikan yang satu menduduki posisi lebih unggul dan penting, dan boleh memperlakukan dengan kejam terhadap yang lain. Kesempuraan eksistensi manusia “hanya” terjadi pada perpaduan sinergis antara perempuan dan laki-laki dalam relasi yang harmonis.

Dalam al-Qur’an, “tidak ada satu ayatpun” yang menunjukkan bahwa Allah telah menciptakan perempuan dari bahan yang lebih rendah daripada bahan untuk laki-laki. Dalam al-Qur’an juga “tidak ada satu ayatpun” yang menunjukkan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan itu parasit dan lebih rendah daripada laki-laki. Di samping itu, “tidak ada satu ayatpun” anggapan yang meremehkan perempuan berkaitan dengan perbedaan watak dan struktur fisiologisnya.

Al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dari laki-laki dari zat atau entiti yang sama dengan lakilaki. Mengenai penciptaan Adam, Allah berfirman: “Tuhanmu telah menciptakan kamu dari satu jiwa, dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya”. Untuk penciptaan seluruh umat manusia, Allah berfirman: “Allah menciptakan pasanganmu dari jenismu sendiri” (QS.Al-Nisa [4]:1).

Ada pandangan yang dikembangkan sampai saat ini bahwa perempuan sumber segala dosa; perempuan diciptakan dari iblis; Iblis menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam yang menyeretnya dari surga; serta pandangan menghina lainnya untuk merendahkan perempuan. Al-Qur’an telah menceriterakan kisah Adam di surga, tetapi sama sekali tidak ada jejak yang menyatakan iblis atau ular menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam. Al-Qur’an tidak menggambarkan bahwa Hawa sebagai terdakwa, tidak pula membela kesuciannya dari dosa (QS.Al-A’raf [7]:9). Beberapa ayat yang terkandung dalam al-Qur’an yang memaparkan kisah Adam dan Hawa yang dideportasi dari surga “selalu” menggunakan kata ganti ganda (mutsanna) yang menunjukkan dua orang yang terlibat, yaitu Adam dan Hawa (QS.Al-Araf [7]:22).

Pandangan yang merendahkan perempuan lainnya yang sering dikembangkan adalah bahwa perempuan tidak secerdik laki-laki; perempuan tidak dapat melewati tahap-tahap pencerahan spiritual seperti laki-laki. Untuk mensucikan al-Qur-an dari tuduhan seperti itu, sejumlah besar ayat mengatakan bahwa pahala kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah tidak ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh amal dan kadar ketaqwaan masing-masing individu, perempuan maupun laki-laki. Al-Qur’an menyebut keshalihan isteri Adam alaihi salam (as), isteri Ibrahim as, ibu Musa as, dan ibu Isa as, dan isteri Fir’aun dengan penghormatan yang sangat besar. Al-Qur’an juga menyebut isteri Nuh as dan isteri Luth as sebagai perempuan yang tidak patut. Hal ini membuktikan bahwa potensi untuk terjerumus ke dalam lembah kejahatan atau terangkat menjadi manusia terhormat di mata Allah tidak bergantung kepada jenis kelamin, tetapi kepada kadar iman dan taqwa masing-masing, dan Allah telah memberikan kedua potensi tersebut untuk perempuan maupun laki-laki.

Sejarah Islam telah mencatat beberapa nama perempuan yang istemewa dan unggul, seperti Khadijah, Aisyah, serta Fatimah, dan hanya sedikit laki-laki yang menyamai kedudukan mereka. Tidak ada laki-laki, kecuali Nabi Muhammad saw dan Ali ra yang mencapai kedudukan al-Zahrah, kecuali Fatimah al-Zahrah yang melebihi putraputranya. Demikian pula ketangguhan Khadijah yang dijuluki “al- Kubra”, dan kecerdikan Aisyah yang telah melahirkan ribuan hadits dibanding misalnya Abi Hurairah ra, seorang sahabat laki-laki yang selalu mengikuti Rasulullah sepanjang hidupnya (Mutahhari, 1986:98) Perbedaan satu-satunya yang secara eksplisit dibuat oleh al-Qur’an adalah mengakui bahwa laki-laki sebagai manusia yang sesuai untuk mengemban misi kenabian.

Islam mengatakan bahwa bumi, langit, dan seisinya diciptakan untuk manusia. Islam tidak pernah mengatakan perempuan diciptakan untuk laki-laki. Tidak ada jejak “satu ayatpun” dalam al-Qur’an yang menyatakan, mendukung, apalagi membenarkan pandangan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan itu lebih rendah daripada laki-laki.