Apa yang Dimaksud dengan Politik Identitas?

politik

Pernahkah mendengar istilah “politik identitas”? Sebenarnya apa itu politik identitas?

Politik identitas merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik identitas adalah nama lain dari biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh. Dalam filsafat sebenarnya wacana ini sudah lama muncul, namun penerapannya dalam kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuwan Politik Internasional di Wina pada 1994 (Abdilah, 2002: 16).

Menurut Cressida Heyes (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2007) mendefinisikan politik identitas sebagai penandaan aktivitas politis dalam pengertian yang lebih luas dan teorisasi terhadap ditemukannya pengalaman-pengalaman ketidakadilan yang dialami bersama anggota-anggota dari kelompok-kelompok sosial tertentu.

Ketimbang pengorganisasian secara mandiri dalam ruang lingkup ideologi atau afilisasi kepartaian, politik identitas berkepentingan dengan pembebasan dari situasi keterpinggiran yang secara spesifik mencakup konstituensi (keanggotaan) dari kelompok dalam konteks yang lebih luas. Dalam hal ini Cressida Heyes beranggapan jika politik identitas lebih mengarah kepada kepentingan terhadap individu atau kelompok yang terpinggirkan dari pada pengorganisasian.

Agnes Heller mengambil definisi politik identitas sebagai konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di dalam setiap komunitas, walaupun mereka berideologi dan memiliki tujuan bersama, tidak bisa dipungkiri bahwa di dalamya terdapat berbagai macam individu yang memiliki kepribadian dan identitas masing-masing.

Secara teoritis politik identitas menurut Lukmantoro adalah politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari polit ik perbedaan. Politik Identitas merupakan tidakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai- nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula dari upaya memasukan nilai- nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pemerintahan, keinginan mendaratkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk menggejalanya perda syariah, maupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama tertentu.

Sedangkan Cressida Heyes mendefinisikan politik identitas sebagai sebuah penandaan aktivitaspolitis (Cressida Heyes, 2007). Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas politik identitas berkepentingan dengan pembebasan dari situasi keterpinggiran yang secara spesifik mencakup konstituensi (keanggotaan) dari kelompok dalam konteks yang lebih luas.Jika dicermati Politik identitas sebenarnya merupakan nama lain dari biopolitik yang berbicara tentang satu kelompok yang diidentikkan oleh karakteristik biologis atau tujuan-tujuan biologisnya dari suatu titik pandang. Sebagai contoh adalah politik ras dan politik gender. (Hellner, 1994:4). Menurut Agnes Heller politik identitas adalah gerakan politik yang focus perhatiannya pada perbedaan sebagai satu kategori politik utama. Politik identitas muncul atas kesadaran individu untuk mengelaborasi identitas partikular, dalam bentuk relasi dalam identitas primordial etnik dan agama.

Namun, dalam perjalanan berikutnya, politik identitas justru dibajak dan direngkuh oleh kelompok mayoritas untuk memapankan dominasi kekuasaan. Penggunaan politik identitas untuk meraih kekuasaan, yang justru semakin mengeraskan perbedaan dan mendorong pertikaian itu, bukan berarti tidak menuai kritik tajam. Politik identitas seakan- Akan meneguhkan adanya keutuhan yang bersifat esensialistik tentang keberadaan kelompok sosial tertentu berdasarkan identifikasi primordialitas.

Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai sebuah konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya pada perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di dalam setiap komunitas, walaupun mereka berideologi dan memiliki tujuan bersama, tidak bias dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat berbagai macam individu yang memiliki kepribadian dan identitas masing-masing.

Jadi secara umum teori umum politik identitas dan berbagai hasil penelitian menunjukkan, ada dua faktor pokok yang membuat etnis dan agama menjadi menarik dan muncul (salient) untuk dipakai dan berpengaruh dalam proses politik. Pertama, ketika etnis dan
agama menjadi faktor yang dipertaruhkan. Ada semacam keperluan untuk mempertahankan atau membela identitas yang dimiliki suatu kelompok. Kedua, ketika proses politik tersebut berlangsung secara kompetitif.

