Apa yang dimaksud dengan Politik Internasional (world politics)?

Apa yang dimaksud dengan Politik Internasional (world politics) ?

Kajian Politik Internasional meliputi pola-pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain. Politik Internasional juga memberikan perhatian terhadap sistem internasional,
deterrence, dan perilaku para pembuat keputusan dalamsituasi konflik antar negara.

Jadi, hakekat Politik Internasional adalah hubungan-hubungan, aksi-reaksi, tindakan dan respon dalam bidang politik yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Dan politik internasional diasumsikan sebagai suatu arena dimana negara-negara melakukan struggle for power demi survival dan kejayaan masing-masing.

Sehinggakajian Politik Internasional seringkali berkisar pada soal-soal konflik, persengketaan,atau perang, baik yang berskala kecil (lokal) maupun global.Politik Internasional menjadi suatu kajian pokok (core subject) dalam Hubungan Internasional yang mengkaji segala bentuk upaya dalam memperjuangkan kepentingan (interests) dan kekuasaan (power).

Politik Internasional merupakan studi tentang interaksi dai politik luar negeri beberapa negara.

Aktor dan Cakupan Ruang Lingkup Politik Internasional

Perlu dibedakan Hubungan Internasional dengan Politik Internasional.

  • Ruang lingkup Hubungan Internasional meliputi tipe hubungan atau interaksi antar negara,termasuk dan organisasi non-negara (ekonomi, pariwisata, perdagangan, dansebagainya).

  • Ruang lingkup Politik Internasional terbatas hanya pada"permainan kekuasaan" yang melibatkan negara-negara berdaulat.

Jadi, dalam Hubungan Internasional terdapat aktor-aktor negara dan bukan negara, sedangkandalam politik internasional pelakunya hanyalah negara.Apabila politik adalah studi tentang who gets what, when, and how, maka Politik Internasional adalah studi mengenai who gets what, when, and how dalam arena internasional".

Maka itu studi politik internasional menurut Holsti adalah studi mengenai pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atasrespon negara lain.Selain mencakup unsur power, kepentingan, dan tindakan, Politik Internasional juga mencakup perhatian terhadap Sistem Internasional, deterrence, dan perilaku para pembuat ke-putusan dalam situasi konflik.

Politik Internasional menggambarkan hubungan dan respon bukan aksi namun reaksi. Politik Internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam Hubungan Internasional. Politik Internasional membahas keadaan atau soal-soal politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan berfokus pada diplomasi dan hubungan antar negara dan kesatuan-kesatuan politik lainnya.

Politik internasional seperti halnya politik domestik terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan dukungan, gangguan dan pengaturan. Negara membuat perbedaan antara kawan dan lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses interaksi antara dua negara atau lebih.

Politik internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan interplay antar aktor dalam lingkungannya.

Faktor-faktor utama dalam lingkunganinternasional dapat diklasifikasikan dalam tiga hal, yaitu

  1. lingkungan fisik, sepertilokasi geografi, sumber daya alam, dan teknologi suatu bangsa;

  2. penyebaran sosialdan perilaku, yang di dalamnya mengandung pengertian sebagai hasil pemikiranmanusia sehingga menghasilkan budaya politik serta munculnya kelompok-kelompok elit tertentu;

  3. timbul-nya lembaga-lembaga politik dan ekonomi serta organisasi-organisasi internasional dan perantara-perantara ekonomi serta politik lainnya.

Secara umum, objek yang menjadi kajian politik internasional juga merupakankajian politik luar negeri, keduanya menitikberatkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadapl ingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasitindakan merupakan kajian politik luar negeri, dan akan menjadi kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain, seperti dapat dilihat pada Gambar Skema dibawah ini.

image

Dalam interaksi antarnegara terdapat hubungan pengaruh dan respons. Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi sasaran pengaruh yang langsung maupun tidak langsung, harus menentukan sikap melalui "respons, manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lainnya agar menerima keinginan politiknya.

