Apa yang dimaksud dengan Proteksionisme atau Protectionism?

proteksionisme

Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang mengetatkan perdagangan antarnegara melalui cara-cara seperti tarif barang impor, batas kuota, dan berbagai peraturan pemerintah yang dirancang uuntuk menciptakan persaingan adil (menurut para pendukungnya) antara barang & jasa impor dan barang & jasa dalam negeri.

2 Likes

image

Dalam Kamus Ekonomi, proteksionisme diartikan dalam dua hal, yaitu :

  • Pertama merupakan paham perlindungan terhadap dunia usaha yang dilakukan pemerintah.
  • Kedua adalah kebijakan yang disengaja oleh pemerintah sebagai upaya pengendalian impor atau ekspor, dengan jalan mengatasi berbagai hambatan perdagangan, seperti tarif kuota, dengan tujuan melindungi industri atau dunia usaha dalam negeri dari persaingan dengan industri luar negeri.

Untuk mendukung konsep proteksionisme, Friedrich List mengembangkan teori kekuatan produksi yang menekankan bahwa kemampuan untuk menghasilkan barang produksi lebih penting daripada hasil produksi itu sendiri sehingga proteksi terhadap industri domestik merupakan langkah yang mutlak diperlukan.

Tindakan proteksionisme sebagai tindakan yang perlu dilakukan oleh suatu negara dalam rangka melindungi maupun meningkatkan sistem ekonomi dengan jalan melakukan optimalisasi terhadap produk maupun usaha dalam negeri.

Tindakan proteksi merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap eksistensi dan optimalisasi kualitas maupun kuantitas produk domestik. Karena dengan dukungan pemerintah, produk domestik dapat memiliki kesempatan bersaing yang seimbang dengan produk asing.

Peningkatan kualitas dan kuantitas produk domestik ini kemudian mengarah pada peningkatan pada sektor erekonomi.

Argumen Pendukung Proteksionisme

Kebijakan proteksionisme memiliki sejumlah argumen yang menguatkan kebijakan tersebut sebagai suatu kebutuhan pemerintah dalam rangka melindungi sektor perekonomian dan standar kehidupan rakyat.

  • Yang pertama adalah argumen bahwa kebijakan proteksionisme merupakan upaya perlindungan terhadap infant industry.

    Argumen ini dilandasi oleh pemikiran Alexander Hamilton, Menteri Keuangan Amerika industri baru yang dapat segera menjadi kompetitif secara internasional Serikat yang pertama, dalam Reports of of Manufactures (1791) mengungkapkan bahwa infant industry belum memiliki kapabilitas dan stabilitas ekonomi maupun ketrampilan manufaktur seperti industri-industri yang lebih besar sehingga apabila tidak ada perlindungan dari pemerintah maka akan memperkecil kesempatan bersaing di pasar global.

    Argumen tersebut diperkuat oleh pendapat Friedrich List yang menyatakan bahwa kemampuan untuk menghasilkan barang produksi lebih penting daripada hasil produksi itu sendiri sehingga kebijakan yang bersifat proteksi terhadap industri domestik mutlak diperlukan.

  • Yang kedua adalah argumen bahwa negara yang tidak berpartisipasi dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seperti Amerika Serikat akan mengalami kerugian akibat tingginya jumlah produk asing yang masuk.

Hal tersebut dikarenakan apabila produk dari Amerika Serikat dijual di negara yang memberlakukan PPN maka produsen harus menanggung beban pajak domestik serta pajak dari negara tempat produknya dijual.

Sebaliknya ketika produk yang dibuat di negara yang memberlakukan PPN dijual di Amerika Serikat, produsen tidak menanggung beban pajak dari negara tempat produknya dijual karena Amerika Serikat tidak menerapkan PPN. Oleh karena itu pemerintah Amerika Serikat menilai bahwa meningkatkan prosentase pajak barang impor dipandang sebagai suatu kebutuhan agar produk lokal dan produk impor dapat bersaing secara seimbang dari segi harga jual.

Bentuk Kebijakan Proteksionisme

Krisis ekonomi merupakan salah satu penyebab pemerintah Amerika Serikat mengambil tindakan proteksi dalam rangka meningkatkan sektor perekonomian domestik.

Pasca Krisis Finansial 2008 pemerintah Amerika Serikat melakukan tindakan proteksi dalam berbagai bentuk. Proteksi dalam bentuk tarif nampak pada peningkatan prosentase bea impor panel surya dan ban dari Cina. Sedangkan proteksi dalam bentuk non tarif mayoritas bersifat kualitatif dimana produk yang masuk ke pasar domestik Amerika Serikat harus sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah Amerika Serikat seperti yang diberlakukan terhadap produk impor berupa bahan makanan, CPO dan rokok.

