Apa yang dimaksud dengan Produk Imitasi?

Produk Imitasi

Barang-barang imitasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori mulai dari kualitasnya yang buruk hingga yang paling mirip dan tidak dapat dibedakkan dengan barang aslinya. Karena harga yang murah dan kualitasnya yang menyamai produk aslinya, barang -barang imitasi mulai menjadi buruan masyarakat.

Apa yang dimaksud dengan produk imitasi ?

Syafrizal (2011) menyatakan bahwa produk imitasi merupakan produk yang diciptakan dengan mengacu atau meniru pada produk pionir. Imitasi dapat dilakukan dengan meniru disain, membuat produk generik dengan harga yang lebih murah, dan melakukan beberapa penyempurnaan dari produk terdahulu.

Schnaars (1994) seperti dikutip Albar (2012) berpendapat bahwa produk imitasi merupakan produk yang memasuki pasar dengan mengimitasi produk pionir (inovator). Imitasi tersebut dapat dilakukan dengan membajak sampai kepada membuat produk yang lebih baik dengan dasar produk pionir.

Tingkat Imitasi


Tingkatan imitasi menurut Schnarrs (1994) seperti dikutip Albar (2012) digolongkan ke dalam beberapa tingkatan, yaitu :

  1. Counterfeits atau pembajakan. Pada tingkatan ini perusahaan benar-benar menjual produk dengan merek dan desain produk yang benar-benar sama sehingga sering disebut produk palsu. Imitasi ini tergolong ilegal. Imitasi pada tingkatan ini ilegal dan melanggar hak kekayaan intelektual (HaKI).
  2. Knockoff atau kloning. Pada tingkatan ini perusahaan benar-benar meniru produk yang sudah ada tetapi memiliki merek yang lain.
  3. Design copy atau trade dress. Kemasan, tampilan atau disain merupakan bagian yang penting dari produk yang menggunakan strategi ini. Selanjutnya peniruan disain dipadukan dengan imitasi dan inovasi. Tingkatan ini berada di garis batas antara ilegal dan legal merujuk kepada lemahnya hukum tentang perlindungan hak kekayaan intelektual (HaKI) di Indonesia. Design copy atau trade dress dalam istilah barunya imitasi ini disebut kamuflase (comuflage) produk karena kemampuannya untuk berkamuflase dan membingungkan konsumen sehingga melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
  4. Creative adaptations. Perusahaan peniru berupaya meniru produk yang ada, kemudian mengembangkan atau mengadaptasikannya kepada lingkungan yang baru.

Strategi Imitasi


Kotler (2012) menyatakan bahwa strategi imitasi merupakan strategi pengikut pasar dalam upayanya untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar. Imitasi dapat dilakukan perusahaan dengan berperan sebagai pemalsu, pengklon, peniru, atau pengadaptasi.

Schnaars (1994) seperti dikutip Albar (2012) menyatakan bahwa strategi imitasi merupakan strategi yang biasanya digunakan oleh pendatang berikutnya/kemudian (later entry) untuk memasuki pasar dengan melewatkan proses yang dilakukan oleh inovator. Imitator biasanya memasuki pasar dengan meniru dari inovator.

Schnaars (1994) seperti dikutip Albar (2012) menyatakan bahwa, secara umum strategi imitasi mengkombinasikan tiga strategi yaitu :

  1. Lower prices, yaitu menjual produk dengan harga yang lebih rendah dari produk pioneer. Hal ini sangat memungkinkan karena imitator tidak membutuhkan biaya untuk riset pasar serta biaya promosi yang rendah.
  2. Sell a supperior product, yaitu menjual produk yang bisa lebih baik atau sudah disempurnakan dari produk pioneer.
  3. Use their market power to overhelm the weaker pioneer, yaitu menyerang pioner secara langsung di pasar terutama pioner yang memilki posisi lemah.

Dalam kutipan Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Berri (2012), Schnaars berpendapat bahwa produk imitasi merupakan produk yang memasuki pasar dengan mengimitasi produk pioneer (inovator). Imitasi tersebut dapat dilakukan dengan membajak sampai kepada membuat produk yang lebih baik dengan dasar produk pioneer .

