Apa yang dimaksud dengan Politik Hukum?

Apakah yang dimaksud dengan Politik Hukum ?

Seiring dengan perkembangannya, beberapa pakar mencoba untuk mendifinisikan politik hukum itu sendiri diantara lain :

Satjipto Rahardjo
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.

• Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus.
Politik Hukum adalah Kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.

• L. J. Van Apeldorn
Politik hukum sebagai politik perundang-undangan .Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang-undangan . (pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja).

• Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Politik Hukum sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai.

• Moh. Mahfud MD. Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia )

(a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.

(b) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland. Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas. Dogmatika Hukum,Sejarah Hukum,Perbandingan Hukum, Politik Hukum, Ilmu Hukum Umum.

Politik Hukum Nasonal

Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Karakteristik politik hukum nasional adalah lebijakan atau arah yang akan dituju oleh politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum nasional. sebagi bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat. Untuk itu kita perlu untuk menengok kembali rumusan politik hukum nasional yang terdapat dalam GBHN.

Pada butir ke-2 TAP MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tentang arah kebijakan bidang hukum dikatakan :

Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadau dengan mengakui menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakasilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.

Fakta membuktikan bahwa kendati tidak menyebutkan politik hukum kodifikasi dan unifikasi, pemerintah tetap berupaya melakukan kebijakan tersebut. hanya saja, seiring dengan perkembangan sosial-politik dan kesadaran hukum masyarakat, kebijakan tentang unifikasi hukum mengalami tantangan dari banyak pihak. setelah menerima kritik yang bertubi-tubi dan mengalami puncaknya ketika disahkan pemberlakuan peradilan ISLAM, mahkamah Syar’iyah, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, (1) Tampaknya ada kecenderungan kuat Indonesia tidak lagi menganut politik hukum unifikasi, tetapi telah beralih ke pluralisme hukum ; 2) berbeda dengan politik unifikasi yang cenderung diitinggalkan, politik hukum kodifikasi masih tetap dilakukan.

Politik hukum sebagai Kajian Hukum Tata Negara

Berdasarkan pengertian Politik Hukum yaitu, kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dalam definisi ini terdapat penyelenggara negara, dan yang kita ketahui adalah penyelenggara negara adalah pemerintah yang dalam pengertian luas mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Tujuan negara yang dicita-citakan dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertivab dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Apa yang terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih rinci pada pasal-pasal UUD 10945 tersebut, dan dioperasionalkan dalam bentuk undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lain yang ada dibawahnya.

Politik Hukum Internasional

Para pemikir aliran kritis-konstruktivis pada dasarnya memahami politik hukum internasional dari dasar struktur kostitusional pembuatan perjanjian internasional, di mana negara dipandang sebagai sebuah entitas yang diakui secara hukum (juridically recognised) dan penciptaa norma-norma mengenai pengakuan dan keadilan prosedural yang digunakan dalam pembuatan perjanjian. Tujuan ideal dari struktur tersebut adalah terciptanya norma-norma pengikat yang bersifat mutual, yang akan membawa negara-negara yang terlibat perjanjian ke dalam keputusan yang didasari atas saling pengertian, tanpa paksaan.

Pandangan ini lebih lanjut mendorong negara untuk terlibat dalam pergaulan internasional, disertai dengan norma-norma seperti saling pengertian, saling percaya, compliance, dan penghindaran atas bentuk-bentuk kecurangan dan penggunaan paksaan dan kekerasan. Berdasarkan sudut pandang ahli-ahli seperti Habernas dan Wendt, terciptalah suatu kerangka kerja kritis-konstruktivis yang terintegrasi untuk dapat memahami dinamika dalam ptaran negosiasi tentang perubahan iklim.

Bahwa perjanjian tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat untuknya sehingga politik yang merupakan alat untuk menentukan arah kebijakannya tidak mengakui adanya UNCLOS tersebut walaupun dalam hal ini Amerika Serikat hanya melakukan pengakuan secara diam-diam.

Sumber : Buku “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Oleh Prof.Miriam Budiarjdo