Kebijakan proteksionisme tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok, yakni kebijakan
proteksionisme di bidang finansial dan kebijakan proteksionisme di bidang perdagangan.

  • Kebijakan proteksionisme di bidang finansial yang paling umum adalah dengan memberikan bantuan dana secara langsung terhadap pengusaha lokal. Kebijakan ini merupakan cara yang paling cepat untuk memulihkan perekonomian pasca krisis, namun hanya berlaku dalam jangka waktu pendek dan hanya mempengaruhi sektor ekonomi makro.

    Hal ini dikarenakan bantuan dana tersebut merupakan pengeluaran pemerintah yang dialokasikan kedalam investasi finansial agar dapat menyeimbangkan kondisi ekonomi dalam waktu singkat. Namun karena sifatnya yang mudah berpindah, investasi finansial dapat ditarik lagi oleh pemerintah ketika sektor perekonomian telah mencapai kondisi stabil.

  • Kebijakan proteksionisme di bidang perdagangan yaitu berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri lokal dengan cara memberikan subsidi dan pengurangan prosentase pajak produk lokal serta meningkatkan prosentase pajak terhadap produk impor.

    Kebijakan ini seharusnya merupakan kebijakan finansial, namun karena memiliki dampak langsung yang cukup signifikan maka kemudian digolongkan dalam kebijakan perdagangan.

    Kebijakan proteksionisme di bidang perdagangan lainnya antara lain kebijakan untuk membeli produk lokal serta pembatasan kuota produk impor. Kebijakan ini memiliki dampak yang lebih lama dibandingkan kebijakan proteksionisme di bidang finansial karena melibatkan sektor ekonomi mikro sehingga berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat.

Referensi :

  • Sumadji et al. 2006. Kamus Ekonomi. Jakarta: Wacana Intelektual.
  • Ha-Joon Chang. 30 Desember 2003. Kicking Away The Ladder: The Real History of Free Trade.
  • Washington, DC: Foreign Policy In Focus
  • Friedrich List. 1966. The National System of Political Economy. New York: Kelley
  • William G. Gale dan Benjamin H. Harris. A VAT for United States: Part of the Solution dalam Tax Analysis 2011.

Sumber :

  • Maya Meralda Kartika, PROTEKSIONISME AMERIKA SERIKAT PASCA KRISIS FINANSIAL, 2008

Secara umum proteksionisme dapat didefinisikan sebagai bentuk kebijakan yang secara sengaja dibuat oleh pemerintah untuk melindungi produsen domestik akan persaingan dari luar.

Para penganut perdagangan bebas melihat proteksionisme perdagangan sebagai kebijakan yang berdampak pada inefisiensi penggunaan sumber daya dan meningkatkan harga impor yang merugikan konsumen secara luas.

Akan tetapi bagi para aktor yang menerapkan kebijakan proteksionisme biaya tersebut merupakan konsekuensi yang sebanding dengan manfaat yang didapatkan.

Proteksionisme dengan penerapan kebijakan yang menghambat perdagangan telah muncul semenjak berabad lampau. Bentuk paling konvensional dari proteksionisme yang dikenal dengan old protectionism adalah penerapan instrumen hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota impor.

Akan tetapi seiring dengan agenda liberalisasi perdagangan dunia pasca-Perang Dunia II yang berfokus untuk menghilangkan hambatan perdagangan berupa tarif, wacana tentang proteksionisme telah bergeser jauh dari instrumen hambatan sederhana ini. Pada dekade tahun 1970an muncul tren penerapan hambatan perdagangan non-tarif yang dikenal dengan new protectionism. New protectionism merupakan bentuk proteksionisme dengan instrumen hambatan yang cenderung lebih tidak transparan dan berbeda sebagaimana hambatan berupa tarif dalam old protectionism.

Walaupun pada dasarnya penerapan kebijakan proteksionisme masih memiliki kesamaan maksud umum berupa keberpihakan pada produsen dalam negeri atas kompetisinya dengan pihak luar, motif dan instrumen kebijakan yang digunakan pada saat ini jauh berbeda dari yang dikenal sebelumnya.

Bentuk konvesional dari old protectionism berupa tarif belum bisa dihilangkan secara menyeluruh akan tetapi bentuk hambatan non-tarif dari new protectionism terus berkembang mengikuti perkembangan perdagangan dunia. Diperlukan definisi yang lebih fungsional dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk proteksionisme modern ini guna memudahkan melihat eksistensi dan perkembangan paham serta kebijakannya.