Kemudian, dalam interaksi antar negara, interaksi dilakukan didasarkan pada kepentingan nasional masing-masing negara, baik kepentingan yang inputnya berasal dari dalam ataupun dari luar negara yang bersangkutan.

Untuk memper-juangkan tujuan dan kepentingan nasional, negara tidak dapat melepaskan diri dari kebijakannya baik yang ditujukan ke luar negara tersebut (politik luar negeri) maupun ke dalam negara (politik dalam negeri). Kepentingan nasional adalah tujuan utama dan merupakan awal sekaligus akhir perjuangan suatu bangsa.

Kepentingan nasional dasar dibagi empat jenis, yaitu: idoeologi, ekonomi, keamanan, dan prestise.

Sumber : Ridwan Rachid, Politik Internasional

Didalam Teori Politik Internasional terdapat tiga kategori pemikiran yang berbeda-beda terkait dengan cara padanga terhadap nilai moralitas.

Ketiga pemikiran tersebut antara lain, (1) Skeptisme moral, (2) Negara otonomi dan moralitas, (3) Kosmopolitan dan kemanusiaan global.

1. Skepitisisme moral

Kategori skepitisisme moral yang dalam hubungan internasional diwakili oleh beberapa pemikir, antara lain, Thomas Hobbes, Ronald Niebuhr,dan Thucydides. Mereka memandang bahwa nilai moralitas itu mustahil (non-exist) dalam hubungan internasional, karena sistem internasional bersifat anarkhi, yang dipicu oleh hasrat manusia untuk berkuasa.

Negara menjadi aktor utama untuk meraih kekuasaan (struggle for power) sebagai misi utama.

Situasi hubungan internasional yang konfliktif tersebut akan menemukan jalan perdamaian, apabila terjadi keseimbangan kekuatan (balance of power) antara negara-negara. Akibatnya, negara di dunia akan berlomba-lomba dalam meningkatkan kapabilitas militernnya, menyebarkan pengaruh ideologis ke negara lain (high politics), dan cenderung akan mengabaikan isu-isu ringan seperti pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial masyarakat, isu HAM dan demokrasi (low politics).

Beberapa tokoh seperti Thucydides menggambarkan bagaimana Perang Pelopponesian di zaman Yunani Kuno terjadi. Negara saling berkompetisi untuk mencari kejayaan, sehingga kompetisi tersebut melahirkan asumsi bahwa jika ingin kepentingan nasional diraih, maka suatu negara harus siap berperang.

Negara yang kuat dapat mengalahkan negara lemah, begitu juga sebaliknya,negara lemah juga berpotensi mengalahkan negara yang lebih kuat (men are equal).

Skeptisisme moral melahirkan perskpektif realisme yang menjadi salah satu teori paling berpengaruh dalam ilmu hubungan internasional hingga saat ini.

2. Negara otonomi dan moralitas.

Dalam kategori ini,pola hubungan internasional didominasi oleh perilaku negara, sehingga aspirasi berbagai negara di dunia telah menjadi norma internasional. Hal ini menyiratkan bahwa negara dari dahulu hingga saat ini begitu dominan, sebagai contoh, dalam periode kolonialisme/imperialisme, praktik kolonialisasi oleh Bangsa Eropa adalah sesuatu yang wajar, dan bukan bersifat immoral.

Karena, pada saat itu, wilayah koloni masih berupa tanahyang tidak bertuan. Dengan norma internasional tersebut, negara menjadi institusi legal dalam menentukan standard moralitas hubungan internasional, walaupun pada kenyataannya penyalahgunaan standard moralitas tersebut masih menggunakan kekerasan. Penggunaan kekerasan juga secara legal dimiliki oleh negara.

Pernyataan ini bermakna bahwa pengaturan perang disusun bedasarkan kesepakatan antar negara, tanpa melibatkan aktor lain (seperti LSM, Individu) yang berpengaruh dalam kesepakatan perang dan perdamaian internasional.