Artinya, proses politik itu menyebabkan kelompok-kelompok identitas saling berhadapan dan tidak ada yang dominan, sehingga tidak begitu jelas siapa yang akan menjadi pemenang sejak jauh-jauh hari. Pemilihan umum, termasuk pilkada, adalah proses politik di mana berbagai faktor seperti identitas menjadi pertaruhan. Tinggal sekarang bagaimana aktor-aktor yang terlibat di dalamnya mengelola isu-isu seperti etnis dan agama, menjadi hal yang masuk pertaruhan.

Secara etimologis, dimulai dari pengertian politik. Kata politik sendiri berasal dari Bahasa Yunani, politeia, yang mengacu pada pengertian bahwa para individu dalam sebuah komunitas dalam batas geografis tertentu berkehendak untuk melakukan pengelolaan wilayahnya. Misalnya, dengan membuat hukum-hukum, kebijakan-kebijakan, serta lembaga kebijakan politik. Jadi, setiap langkah yang diambil dalam rangka mengelola sebuah wilayah dalam ranah formal bisa disebut sebagai kegiatan berpolitik.

Kemudian, kata identitas yang diambil dari Bahasa Inggris Identity memiliki arti ciri-ciri atau tanda yang khas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri. Bisa dikatakan, manusia yang memiliki identitas adalah mereka yang mampu menyadari tanda khusus atau ciri-ciri yang melekat pada dirinya.

Berdasarkan dua pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa politik identitas adalah politik yang menekanan pada perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada asumsi fisik tubuh, kepercayaan, dan Bahasa yang menjadi ciri atau tanda khas dari seseorang. Contoh terkenal adalah Politik Apertheid di Afrika yang membagi warganya menjadi dua golongan masyarakat berdasarkan ciri fisik, yakni mereka yang berkulit hitam dan mereka yang berkulit putih.

Di Indonesia sendiri, politik identitas sering didasarkan pada kepercayaan dan suku bangsa. Contohnya adalah ujaran kebencian yang bersifat SARA yang digunakan sebagai alat untuk menjegal pihak lawan politik seperti yang marak terjadi saat pemilihan gubernur Jakarta kemarin. Selain itu, politik identitas juga digunakan sebagai salah satu strategi kampanye untuk para kandidat dalam Pemilu, dan juga menjadi alasan beberapa orang untuk memilih.

Politik identitas sendiri merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik identitas adalah nama lain dari biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh. Dalam filsafat, sebenarnya wacan ini sudah lama muncul, namun penerapannya dalam kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuan Politik Internasional di Wina pada 1994.

Pertemuan tersebut menghasilkan konsepsi tentang dasardasar praktek politik identitas dan menjadikannya sebagai kajian dalam bidang ilmu politik. Agnes Haller mengambil definisi politik identitas sebagai konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang utama. Setelah kegagalan narasi besar (grand narative), ide perbedaan telah menjanjikan suatu kebebasan (freedom), toleransi dan kebebasaan bermain (free play), meskipun kemudian ancaman baru muncul. Politik perbedaan menjadi suatu nama baru dari politik identitas; rasisme (race thinking), biofeminimisme dan perselisihan etnis menduduki tempat yang terlarang oleh gagasan besar lama. Berbagai bentuk baru intoleransi, dan praktek-praktek kekerasan pun muncul. Heller (1995: ix)

Gerakan politik identitas pada dasarnya membangun Kembali “narasi besar”’ yang prinsipnya mereka tolak dan membangun suatu teori yang mengendalikan faktorfaktor biologis sebagai penyusun perbedaan-perbedaan mendasar sebagai realitas kehidupannya; Dalam gerakan politik identitas ada suatu tendensi untuk membangun system apartheid terbalik. Ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar;

Kelemahan dari Gerakan politik identitas adalah upaya untuk menciptakan kelompok khusus. Sebagai contoh, dalam kontestasi Pilkada DKI terjadi sentimen politik identitas yang sangat kuat, dimana pribumi mengkhususkan diri dan menolak non-pribumi, hal ini terkait dengan ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar untuk menjatuhkan pasangan calon yang lain.