Menurut Syafrizal (2001) dalam kutipan Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Berri (2012) Produk imitasi merupakan produk yang diciptakan dengan mengacu atau meniru pada produk pionir. Imitasi dapat dilakukan dengan meniru disain, membuat produk generik dengan harga yang lebih murah, dan melakukan beberapa penyempurnaan dari produk terdahulu.

Dari berberapa definisi mengenai produk imitasi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa produk imitasi merupakan produk yang dibuat dengan cara meniru produk yang sudah dikenal luas oleh masyarakat dan harga yang murah merupakan keunggulan bagi produk ini untuk menarik minat beli konsumen.

Komponen Utama Strategi Imitasi


Menurut Kotler dalam kutipan Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Berri (2012) komponen utama strategi imitasi pada produk kamuflase dalam merebut perhatian konsumen adalah :

  • Packaging yang dibuat mirip dengan market leader . Hal ini dilakukan untuk megelabui konsumen secara visual.

  • Promosi yang sama dengan market leader . Hal ini dilakukan untuk memberikan kesan atau positioning yang sama dibenak konsumen dengan produk yang menjadi market leader .

  • Produk baru yang sama dengan market leader . Menciptakan produk yang sama atau lebih baik dibandingkan produk market leader .

  • Harga yang lebih murah dibandingkan market leader . Perbandingan harga cukup efektif menarik konsumen karena harga merupakan hal yang cukup menjadi pertimbangan bagi konsumen.

  • Merek yang hampir sama dengan market leader . Untuk beberapa produk terkadang hanya berbeda satu atau dua huruf dengan merek market leader .

  • Strategi distribusi yang sama dengan market leader . Biasanya produk imitasi cenderung mengawali proses ini dengan menjadi saluran distribusi dari produk market leader .

Faktor yang Mempengaruhi Konsumen untuk Membeli Produk Imitasi


Juggessur dan Cochen dalam penelitian Santoso (2011) menyatakan ada lima pencarian gengsi pada konsumen yang menyebabkan konsumen terlibat pada produk bajakan, yaitu :

  1. Veblen effect. Barang-barang material dan kekayaan sangat penting dalam upaya untuk mendapatkan gengsi dan mengangkat status pribadi. Dalam vablen effect terdapat dua motif :

    • Motif persaingan berkaitan dengan uang. Dalam hal ini konsumen termotivasi dengan menunjukkan kesan bahwa mereka berada pada ekonomi kelas atas.

    • Motif pembanding yang menimbulkan perasaan tidak senang. Dalam hal ini konsumen berusaha untuk membedakan diri dari individu yang termasuk kelas yang lebih rendah.

  2. Snob effect. Pengaruh sombong dan pengaruh orang lain akan mempengaruhi emosional konsumen untuk membeli merek terkenal.

  3. Bandwagon effect. Efek ikut-ikutan dapat dikonseptualisasikan sebagai pendahulu dari kesombongan, konsumen dari efek ikut-ikutan akan mengikuti tren konsumen yang pada umumnya dianggap sebagai pembawa tren pada kelompok yang menjadi aspirasi bagi kalangan. Hal ini juga dapat diasumsikan bahwa konsumen jatuh di bawah pengaruh ikut-ikutan sehingga mempengaruhi pembelian produk bajakan dalam upaya untuk bersaing dengan konsumen lainnya.

  4. Perfectionist effect. Kualitas bertindak sebagai pedoman dimana konsumen menggunakan kualitas untuk menetapkan suatu merek. Oleh karena itu apabila menggunakan kualitas rendah atau tidak bermerek hal tersebut menyebabkan konsumen cenderung membeli produk bermerek meskipun itu produk bajakan.

  5. Hedonic effect. Konsumsi hedonis melibatkan penggunaan produk dan jasa, yang memberikan kenikmatan melalui pancaindra, mempengaruhi emosional dan berkaitan dengan kesenangan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa efek hedonik dapat mempengaruhi emosional konsumen untuk membeli produk asli atau produk bajakan.