3. Kosmopolitan dan kemanusiaan global.

Ketika kategori pemikiran skeptisme moral berasumsi bahwa nilai moralitas itu mustahil dalam politik internasional, dan kategori pemikiran negara otonomi menganggap bahwa negara sebagai standard moralitas yang berwenang dalam mengatur penggunaan kekerasan.

Kosmopolitanisme melandaskan standard moralitas bedasarkan pada manusia sebagai individu yang merdeka. Menurut pemikiran kosmopolitan, hubungan internasional tidak hanya berbicara masalah perebutan kekuasaan (power) saja, tetapi juga nilai moralitas.

Kosmopolitan memandang bahwa teori politik internasional sebagai wadah manusia dalam dinamika global. Individu manusia berarti cukup signifikan dalam ruang internasional, karena individu menjadi bagian integratif dari institusi yang disebut negara.

Perilaku negara berasal dari nilai bahwa peran manusia sebagai human being.

Kosmopolitanisme sebagai kategori teori politik internasional yang paling benar, karena menganggap bahwa manusia sebagai nilai moralitas paling maju, asalkan terciptanya prinsip kesetaraan hak bagi seluruh umat manusia.

Manusia sebagai identitas tunggal yang tetap akan peduli dengan sesamanya, agar tercipta dunia internasional yang harmonis. Kosmopolitanisme percaya bahwa manusia itu berbeda-beda, mulai dari perilaku, norma sosial, sampai dengan nilai budaya dan tradisinya.

Tetapi, pada dasarnya manusia itu sama/seragam sebagai human being.

Negara terkadang menjadi identitas politik yang justru menghalangi cita-cita kosmopolitanisme itu sendiri, jika individu manusia tidak bermakna signifikan dalam perilaku negara. Menurut kosmopolitanisme, relasi negara seharusnya bersifat progresif, yang membahas isu-isu pembangunan, berbicara demokrasi di arena global.

Dengan begitu, perilaku negara dapat dimanifestasikan sebagai identitas politik yang memuliakan manusia (mengandung nilaimoralitas). Kesimpulannya adalah bahwa kosmopolitanisme selaras dengan nilai-nilai moralitas yang menempatkan manusia sebagai subyek utama.

Sebuah perspektif dalam hubungan internasional penting adanya sebagai pisau analisis yang mampu menjelaskan fenomena politik internasional, sehingga mampu menghasilkan argumentasi yang dapat diuji secara scientific, begitu juga dengan teori politik internasional.

image

Teori politik internasional yang dijadikan basis kebijakan memiliki implikasi yang cukup luas dalam HI. Implikasi dari ketiga kategori pemikiran tersebut jika dijadikan basis kebijakan, antara lain,

  1. Skeptisme moral. Apabila skeptisme moral menjadi basis kebijakan akan menyebabkan pola hubungan internasional yang konfliktif dan mengabaikan penegakan nilai-nilai moralitas.

    Sebagai contoh, bagaimana Perang Dunia II terjadipada tahun 1939-1945. Perang Dunia II terjadi ketika dua blok (blok poros dan blok sekutu) berperang untuk mempertahankan kehormatan negaranya dan ekspansi wilayah teritorial.

    Apabila diulas dengan pendekatan skeptisme moral, perang ini mengakibatkan negara yang terlibat berlomba-lomba mencari kemenangan, dan mengembangkan wilayah kedaulatannya. Upaya kemenangan tersebut diraih melalui ekspansi dan invasi negara yang terlibat perang terhadap negara yang memiliki sumber daya strategis.

    Kita dapat melihat bagaimana perilaku Jepang yang ekspansionis menginvasi negara-negara di Asia Timur dan Tenggara. Invasi inibertujuan untuk meningkatkan kapabilitas militer Jepang dalam menghadapi sekutu.

    Akibatnya, invasi itu menjatuhkan korban manusia dan materiil yang banyak dinegara-negara pendudukannya. Isu moralitas nampaknya diabaikan oleh negara yangterlibat perang demi mencapai misi utamanya yakni kepentingan nasional.