Sedangkan hal positif yang dapat diambil dari politik identitas adalah ada upaya untuk tetap melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas kelompok yang bersangkutan, sehingga pengguatan akan budaya tidak akan luntur dan hilang. Penguatan identitas tersebut muncul apabila identitas yang dikonsepkan untuk mewadahiya dirasa tidak dapat mewakili atau menyatukan kelompok-kelompok tersebut. Bahkan, kekuatan kolompok tersebut menimbulkan juga ketegangan antar kelompok untuk memperoleh dominasi dari sebuah konsep yang akan dibangun. Penguatan identitas kelompok untuk menjadikannya sebagai dominasi dalam sebuah wadah atau bahkan keluar dari wadah disebut sebagai Politik Identitas. Tujuan sebenarnya dari politik adalah mencapai kebaikan bersama. Maka menurut kami bagaimana pun caranya, entah dengan menggunakan politik identitas atau identitas politik, asalkan pemerintahan yang dibangun atas dasar politik tersebut mampu mewujudkan kebaikan bersama maka ia menjadi baik.

Referensi:

Muhammad Habibi. 2019. Analisis Politik Identitas Di Indonesia. Paper . Research Gate

Abdillah, Ubed. 2002. P olitik Identitas Etnis. Pergulatan Tanda
Tanpa Identitas.
Magelang: IndonesiaTera.

Afan Gaffar. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Politik identitas adalah nama lain dari biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh. Identitas menurut Jeffrey Week adalah berkaitan dengan belonging tentang persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat Jeffrey Week tersebut menekankan pentingnya identitas bagi tiap individu maupun bagi suatu kelompok atau komunitas (Widayanti, 2009).

Menyebarnya politik identitas atau biopolitik dalam pandangan Foucault merupakan akibat dari runtuhnya “masyarakat yang direncanakan secara ilmiah” yang merupakan suatu gerakan dengan implementasi kontrol demografis objektif. Inilah dasar-dasar biopolitik. Seorang Foucault merasa diasingkan, disendirikan, dengan cara dibaptis yang memaksanya menyandang suatu identitas baru sebagai seorang Kristen. Politik identitas merupakan kekhasan yang terjadi pada negara dan masyarakat modern (liberal dan demokratis), sebagaimana penyelidikan Foucault, untuk menerapkan prinsip-prinsip ilmiah terhadap tubuh individual dalam proses politik melalui kekuasaan negara.

Tujuanyan adalah agar orang “tercerahkan”: mencapai pertumbuhan populasi optimum, Simposium ini diadakan oleh European Centre for Social Welfare Policy dan Dr. Karl Renner Institute, serta disponsori oleh Jewish Museum of Vienna, dan Department pertumbuhan generasi yang proporsional, dan lain-lain. Dalam hai ini, tolak ukurnya adalah standar negara, tidak pernah berdasarkan individu atau masyarakat. Bagi Foucault, hasilnya ternyata mencenagkan karena sikap ilmiah dan cakupannya kesegala aspek sehingga menjadi bentuk kontrol dan tirani absolut. Dengan demikian, tubuh terlempar kedalam penjara jiwa. Abdillah (2002).

Konsep Politik Identitas


Politik identitas sendiri merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik identitas adalah nama lain dari biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh. Dalam filsafat, sebenarnya wacan ini sudah lama muncul, namun penerapannya dalam kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuan Politik Internasional di Wina pada 1994.