Philip I Levy dalam Imaginative Obstruction: Modern Protectionism in the Global Economy menempatkan intensi (intent) sebagai kunci penting yang perlu diidentifikasi dalam mendefinisikan kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh negara.

Benar bahwa maksud umum dari kebijakan proteksionisme adalah keberpihakan kepada produsen domestik atas kompetisi dengan pihak luar, akan tetapi perkembangan modern menuntut adanya pendefinisian yang lebih fungsional untuk melihat maksud khusus atau intensi dari negara dalam mengeluarkan suatu kebijakan. Dalam konteks liberalisasi perdagangan dunia, pendefinisian proteksionisme secara fungsional ini diperlukan untuk mengetahui dan mengindentifikasi kondisi kesiapan negara-negara di dunia dalam
International Trade and Industry (MITI) dalam mensubsidi riset produk semikonduktor untuk dijual secara dumping ke negara industri maju.

Selain bentuk diatas, akhir-akhir ini juga berkembang bentuk lain yang tidak mengundang reaksi publik secara luas akan tetapi berdampak sama dalam keberpihakan kepada produsen lokal, yaitu kampanye pemakaian produk dalam negeri. Kampanye sejenis ini menggunakan legitimasi penjagaan budaya (cultural preservation) akan tetapi pada dasarnya bertujuan yang sama yaitu secara eksplisit memberikan keberpihakan kepada produsen domestik dengan instrumen yang transparan. Contoh dari jenis proteksi ini adalah :

  1. Kampanye “Buy American”, “Cintailah Produk-Produk Indonesia”, dan bentuk lainnya.

  2. Incidental Protectionism merupakan bentuk proteksionisme yang memberikan dampak yang hampir sama seperti intentional protectionism akan tetapi bekerja secara tidak langsung.

Secara kebijakan, bentuk proteksionisme ini tidak terlihat secara eksplisit mendiskriminasikan produk luar negeri atas produk yang berasal dari produsen domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan ketetapan-ketetapan yang memiliki legitimasi kuat sebagai persyaratan atas produk luar yang akan masuk ke pasar domestik. Proteksionisme jenis ini bekerja secara tidak langsung dengan memasukkan unsur non-perdagangan kedalam persyaratan impor produk. Bentuk yang paling kontroversial adalah penerapan standar kesehatan dan keamanan.

Kekurangan yang terdapat pada produk luar tidak lagi dilihat sebagai sebuah kecacatan yang dapat ditoleransi akan tetapi dijadikan sebagai cara untuk mengeliminasi produk tersebut secara keseluruhan dari pasar domestik.

Kasus yang paling umum adalah pelarangan masuknya produk daging sapi Eropa yang mengandung bovine spongiform encephalopathy atau penyakit sapi gila ke pasar Amerika Serikat. Kebijakan yang sama juga diterapkan oleh Eropa terhadap produk padi Amerika Serikat yang dikembangkan dengan sistem rekayasa genenik (Genetically Modified Organism). Seringkali kekurangan dan kecacatan pada suatu jenis produk dijadikan landasan atas ketidakpercayaan produk dari luar, khususnya terhadap negara tertentu sehingga menimbulkan pelarangan masuk untuk semua produk sejenis dari negara tersebut ke dalam pasar domestik. Bentuk lainnya adalah kebijakan anti-dumping. Kebijakan ini secara eksplisit ditujukan untuk menghindari kebijakan perdagangan negara lain yang bersifat predator terhadap pasar domestik dan perdagangan dunia. Kebijakan dumping dilakukan dengan menerapkan subsidi yang sangat besar akan produk domestik untuk bersaing di pasar global dengan harga yang jauh dibawah biaya produksi. Hal ini dinilai harus direspon karena secara langsung negara yang menerapkan kebijakan ini bertujuan untuk dapat menguasai pasar dunia secara monopolistik.

Kebijakan anti-dumping merupakan kebijakan yang sah ketika ditujukan untuk menghindari penguasaan pasar dunia dengan cara yang curang oleh satu negara. Akan tetapi tuduhan bahwa negara lain menerapkan kebijakan dumping seringkali dijadikan alasan dalam penerapan kebijakan anti-dumping yang mendiskriminasikan produk dari luar padahal memang negara luar tersebut memiliki comparative advantage dalam memproduksi suatu komoditas secara efektif. Kebijakan seperti ini sama saja dengan memberikan ketidakpercayaan akan kebijakan yang diterapkan pihak lain. Anti-dumping bisa menyebabkan dampak yang lebih parah dari tarif karena cenderung kurang transparan.