  2. Negara otonomi dan moralitas. Apabila negara otonomi dan moralitas menjadi basis kebijakan, maka pola hubungan internasional akan bergantung kepada perilaku negara.

    Secara politik, negara menjadi akor dominan dalam hubungan internasional. Secara moral, negara tidak hanya menjadi institusi legal dalam mengunakan kekerasan, tetapi juga sebagai standard moralitas dalam hubungan internasional. Dalam kaitannya sebagai standard moralitas, terdapat pengaturan tentang bagaimana pelaksanaanperang yang bedasarkan pada kesepakatan antarnegara.

    Sebagai contoh, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa terbentuk, tentunya lahir dari kesepakatan negara-negara yang terlibat di dalamnya (baik negara pemerakarsa maupun negara anggota) dalam mengatur hubungan internasional melalui berbagai konsensus.

    Contoh nyata kontemporer adalah bagaimana peran Dewan Keamanan PBB menyelesaikan krisis politik dan kemanusiaan di Libya pada tahun 2011. DK PBB yang terdiri atas negara pemegang hak veto memutuskan untuk mengeluarkan resolusi 1973 yang berisi tentang kebijakan
    No Fly Zone atas kedaulatan Libya, serta berusaha untuk mengintervensi secara militer krisis politik Libya melalui bantuan NATO.

    Hal inimenunjukkan bahwa keputusan perang dan perdamaian saat ini telah terinstitusionalisasi melalui PBB sebagai representasi dari himpunan negara otonom untuk menghukum pemimpin Libya yang dituduh telah melakukan kejahatan kemanusiaan dalam Krisis Politik Libya 2011.

  3. Kosmopolitanisme dan nilai moralitas. Pola hubungan harmonis akan mewarnai politik internasional jika kosmopolitanisme menjadi basis kebijakan.

    Dunia kosmopolitan akan cenderung menggunakan konsensus global sebagai jalan untuk mencapai legitimasi agenda kosmopolitanisme tersebut. Peran LSM sebagai perwakilan civil society semakin terlihat.

    Sebagai contoh, bagaimana LSM dunia tergabung dalam satu misi khusus yang dianggap sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan bersama. LSM percaya bahwa penyebaran pendidikan demokrasi termasuk kontrol demokratis dalam kebijakan luar negeri akan memberdayakan opini publik dunia.

    Demokrasi membuatnya menjadi kekuatan yangkuat bahwa pemerintah tidak bisa menolak. Sehingga, kebijakan luar negeri suatu negara di dunia, mampu diawasi oleh LSM global melalui proses check and balance, supaya dapat memastikan bahwa politik internasional berjalan demokratis dan menjunjung tinggi nilai moral.

    Mereka percaya bahwa perang sebagai suatu penyakit dalam tubuh politik internasional, bertentangan dengan kepentingan individu/rakyat.

Politik internasional merupakan studi terhadap pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain. Selain mencakup unsur power, kepentingan dan tindakan, politik internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi politik. Holsti

Jadi politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan reaksi dan respon bukan aksi (Holsti dalam perwita & Yani, 2005). Secara umum, objek dalam politik internasional juga merupakan objek dari politik luar negeri. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan merupakan kajian politik luar negeri,dan akan menjadi kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain.

Dalam interaksi antarnegara terdapat hubungan pengaruh dan respons. Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan limpahan dari suatu tindakan tertentu. Kemudian, dalam interaksi antarnegara, interaksi dilakukan didasarkan pada kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan nasional adalah tujuan utama dan merupakan awal sekaligus akhir perjuangan suatu bangsa (Perwita & Yani, 2005).

Dalam politik internasional proses interaksi berlangsung dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi serta interplay (saling mempengaruhi) antara aktor dengan lingkungannya atau sebaliknya. Istilah politik internasional pada dasarnya merupakan istilah tradisional yang sangat menekankan interaksi para aktor negara. Namun, pola-pola interaksi interaksi politik dalam hubungan internasional kini sudah melibatkan interaksi antar aktor negara dengan aktor non-negara. (Perwita & Yani, 2005).