Pertemuan tersebut menghasilkan konsepsi tentang dasar- dasar praktek politik identitas dan menjadikannya sebagai kajian dalam bidang ilmu politik. Agnes Haller mengambil definisi politik identitas sebagai konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan ( difference ) sebagai suatu kategori politik yang utama. Setelah kegagalan narasi besar ( grand narative ), ide perbedaan telah menjanjikan suatu kebebasan ( freedom ), toleransi dan kebebasaan bermain ( free play ), meskipun kemudian ancaman baru muncul. Politik perbedaan menjadi suatu nama baru dari politik identitas; rasisme ( race thinking ), biofeminimisme dan perselisihan etnis menduduki tempat yang terlarang oleh gagasan besar lama. Berbagai bentuk baru intoleransi, praktek-praktek kekerasan pun muncul. Heller (1995)

Kelebihan dan Kelemahan Politik Identitas


Pemaknaan politik identitas antara Kemala dengan Agnes Heller dan Donald L Morowitz sangat berbeda. Kemala melangkah lebih jauh dalam melihat politik identitas yang terjadi pada tataran praktis. Yang biasanya digunakan sebagai alat memanipuiasi alat untuk menggalang politik guna kepentingan ekonomi dan politik. Namun pada bagian yang lain, argumen Kemala mengalami kemunduran penafsiran dengan mengatakan bahwa: Dalam politik identitas tentu saja ikatan kesukuan mendapat Peranan penting, ia menjadi simbol-simbol budaya yang potensial serta menjadi surnber kekuatan untuk aksi-aksi politik.

Pemahaman ini berimplikasi pada kecenderungan untuk:

  • Pertama, ingin mendapat pengakuan dan perlakuan yang setara atau dasar hak- hak sebagai manusia baik politik, ekonomi maupun sosial-budaya.

  • Kedua, demi rnenjaga dan melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas kelompok yang bersangkutan.

  • Terakhir, kesetiaan yang kuat terhadap etnisitas yang dimilikinya.

Gerakan politik identitas pada dasarnya membangun kembali “narasi besar”’ yang prinsipnya mereka tolak dan membangun suatu teori yang mengendalikan faktor- faktor biologis sebagai penyusun perbedaan-perbedaan mendasar sebagai realitas kehidupannya; Dalam gerakan politik identitas ada suatu tendensi untuk membangun sistem apartheid terbalik. Ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar;

Kelemahan dari gerakan politik identitas adalah upaya untuk menciptakan kelompok khusus. Sebagai contoh, dalam kontestasi Pilkada DKI terjadi sentimen politik identitas yang sangat kuat, dimana pribumi mengkhususkan diri dan menolak non-pribumi, hal ini terkait dengan ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar untuk menjatuhkan pasangan calon yang lain.

Sedangkan hal positif yang dapat diambil dari politik identitas adalah ada upaya untuk tetap melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas kelompok yang bersangkutan, sehingga pengguatan akan budaya tidak akan luntur dan hilang. Penguatan identitas tersebut muncul apabila identitas yang dikonsepkan untuk mewadahiya dirasa tidak dapat mewakili atau menyatukan kelompok-kelompok tersebut. Bahkan, kekuatan kolompok tersebut menimbulkan juga ketegangan antar kelompok untuk memperoleh dominasi dari sebuah konsep yang akan dibangun. Penguatan identitas kelompok untuk menjadikannya sebagai dominasi dalam sebuah wadah atau bahkan keluar dari wadah disebut sebagai Politik Identitas.

“Tujuan sebenarnya dari politik adalah mencapai kebaikan bersama. Maka menurut kami bagaimana pun caranya, entah dengan menggunakan politik identitas atau identitas politik, asalkan pemerintahan yang dibangun atas dasar politik tersebut mampu mewujudkan kebaikan bersama maka ia menjadi baik”

Referensi

Abdilah S, Ubed. 2002. Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Yayasan Indonesiatera.

Beyme, Klaus Von. 1996. Federalism, Democracy, And The Politics Of Identity. University of Heidelberg.

Fox, Colm dan Menchik, Jeremy. 2011. The Politics of Identity in Indonesia: Results from Campaign Advertisements, APSA 2011 Annual Meeting Paper.
Hefner, Robert W. 2007. Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas Kebangsaan. Yogyakarta: Impulse.

Heller, Agnes dan Punsher, Sonja. 1995. Biopolitical Ideologies an their Impact on the New Social Movements. A New Handbook of Political Societies. Oxford, Blackwell.

James G. Kellas, 1988, The Politics of Nationalism and Ethnicity, edisi II, New York: ST Martin’s Press.